Hope Forever

NUESTRA MAGOA [INDONESIAN BTS FANFICT]

geojitmariya you such a liar
See me see me ya neon wiseonjaya
wae jakku ddan gireul garae ya neona jalhae
jebal gangyohajin marajwo
La la la la la~

Sudah tiga kali No More Dream yang berisik karya BTS terdengar ke seluruh penjuru kamar, namun hal itu tidak sekalipun membuat si empunya kamar yang masih bergelut di balik selimut bergerak sedikitpun.

“ Hoseok-ah!! Matikan! Berisik!!” Teriak seorang yeoja sambil menggedor-gedor pintu kamar Hoseok.

Merasa terganggu dengan lagu grupnya yang berisik dan sedari tadi menyala disertai gedoran pintu kamarnya, Jung Hoseok bangkit dari tidurnya dengan mata setengah terbuka lalu meraih ponselnya untuk mematikan alarm. Dilihatnya sinar-sinar matahari terhalang gorden biru navy yang menutupi jendela kamarnya.

Namja itu lantas melirik jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjuk angka 11.

Dahinya mengernyit. “ Pantas saja hawanya panas.” Gumamnya sambil berdiri dari tempat tidurnya yang berantakan lalu berjalan menuju pintu kamar dengan sempoyongan layaknya orang sehabis bangun tidur.

Ketika membuka pintu, ia mendapati seorang yeoja tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap geram ke arahnya. Hoseok menghela nafas melihat yeoja di depannya itu.

“ Jung Hoseok, apa yang……..” Ucapan yeoja itu tertahan ketika tangan Hoseok membekap mulutnya sambil memaksanya berjalan ke menuruni tangga.

“ Shhh, arraseo, arraseo, mianhae, Noona, aku akan mencuci piring dan memasak sarapanku sendiri pagi ini. Jangan mengomeliku hari ini, jebal.” Ucapnya lalu melepas tangannya dari mulut noonanya yang sudah menatapnya dengan tatapan membunuh. Dan seketika jitakan di dahinya membuat Hoseok mengaduh kesakitan.

“ Dasar pemalas! Aku sudah membuatkan sarapanmu, ada di meja. Pagi ini aku harus ke butik, jadi urusi dirimu sendiri dan jangan menyuruh para maid untuk membersihkan kamarmu!” Ucap Jung Hyori, kakak perempuan Jung Hoseok.

Yang dimarahi hanya mengangguk pasrah dan duduk di meja, lalu mengambil makanan ke piringnya untuk sarapan. Sambil melahap makanannya, Hoseok melihat sekeliling rumahnya yang selalu bersih dan tertata rapi karena pekerjaan para maid di rumahnya.

Sudah 2 hari ia pulang dan hanya noonanya yang sering berada di rumah, sedangkan kedua orang tuanya bahkan tidak tau ia ada di rumah. Kedua orang tua Hoseok adalah pengusaha sukses yang telah memiliki beberapa sayap di berbagai negara dan jarang sekali pulang atau bahkan menghubunginya. Sedangkan noonanya adalah seorang desainer ternama di Korea yang sebentar lagi akan mengadakan fashion show kelima untuk brandnya.

“ Oh, appa dan eomma akan pulang hari ini. Pastikan kau tidak membuat kekacauan, arrachi?” Hyori keluar dari kamarnya dan berjalan ke arah Hoseok sambil mengikat rambut panjangnya. Yeoja itu telah mengganti pakaiannya dengan dress kuning kasual selutut sambil menenteng tas creamnya. Ia mengambil susu di lemari es lalu meletakkannya di depan adiknya.

Sedangkan Hoseok masih melanjutkan makannya dengan lahap dan tidak menjawab perkataannya tadi.

“ Hoseok-ah, diam saja ketika mereka berbicara, okey?” Ia menatap adiknya yang hanya membalas dengan anggukan singkat.

Ia menghela nafas lalu berjalan ke pintu rumah untuk berangkat. “ Pastikan piringmu kau cuci sendiri!” Teriaknya lalu menghilang di balik pintu.

Hoseok mendengus sambil menggeleng-gelengkan kepalanya geli. “ Aigo, berisik sekali dia.” Gumamnya lalu beranjak menuju ke dapur untuk mencuci piringnya.

 

 

“ Yak, Hyung. Kau bayangkan saja,begitu kami masuk, semua orang dari anak-anak sampai nenek-nenek melihat ke arah kami. Apalagi ada ibu hamil yang menghampiri Jungkook lalu memintanya mengelus-elus perut besarnya itu dan mendoakan agar anaknya setampan Kooki. Terkenal juga ya kita di Busan.” Suara khas Park Jimin terdengar masih terheran-heran dengan apa yang dialaminya kemarin.

Hoseok tertawa kecil lalu berkata, “ Kau yakin mereka melihat ke arahmu? Jangan-jangan mereka hanya melihat ke arah Kookie.” Ia seketika tertawa keras melihat ekspresi Jimin di laptopnya. Malam itu, Jungkook dan Jimin yang sedang bersama memulai vidcall dengan Hoseok.

“ Benar juga, hyung. Lagipula ibu hamil itu hanya memintaku saja untuk mengelus perutnya lalu pergi. Jangan-jangan ia tidak mengenalimu.” Ucap Jungkook yang langsung mendapat pelototan dari Jimin.

“ Yak, Jeon Jungkook!”

Hoseok tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan makane line.

“ Ya, ya! Sudah, sudah, hentikan.” Ia berucap ketika Jimin tanpa ampun menggelitiki Jungkook hingga namja itu terlihat sangat tersiksa dibuatnya.

Mereka perlahan berhenti lalu kembali melihat ke layar. “ Oh ya, apa kalian tidak menghubungi Taehyung,? Biasanya Taehyung rajin menghubungi kalian saat liburan begini.” Tanyanya.

“ Entahlah, Tae sulit dihubungi akhir-akhir ini. Dia hanya mengangkat telponku sekali setelah itu ponselnya tidak aktif. Mungkin sibuk berlibur dengan keluarganya.” Hoseok hanya mengangguk-angguk mengerti.

“ Hyung, apa yang kau lakukan liburan ini? Apa menyenangkan disana?” Tanya Jungkook dari sana.

Senyum ambigu Hoseok terpampang. “ Hmm, aku cukup menikmatinya. . . . Tapi akan lebih seru jika bersama kalian dan yang lain, rasanya ingin cepat-cepat kembali ke Seoul lagi.” Ucapnya yang juga diangguki oleh Jimin dan Jungkook disana.

“ Eoh! Kami juga, bayangkan saja, hampir setiap hari aku dan Jungkook bersama dan menghabiskan waktu di kamarku untuk main game. Sama saja dengan di dorm, malahan lebih seru dengan komputer Taehyungi.”

“ Ck, dasar bantet! Katakan saja kau hanya rindu pada komputer si alien itu!” Ledek Hoseok.

Tok! Tok! Tok!

“ Tuan muda, nyonya dan tuan besar sudah pulang. Anda ditunggu di bawah untuk makan malam.” Terdengar suara maid dari luar kamar.
“ Ah, sudah dulu, ya. Aku harus turun ke bawah, Annyeong!” Hoseok langsung mematikan laptopnya dan berjalan keluar kamar.

 

Kaki berototnya menuruni tangga dengan perlahan dan berhenti sejenak sebelum ia menuruni anak tangga terakhir. Dari tempatnya sekarang, Hoseok dapat melihat kedua orang tuanya sedang duduk di meja makan dengan sibuk menatap ke layar laptop dan ponsel mereka masing-masing. Namja berwajah oval itu menghela nafas singkat lalu kembali melangkah dan duduk di hadapan orang tuanya.

“ Annyeong, appa, eomma.” Sapanya setelah mendudukkan diri di hadapan kedua orang yang hanya mengangguk dan tetap sibuk pada urusan masing-masing. Bahkan keduanya masih lengkap dengan pakaian kerjanya.

Hoseok diam dan menatap appa dan eommanya, menunggu mereka selesai dan memulai makan malam. Namun 15 menit berlalu dan mereka berdua masih tetap melakukan aktivitas yang sama.

Hoseok mulai geram dengan sikap mereka, “ Ehemm!” Ia berdeham cukup kecang dan terdengar dipaksa, namun kedua orang di depannya tak bergeming.

Tangannya terkepal menahan emosi. Selalu saja seperti ini, bahkan ia dan kedua orangtuanya baru bertemu setelah hampir satu tahun setengah tidak pernah bertatap muka, dan saat ia ada di depan mereka dianggap sebagai angin lalu yang tidak ada artinya.

Ingin rasanya ia mengeluarkan sumpah serapahnya namun mengingat pesan sang noona tadi pagi ia berusaha untuk meredamnya. Lantas ia mengganti sumpah serapahnya dengan sebuah pertanyaan.

“ Apa kalian tidak ingin makan denganku?”

Sang eomma menghentikan sejenak aktivitasnya dan mengalihkan padangannya pada anak laki-lakinya. “ Kau bisa makan duluan, sayang. Setelah ini selesai kami akan makan juga, sebentar ya.” Suara lembut keibuan itu terdengar tenang dan wajah cantik ibu Hoseok menampilkan senyum yang lembut untuknya.

Sedangkan sang ayah tetap fokus pada pekerjaannya dan tidak mengindahkan pertanyaan anaknya. Hoseok menghela nafas berat. “ Baiklah, kalau begitu aku menunggu noona saja.” Ujarnya.

“ Ck! Jangan kekanak-kanakkan. Kalau kau ingin makan ya makan saja.” Suara tegas ayah Hoseok terdengar sangat dingin di telinga dan hal itu juga membuat dada namja yang terkenal riang di televisi berdenyut.

Ia hanya ingin suasana hangat keluarga yang saling melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu namun apa yang ia dapat sekarang? Ia merasa pilihan untuk pulang ke rumah adalah pilihan yang salah. Hatinya malah terasa sakit dan berdenyut ketika melihat orang tuanya.

Dalam diam tangan panjangnya mulai mengambil makanan dan makan dengan tenang. Nyonya Jung yang dari tadi memperhatikkan anak bungsunya dari balik kacamatanya memutuskan untuk menutup laptop dan mulai ikut makan dengan Hoseok. Hati kecilnya tersentil ketika melihat raut kecewa yang ditahan anak lelakinya itu.

“ Makanlah yang banyak, adeul. Eomma sangat merindukkanmu.” Ucapnya lembut sambil menaruh sebuah daging ke piring Hoseok namun diabaikan oleh namja itu. Senyum keibuannya perlahan memudar menyadari anaknya tengah dalam mood yang tidak baik.

Nyonya Jung lalu menyenggol tangan Tuan Jung agar menunda pekerjaannya dan mulai makan. Akhirnya semua orang di meja itu makan dalam diam. Suasana terasa dingin dan tidak nyaman.

“ Dimana noonamu, Sayang?” Tanya sang ibu pada Hoseok.

“ Ada di butiknya.” Ekspresi Hoseok sedingin es ketika menjawab datar eommanya dan hal itu membuat ayahnya melihat ke arahnya.

“ Bicara dengan benar pada ibumu, Hoseok-ah.” Titah Tuan Jung bernada mengintimidasi.

Lagi-lagi hanya helaan nafas Hoseok yang terdengar. Ia mengangguk pelan dan melanjutkan makannya. Ingin rasanya ia langsung beranjak dari sana tapi nalurinya sebagai seorang anak yang menghormati orang tua masih kuat menahannya untuk tetap duduk.

“ Malam! Wah, tepat sekali kalian sedang makan malam, aku jadi lapar!” Suara riang Hyori dating dari pintu utama disambut senyum merekah dari ibunya. Yeoja ramping itu lalu mendudukkan diri di samping Hoseok dan mulai bergabung makan.

“ Kalian baru saja pulang?” Tanyanya pada orang tuanya.

“ Iya, appa dan eomma pulang tepat sebelum makan malam. Apa pekerjaanmu lancar?” Hyori mengangguk antusias menjawab eommanya sambil mengunyah.

Setelah menelan makanannya ia lalu mulai bercerita, “ Fashion show kelimaku akan berlangsung minggu depan, apa appa dan eomma bisa datang?”

Eommanya tersenyum senang dan mengangguk. Lalu matanya mengarah ke Hoseok yang masih bungkam sejak tadi. “ Bagaimana denganmu, Hoseok-ah? Apa grupmu akan memulai tour lagi atau membuat karya baru?”

Hoseok menghentikan makannya sejenak lalu menatap ke arah ibunya. Wanita paruh baya itu menatapnya dengan tulus dan antusias dan itu membuat emosi Hoseok yang masih tersisa tadi menguap.

“ Kami akan mulai membuat album baru 3 bulan ke depan. Mungkin 2 minggu lagi aku akan kembali ke Seoul.” Jawabnya.

“ Daebak, berikan album gratis padaku, eoh! Dan mixtape yang sedang kau kerjakan juga. Kau dan grupmu itu sangat terkenal di butik noona. Bahkan banyak yang datang karena noona selalu memutar musikmu di butik. ” Hyori menimbrung adiknya dengan mata berbinar.

Hal itu membuat sang ibu di depannya tertawa kecil. “ Di kantor eomma juga. Banyak teman-teman eomma yang minta tanda tanganmu, anak-anak mereka juga. Kalian sangat terkenal hahaha.”

Hoseok tersenyum kecil mendengar ibu dan noonanya. Setidaknya ini yang ia inginkan dari dulu, eomma dan noonanya selalu mendukung apa yang ia kerjakan dan apa yang ia inginkan.

“ Kira-kira berapa lama grupmu akan bertahan.” Suara baritone tuan Jung akhirnya terdengar dan hal itu membuat semua perhatian tertuju padanya.

Hoseok mengerutkan alisnya sambil menatap appanya. “ Maksud appa?”

Tangan besar tuan Jung meletakkan sendoknya dan menatap anak lelaki satu-satunya itu serius. “ 3 sampai 4 tahun ke depan? Setelah itu kalian akan masuk wamil satu-persatu, bukan? Dan butuh minimal 5 tahun untuk kalian kembali utuh, apakah kau yakin setelah itu grupmu akan tetap eksis?”

Nyonya Jung dan Hyori saling bertukar pandang menyadari keadaan kali ini mulai memanas.

“ Appa, bisa kita tidak-“

“ Apa maksud perkataan appa?” Usaha Hyori untuk menghentikan perdebatan yang akan terjadi dipotong dengan pertanyaan Hoseok. Nyonya Jung lalu mengelus – elus lengan Tuan Jung agar pria itu tidak melanjutkannya lagi.

Namun semua itu sia-sia ketika pernyataan yang dilontarkan suaminya membuat mata Hoseok menyala-nyala seketika.

“ Keluarlah dari pekerjaanmu, Hoseok. Kau tau itu tidak berguna dan hanya akan bertahan beberapa tahun saja.”

Hoseok memandang tajam ayahnya, emosinya kembali menyala mendengar hal itu. Sentuhan lembut dari noonanya bahkan tidak dirasakannya.

“ Lalu apa? Appa akan menyuruhku belajar bisnis lalu mengikutimu menemui orang-orang yang berlagak baik dan memasang tampang palsu itu yang appa sebut rekan kerja? Lalu akan saling mengunggulkan dan menjilat ketika appa berhasil dan akan saling menindas ketika appa gagal?”

BRAK!

Tuan Jung memukul meja keras yang seketika membuat semua orang disana terlonjak.

“ Seenaknya saja kau bicara! Inikah yang kau dapat dari pekerjaan dan lingkunganmu?! Kau jadi anak kurang ajar!”

Hoseok membalas tatapan nyalang dari ayahnya. “ Setidaknya aku mendapat keluarga yang menyayangi dan memperhatikanku jauh lebih baik dari keluarga ini!” Ucapnya lalu bangkit dan berjalan menjauhi meja makan.

“ Jung Hoseok! Kau hanya termakan ego remajamu! Dewasalah dan berhenti melakukan hal-hal tidak berguna!”

Hoseok berhenti dan berbalik menatap ayahnya yang sekarang sudah berdiri. “ Aku sudah dewasa dan berhak atas hidupku sendiri! Hal-hal tidak berguna katamu? Sadarkah apa yang kau anggap tidak berguna itu adalah mimpi dan cita-citaku?” suaranya lirih dan matanya mulai berkaca-kaca. Kedua tangannya mengepal bergetar menahan amarah.

“ Kau boleh punya mimpi, tapi disini appa bisa memberikan hal yang akan membahagiakanmu lebih dari yang bisa mimpimu itu berikan.”

Hoseok tertawa sarkas. “ Apa itu? Uang? Harta berlimpah? Rumah yang bak istana ini? Mobil-mobil mewah di garasi itu? Iya? Apa appa bahkan pernah bertanya apakah aku bahagia dengan semua itu?” Ayahnya hanya terdiam dengan nafas tak beraturan menahan emosi.

Namja itu menggelengkan kepalanya. “ Tidak! Aku sama sekali tidak bahagia dengan hal itu. Bahkan aku merasa lebih bahagia tidur di dorm dengan 6 orang lainnya yang bahkan lebih sempit dari kamarku, makan dengan 1 porsi dibagi untuk dua orang, dimaki para pelatih yang bahkan lebih kasar dari makianmu di kantormu itu dan bahkan aku lebih bahagia jika bersama mereka daripada disini.”

Ayahnya tertawa sarkas sama seperti yang ia lakukan sebelumnya mendengar ucapan anaknya itu. “ Kau hanya mencari bahagia, itu saja. Kau tidak memikirkan jangka panjang hidupmu itu. Paling-paling setelah grupmu itu redup kau akan kembali padaku dan meminta pekerjaan. Belum terlambat, Hoseok. Keluarlah dari sana dan ikuti apa kata appa.”

Hoseok mendengus kasar mendengarnya dan hanya ada satu hal yang ada di pikirannya saat ini.

“ Terimakasih atas tawarannya. Tapi tidak. Aku lebih baik mati daripada menjadi bonekamu, cari saja boneka lain yang bisa memuaskan cita-cita yang tak bisa kau wujudkan dari dirimu yang sekarang ini.” Seorang Hoseok yang ceria dan penuh kesabaran telah mencapai batasnya.

Ia berjalan naik ke lantai atas dan menutup pintu kamarnya dengan keras. Tak ia abaikan bentakan-bentakan appanya yang membludak itu.

 

Hyori dengan cepat menyusul namdongsaengnya ke atas ketika melihat eommanya berhasil menenangkan sang appa yang kini duduk diam di sofa. Sampai di lantai atas ia membuka kamar adiknya langsung tanpa mengetuk dan dahinya mengkerut ketika melihat adiknya tengah memasukkan baju-bajunya ke koper.

“ Apa yang kau lakukan? Kau akan pergi? Hoseok-ah, Jebal, tahan emosimu, eoh?” Suaranya lirih memohon pada Hoseok yang sibuk mengemasi barang-barangnya ke kopernya. Namja itu diam dan tidak menanggapi noonanya. Matanya masih menyiratkan sebongkah emosi yang tak terlepaskan.

“ Hoseok-ah..”

Namja itu lantas menatap noonanya ketika telah selesai mengepak semua barangnya. Manik yang tadi menyala penuh amarah telah melembut menatap sang kakak. Senyum khasnya terpancar disana. Ia melangkah mendekati noonanya dan memegang kedua bahu yeoja yang lebih tua 4 tahun darinya itu dengan lembut.

“ Mianhae, Noona. Tapi aku tidak bisa disini lagi. Aku tidak akan menjadi boneka appa yang menuruti apa yang diperintahkan. Tidak, aku Jung Hoseok yang punya mimpi dan hidupku sendiri.” Ucapnya dengan nada lembut dan penuh keyakinan.

Setetes cairan bening jatuh dari mata indah Hyori. Yeoja itu terisak pelan. “ Kau akan kembali, kan? Kau boleh pergi, tapi kau harus kembali.”

Hoseok tersenyum lalu mengangguk pelan. “Aku akan kembali jika waktunya tepat. Tenanglah, aku akan menghadiri fashion showmu juga, kau bisa menemuiku setiap saat jika kau mau. Berhentilah menangis, noona.” Ia menghapus air mata yang jatuh di pipi sang noona. Dengan lembut ia memeluk tubuh Hyori yang lebih kecil dari tubuhnya.

Sepasang saudara itu menikmati tiap detik hangat yang menyelip di antara mereka seolah pelukan ini mengantar mereka menuju suatu hal yang akan menjauhkan jarak dalam waktu yang sangat panjang. Setelah beberapa menit, Hoseok melepas pelukannya lalu meraih ponsel di tempat tidurnya dan menelpon seseorang.

“ Hyung, bisa kau jemput aku di rumah?”

 

 

1 jam setelah ia mendapat telepon dari dongsaengnya, kini Jin telah berada di depan sebuah rumah megah sesuai dengan alamat yang dikirim Hoseok tadi. Mobilnya terparkir di depan gerbang tertutup dengan 2 orang penjaga disana. Namja jangkung itu masih berada di atas mobil dan mengotak-atik ponselnya menulis pesan bahwa ia sudah sampai pada Hoseok.

Sejak 3 hari yang lalu ia memang sedang berada di Gwangju untuk mengantar Nana, sahabatnya, ketika yeoja itu mendapat kabar bahwa kakeknya di Gwangju meninggal. Dan ia sempat mengabari Hoseok karena besok ia ingin mengenalkan Hoseok pada Nana.

Jin menoleh ke arah gerbang rumah Hoseok yang terbuka dan menampilkan Hoseok menggeret kopernya. Ia mengerutkan alisnya bingung. “ Untuk apa ia membawa koper?” Gumamnya.

Namja berbahu lebar itu turun dari mobilnya dan berniat bertanya pada dongsaengnya setelah membuka bagasi mobil untuk koper Hoseok. Ia melambaikan tangannya lalu membantu Hoseok memasukkan kopernya ke bagasi.

“ Kenapa kau bawa koper?” Tanyanya lalu menutup bagasi mobilnya.

“ Hoseok!” Suara sang ibu membuat Jin dan Hoseok menoleh. Nyonya Jung terlihat berlari ke arah Hoseok lalu memeluk anaknya sambil menangis tersedu-sedu. Hal itu membuat Jin kaget dan semakin bertanya-tanya apa yang terjadi disini.

Hoseok mengelus-elus punggung ibunya dalam diam. Merasa situasi sedang tidak baik, Jin memutuskan untuk naik lebih dulu ke mobil dan membiarkan Hoseok menyelesaikan masalahnya dengan sang eomma.

10 menit menunggu, Hoseok akhirnya masuk ke kursi sebelah Jin dengan tergesa lalu mengunci pintunya.

“ Hyung, cepat jalan!” Ucap namja itu lirih.

Jin mengernyit bingung ketika Hoseok berkata jalan namun ibunya di luar sana mengetuk-ngetuk jendela samping Hoseok sambil menangis. “ Apa maksudmu? Eommamu masih di lu-“

“ Jalan!! Cepatlah, kumohon!” Jin dapat melihat Hoseok menahan air matanya agar tidak keluar. Namja itu bahkan tidak melihat ke arah eommanya yang menangis sambil mengetuk-ngetuk jendela mobil Jin brutal.

Dengan terpaksa Jin menjalankan mobilnya dan meninggalkan eomma Hoseok terduduk di jalan. Ia merasa tidak sopan dan tidak menghargai orang tua, tapi isakan namja di sebelahnya ini memaksa dirinya tanpa sadar menjauhkan segala hal yang membuat dongsaengnya yang paling ceria itu menangis.

“ Kau berhutang penjelasan padaku setelah ini, Jung Hoseok.” Gumamnya lalu dengan hati-hati membelah jalanan malam kota Gwangju.

 

 

“ Aku mungkin sudah kabur dari sana sejak awal jika jadi kau.” Suara nyaring Jung Nana memecah dinginnya udara malam Gwangju yang terasa di balkon kamar hotel tempatnya dan Jin menginap.

Hoseok hanya tertawa singkat sambil mengedikkan bahu. “ Aku masih belum ingin dicap sebagai anak durhaka saat itu.” Ia kembali menegak bir kaleng yang diberikan yeoja yang baru dikenalnya beberapa menit lalu.

Jin membawanya ke hotel tempatnya menginap. Saat masih berada di mobil Hoseok berencana untuk langsung tidur dan menjelaskan semuanya pada hyung tertua di grupnya itu keesokan hari. Namun, ketika melihat seorang yeoja berambut orange yang sedang minum di balkon kamar hyungnya itu, ia jadi ingin bergabung minum untuk melepas semuanya malam ini.

Jin kembali bergabung di balkon bersama Nana dan Hoseok sambil membawa beberapa makanan ringan dan sekaleng bir di tangannya.

“ Oh ya, tapi jika dipikir lagi, bagaimana kau bisa bebas menjadi artis padahal ayahmu seorang CEO, Jin?” Pernyataan Nana itu sontak membuat Hoseok tersedak.

“ Uhuk! Uhuk!”

“ Yaya! Pelan-pelan jika minum, Hoseok-ah.” Namja berbahu lebar itu seolah menghindar dari pertanyaan sahabat wanitanya dan malah alibi memperhatikan Hoseok yang masih terbatuk.

Setelah batuknya reda, Hoseok kembali melebarkan matanya seolah menuntut hungnya menjelaskan. “ Kau tidak pernah cerita jika ayahmu seorang CEO atau semacamnya, hyung!”

Jin hanya meringis bodoh. “ Kalian tidak pernah tanya juga.” Hal itu langsung dijawab dengan cebikan dari Hoseok.

“ Tapi ayahku tidak pemaksa dan penuntut padaku. Mungkin aku harus berterima kasih pada hyungku yang sudah jelas akan menjadi penerusnya, jadi aku bisa bebas seperti ini.” Mengingat hal itu, Jin tiba-tiba merindukan sosok hyungnya.

Hoseok meletakkan birnya di meja lalu menaikkan kedua kakinya nyaman ke atas kursi di balkon. Matanya menatap langit malam Gwangju yang lumayan mendung saat itu.

“ Aku jadi memikirkan bagaimana nasib perusahaan appa jika aku tetap menjadi Jhope dan noona tetap menjadi desainer. Tapi aku tidak mau beralih menjadi penerusnya dan duduk 12 jam di kantor untuk mengurusi saham dan hal-hal memusingkan lainnya, ew! Aku tidak bisa membayangkan seberapa membosankannya hal itu.” Kepalanya menggeleng-geleng keras mengundang tawa Nana dan Jin yang melihatnya.

“ Tunggu dulu! Jadi selama ini kau selalu mentraktir aku dan yang lain karena ayahmu kaya, pantas saja! Tapi kenapa kau hanya memesan satu kamar untuk kalian berdua?”

“ Chaa! Jhope yang sebenarnya sudah kembali, Terimakasih Tuhan!!” Teriak Jin menyadari Hoseok sudah bertingkah seperti biasa dan mengabaikan pertanyaan namja yang masih menatapnya penuh selidik.

“ Jangan-jangan kalian…” Ucapan Hoseok menggantung seiring pikirannya tentang dua orang di depannya mengarah ke arah yang salah.

Nana meletakkan kaleng birnya yang sudah kosong ke sembarang tempat lalu menarik tangan Hoseok yang langsung bingung dan sedikit takut. “ Karena kau sudah kembali, bagaimana kalau kita bersenang-senang? Aku tau tempat yang tepat disini dan kuyakin kau akan ketagihan!”

Hoseok menoleh ke arah Jin yang memandangnya geli. Ekspresi ketakutan dan kebingungan luar biasa yang ditunjukkan Hoseok memang akan membuat siapa saja tertawa termasuk Nana yang saat ini menahan tawanya.

“ Hyung!!!!” Teriak Hoseok ketika tubuhnya sudah diseret Nana meninggalkan balkon dan Jin.

“ Tenang saja, dia tidak akan macam-macam! Dia tidak nafsu denganmu!” Jin berucap sambil tertawa geli. Ia membawa kaleng-kaleng bir kosong lalu menyusul kedua temannya masuk untuk memastikan Nana tidak memasukkan atau menyodorkan narkoba pada dongsaengnya yang agak polos itu.

 

 

~to be continued~

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Menarik nih!
dhesy_dpotter #2
Baru baca awalnya.. menarik ^^
Lanjutkan
lia_jiyoo #3
Chapter 4: Anw menurutku lebih pas "di dalam mobil" daripada "di atas mobil"

Dan oh ya, aku tidak menyangka Jung Hoseok punya ayah begitu ㅠㅠ
lia_jiyoo #4
Chapter 3: Kelam. Dan dingin.
lia_jiyoo #5
Chapter 2: Wah, membacanya cukup membuatku takut. Lebih takut daripada membaca chapter sebelumnya.
lia_jiyoo #6
Chapter 1: Ayahnya punya alter ego?
lia_jiyoo #7
Ditunggu lanjutannya