Chapter 1

My Tigger Baby
Please Subscribe to read the full chapter

Title:
My Tigger Baby 
Cast:
Bang Yongguk, Bang Yongnam, Arum (OC) 
Cameo:
B.A.P, Secret, Twice
Note: 06/03/2017

 

 

 

Chapter 1

 

(Arum) 

Dark blue short-dress tanpa lengan berbahan spandek kombinasi brukat menepel elegan di tubuhku. Rambut, kubiarkan tergerai dan sedikit kubuat ber-volume agar tidak terlihat biasa. Memberi warna pink tipis pada kulit dasar pipiku dan memoles lipblam pada bibir mungilku, cukup sekali. Terakhir, kusemprotkan parfume pada beberapa bagian tubuh, lalu kupakai sepatu kets-ku karena aku tidak menyukai jenis sepatu palsu yang membuat perempuan nampak lebih tinggi dari aslinya. Selesai. Kusambar tas kecil titipan dari ibu di tepi tempat tidur lalu keluar.

 

Tunggu... 

 

Aku berbalik sebentar, melihat sekali lagi penampilanku pada kaca cermin besar yang menempel di dinding kamar. Dan tersenyum.

 

"Perfect!" puasku. Kali ini aku benar-benar keluar.

 

Dia sudah datang. Berdiri dan menyandar pada sisi kiri mobil Audy Silver A6 yang sangat akrab denganku. Dia memakai hoodie yang berwarna senada dengan short-dress yang kukenakan. Celana jeans gelap juga sepatu kets. Oh, lihatlah, kami sehati. Sesaat dia menoleh, menyadari kehadiranku. Aku sedikit membungkuk kepadanya. Dia pun membalas.

 

"Maaf, sudah membuatmu menunggu," sesalku. Ia menggeleng.

 

"It's okay..."

 

Lalu kakinya maju selangkah mendekat. Dan melihatku mantap.

 

"Kau selalu cantik, tapi sayang, sepatumu menganggu penglihatanku."

 

Aku melengos. Dia malah tertawa.

 

"Baiklah... Aku akan pergi tanpa alas kaki," gurauku. Kami sama-sama tertawa sekarang.

 

"Cepat masuk, aku tidak mau tiba-tiba mendapat jam kuliah tambahan malam ini," dia membukakan pintu mobil untukku.

 

"Kau sedang beruntung, karena ibu dan ayahku tidak ada di rumah," aku menjulurkan lidah kemudian masuk. Kulihat kepalanya menggeleng kalem. Dasar.

 

Namanya, Bang Yongnam. Kami teman akrab sejak Sekolah Dasar. Awalnya aku tidak menyukainya karena dulu dia sangat menganggu. Perkenalan kami di masa kecil pun sangat tidak terduga. Nayeon, teman sebangku-ku sering kali menangis karena ulahnya. Aku tidak tahan lagi. Akhirnya kuputuskan untuk menghampiri mejanya dan menantangnya. Dia dan teman-temannya malah tertawa mengejekku. Lalu, nekat kugebrak meja dan membuat mereka tergagap. Tapi setelah itu, gantian aku yang menangis karena telapak tanganku terasa perih, memerah.

 

Yongnam menghampiriku saat jam istirahat dan meminta maaf, dia menyodoriku sebuah hansaplast. Katanya agar tanganku tidak sakit lagi, yang benar saja. Dasar bodoh! Kurebut hansaplast dari tangannya lalu menempelkan di jidatnya. Dan mulai saat itu kami jadi akrab.

 

"Kau sedang menertawakan apa?"

 

Tegur Yongnam yang curiga melihatku terkekeh sendiri di sampingnya.

 

"Apa kau masih mengingat tragedi hansaplast?"

 

Aku menoleh ke arahnya. Yongnam mendengus kesal. Tawaku meledak.

 

"Diamlah, Arum, atau aku akan menurunkanmu di sini jika kau masih saja mengungkit kejadian itu."

 

Kubekap mulutku sendiri. Aduh... Perutku sakit.

 

"Okay, bagaimana dengan Nayeon? Kau tidak lupa, kan? Aku masih tidak paham kenapa dulu kau sering mengganggunya," selidikku.

 

Yongnam tidak berani menatapku. Matanya lurus ke depan. Entah pura-pura. Entah hanya alibi saja.

 

"Yang kudengar, dia melanjutkan kuliah di Jepang. Dia sangat terobsesi ingin menjadi seorang designer hebat."

 

"Kau menyukainya?"

 

"Hentikan, Arum!"

 

"Kau ketahuan, Bang Yongnam!"

 

"Bagaimana denganmu, bukankah kau menyukai Yongguk?"

 

Aku mendelik. Senjata makan tuan.

 

"Kau ketahuan, Arum!"

 

"Sudahlah, menyetir yang benar! Aku tidak mau nyawaku menjadi sia-sia karenamu."

 

Yongnam menyeringai, mungkin dia merasa menang. Menyebalkan.
Aku menyender kasar dan menoleh ke arah jendela. Kudengar Yongnam menertawaiku. Biarlah.

 

Bang Yongguk. Dia saudara kembar Yongnam. Dulu kami memang satu sekolah tapi tidak pernah satu kelas. Selalu Yongnam yang bersamaku. Itulah sebabnya kenapa aku lebih dekat dengannya. Aku lebih nyaman berbagi cerita bersama Yongnam. Termasuk saat aku mengaku tidak suka melihat banyak murid perempuan yang mendekati Yongguk.
Aku tidak tahu bagaimana Yongguk melihatku, karena Yongnam curang, dia tidak pernah mau memberitahuku. Meski saudara kembar, tapi mereka berbeda. Yongnam lebih bisa berinteraksi dengan dunia luar. Sementara Yongguk? Ah, aku tidak tahu.

 

Berani sekali aku mengaku cemburu tapi aku tidak tahu apa-apa tentang dia.

 

Bohong! Sebenarnya aku tahu, aku tahu seperti apa dia. Semua hal yang dia suka dan yang tidak dia sukai. Aku tahu itu.

 

Kuhela napas.. Tiba-tiba saja aku merindukan sosoknya. Dia bukan lagi Yongguk yang dulu. Yongguk yang bisa kutemui kapan pun saat aku bermain ke rumahnya. Karena dia bukan orang yang biasa-biasa lagi. Dulu-sekarang, dia memang bukan orang biasa. Aku tidak yakin dia masih mengingat pernah memiliki teman sepertiku. Teman?

 

Ternyata benar jika menjadi dewasa adalah proses omong kosong. Mereka tidak pernah konsisten dan selalu saja menginginkan masa kecil terulang kembali.

 

"Kita sudah sampai..." suara Yongnam.

 

Aku baru sadar. Aku melamunkan dia, lagi.

 

 

 

*

 

 

 

(Author) 

Arum turun dari mobil setelah Yongnam membukakan pintu untuknya. Matanya berkeliling, terakhir dia datang ke rumah Yongnam adalah saat perayaan pergantian tahun baru beberapa bulan lalu. Itu pun selisih dua hari dari hari yang sudah dijanjikan. Waktu itu, ibu Yongnam sedang sakit dan beliau sangat ingin bertemu Arum karena kakak perempuan Yongnam sedang magang di lain kota. Ibu dan ayah Yongnam sudah menganggap Arum seperti anak kandung mereka, begitu juga dengan keluarga Arum, setiap ada acara keluarga, Yongnam tidak pernah absen dari daftar tamu. Seharusnya Yongguk juga bisa saja ikut hadir. Tapi pasti ibu dan ayah Arum belum mau membuang uang hanya untuk mengundang artis besar seperti dia. Keadaan sekarang sudah berbeda dengan 15 tahun yang lalu, saat Yongguk bukan menjadi milik fansnya.

 

"Kenapa?"

 

Yongnam melihat gelagat kaku Arum. Tangannya menggenggam kuat tas kecil titipan dari ibunya tadi.

 

"Kau tidak mau masuk?"

 

Kepala Arum menggeleng sekali. Perasaannya seperti berkabut. Samar dan tak tembus pandang. Entah apa itu. Arum enggan untuk berspekulasi. Dia seperti tahu akan ada sesuatu di sana. Ini bukan pertama kalinya Yongnam membawa Arum ke rumahnya atas permintaan ibu Yongnam. Tapi kali ini berbeda. Hanya makan malam? Dia tidak yakin.

 

"Apa kau mau membuat ibu dan ayahku kelaparan karena menunggumu?"

 

Yongnam sangat cerewet. Tidak mau memberi kesempatan Arum untuk menerka. Arum langsung menusukkan mata besarnya ke arah Yongnam. Dia mendengus.

 

"Yak! Kau, jangan menjadi cerewet seperti ibuku."

 

Hardik Arum sambil menunjuk, lalu berjalan mendahului Yongnam.

 

Pintu dibuka.

 

"Kami datang!"

 

Detik selanjutnya, suara Yongnam disambut dengan kehadiran ibunya.

 

"Kalian sudah datang?"

 

Senyumnya menggelora. Ibu Yongnam nampak sangat senang malam ini. Seperti menanti kehadiran putrinya yang kembali dari suatu tempat yang jauh.

 

"Apa kabar, bibi?"

 

Kepala Arum menunduk dan bibirnya tersenyum tipis. Lalu mereka berpelukan. Yongnam berlalu lebih dulu. Tidak mau mengganggu momentum yang sekarang sangat jarang sekali bisa di dapatkan ibu dan teman masa kecilnya seperti ini.

 

"Tadi ibu menitipkan ini untuk bibi."

 

Arum memberikan kantung tas kecil yang sedari tadi menggantung di jari-jarinya. Ibu Yongnam menerima bingkisan itu dengan senang hati.

 

"Apa ini? Seharusnya tidak perlu repot-repot. Kami, kan, yang mengundangmu."

 

"Ibu meminta maaf karena tidak bisa ikut hadir malam ini."

 

"Sampaikan terima kasih kepada ibumu. Sudah lama kami tidak pernah bertemu."

 

"Iya, bibi, nanti akan kusampaikan."

 

Arum tersenyum. Cukup obrolan kecilnya, sekarang mereka berjalan masuk menuju meja makan. Arum semakin gugup. Tidak biasanya dia seperti ini. Mungkin karena sudah lama dia tidak mengunjungi rumah Yongnam.

 

"Duduklah di sini, Arum."

 

Ayah Yongnam menyambutnya ramah. Beliau memang selalu begitu. Keluarga ini benar-benar menjadi keluarga kedua baginya. Oh, beruntungnya Arum.

 

"Terima kasih, paman."

 

Kepala Arum menunduk lagi pada teman lama ayahnya ini. Sedikit canggung, dia kemudian duduk. Di depannya ada Yongnam yang sepertinya sudah tidak sabar ingin makan. Dasar laki-laki! Di samping Yongnam ada ibunya, beliau duduk setelah meletakakkan tas kecil titipan dari ibu Arum. Sementara ayah Yongnam duduk di ujung meja makan dekat dengan ibu Yongnam. Tapi ada yang tertinggal...

 

"Di mana Natasha unnie?"

 

Arum teringat pada kakak perempuan Yongnam yang biasa mengajaknya ngobrol di kamar setelah selesai makan.
Dulu, sa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Arumdaehyun #1
Chapter 2: Great story