Final

Night Bus

Hari ini Sophie sangat sial. Benar-benar sial. Gara-gara Ruby-si bendahara kantor- tidak mau memberikan gaji nya lebih awal, ia harus naik bus sialan ini. Padahal saat meliput latihan sepakbola timnas tadi ia sudah memimpi-mimpikan pulang ke rumah dengan taksi. Benar-benar sial. Ia sudah membuat rencana dengan Lena untuk membunuh Ruby pada saat karaoke kantor senin depan.

Sophie menggesekkan sepatu boots nya ke anak tangga yang ada di depannya, membuat butir-butir tanah berwarna cokelat rontok dari sela-sela alas sepatu hitamnya. Samar-samar ia mendengar dua gadis sedang mengobrol dari arah belakang. Sophie mempunyai kebiasaan untuk mengusir kebosanan, yaitu menguping. Ia juga pernah mendapat masalah dengan Ruby gara-gara menguping.

Dua menit mendengarkan mereka berbincang, Sophie sudah mendapat informasi bahwa mereka adalah anak kelas tiga SMA yang baru saja selesai les bahasa Inggris. Ia ikut mengangguk-ngangguk ketika mereka membicarakan betapa bencinya mereka dengan sekolah. Cerita tentang guru mereka yang selingkuh juga cukup menghibur.

Sepuluh menit selanjutnya mereka sepertinya mulai membaca majalah. Sebab Sophie mendengar suara kertas yang dibalik dengan cepat. Suara yang familiar. Mereka berhenti membalik ketika menemukan halaman yang mereka cari sjeak tadi. Ramalan bintang. Sophie memutar bola matanya. Ia berjanji akan mendengarkan sampai bagian karir dari aquarius. Perlahan ia merepatkan badan ke sandaran kursi.

“Kau tidak mau kesehatan dulu?” salah satu dari mereka bertanya.

“Ah, tidak usah lah. Aku sudah sehat.” Salah satunya menjawab dengan nada kesal.

“Baiklah, cinta untuk capricorn. sepertinya dia merasakan hal yang sama,” gadis bersuara berat itu berhenti sejenak, “bukankah kau memang sudah punya pacar?”

“Ramalan macam apa sih ini? Sudah lah buang saja.” Gadis yang kesal tadi terdengar lebih kesal dari sebelumnya. Sophie sedikit merasa kecewa.

“Hey, jangan begitu. Nih, aku bacakan kesehatan ya. Kurangi makanan berminyak dan jangan terlalu banyak emosi. Lihatlah, ramalan ini hebat sekali.”

“Kau mau dipukul?”

Selanjutnya Sophie mendengar beberapa bunyi ‘aw’ sebelum mereka mulai membaca ramalan itu lagi. Semoga saja mereka tidak melewatkan aquarius.

“Memang kau aquarius? Sudahlah lewati saja.” Gadis tempramen itu ternyata memang menyebalkan. Sophie mendecak kesal. Sia-sia ia mendengarkan obrolan tidak penting ini.

“Tidak. Tapi Mark.” Gadis bersuara berat menjawab. Sophie kembali merapatkan tubunya ke belakang.

Hening sejenak sebelum terdengar pekikan. Sial, membuat sophie kaget saja. Ia hampir menggigit lidahnya sendiri tadi.

“Kenapa?”

“Di sini tertulis hati-hati, si dia mungkin akan kembali. Apa ini berarti Lucy masih menyukai Mark ? lalu bagaimana denganku? ”

“Kan sudah ku katakan baha Mark tidak menyukaimu.”

“Benar-benar kau, ya!”

Benar-benar membuang waktu. Sophie memutuskan untuk tidur saja dan mulai menjauhkan diri dari sandaran kursi. Tidak ingin mendengarkan perbincangan tidak bermutu itu lagi.  Saat itulah ia mendengar seseorang tertawa. Ketika menoleh, ia mendapati seorang pemuda – mungkin seumuran dengan dua gadis itu- sedang menahan tawa. Pemuda itu duduk di seberang Sophie. Ia lebih terlihat seperti orang yang sedang menangis jika orang-orang tidak mendengar tawa pelan-nya. Tampaknya pemuda itu juga mendengarkan ramalan bintang tadi. Pemuda itu menyeka air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Sophie baru menyadari jika ia masih menatap pemuda berambut cokelat muda itu ketika ia melemparkan senyum pada Sophie. Cepat-cepat ia memalingkan muka.

“Hai, Baekhyun!” pemuda itu mengulurkan dan menyenggol-nyenggol tangan Sophie. Tanpa disadari pemuda itu sudah duduk di sampingnya.

“Marie.” Jawab Sophie singkat.

“Kurasa bukan itu...” pemuda itu melirik dada Sophie, “ Sophia William,” dan tersenyum. Sialan, ternyata Sophie masih memakai ID PRESS nya. Sophie hanya mendengus kesal dan tak merasa lebih beruntung ketika bus mulai melambat. Ia memutuskan untuk turun di halte ini saja, meski itu berarti ia harus berjalan kurang lebih dua kilometer dari sini. Itu lebih baik daripada digoda oleh pemuda yang sebenarnya cukup tampan. Tapi, hey, sophie punya harga diri.

“Jadi kau adalah wartawan?”

Bagus. Pemuda itu bahkan mengikutinya.

“Pulanglah sana dan belajar yang rajin. Anak SMA bukan tipeku, dan aku tidak kaya. Jadi jangan berpikir bisa memanfaatkanku.” Sophie menjelaskan dengan malas.

“Apa yang membuatmu berpikir aku adalah anak SMA? Aku sudah bekerja, kok. Aku pengacara dengan gaji yang cukup banyak. Apartemen, tinggal seorang diri. Dan, ah, sudah tidak asing dengan klub malam. Jadi, bagaimana? Apa kau tertarik?”

Mana ada pengacara setampan ini? Dan apa yang di maksud dengan ‘apa kau tertarik’? tertarik untuk apa?

Namun sebagai pengecut seperti biasanya Sophie tidak berani menanyakannya. Ia hanya memelototkan matanya ke arah pemuda itu.

“Kau sangat cantik kalau melotot seperti itu.” Pemuda yang  kalau Sophie tidak salah bernama Baekhyun itu tersenyum dan mencubit pipinya, membuat mata Sophie semakin membulat.

Apa dia baru saja mencubitku? Berani-beraninya! Tapi ,bisakah kau ulangi lagi?

“ Ah senangnya, sepertinya ramalan tadi benar.” Baekhyun mulai berjalan, meninggalkan Sophie yang masih terkejut karena dicubit pengacara tampan.

“Ramalan apa?” bagus sophie. Setidaknya kau masih bisa bicara.   

“ Kalau ‘dia juga merasakan hal yang sama’. Aku adalah capricorn, kau apa? ” Baekhyun membalikkan badannya. Sophie yang sudah menangkap maksud dari perkataan Baekhyun setelah dua menit berpikir hanya bisa berdiri seperti orang bodoh. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet