LOVE YOURSELF: you're not alone

WRITE
Please Subscribe to read the full chapter


Pada dasarnya gadis itu pribadi yang mudah tertarik dengan hal-hal kecil, nalurinya sebagai seorang pengamat membawanya menyelami iris kelam tetangga barunya yang bertemu muka dengannya tempo hari. Bermula dari kedatangannya di apartemen baru yang ia tinggali sekarang, tetangga depan pintunya keluar dengan image ramah selayaknya tetangga. Sekilas tatap tidak ada yang aneh dari namja berhidung lancip itu. Seorang namja dengan usia dewasa awal, pembawaan sopan, dan Sunggyu tidak pernah lupa dengan senyum tampan ala namja itu. Tapi, ada hal yang memancing rasa penasaran Sunggyu terhadap namja muda itu. Tidak ada tatapan mata siapapun yang dapat membohongi gadis itu. Kepekaannya dengan hal-hal kecil sebagai pencerminan sosoknya selaku mahasiswi jurusan psikologi menawarkan dirinya sendiri untuk ingin lebih mengenal si tetangga.

Sejauh ini yang ia tahu tentang seorang Nam Woohyun, si tetangga, adalah mahasiswa jurusan managemen dan putra tunggal keluarga kaya. Hanya itu yang dapat, ah.. satu lagi, pribadi yang tertutup. Sulit untuk Sunggyu mendekati sosok yang menutup diri seperti Woohyun. Tapi yah.. bukan Sunggyu kalau ia tidak tertarik dengan hal semacam ini. Sulit didekati artinya lebih menantang dan lebih menarik.

.

Malam itu cuaca cukup dingin. Pemanas ruangan apartemen Sunggyu yang tidak berfungsi dengan baik menjadi alasan Sunggyu untuk bertandang ke apartemen Woohyun. Namja itu sedang menikmati waktu sendiri ketika Sunggyu datang mengganggu segala macam keheningan di kediamannya. Dengan berdalih meminjam pematik untuk menyalakan perapian gadis itu berhasil memasuki apartemen si tampan. Alih-alih diam menunggu si tuan rumah, gadis itu lebih suka lancang berkeliling apartemen dengan nuansa minimalis itu.

“Ekhem.” Woohyun berdehem.

Sunggyu terkesiap membalikkan tubuhnya menatap si pemilik rumah. Kegiatannya terusik dengan kedatangan namja sejuta pesona itu.

“Maaf menunggu lama. Sulit mencari benda yang jarang digunakan.” Ujar Woohyun seraya memberikan pematik yang Sunggyu minta dengan tersenyum seperti biasa. 
“Ah.. tidak juga. Kau tidak keberatan aku meminjamnya sebentar?” tanya Sunggyu meminta izin. 
“Simpan untukmu saja. Aku jarang menyalakan perapian.”
“Geurae.. khamsahamnida,” Sunggyu memutar otak untuk berlama-lama di sana. “oh ya, aku tidak sengaja melihat piano besar di sana. Kau suka memainkannya?”

Sejenak Woohyun mengernyit. Mungkin namja itu berfikir Sunggyu terlalu ingin tahu.

“Nde.. aku memainkannya sesekali.” Jawab namja itu.
“Jinja? Bolehkah kau mainkan sedikit untukku?” pinta Sunggyu. Sejenak Woohyun terdiam, sedetik kemudian namja dengan surai gelap itu tersenyum mengangguk.

.

Awalnya ia tidak sampai berpikir akan sejauh ini. Duduk berdekatan dengan Woohyun di depan sebuah piano besar. Menatap wajah serius namja di sampingnya yang sibuk memainkan sebuah lagu. Ia bilang itu lagu ciptaannya. Tepat setelah nada terakhir selesai dimainkan Sunggyu bertepuk tangan. Memang dasar mulut seorang mahasiswi psikologi, pintar sekali gadis itu memancing Woohyun untuk berbincang. Keahliannya membuat lawan bicara nyaman untuk sekedar mengobrol ringan dengan gadis itu. Mereka sengaja tidak pindah ke tempat yang lebih nyaman seperti ruang tamu. Mereka masih duduk di depan piano, di ruangan yang lebih suka Sunggyu sebut sebagai ruang baca, melihat ada rak buku berukuran besar di sisi dindingnya.

“Aku baru tahu mahasiswa managemen bisa bermain piano sehebat ini.” kata Sunggyu dengan nada pujian terselip di antara cara pengucapannya.
“Sekedar hobi.” Ucap Woohyun menanggapi.
“Hobimu indah sekali,” Kata Sunggyu lagi, kali ini gadis itu sibuk meraih lembaran kertas berisi not-not balok. “Sepertinya musik mengalir dalam darahmu ya..” 
“Tidak. Appaku tidak pernah tahu tentang ini.”
“Benarkah?”
“Tidak karena aku putra tunggal NamCorp yang harus sempurna.”
“Kenapa? Musik sesuatu yang menarik,” Sunggyu menatap Woohyun dengan pancaran penuh rasa penasaran. “orang dengan jiwa seni selalu membuatku iri.” Lanjutnya.

Woohyun hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Sunggyu kembali memutar otak untuk mengendalikan suasana.

“Tapi hey, orang seni biasanya tidak serapi ini.” seru Sunggyu menatap sekeliling.
“Itu pemikiran kuno Sunggyu-ssi..”
“Eummm.. lalu apa kau juga suka membaca?”
“Kadang-kadang.”
“Ah...” Sunggyu mengangguk-angguk paham. “besok aku akan bawakan sebuah buku bagus untukmu.”

.

Malam itu berakhir dengan keduanya yang semakin dekat. Sebetulnya itu terlihat seperti Sunggyu yang berusaha ingin dekat.

Woohyun putra tunggal perusahaan NamCorp. Namja tampan itu dituntut untuk selalu sempurna dalam pendidikannya. Sebetulnya namja itu sosok dengan jiwa seni yang menggebu-gebu. Tapi, ketertarikannya dengan musik harus dirahasiakan dari keluarganya. Woohyun membeli sebuah piano dengan uang hasil tabungannya sendiri. Memutuskan tinggal di sebuah apartemen sendiri agar ia lebih mudah menyatu dengan hobinya. Stereotip kuno tentang orang seni yang tidak jelas masa depannya masih menguasai pandangan appa Nam, sehingga tanpa beliau bicara langsung, Woohyun sudah cukup mengerti bahwa appanya tidak ingin ia menjadi seorang musisi. Lagipula siapa nanti yang akan meneruskan NamCorp kalau Woohyun memilih jalannya sendiri.

Kadang Woohyun cukup tertekan dengan kehidupannya. Sebuah jalan yang dipaksakan, tapi ia dituntut untuk itu. Ditambah dunia perkuliahan yang kompetitif membuat beban tersendiri untuk namja itu. Woohyun bukan sosok bodoh, untuk seseorang yang hobi bermusik ia juga jenius dalam bidang eksak. Tapi namanya kehidupan sekolah dengan kuliah sejatinya berbeda membuat jiwa kompetitifnya harus terasah dengan lebih baik.

Merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, hasil yang ia dapat sedikit, hanya sedkiti melenceng dari target membuatnya berpikir semalaman. Woohyun sosok tertutup dan mudah sekali down jika ia melakukan kesalahan sekecil apapun.

.

Woohyun gontai melangkah menuju apartemennya. Ia baru saja pulang. Tubuhnya terasa penat, tidak hanya itu, jiwanya juga terasa lelah, lelah pikiran membuatnya langsung ingin tidur. Tapi baru saja ia memasukkan digit terakhir kode apartemennya, tubuhnya merosot. Raut wajahnya pucat, ia merasakan otot perutnya menegang nyeri.

.

Sunggyu bersenandung riang meraih sebuah buku berjudul ‘Another Me’. Dengan langkah ringan ia pergi keluar mengunjungi tetangganya. Baru saja ia membuka pintu, bola matanya menatap sosok tetangga favoritnya tengah meringkuk di depan pintu apartemen.

“Omo.. Woohyun! apa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Macaroon98
Saya tidak berfikir bahwa karya saya bagus. Tapi feedback dari reader sangat dihargai. Khamsahamnida sudah menyempatkan diri utk sekedar mengintip karya saya

Comments

You must be logged in to comment
imsmlee86 #1
Chapter 1: Aaaaaa, so sweet ♡♡ oke mulai sekarang aku tiap malam kalau mau bobo cuci kaki dulu
parkdaeun
#2
Chapter 2: Aaaa yang kedua sedih banget suka yg pertama edan sweet bgt:> ditunggu next chapternya!
KiwiPrincess #3
Ah, sweet nya..di tunggu oneshot berikutnya..hehe..
ain112 #4
Chapter 1: Waaaaaa... akhirnya dilamar juga... perjuangannya lebih dari 10th
strawberrymilk_
#5
SEDIH....
but at least there's some woogyu to heal :((((
Thanks authornim msh muncul dg cerita baru di tengah krisis woogyu and krisis infinite
Yuerim #6
Chapter 1: So sweet.. Meskipun masih banyak typo nya.. Bukunya pas banget sama apa yg belakangan ini menimpa woohyun.. Rasa sakit yg tdk akan pernah sembuh.. Ikutan sedih bacanya.. Beruntung jadinya happy ending..