Changmin mengerjapkan matanya ketika ia melihat seseorang yang tidak ia kenal berada di depannya.
“Bisa kita bicara sebentar Shim Changmin~shi ?”

                   REFLECTION 5
“Bisa kita bicara sebentar Shim Changmin~shi ?” Tanya seseorang yang sekarang berdiri di depan Changmin.

“Maaf, tapi apa kita pernah bertemu sebelumnya ?” Changmin mengernyitkan alisnya ketika ia sama sekali merasa tidak pernah bertemu dengan wanita yang ada didepannya.

“Namaku BoA, Kwon Boa. Aku rasa kita memang belum pernah bertemu. Tapi aku memiliki urusan yang cukup penting denganmu Changmin, jadi bolehkah aku masuk ?”

Changmin berpikir apakah ia akan membiarkan wanita ini masuk atau tidak. Changmin menilai penampilan BoA dari ujung kepala sampai sepatu yang ia gunakan. Penampilannya cukup menunjukan kalau ia adalah orang yang baik. Tidak ada salahnya memperbolehkan ia masuk.

Changmin membuka pintu apartementnya lebih lebar lagi, ia menggeser sedikit posisi berdirinya agar BoA masuk terlebih dahulu dan mengikutinya dari belakang.
.
.
.
.
.
Changmin mendudukan dirinya di kursi yang berhadapan dengan BoA setelah meletakan satu minuman kaleng untuk suguhan wanita itu. Ia menunggu wanita itu untuk berbicara, tidaka ada niatan dari diri Changmin untuk mengawali pembicaraan mereka.

“Changmin, aku turut berduka atas kematian U-Know kekasihmu.” BoA memulai perbincangan dengan menunjukan rasa sedihnya atas meninggalnya U-Know. 

Changmin yang mendengar nama kekasihnya disebut langsung menatap BoA dengan pandangan yang menurut BoA sendiri pun sulit diartikan. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Changmin. Melihat tidak ada reaksi dari Changmin, Ia pun memutuskan untuk melanjutkan perkataannya.

“Aku tahu berita ini dari Yunho, adik kembar U-Know. Aku tahu kau pasti mengenal Yunho kan ? Dia Kekasihku.” BoA mengeratkan genggamnya pada kaleng minuman yang ada di depannya. Ia menarik satu sudut bibirnya melihat Changmin yang sedikit terkejut akan ucapannya. Reaksi Changmin membuat BoA semakin yakin untuk meneruskan pembicaraan ini.

“Kau tahu Changmin. Aku dan Yunho sudah menjalin hubungan sebagai kekasih sudah lama. Kami tinggal di Amerika. Yunho mendengar kabar kematian kakaknya, sehingga ia memutuskan untuk pulang ke Seoul. Aku pikir setelah satu atau dua bulan ia  di Seoul, ia akan kembali ke Amerika. Tapi ini sudah lebih dari 6 bulan Changmin. Dia bilang dia tidak bisa kembali ke Amerika karena ia harus merawatmu. Aku tahu Changmin, pasti rasanya sedih ketika kita ditinggalkan oleh kekasih yang sangat kita cintai. Tapi ini sudah 6 bulan, tidak bisakah kau membiarkan Yunho kembali ke sisiku.?”

BoA menarik napas panjang, tangannya ia ulurkan untuk menggenggam tangan Changmin yang berada di atas meja.

“Aku mohon Changmin, biarkan Yunho kembali kesisiku. Aku sangat membutuhkan Yunho, aku sangat mencintainya. Kami seharusnya melaksanakan pertunangan 3 bulan yang lalu di Amerika, tapi ia menundanya karena ia pikir kau tanggung jawabnya setelah U-Know meninggal. Aku mohon Changmin, aku mohon. Kau tahu rasanya ditinggal oleh orang terkasih itu seperti apa. Kau pasti sangat mengerti yang aku rasakan Changmin. Aku mohon Changmin, dia tidak bisa berpura – pura menjadi U-Know selamanya. Dia memiliki kehidupannya yang sebenarnya, ia memiliki cintanya yang sebenarnya Changmin, yaitu aku. Aku harap kau mengerti”

Setetes air mata mengalir dari sudut mata BoA, ia melepas genggamannya dan mengusap air mata yang mengalir di pipinya. BoA beranjak dari duduknya, dan membungkukan badan kearah Changmin sebagai tanda ia pamit.

BoA membalikan tubuhnya dan menyunggingkan senyum kemenangan. Membuat Changmin bersimpati kepadanya adalah cara yang paling pintar untuk saat ini. Yunho akan tetap menjadi miliknya. Kalau pun Yunho menolak untuk kembali kepadanya, Changmin pasti akan tetap menyuruh Yunho untuk kembali kepadanya, cara yang sangat bagus Kwon BoA.
.
.
.
.
.
Air mata mengalir dari kedua mata bambi Changmin, tidak ada niatan dari Changmin untuk menghapus air matanya. Tidak ada orang disini, tidak ada U-Know ataupun Yunho yang pura pura menjadi U-Know selama ini, jadi ia bebas meluapkan emosinya. 

Changmin menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menempelkan dahinya di meja, menutup matanya, membiarkan air matanya terus mengalir. Changmin menangis dalam diam, tidak ada isakan sedikitpun yang keluar dari bibir tersebut.

Changmin tidak mempercayai semua ini, selain ia kehilangan kekasihnya, ia pun hampir mem