01. Death

Liver
Please Subscribe to read the full chapter

Idenya melintas gitu aja waktu membaca artikel di papan pengumuman pas pulang kerja. One of my stupid fic.

 

Seulgi tidak mengerti. Sama sekali tak mengerti. Kenapa setelah sekian lama, hari, bulan dan tahun yang sudah terlewati, kini sikap Irene perlahan berubah terhadapnya. Dia tak merasa melakukan hal yang membuat Irene marah, atau yang membuat wanita itu harus menghindarinya. Awalnya mungkin Seulgi masih bisa menerima, namun lama kelamaan dia mulai merasa hal tersebut aneh, tak adil. Kenapa dia harus mendapatkan perlakuan dingin sementara tak ada penjelasan logis kenapa dia diperlakukan seperti itu.

Pernah Seulgi mencoba mencari tau, bertanya pada Irene, namun jawaban yang didapatkannya tidak membuat pertanyaan di kepalanya terjawab. Ada yang berbeda dari Irene. Dan dia mulai lelah dengan jawaban 'aku sedang sibuk' atau 'aku hanya sedang lelah' yang diberikan Irene.

"Unnie, bisa kita bicara?"

"Aku sibuk, Seul. Mungkin lain kali"

"Berhenti berbohong. Sebenarnya apa masalahmu? Kenapa kau menghindariku?"

"Aku tidak menghindarimu. Kau lihat? Aku sibuk" sahut Irene ketus mengangkat sebuah map ke depan wajah Seulgi.

"Setidaknya katakan apa salahku. Jangan menghindar seperti ini"

"Jangan menyentuhku" Irene menyentakkan tangannya ketika tangan Seulgi menyentuhnya. Yang akhirnya membuat mereka berdua sama sama tertegun.

Seulgi tersenyum tipis. "Sorry" ucapnya lalu menjauh.

 

***

 

Pagi itu, tidak seperti biasa, Seulgi hanya melewati halaman rumah Irene tanpa berniat berhenti untuk menunggu wanita itu keluar dari rumahnya. Mungkin hari itu lebih baik mereka berangkat masing masing. Karena setelah kejadian kemarin, dia mulai merasa canggung untuk berhadapan dengan Irene. Mengingat wanita itu memang sengaja menghindarinya. Apapun itu kesalahannya, Seulgi berharap Irene segera memberitahunya. Karena dia masih ingin berteman dengan Irene.

Teman.

Seulgi tersenyum miris dengan kata itu. Selama ini dia berusaha keras untuk menghormati Irene, tetap berada di jalurnya sebagai teman untuk Irene. Meskipun dirinya menginginkan hal lain, yang lebih dari sekedar teman. Namun dia tak ingin memaksakan sesuatu yang memang tidak akan pernah ditujukan untuknya.

"Tumben sekali tidak bersama Irene Unnie"

Seulgi menoleh dan mendapati sahabatnya, Park Sooyoung, sedang berjalan ke arahnya. Dia hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban.

"Ada apa?"

"Tidak ada" jawab Seulgi.

"Seul" Sooyoung menyentuh bahu Seulgi. Dia tau betul ada yang tak beres dengan sahabatnya tersebut.

Seulgi membuang napas berat. "Hari ini dia dijemput"

Sooyoung mengusap lengan Seulgi. "Kasihan sekali temanku" candanya.

"Tidak perlu mengasihaniku" sungut Seulgi memajukan bibirnya.

"Aigoo, cute" goda Sooyoung yang membuat wajah Seulgi semakin masam.

"Aku jalan duluan" tukas Seulgi berlari kecil meninggalkan Sooyoung.

"Yah! Tunggu aku"

 

***

 

Kang Seulgi.

Mata Irene terpejam membayangkan wajah itu. Pikirannya kacau. Perasaannya kacau karena gadis berwajah polos itu. Dia merasa bersalah karena menghindari Seulgi beberapa waktu belakangan. Rasa bersalahnya semakin bertambah ketika melihat wajah kecewa gadis itu. Gadis yang memiliki hati yang begitu putih. Gadis yang memiliki hati sama seperti seseorang yang pernah dicintainya. Hati yang pernah hanya untuknya namun kemudian Tuhan mengambil seseorang itu darinya. Hati yang bukan sebuah perasaan. Namun hati yang sebenarnya.

Matanya kembali menghangat mengingat kejadian dimana akhirnya dia mengetahui Seulgi lah orang itu. Gadis yang sejak dulu berada di dekatnya. Menjadi temannya. Menjadi sahabatnya. Yang dianggapnya seperti seorang adik. Yang selalu ada untuknya setiap kali dia dan kekasihnya, Kim Taeyeon, memiliki masalah. Gadis yang juga sepupu dari kekasihnya. Ternyata orang yang sama dengan seseorang yang dulu menerima donor hati milik kekasihnya.

Air mata Irene menetes mengingat ketika Taeyeon berbicara padanya. Dalam keadaan yang membuatnya merasa begitu hancur. Dengan suaranya yang begitu lemah dan hampir tak terdengar.

 

"Aku mencintaimu" bisik Taeyeon.

Meskipun Irene berusaha, namun air matanya seakan tak terhenti.

"Maafkan aku"

"Berhentilah bicara" tukas Irene di sela tangisnya.

"Kalau suatu saat kau tau penerima donor hatiku, tolong jangan membencinya"

"Jangan lakukan ini. Aku mencintaimu"

"Dia masih punya kesempatan untuk hidup. Berbeda denganku"

"Kalau begitu katakan padaku siapa orangnya" mohon Irene.

"Buka matamu. Buka hatimu. Maka dengan sendirinya kau akan tau"

"Baby, please..."

"Aku tidak punya banyak waktu, Hyun"

Irene bangkit. Wajahnya terlihat begitu marah. Putus asa. "Pergilah. Aku tidak peduli padamu!"

Taeyeon memandang Ayahnya. Memberi isyarat agar mereka membawanya ke ruang operasi.

 

Cintai dia. Karena dia bisa mencintaimu lebih dari aku.

Itulah kalimat terakhir Taeyeon sebelum Irene melepaskan tangannya, membiarkan para dokter itu mengangkat dan mengambil hati miliknya. Kalimat yang selalu terngiang di telinganya. Yang sekarang menghantuinya, menciptakan rasa bersalah yang tak terkira. Karena disaat Taeyeon memintanya untuk mencintai orang tersebut, sedangkan yang dilakukannya justru hal sebaliknya.

Mungkin kenyataan yang sebenarnya tidak terlalu rumit. Hanya saja Irene membuatnya semakin rumit untuk dirinya sendiri. Dia mencintai Taeyeon. Dan masih mencintainya. Namun ada hal lain yang membuatnya membenci dirinya. Seberapa kalipun dia menghindar, kenyataan itu tidak akan hilang dan Irene sadar, sangat sadar, cinta itu sudah tumbuh untuk Seulgi. Dan dia membenci hal itu. Benci karena Seulgi sanggup membuat hatinya menduakan Taeyeon. Dan karena kemudian dia mengetahui Seulgi resipien dari hati yang pernah dimiliki Taeyeon.

Apa semua yang dirasakannya masuk akal? Mungkin saja. Tapi Irene tau semua itu tidak adil untuk Seulgi. Sangat tidak adil. Disaat keluarga Taeyeon dan keluarga Seulgi tau, begitupun dengan dirinya yang tanpa sengaja akhirnya mengetahui hal tersebut, ada satu orang yang paling berhak untuk tau namun tak seorangpun memberitahunya tentang kejelasan pendonor hati yang sekarang berada di dalam tubuhnya.

Seulgi.

Dia tidak pernah tau siapa orang yang pernah membantunya untuk bisa berdiri seperti sekarang, bisa bernapas dan menikmati kehidupannya.

Dia tidak bersalah.

Seulgi tidak bersalah.

Namun Irene menyalahkan semua hal pada Seulgi.

 

***

 

"Jangan main main dengan makanan"

Seulgi mencibirkan bibir bawahnya mendengar perkataan kakak lelakinya.

"Wajahmu sudah jelek, jangan ditambah lagi"

Wajah Seulgi semakin mengkerut.

"Ku laporkan pada Appa kalau kau tidak menghabiskan makananmu"

Seulgi menghela napas untuk yang kesekian kalinya hari itu. "Kenapa kalian memperlakukanku seperti aku seorang penyakitan"

"Aku tidak. Aku hanya diberi pesan agar memperhatikanmu. Karena Appa akan memotong uang bulananku kalau aku tidak mengikuti perintahnya"

"Kau sudah bekerja tapi masih mengharapkan uang dari Appa. Kang Kun Ham yang tak tau malu"

"Aku kan anak kesayangan Appa. Jadi wajar saja"

Seulgi melempar sendok kecil ke arah kakaknya. "Dasar tidak punya hati" namun dia terdiam setelah itu.

Perubahan ekspresi wajah Seulgi tidak lepas dari perhatian Kun Ham. "Yang terakhir menghabiskan makanan harus cuci piring"

"Mana bisa begitu. Malam ini giliranmu cuci piring"

"Setelah makananku habis, aku akan mencuci punyaku sendiri. Kalau kau ingin aku mencucinya, cepat habiskan"

"Ya ya ya" Seulgi memutar bola matanya.

"Jelek" tukas Kun Ham.

"Kau lebih jelek" balas Seulgi.

Senyum licik tersungging di bibir Kun Ham. "Pendek"

Mata Seulgi melotot. "Ugh! Kang Kun manusia paling jelek dan paling menyebalkan sedunia" makinya memasukkan sesendok penuh nasi ke mulutnya.

"Dan Kang Seul manusia paling pendek sedunia" balas Kun Ham.

 

***

 

Dengan malas Seulgi beranjak turun dari ranjang ketika terdengar suara Ibunya memanggil. Dan saat berjalan menuju ke tempat Ibunya memanggil, Seulgi melihat Kun Ham tengah asyik menonton TV dengan cemilan keripik kentang di tangannya. Kesal, dia menendang sofa, membuat Kun Ham hampir terjatuh.

"Yah!"

Dan sekali lagi Seulgi menendang sofa tempat Kun Ham berbaring, memastikan kakaknya itu terjatuh dengan sempurna.

"Hobbit!" maki Kun Ham.

"Shrek!" sambar Seulgi dan langsung menjauh. Merasa puas bisa mengerjai kakaknya. "Umma ada apa?"

"Tolong antarkan ini ke rumah Joohyun"

Wajah Seulgi langsung berubah mendengar nama tersebut. "Tidak bisa Oppa saja yang mengantarnya?"

Mrs. Kang memandang Seulgi. "Tumben sekali kau menolak"

"Aku sedang mengerjakan skripsiku"

"Ya sudah, panggil Kun Ham"

"No!" teriak Kun Ham dari ruang tengah. "Hidungku sakit gara gara kau membuatku terjatuh tadi. Jadi biar Seulgi yang mengantarnya sendiri"

"Kenapa, Bear?" tanya Mrs. Kang saat melihat gelagat aneh anaknya.

"Tidak" sahut Seulgi lalu mengambil kotak makanan di meja.

"Akan ku antar sekarang"

 

 

Seulgi berdiri mematung di depan pintu rumah Irene. Merasa ragu harus mengetuk kembali pintu kayu di hadapannya. Sudah dua kali ketukan namun tak ada sahutan. Dia menengok ke samping rumah, tempat dimana kamar Irene berada dan perlahan menyeret kakinya yang mulai terasa berat. Hampir saja Seulgi mengetuk jendela kamar Irene ketika sayup sayup mendengar suara orang sedang berbincang.

Sebenarnya tidak bermaksud menguping, tapi rasa penasaran menggiringnya mendengarkan percakapan tersebut. Suara Irene. Dan suara seorang wanita yang dia yakin itu suara milik Son Wendy, teman sekantor Irene.

Untuk beberapa saat Seulgi tak bergeming. Diam sambil mendengarkan obrolan serius tersebut. Hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk meletakkan titipan Ibunya di depan pintu dan segera kembali ke rumah, meminta Kun Ham untuk menelpon Irene. Mengatakan kalau Kun Ham meletakkan titipan Ibu mereka untuknya. Meskipun Kun Ham sedikit bingung, namun dia tetap melakukan permintaan Seulgi.

"Kenapa harus berbohong?"

"Surprise" jawab Seulgi berbalik menuju ke kamarnya.

"Seul" panggil Kun Ham dan berdiri dari sofa.

Seulgi berhenti namun tak berpaling.

"Istirahatlah. Lanjutkan skripsimu besok saja"

"Hm" balas Seulgi lalu menutup pintu kamarnya.

 

***

 

Ada keganjilan yang dirasakan Kun Ham pada diri Seulgi semenjak kejadian malam itu. Seulgi terus bertanya tentang Taeyeon. Meskipun bisa mengelak beberapa kali, namun Kun Ham tau tak selamanya dia, mereka, bisa terus menyembunyikan semua hal itu dari Seulgi. Karena bagaimanapun, Seulgi berhak untuk tau. Meskipun tak begitu mengerti, tapi dia yakin, ada alasan dibalik semua itu. Yang membuat orangtuanya tak ingin memberikan kebenaran pada adiknya.

"Kapan Appa dan Umma pulang?" tanya Seulgi sambil terus mewarnai buku gambarnya.

"Molla" jawab Kun Ham seadanya.

"Oppa, apa kau ada sebelum Taeng Unnie meninggal? Apa waktu itu aku sedang sekarat jadi aku tidak ingat kalau aku menjenguknya atau tidak?"

"Berhentilah bertanya. Aku sedang nonton TV" Kun Ham berusaha menghindar.

"Apa Appa dan Umma juga ada di sana?" Seulgi masih bertanya.

"Hm"

"Apa aku sekarat waktu itu?" Terus bertanya.

"Aish berhenti bertanya, oke? Aku akan nonton di kamarku saja. Dasar pendek menyebalkan" Kun Ham bangkit dan bergegas meninggalkan Seulgi. Dia tidak tega mendengar pertanyaan pertanyaan yang diberikan adiknya.

"Oppa"

Kun Ham bergidik mendengar panggilan yang begitu datar itu. "Apa?" dia bertanya dengan ketus, seolah merasa kesal karena Seulgi mengganggu apa yang sedang dilakukannya.

"Seandainya Unnie masih hidup, aku yakin dia tau apa jawaban pertanyaanku. Benarkan?"

Kun Ham terdiam.

"Karena dia tidak bodoh sepertimu" lanjut Seulgi tertawa kecil.

Mata Kun Ham memanas. "Mungkin" jawabnya membuka pintu kamar dan menutupnya kembali.

 

***

 

"Turunkan aku di sini"

Sooyoung menoleh, memandang bingung pada sahabatnya. "Kau mau kemana?"

"Menjenguk Taeyeon Unnie. Ada yang ingin ku bicarakan dengannya"

Kedua alis Sooyoung terangkat mendengar jawaban Seulgi.

"Kau pulang saja. Nanti aku bisa naik taksi. Dan jangan katakan ini pada Kun Ham. Oke?"

"No. Aku akan menunggumu"

"Tidak perlu" Seulgi membuka pintu mobil. "Thanks" tambahnya turun dari mobil milik Sooyoung.

 

 

 

Irene menatap kelendar meja di depannya. Sudah hampir satu bulan penuh tanggal tanggal itu bertanda silang. Seberapa banyak tanggal yang terkena goresan spidol ungunya, sejumlah itu pula hari yang dilaluinya tanpa kehadiran Seulgi. Kini bukan lagi dia yang berusaha menjauh, tapi Seulgi yang menghilang dari kehidupannya. Meskipun benci mengakuinya, tapi rasa rindunya pada gadis itu tidak main main. Setiap mengingat wajah Seulgi, dadanya terasa begitu sesak.

"Memikirkan Seulgi?"

Pertanyaan singkat dari Wendy membuyarkan lamunan Irene.

"Apa kau sadar kau bersikap tidak adil pada anak itu?"

Irene memijat pelipisnya.

"Anak itu... Dia terlihat tulus padamu"

"Maksudmu?"

"Melihat dari tingkahnya selama ini. Bagaimana sikapnya terhadapmu, ku pikir dia memiliki perasaan khusus padamu"

"Jangan bercanda Son Seungwan"

"Dan kalau melihat keadaanmu, sepertinya kau juga memiliki sesuatu untuknya"

"Kau keliru"

Wendy tersenyum tipis. "Kau bisa menepis semua kebenaran dengan mulutmu. Tapi aku yakin waktu akan membuktikan penyangkalanmu. Jujur padaku, kau mencintainya?"

"No"

"Oke, it's up to you. Aku cuma mengingatkan, jangan sampai kau menyesal karena hal ini"

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Kangseul98 #1
Chapter 2: Sudah membacanya berkali-kali tapi tetap berhasil membuatku menangis sesenggukan:((
aseulhan_23 #2
Chapter 2: Suka suka suka~ cerita yg ini aku juga sukaaa~
Lea_hwang #3
Chapter 2: Bah bah miris banget itu kecelakaannya si biseul jadi ngilu sendiri elah bacanya ??
Mba iren mba iren akhirnya sadar juga entee (btw yg baru sadar itu seulgi ya hahaha)
Selalu dibawa perasaan kalo baca epep ini mah ??? bagus banget atuh ?????
Lea_hwang #4
Chapter 1: Ini apaa kok bikin mewek sih ????
Seul bangun seul kl udah pagi ntar cape tidur mulu
Baper banget yampunn ????
minhyukcn #5
Chapter 2: kok selesai sih gadilanjutin lg hehe
jung_yulian
#6
Chapter 2: Njirrr yang kalimat paling belakang ambigu elaahhh ???
Dwi_agus92 #7
Chapter 1: duh ceritanya bikin baper eyy
kpop_poppop #8
seulrene
Baro_gf
#9
Chapter 2: Brilliant .. ff mu selau bikin baper & berhasil menguras air mataku thor... Good job! Saranghae <3
Ryan_13 #10
Chapter 2: Bru sadar ud super lovely dovey gtu ya haha
Itu badan ud pad remuk masih aja byuntae -..]