Didn't Belong

Didn't Belong
Please Subscribe to read the full chapter

Sara berlari mengelilingi restoran tempatnya makan bersama kakeknya. Alasannya berlari adalah karena dia tidak ingin menikah dengan lelaki pilihan kakeknya itu. Sara menaiki tangga restoran makanan tradisional Korea itu untuk naik ke tingkat dua. Dia masih bisa mendengar kakeknya memanggil-manggil namanya dan berusaha mengikutinya. Dia berusaha mempercepat langkahnya namun sedikit sulit mengingat saat ini dia memakai dress panjang yang mengganggunya berjalan.

Sara berhenti ketika dia sampai pada lorong yang buntu. Tidak ada jalan lain selain pintu masuk ke ruangan seperti yang digunakan dirinya dan kakeknya tadi. Suara derap langkah kaki semakin terdengar jelas di telinganya. Tidak ada pilihan lain baginya selain memasuki ruangan itu.

Sara membuka pintu di hadapannya lalu menutupnya lagi. Dia menyandarkan tubuhnya pada pintu itu, berusaha menjadikan dirinya sebagai pengganjal agar pintu itu tidak terbuka jika digeser dari luar. “Perjodohan? Ciih, yang benar saja!” kata Sara mengumpat. Dia sama sekali tidak menyadari ada berpasang-pasang mata yang mengamatinya bingung.

Sara berusaha mengatur nafas nya yang terengah-engah. Ketika didengarnya suara derap langkah kaki itu berlalu pergi, dia menghela nafas lega. Gadis itu kemudian berbalik dan matanya bertemu berpasang-pasang mata yang memandangnya penasaran. Dia sedikit merutuki dirinya sendiri karena asal masuk ruangan tanpa memperhatikan apakah ruangan itu dipakai atau tidak. Sebagai alasannya, dia buru-buru mencari tempat bersembunyi dari kakeknya sehingga tidak dipaksa untuk menikah dengan lelaki yang dia bahkan tidak tahu siapa. Gadis itu ingin meminta maaf karena telah sembarangan masuk ketika dia menyadari kalau dia mengenal semua wajah di hadapannya. Matanya menyusuri satu-persatu manusia di hadapannya. Ada Yunho dan Changmin TVXQ; Victoria f(x); Heechul-Eunhyuk-Donghae-Kyuhyun Super Junior; Minho dan Taemin SHINee; Tiffany dan Seohyun SNSD; EXO Kai, Tao, Xiumin, Lay, Chen, Suho, D.O, dan Kris; lalu matanya beralih pada Baekhyun dan Taeyeon yang saling bersebelahan tidak jauh darinya.

“Oh my god, Baekhyun!” Sara berteriak tertahan. Baekhyun dan Taeyeon yang terkejut segera melepaskan jemari mereka yang tadi sempat bertaut. Sara tertawa kecil ketika melihat Baekhyun dan Taeyeon yang berusaha saling menjauhkan diri. Dia kemudian memandang Taeyeon, lalu sambil tersenyum dia berkata “Tidak perlu menyembunyikannya dariku. Aku tahu kalau kalian masih bersama.”

“Memangnya kenapa kalau mereka masih bersama? Apa yang akan kau lakukan dengan itu?” Heechul bertanya lantang.

Sara memperhatikan Heechul beberapa saat sebelum memandang Taeyeon kembali. “Selamat” ujar gadis itu tulus.

“Berhenti berpura-pura. Kau pasti salah satu fans Baekhyun yang membencinya dan sangat marah padanya! Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya.” Tiffany bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan Sara. Yang lainnya mengikutinya bangkit dari kursi mereka. Hanya Yunho, dan member Super Junior yang tidak ikut berdiri.

“Apa yang terjadi?” tanya sebuah suara berat dari belakang Sara. Sara mengenali suara itu sebagai suara Chanyeol. Gadis itu menoleh dan mendapati Chanyeol, Luhan dan Sehun berdiri mengamati mereka.

“Dia fans Baekhyun hyung.” Taemin memberikan penjelasan singkat kepada ketiga member EXO yang baru saja kembali dari toilet. Ketiga orang itu memandang Sara yang kini sudah mengalihkan pandangannya kembali pada Taeyeon yang kini berdiri di belakang kerumunan teman-temannya.

“Aku tidak membencimu. Bahkan ketika aku setengah mati ingin membencimu, aku tidak bisa melakukannya.”

“Waeyo?” Taeyeon bertanya.

“Aku melihatmu menangis sambil meminta maaf pada beberapa fans di airport di Jepang. Saat itu aku berpikir bahwa yang paling menderita adalah kau dan Baekhyun. When you love someone, then you love him. You don’t have to be sorry for being in love.”

 “Aku juga tidak marah padamu. Bagaimanapun juga, sebelum kalian bersama, aku menyukaimu lebih dulu. Suara indahmu, wajah polosmu, tingkah lakumu. Aku tidak tahu apakah yang kau tampilkan di layar kaca adalah kau yang sebenarnya atau hanya akting saja, tapi aku menyukaimu. You are cool.” Sara menghela nafas panjang sebelum melanjutkan,”Tapi bukan berarti aku tidak terluka dengan publikasi hubungan kalian. Kalau para member Super Junior yang memiliki kekasih, mungkin aku tidak akan terluka terlalu dalam, karena menurutku usia mereka sudah pantas untuk membangun keluarga. Tapi Baekhyun... dia masih seumuran denganku. Belum lagi aku sedang sangat-sangat menyukainya. Coba bayangkan bagaimana sakitnya ketika kau sedang suka-sukanya pada seseorang, tiba-tiba seseorang itu menjadi milik orang lain.”

Ketika ruangan itu hening, Sara melanjutkan “I’m not mad. I’m just hurt. There’s a difference.”

“Choi Sara!” sebuah suara mengagetkan ruangan itu.

Sara berbalik dan menemukan kakeknya serta sekretaris Kim di ambang pintu ruangan itu. “Ikut aku sekarang!” perintah kakeknya. Sara tahu kakeknya sedang berusaha untuk menahan kemarahannya.

“Kalau haraboji tidak menjodohkanku dengan lelaki itu, aku akan menuruti kemauan haraboji.” Kata Sara serius.

“Kau mau bekerja di perusahaan?” tanya tuan Choi.

“Kalau itu yang haraboji mau, akan kulakukan. Hajiman, gyeoreon-eun mothae!”

 “Wae? Bukankah sudah kutegaskan sebelumnya, kecuali kau memiliki kekasih yang menurutku akan bisa membahagiakanmu, aku tidak akan membatalkan perjodohan itu.” Kata tuan Choi. Lelaki berusia 72 tahun itu memandang cucu satu-satunya tajam.

Sara meneguk air liurnya. Gadis itu merasa sedikit terintimidasi dengan tatapan kakeknya. Dia menarik nafas panjang sebelum berkata “Nan... namjachingu isseo.”

“Apa kau sedang berbohong padaku?” tuan Choi memperhatikan ekspresi cucu kesayangannya itu dengan seksama, berusaha mencari kebohongan disana.

“Aniyo.” Kata Sara singkat.

“Kalau begitu, pertemukan aku dengannya.” Kata tuan Choi tegas.

“Ye?” Mata Sara membulat tak percaya.

“Pertemukan aku dengannya, Choi Sara!” kata Tuan Choi lagi. Sara menggigit bibirnya nervous. Bagaimana dia mempertemukan kakeknya dengan kekasihnya yang tidak nyata? Dia bisa saja meminta seseorang untuk berpura-pura menjadi kekasihnya, namun kakeknya tahu setiap teman laki-lakinya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Matilah dia.

“Apa yang kau lakukan? Telepon dia sekarang! Aku harus bertemu dengannya sekarang atau kalau tidak, kau akan menikah dengan lelaki pilihanku.” ujar tuan Choi lagi.

Di tengah kalutnya pikirannya, sebuah ide muncul di kepalanya. Dia sebenarnya tidak ingin menggunakan ide yang sangat-tidak-brilian itu, namun dia harus melakukannya atau kakeknya tidak akan membatalkan perjodohan bodoh itu. “Geu saram yeogi itjhanna.” Sara mengulurkan tangannya ke samping dan menarik lengan seseorang yang bisa digapainya mendekat.

Tuan Choi melirik seseorang yang kini berada di samping cucunya. Lelaki itu memandang Sara dengan mulut setengah terbuka.

“Perkenalkan ini kekasihku. Namanya...” Sara melirik seseorang yang kini berada di sampingnya. Gadis itu terlihat terkejut sebelum akhirnya dapat menguasai diri dan berkata, “Oh Sehun.” Semua orang disana memandangnya tak percaya, termasuk Sehun. Sara hanya tersenyum kecil menanggapi keterkejutan semua orang.

“Geotjimal hajima!” kata tuan Choi.

“Anieo haraboji. Kalau bukan karena Sehun ada disini, aku tidak akan mau ikut dengan haraboji menemui lelaki itu.” Kata Sara. Kakeknya terlihat berpikir sebelum mengangguk mengerti.

“Jadi, siapa tadi namamu anak muda?” tanya tuan Choi pada Sehun.

“Oh Sehun.” Sara yang menjawabkan.

“Aku bertanya padanya, bukan padamu.” Kata tuan Choi lagi sambil menunjuk Sehun.

“Dia terlalu gugup karena bertemu haraboji tanpa persiapan.” Kata Sara lagi.

“Begitukah?” tanya tuan Choi. Sara mengangguk mengiyakan. Sehun sendiri masih speechless. Tuan Choi mengamati Sehun dari atas ke bawah sebelum bertanya, “Apa pekerjaanmu Oh Sehun-sshi?”

“Ye?” Sehun bertanya tidak mengerti.

“Dia seorang idola, haraboji. Dia merupakan maknae boy-group EXO.” Sara yang menjawab untuk Sehun.

“Idola? Kau jatuh cinta pada seorang idola? Apa kau sedang bercanda padaku Choi Sara?” tuan Choi menatap Sara tajam.

“Apa maksud haraboji?” Sara bertanya bingung.

“Kau jatuh cinta padanya karena dia seorang idola, Choi Sara. Kau tidak benar-benar jatuh cinta padanya. Dan dia jatuh cinta padamu karena kau cucuku.” Tuan Choi bersikeras.

“Joesonghajiman−“ Sehun berusaha menjelaskan kalau dia tidak mengenal gadis yang seenaknya mengaku menjadi kekasihnya itu, terutama karena dia tidak suka lelaki tua dihadapannya mengiranya seorang gold digger, namun jari-jari halus gadis itu yang tiba-tiba menempel di bibirnya membuatnya berhenti.

“Biar aku yang menjelaskan kepada haraboji.” Kata Sara sambil memandang Sehun mengingatkan. Bisa gawat kalau Sehun sampai membongkar kebohongannya. Dia lalu menarik tangannya sebelum menjelaskan kepada kakeknya.

“Kalau haraboji berpikir bahwa Sehun mau berpacaran denganku karena uang haraboji, haraboji salah. Sehun tidak menyukaiku karena aku cucu haraboji. Dia bahkan tidak tahu siapa aku.” Sara berusaha menjelaskan kebohongannya. Ada sedikit rasa bersalah di hati gadis itu, namun dia harus melakukannya atau dia akan terkurung dalam sebuah rumah tangga yang tidak dia inginkan. “Begitu pula denganku. For me, I just like Sehun. I didn’t like him because he is an idol. The man I like just happened to be an idol.”

Sehun terpana. Dia tahu dia tidak seharusnya mempercayai kata-kata gadis di sampingnya, namun ada rasa hangat merembes ke hatinya mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan gadis itu barusan. Untuk pertama kalinya setelah bergabung bersama EXO, Sehun merasa dirinya dicintai sebagai Oh Sehun bukan Sehun EXO.

“Apa kau benar-benar tidak mengetahui bahwa Choi Sara ini cucuku?” tanya tuan Choi pada Sehun.

“Ye. Saya benar-benar tidak tahu itu. Sejujurnya−“ perkataan Sehun sekali lagi terpotong ketika dia merasakan tangan mungil meremas lengannya. Dia menoleh dan matanya langsung bertemu dengan mata cokelat bulat yang memandangnya memohon.

Tepat saat tuan Choi ingin bertanya kelanjutan kalimat Sehun, Sekretaris Kim membisikkan sesuatu kepada tuan Choi yang membuat kakek 72 tahun itu diam. Tuan Choi baru akan mengatakan sesuatu ketika sebuah suara menginterupsinya.

“Ada apa ini?” sebuah suara lelaki membuat tuan Choi berbalik. Disana berdiri lah manager restoran dan seorang pria berusia sekitar 50 tahun dengan setelan kantor rapi.

“Ah Lee sajang, kebetulan sekali kau ada disini. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Kata tuan Choi. Seulas senyum terukir di bibirnya.

Pria 50 tahunan itu ternyata Lee Soo Man, pemilik SM Entertainment. Mulut Sara tidak mungkin tidak terbuka kali ini. Dia shock. Apa yang dilakukan pemilik SM di tempat ini? Belum lagi apa barusan, kakeknya mengenal pemilik SM ini? Kalau sampai kakeknya berbicara mengenai hubungan rekayasanya dengan Sehun, matilah dia.

“Annyeonghasimnikka Lee Sajangnim.” Para idola di belakang Sara serentak memberi hormat kepada pemilik agensi yang menaungi mereka. Lee Soo Man sendiri hanya tersenyum mengangguk. Lelaki 50 tahunan itu kemudian menoleh kepada kakek Sara untuk menyapanya.

“Annyeonghasimnikka, Choi sajangnim.” Lee Soo Man membungkuk kepada tuan Choi. “Apa yang ingin Choi sajangnim bicarakan?” tangan Lee Soo Man tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat dalam nada suaranya.

“Aku ingin membicarakan masa depan cucuku bersama salah satu anak didikmu.” Kata tuan Choi sambil menunjukk Sara yang kini berdiri dibelakangnya.

Lee Soo Man menatap Sara yang berdiri tidak jauh dari Sehun. Lalu tatapannya beralih pada tangan Sara yang masih memegangi lengan Sehun. Tidak lama setelahnya, lelaki itu sepertinya menyadari apa yang di maksud CEO Choi Corp. dengan masa depan cucunya.

“Bagaimana kalau kita berbicara sambil minum teh di ruangan sebelah?” tuan Choi menawarkan.

“Dengan senang hati.” Kata Lee Soo Man sambil tersenyum.

.

.

GREEB

Sehun mencengkeram tangan Sara, membuat gadis itu berbalik menghadapnya. “Apa maksudmu dengan semua kebohongan yang kau katakan tadi?” mata Sehun menatap mata Sara tajam.

“Aku minta maaf karena melibatkanmu dalam masalahku, tapi aku benar-benar membutuhkan bantuanmu.” Sara memandang Sehun memelas, berusaha memohon pengertian.

“Bantuanku? Kau ingin aku membantumu tapi kemudian menghancurkan karirku, begitu?” Sehun bertanya lagi. Rasa marah menggelegak di dalam dirinya. Cengkeramannya di tangan gadis di hadapannya semakin kuat, membuat gadis itu meringis kesakitan.

“Arrgh... Kau menyakitiku.” Sara berteriak tertahan. Gadis itu berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Oh Sehun. Sayangnya hal itu tidak berguna karena Sehun sama sekali tidak melonggarkan cengkeramannya.

“Katakan padaku, bagaimana mungkin kau bisa mengatakan kebohongan seperti itu?” Sehun bertanya tak habis fikir.

“Aku kan sudah bilang maaf.” Sara menjawab sambil setengah berteriak. Namun detik berikutnya gadis itu meringis kesakitan karena Sehun mengeratkan cengkeramannya pada tangan Sara. “Arrasseo arraseeo. Mianhaeyo.” Sara berteriak-teriak minta maaf. Wajah gadis itu menunjukkan kesakitan. Sehun yang tidak tega melihatnya akhirnya melepaskan cengkeramannya.

Sara mengusap-usap bekas cengkeraman Sehun di tangannya, sesekali gadis itu meniupnya. “Berjanjilah padaku kau akan menjelaskan duduk persoalannya.” Sehun berkata dengan nada mengancam.

“Menjelaskan apa?” suara seseorang menghentikan pembicaraan apapun yang ada diantara Sara dan Sehun. Tuan Choi berdiri di ambang pintu bersama Lee Soo Man.

“Haraboji...” Sara setengah berteriak karena terkejut.

“Aku dan Lee sajang sudah memutuskan untuk mempublikasikan hubungan kalian. Kita akan mengadakan konferensi pers segera.” Tuan Choi menyampaikan berita yang membuat Sara seperti disamber geledek di siang hari yang cerah.

“Andwae!” gadis itu sontak berteriak protes.

Lee Soo Man mengernyitkan dahinya sementara kakeknya bertanya, “Wae?”

“Ada banyak alasan kenapa hubungan ini tidak boleh dipublikasikan haraboji.” Kata Sara.

“Apa saja alasan itu, kalau aku boleh tahu?” kali ini Lee Soo Man yang bertanya.

“Itu...” Sara bingung. Dia kemudian memutar otaknya untuk menemukan alasan-alasan agar dia bisa menyembunyikan kebohongannya.

“Sekretaris Kim, siapkan konferensi pers besok pagi.”kata tuan Choi tegas.

“Andwaeyo haraboji!” kata Sara lagi.

“Geuronikka wae?” tuan Choi memandang cucu satu-satunya itu dengan tajam.

Sara menghela nafas dalam sebelum berkata, “Alasan pertama, aku tidak ingin orang-orang diluar sana beranggapan bahwa hubunganku dan Sehun didasarkan atas kesepakatan bisnis antara Choi Corp dan SM Entertainment.” Gadis itu dengan lantang memandang kakeknya dan pemilik SM.

“Alasan kedua, status Sehun sebagai idola yang saat ini sedang naik daun. Aku tidak ingin orang-orang mengecapku sebagai seseorang yang haus akan sorotan media. Alasan ketiga, perbedaan usia diantara aku dan Sehun. Aku memang hanya dua tahun lebih tua dari Sehun, tetapi orang lain yang melihat mungkin mengira bahwa aku memanfaatkannya untuk kepentinganku sendiri. Begitupun sebaliknya, aku tidak ingin mereka mengecap Sehun sebagai gold digger karena dia memang tidak seperti itu.” Sara mengalihkan pandangannya pada Sehun sebelum tersenyum kecil. Berusaha sebisa mungkin menampakkan bahwa dia menyukai Sehun. Tidak sulit baginya melakukan itu karena pada dasarnya dia menyukai EXO. Beberapa saat kemudian dia kembali menatap kakeknya. “Alasan keempat, publikasi itu hanya akan membuat banyak hati terluka. Aku tidak ingin menyakiti siapapun dengan hubungan ini.”

“Dan alasan terakhir...” gadis itu mengalihkan pandangannya pada Baekhyun dan Taeyeon yang kini sudah duduk berdampingan, “maaf tapi aku tidak ingin hubunganku dengan Sehun berakhir seperti Baekhyun dan Taeyeon.” Baekhyun dan Taeyeon memandang Sara yang sedang memandang mereka sedih. Kali ini gadis itu tidak sedang berbohong. Gadis itu kemudian mengalihkan pandangannya kepada kakeknya dan pemilik SM yang kini berdiri memandangnya, “Aku tidak ingin meminta maaf karena telah jatuh cinta. Jadi kumohon, jangan publikasikan hubungan ini. Nanti saat aku dan Sehun sudah siap dengan segala risiko yang harus dihadapi, aku akan memberi tahu haraboji juga Lee sajangnim. Saat itulah publikasi hubunganku dangan Sehun bisa dilakukan.”

Kedua lelaki tua di hadapan Sara terlihat berpikir beberapa saat. “Bagaimana Lee sajang?” tanya tuan Choi.

“Kalau memang itu jalan terbaik bagi kadua belah pihak, kenapa tidak?” jawab Lee Soo Man sambil tersenyum.

“Baiklah kalau itu yang kau mau.” Kata tuan Choi. “But I expect Sehun to visit me as often as possible.” Tuan Choi berkata kepada Sara dan Sehun dengan tegas. Setelah itu tuan Choi dan Lee Soo Man pergi meninggalkan tempat itu.

Sara menghela nafas lega karena paling tidak dia tidak jadi berakhir di pelaminan dengan pria tak dikenal. Namun sepertinya dia terlalu cepat merayakan kemenangannya sampai dia lupa kalau dia masih punya satu masalah lagi, Oh Sehun. Gadis itu menoleh dan mendapati Sehun sedang berdiri sangat dekat di sampingnya dan memandangnya marah. Reflek, gadis itu mengambil langkah mundur. Namun hal itu tentu saja tidak menghentikan Sehun. Lelaki tampan dihadapannya itu melangkah maju mengikuti setiap langkah mundur yang diambilnya. Sampai akhirnya punggung Sara menabrak tembok ruangan itu dan kedua tangan Sehun mendarat di sisi kepalanya, membuatnya terperangkap dan tidak bisa pergi kemanapun lagi.

“Bukankah kau berjanji akan menjelaskan semuanya kepada kakekmu?” Sehun bertanya dengan nada suara yang berbahaya.

“Aku tidak menjanjikan apapun.” Sara mengelak karena dia memang tidak menjanjikan apapun.

“Kau...” Sehun mengangkat tangan kanannya seperti hendak menamparnya. Sara memejamkan matanya takut.

“Oh Sehun” beberapa orang di belakang Sehun berteriak mencoba menghentikannya.

Bukan rasa sakit yang menyapa pipi Sara, namun sebuah tangan hangat yang mengelus pipinya lembut. Sara membuka matanya dan memandangi Sehun yang kini tersenyum dingin. “Rupanya kau ingin bermain-main denganku ya.” Kata Sehun dengan suara rendah. Sara meneguk ludahnya sendiri. Bulu kuduknya merinding. Ada tiga alasan yang dia yakini membuatnya merinding. Yang pertama adalah perlakuan Sehun yang begitu lembut namun berbeda dengan pandangan matanya yang tajam dan penuh amarah. Yang kedua adalah posisi mereka berdiri dengan hampir tidak berjarak membuat Sara bisa dengan jelas wajah tampan Sehun yang mengakibatkan jantungnya berdetak lebih kencang tanpa diminta. Dan yang terakhir adalah bau parfum Sehun yang membuat gadis itu ingin memeluk lelaki itu dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang Sehun.

“Joha. Let’s play pretend game. I’ll pretend to be your boyfriend and you’ll pretend to be my girlfriend. Whoever fall for the other first, lose! And the loser should do anything the winner asked!” kata Sehun sebelum kemudian pergi meninggalkan Sara yang memandangnya tak percaya.

Ketika semua orang di ruangan itu sudah pergi, Sara jatuh terduduk di tempatnya berdiri tadi. Punggungnya menyandar pada tembok dan nafasnya naik turun tak karuan. Gadis itu kemudian memegangi dada kirinya, dimana jantungnya masih saja berdetak tidak berirama. “Apa yang salah denganmu?” tanya Sara pada jantungnya.

.

.

“You what?” teriak Mihyun, sahabat Sara. Suara gadis itu sampai menggema di kamar Sara.

“Aku menjadikan Sehun sebagai tamengku untuk lolos dari perjodohan itu.” Kata Sara lagi.

“Sehun as in Oh Sehun? EXO’s Sehun?”

“Yeah.” Sara mengangguk lelah. Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu dan kakeknya terus bertanya kapan Sehun akan datang menemuinya. Sara selalu menjawab pertanyaan kakeknya dengan jawaban yang sama, Sehun sibuk karena jadwalnya yang padat. Tapi sepertinya kakeknya sudah bosan dengan jawaban itu, karenanya pagi ini kakeknya meminta Sara menelepon Sehun. Celakanya bagi Sara, jangankan nomor telepon Sehun, tempat Sehun tinggal saja dia tidak tahu. Alhasil dia menelepon Mihyun sahabatnya lalu berpura-pura bahwa itu Sehun. Ketika kakeknya ingin berbicara, gadis itu segera mengatakan bahwa Sehun sudah menutup teleponnya karena sedang ada jadwal. Dan begitulah ceritanya Mihyun bisa ada disini malam ini untuk mendengarkan cerita Sara dari a-z.

“OMG, kau gila Choi Sara!” kata Mihyun lagi.

“Arra.” Sara menjawab lemah.

“Oh Sehun? Huh, Oh Sehun?” Mihyun menaikkan alisnya. Pandangannya tak terbaca.

“Aku tahu. Bagaimana mungkin aku mengatakan kebohongan itu, iya kan? Aku sendiri hampir gila memikirkannya.” Kata Sara lagi.

“Kenapa harus Sehun? Kau bisa saja menarik tangan Luhan, Chanyeol, Minho, Donghae, Yunho, atau Baekhyun. Kenapa harus Sehun-ku?” tanya Mihyun sambil memegangi wajah Sara gemas.

“Mwo?” Sara memandang Mihyun tak percaya. “Aku sedang susah seperti ini tetapi yang ada di pikiranmu hanya Oh Sehun? Yaah neo jinjja! Teman macam apa kau ini?” Sara balas berteriak kesal. Salahnya sendiri kenapa dia bisa lupa kalau seorang Park Mihyun adalah penggemar berat Oh Sehun.

“Kau yang teman macam apa? Kau kan suka Baekhyun, kenapa mengambil Sehun-ku?” tanya Mihyun kesal. Mihyun kemudian melepaskan Sara dan membaringkan dirinya di ranjang empuk gadis itu.

“Aku kan sudah bilang kalau aku sedang tidak berpikir jernih saat itu. Aku hanya asal menarik seseorang yang paling dekat denganku.” Kata Sara sambil berbaring disamping Mihyun. “Mianhae...” kata Sara lagi. Mihyun hanya diam.

Ruang kamar itu hening. Kedua gadis yang kini sedang berbaring diatas ranjang king size itu sama-sama memandang langit-langit kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing.

“Yah yah...” Mihyun tiba-tiba bangun lalu mengguncang tubuh Sara. Sara memandang Mihyun yang sedang memandangnya excited. Sara tahu sekali bahwa apapun yang akan keluar dari mulut Mihyun saat ekspresi wajahnya sudah seperti itu biasanya tidak baik, namun tidak ada salahnya dia mendengarkan. “Temui Sehun dan minta dia datang menemui kakekmu.”

Tuh kan benar? Apa Sara bilang, ide Mihyun tidak ada yang beres kalau sudah seperti ini. “Micheosseo?” kata Sara sambil ikut duduk.

“Geugeoneun neo janha!” kata Mihyun tidak terima sambil menoyor kepalanya.

“Kau yang menawarkan ide itu, berarti kau yang gila!” Ujar Sara sewot.

“Kau yang pertama kali mengaku menjadi pacar Sehun, itu artinya kau fans pshyco!” balas Mihyun. Sara membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu namun menutupnya kembali karena dia memang melakukan itu pada Sehun. “See, you can’t even deny it!” kata Mihyun lagi.

“Tetap saja menemui Sehun untuk memintanya membantuku itu gila.” Kata Sara.

“Memang gila, tapi ku rasa tidak ada cara lain. Lagipula, bukankah Sehun sudah setuju untuk berpura-pura menjadi kekasihmu?” kata Mihyun lagi.

“Setuju apanya? Dia malah menjadikan masalahku ini permainan bodoh.” Sara mengerucutkan bibir mengingat perkataan Sehun seminggu yang lalu.

“Yang penting kan dia setuju.”

“Tetap saja aku tidak akan datang padanya dan mengemis-ngemis bantuan darinya. NO WAY!” kata Sara tegas.

“Oh please just throw your stupid pride for now. You need him!” kata Mihyun, matter of factly.

“Tidak juga. Aku bisa saja mengatakan pada haraboji kalau kami berdua sudah putus.” Sara masih kekeuh tidak mau minta tolong pada Sehun.

“Dan kemudian menempatkan dirimu di perjodohan yang kesekian kalinya?” kata Mihyun lagi. Sara diam. “Dengarkan aku Choi Sara, selama ini kau lolos dari setiap perjodohan karena kau masih di bawah umur. Sekarang kau sudah berumur 23 tahun, dan sudah tidak terlalu muda lagi untuk menikah. Kalau kakekmu sampai tahu kau putus dengan Sehun−maksudku hubungan pura-puramu itu berakhir− aku yakin kali ini dia tidak akan mendengarkan alasan-alasan konyolmu dan segera menikahkanmu.” perkataan Mihyun membuat Sara sadar bahwa dia sebenarnya tidak punya pilihan.

“Begitu ya?” Sara berkata tidak yakin.

“Ya!”

“Jadi aku harus mendatangi Sehun dan memintanya berpura-pura menjadi kekasihku. Ah, mungkin aku dan dia bisa membuat kontrak tentang perjanjian ini. Begitu kan?” Sara bertanya pada Mihyun.

“Ya!” kata Mihyun antusias.

“Aku akan mencoba menemuinya besok.” Sara berkata pada Mihyun yang mengangguk setuju. “Atau mungkin lusa” kata Sara lagi. Mihyun masih mengangguk setuju. “Atau mungkin tidak sama sekali.” Kata Sara lagi. Kalimat terakhirnya itu membuahkan lemparan bantal tepat di wajahnya.

“Yaaah!” teriak Sara.

“Oh ayolah, kau pasti bisa.” Kata Mihyun.

“Aku yang harus menjalani kenapa kau yang bersemangat begitu?” tanya Sara curiga.

Mihyun menampakkan cengirannya sebelum berkata, “Karena dengan begitu aku bisa bertemu Sehun, berfoto bersamanya dan minta tanda tangannya.”

“Bisa tidak simpan dulu mode fangirl mu untuk sementara waktu?” tanya Sara kesal.

“Nope!” kata Mihyun sambil membaringkan dirinya di kasur dan bersiap untuk tidur. Sarahanya mengerucutkan bibirnya kesal lalu kemudian menyusul tidur.

.

.

Sara menjatuhkan dirinya ke kursi ruang kerjanya. Dia baru saja kembali dari meeting mengenai pembukaan cabang perusahaan di China. Sudah hampir dua minggu Sara bekerja sebagai direktur di perusahaan kakeknya Choi Corp. Sejujurnya dia malas, namun mengingat janjinya untuk melakukan apapun yang kakeknya mau demi menyelamatkan diri dari perjodohon laknat itu, mau tidak mau dia harus mengisi posisi direktur di perusahaan ini.

Hari ini hari jumat, itu artinya ada waktu dua hari baginya untuk istirahat. Dia akan menghabiskan weekend nya untuk tidur, sebagai pembalasan karena dia tidak bisa tidur lama ketika weekday. Dia tidak akan beranjak dari kasurnya besok. Tiba-tiba perutnya berbunyi, menandakan sudah waktunya untuk diisi. Dia melirik jam kecil di mejanya dan benar saja, sudah waktunya makan malam. Pantas saja kalau cacing-cacing di perutnya sudah protes miinta makan. Dia segera membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang ketika seseorang mengetuk pintu ruangannya.

“Masuk...”

“Iisanim, ada telepon dari Choi sajangnim.” Kata sekretarisnya, Jung Eunji.

“Kenapa haraboji tidak menelepon ke ponselku?” Sara bertanya bingung.

“Beliau mengatakan bahwa ponsel anda mati.” Kata Eunji lagi.

Sara memeriksa ponselnya dan benar saja, ponselnya mati. Kehabisan baterai sepertinya. “Arrasseo. Sambungkan kemari.” Kata Sara akhirnya.

“Ne iisanim.” Kata Eunji kemudian berlalu pergi.

Tidak lama setelah itu telepon ruangannya berdering. “Yobseyo?”

“Neo eodiga?” tanya tuan Choi dari seberang sana.

“Di kantor. Waeyo haraboji?” tanya Sara.

“Aku sedang makan malam bersama Sehun di tempat biasa kita makan. Kemarilah.” Kata tuan Choi kemudian menutup teleponnya.

“Yobseyo haraboji? .... Haraboji?” sayang sambungan telepon sudah terputus.

Sara melongo. Kakeknya barusan bilang apa? Makan malam dengan Sehun? Sehun? OH MY GOD, NO!!!! Gadis itu segera mengambil tas dan kunci mobil yang tadi sudah disiapkannya sebelum berlari. Dia hampir saja menabrak Eunji yang baru akan berpamitan padanya untuk pulang namun dia tidak menggubris gadis itu. Dia terus berlari hingga sampai di elevator. Syukurlah tidak ada yang sedang memakai elevator itu jadi dia tidak perlu berlari menuruni tangga dengan high heels yang kini melekat di kakinya.

.

.

“Haraboji...” Sara membuka pintu tempat kakeknya sedang makan bersama Sehun.

“Kau ini berisik sekali.” Tuan Choi berkomentar.

Sara kemudian berjalan ke arah kakeknya sambil terengah-engah. Namun baru beberapa langkah kakeknya sudah menghentikannya. Dia mengernyitkan dahinya, memandang kakeknya bingung.

“Kau duduklah di samping Sehun. Aku dan Sehun sudah berbicara banyak.” Kata tuan Choi.

Sara menggigit bibirnya sambil bertanya-tanya dalam hati seberapa ‘banyak’ yang telah Sehun katakan pada kakeknya. Dia memperhatikan kakeknya sekilas sebelum mengalihkan pandangannya pada Sehun yang memandangnya dengan pandangan tak terbaca. Gadis itu segera merubah arah jalannya ke arah Sehun. Begitu dia sampai di dekat Sehun, lelaki itu bangun dan menarik kursi yang akan Sara duduki sebelum mempersilahkan Sara duduk. Sara memandangnya bertanya namun Sehun hanya membalasnya dengan senyum, senyum yang membuat bulu kuduk Sara berdiri.

Ketika mereka semua sudah duduk dan Sara sudah memesan makanan, takut-takut dia bertanya “Jadi, apa saja yang sudah haraboji dan Sehun bicarakan?”

“Sara, katakan yang sejujurnya...” Tuan Choi memulai. Sara menarik nafasnya takut. “Kemarin-kemarin ketika aku bertanya kenapa Sehun tidak juga menemuiku, itu bukan karena kesibukannya tapi karena kau tidak mengatakan padanya bukan?”

“Ye?” Sara bertanya bingung.

“Tadi Sehun mengatakan kalau kau tidak mengatakan apapun padanya tentang keinginanku bertemu dengannya.” Kata tuan Choi.

Sara melirik ke arah Sehun sekilas sebelum berkata, “Itu...”

“Kau tidak perlu takut kalau aku tidak akan menerima Sehun. Justru seharusnya kau mempertemukan kami lebih cepat karena dengan begitu aku tidak perlu repot-repot mencarikanmu jodoh. Setelah berbicara banyak dengannya, aku menyukainya. Sehun anak yang baik dan menyenangkan. Aku mendukung hubungan kalian. Jadi kapanpun kalian siap dengan publikasi hubungan kalian, segera katakan padaku. Aku ingin membuat pesta pertunangan besar-besaran.” Kata tuan Choi dengan sangat bersemangat. Kali ini Sara melongo untuk alasan yang berbeda. Dia melirik Sehun yang sedang mengunyah makanannya. Apa yang dikatakan lelaki ini kepada kakeknya sehingga kakeknya bisa dengan mudah menerimanya?

Ketika makanan pesanan Sara datang, kakeknya justru bangkit dari duduknya. “Haraboji, odigaseyo?” Untuk pertama kalinya setelah Sara datang, Sehun bersuara. Sara kemudian menoleh terkejut. Sehun memanggil kakeknya apa? Haraboji? Yang benar saja.

“Aku sudah lelah sekali jadi aku akan pergi dulu. Kalian berkencanlah. Kalian jarang bisa berkencan kan karena kesibukan masing-masing?” Ujar tuan Choi.

Sara baru akan membuka mulutnya ketika Sehun berkata, “Ne, haraboji. Berhati-hatilah di jalan.” Kata Sehun dambil berdiri dari duduknya dan membungkuk.

“Bersenang-senanglah.” Kata tuan Choi sebelum pergi meninggalkan mereka.

Sepeninggal tuan Choi, Sehun kembali duduk di tempatnya. Sara memandangnya bertanya. “Apa?” tanya Sehun.

“Apa maumu?” Sara ganti bertanya.

Sehun mengernyitkan dahinya. “Apa maksudmu dengan apa mauku?”

“Kenapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya pada kakekku? Kenapa malah berpura-pura sebagai kekasihku?” Sara menjelaskan maksudnya.

“Ah itu...” Sehun berkata menggantung.

“Oh Sehun?” Sara bertanya setengah berteriak. Gadis itu kesal karena Sehun tidak juga menjawab pertanyaannya.

Sehun hanya mengangkat bahunya malas sebelum berkata, “Makanlah. Kalau tidak nanti makananmu dingin.” Setelah itu dia sibuk memainkan ponselnya, mengacuhkan setiap pertanyaan Sara. Lelah sendiri, gadis itu memutuskan untuk makan saja. Masa bodoh dengan Sehun dan apapun yang ada di dalam kepala lelaki itu.

.

.

“Sungai Han?” Sara bertanya bingung.

“Karena kita sudah terlanjur keluar malam ini, jadi sebaiknya kita main saja dulu.” Kata Sehun sambil membuka sedikit jendela kaca mobil bagian depan sebelum kemudian mematikan mesinnya.

Tadi saat Sara selesai makan, Sehun langsung mengambil kunci mobil Sara dan bersikeras untuk menyetir. Sara yang sedang sangat lelah tidak ingin berdebat dengan Sehun, sehingga dia membiarkan lelaki itu menyetir. Dia pikir Sehun akan mengarahkan mereka ke dorm lelaki itu, tapi dia tidak menyangka kalau mereka justru berhenti di pinggiran sungai Han.

“Tapi aku lelah dan ingin pulang.” Sara sedikit merengek. Dia benar-benar sedang tidak mood untuk main saat ini mengingat badannya yang lengket serta tubuhnya yang lelah. Yang dia inginkan hanya mengguyur tubuhnya dengan air hangat lalu tidur, dan bukan malah duduk di dalam mobil yang penat sambil menonton sungai Han.

Sehun membuka seatbeltnya lalu mencondongkan tubuhnya ke arah tubuh Sara, membuat gadis itu sontak memundurkan badannya dengan susah payah sehingga menempel ke pintu mobil di belakangnya. Mata Sara membulat sempurna. Sehun memandang Sara lembut. Tangan kanannya meraih rambut Sara yang tergerai dan mengaitkan beberapa rambut gadis itu ke belakang telinganya. Gadis itu tidak bisa menahan rona merah yang menjalar ke wajahnya karena perlakuan Sehun yang begitu lembut. Dan untuk yang kedua kalinya setelah bertemu Oh Sehun, jantungnya kembali kalap.

“Aku sudah menolongmu di depan kakekmu dengan berpura-pura menjadi kekasihmu. Bukankah sudah sewajarnya kau menuruti segala kemauanku?” kata Sehun sambil menaikkan sebelah alisnya. Jarak mereka masih tidak berkurang sedikitpun.

“Aku tidak memintamu melakukannya!” jawab Sara ketus. Dalam hatinya gadis itu berdoa kepada Tuhan agar Oh Sehun tidak dapat mendengar jantungnya yang berdetak diatas normal.

“Haruskah aku menelepon haraboji dan mengatakan yang sebenarnya?” tanya Sehun.

“Silahkan saja. Aku tidak takut.” Kata Sara tenang. Dia yakin Sehun tidak akan melakukannya. Alasannya adalah Sehun tidak akan memiliki nomor kakeknya.

Sehun meperlihatkan senyum sinisnya sebelum memposisikan dirinya di kursinya dengan nyaman. Lelaki itu kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya. Dia menekan beberapa tombol sebelum kemudian me-loudspeaker panggilan teleponnya. Beberapa saat setelah mendengar nada tunggu, seseorang di seberang sana mengangkat telepon itu.

“Yobseyo?” Suara seseorang di seberang sambungan telepon yang familiar membuat Sara membulatkan matanya. Tidak mungkin Sehun memiliki nomor pribadi kakeknya, tapi suara itu adalah suara yang sangat di hafal nya di luar kepala. Dia tidak mungkin salah mengenali suara kakeknya, bagaimanapun keadaannya.

“Haraboji, ini Sehun. Maaf karena mengganggu istirahat haraboji, tapi ada yang perlu saya katakan.” Kata Sehun. Lelaki itu memandng Sara yang masih tercengang di tempatnya. Dia menyunggingkan senyum kemenangan.

“Oh ya? Ada apa? Apakah sesuatu yang penting?” tuan Choi bertanya, nada suaranya terdengar mengantuk.

“Itu−“ perkataan Sehun terpotong oleh Sara yang berusaha meraih ponsel lelaki itu. Namun sayang, gadis itu kalah gesit. Tidak peduli seberapa dia berusaha, tangan Sehun jauh lebih panjang sehingga dia tidak bisa meraihnya. Akhirnya gadis itu menyerah.

“Arrasseo. Aku akan melakukan apapun yang kau mau. Tapi jangan katakan apapun pada haraboji.” Sara berbisik memohon. Sehun memberikan cengiran kemenangannya sebelum kembali fokus pada ponselnya.

“Maafkan saya karena mengganggu tidur haraboji, tapi saya harus mengatakan ini sebelum melakukannya.” Kata Sehun. Sara kini benar-benar sudah memandangnya memohon. “Weekend ini saya libur. Bolehkah saya mengajak Sara berlibur ke suatu tempat?” tanya Sehun lagi. Sara sedikit lega ketika Sehun tidak mengatakan apapun tentang kebohongannya, namuan dia mengernyit heran. Apalagi yang akan dilakukan Oh Sehun sekarang?

“Tentu saja... Aku senang kau mau melakukannya. Sara itu setiap weekend hanya akan tidur di kamarnya atau paling sering menonton drama-drama tidak penting itu. Ajaklah dia berlibur bersamamu. Dan aku mengharapkan cucu-buyut setelah kalian kembali nanti.” Kata tuan Choi bersemangat.

Sehun tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar apa yang tuan Choi katakan, sementara Sara berteriak tidak setuju “Harabojiiiii jinjja....!”. Wajah gadis itu memerah. Apa maksud kakeknya coba? Dia bahkan belum menikah dengan Sehun, bagaimana bisa kakeknya meminta cucu-buyut? Memalukan sekali.

“Ah kalau perlu, aku bisa memesankan kalian tiket dan kamar hotel untuk berlibur. Kalian mau berlibur kemana? Jeju? Jepang? Bali?” tanya tuan Choi, tidak menggubris protes dari cucunya.

“Animnida. Akan terlalu memakan banyak waktu kalau harus pergi ke luar negeri. Saya pikir akan lebih baik kalau kami menghabiskan waktu di penthouse dekat pantai milik teman saya saja. Terimakasih banyak atas tawarannya haraboji.” Kata Sehun setelah bisa menguasai keterkejutannya. Tuan choi hanya menggumam setuju di seberang sana.

“Kalau begitu kalian berangkat malam ini saja, dengan begitu waktu kalian tidak terbuang percuma.” Tuan Choi menyarankan.

“Andwaeyo haraboji. Aku bahkan tidak membawa pakaian, bagaimana aku bisa pergi berlibur tanpa persiapan?” Sara berusaha mengelak.

“Beli saja di perjalanan ke tempat liburan kalian, beres kan? Toh kalian hanya akan berlibur selama dua hari. Beberapa pakaian cukup.” Kata tuan Choi. Sara mengerang lemah. Percuma saja melawan kemauan kakeknya kalau sudah begini.

“Tapi haraboji−“ Sehun memulai namun langsung dipotong oleh perkataan kakeknya.

“Hati-hati di jalan ya. Kalau lelah beristirahatlah, jangan memaksa untuk terus menyetir. Selamat bersenang-senang!” setelah itu sambungan telepon terputus. Sehun memandangi ponselnya sementara Sara speechles. Namun tidak lama setelah itu Sehun tertawa terbahak-bahak. Sara memandang Sehun heran.

“Apanya yang lucu?” tanya Sara.

Sehun tidak juga menjawab karena dia masih belum bisa berhenti tertawa. Baru setelah tawanya reda, dia berkata, “Dia benar-benar haraboji mu. Sifat kalian mirip.”

“Apa maksudmu?” Sara bingung.

“Itu, kebiasaan kalian memotong pembicaraan orang lain yang membuat orang lain tidak bisa menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.” Kata Sehun lagi. Sara hanya mengerucutkan bibirnya sebal. “Ah, dan tadi haraboji minta apa? Cucu-buyut? Haruskah kita mencoba mengabulkan permintaannya?” tanya Sehun sambil mengerling jahil.

“Michesseo?” teriak Sara. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya, berusaha menutupi badannya. Wajah putihnya merona. Bagaimana Sehun bisa bercanda tentang hal itu?

Melihat reaksi Sara yang berlebihan seperti itu, Sehun kembali tertawa terbahak-bahak. “Reaksimu berlebihan. Kau seperti gadis perawan yang bahkan belum pernah berciuman.” Ejek Sehun.

Sara hanya diam dan tidak mengatakan apapun. Gadis itu mengalihkan pandangannya dari Sehun ke hamparan luas sungai Han yang ada di depannya. Ada rasa panas menjalar di wajahnya. Sehun yang tidak mendapatkan reaksi, menoleh pada gadis di sebelahnya dan terkejut ketika mendapati wajah gadis itu yang merona. Tiba-tiba kesadaran memenuhi benaknya. “Kau benar-benar belum pernah berciuman?” Sehun bertanya tak percaya. Sara masih diam, tidak menggubris perkataan Sehun. Sehun kembali tertawa terbahak-bahak, “Oh my god, what are you? ten?” Sehun kembali mengejek.

“Diam bodoh!” kata Sara kasar.

“You’re like 23 and you’ve never been kissed before? Oh my god, I don’t know people like you still exist.” Kata Sehun masih mengejeknya.

“Geumanhae-ra!” kata Sara mengingatkan.

“Kalau aku tidak mau berhenti bagaimana?” tanya Sehun lagi, masih sambil tertawa.

“Oh silahkan saja. Aku hanya perlu berteriak pada orang-orang di luar sana, mengatakan bahwa saat ini aku sedang bersama Sehun EXO. Bayangkan bagaimana reaksi mereka ketika tahu kau ada disini bersamaku?” Sara memandang Sehun senang. Bagaimana tidak, setelah Sara mengatakan itu Sehun hanya diam.

“Childish!” komentar Sehun.

“Biar saja.” Kata Sara tidak mau kalah.

“Whatever.” Kata Sehun lagi. Dia kemudian menyalakan mesin mobil dan bersiap pergi.

“Mau kemana kita?” tanya Sara.

“Nanti juga kau tahu.” Jawab Sehun singkat.

.

.

Sara membuka matanya ketika sinar matahari menerobos memasuki ventilasi kaca kamar dan mengenai wajahnya. Dia mengerjap beberapa saat sebelum merengangkan tubuhnya. Namun kegiatannya terhenti ketika matanya tertumbuk pada sosok seorang yang ada di sampingnya. Sara memperhatikan Sehun yang topless lalu memperhatikan dirinya yang hanya mengenakan kemeja putih kebesaran.

“Kyaaaaaaaa” teriak Sara.

Sehun yang masih tidur terkejut mendengar teriakan Sara dan membuka matanya. “Wae? Musuniriya?”

“Apa yang kau lakukan di kamarku? Apa yang terjadi dengan kita?” tanya Sara. Dia menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya. Sehun memandangnya datar sebelum kemudian kembali merebahkan kepalanya di bantalnya.

“Yaa... ireona!” Sara mencoba membangunkan Sehun dengan mengguncang-guncangkan badan Sehun.

Kesal karena tidurnya terganggu, Sehun duduk dan berkata “Jogiyo agasshi... kita sekarang berada di penginapan, bukan di kamarmu. Kau mungkin lupa kalau kita pergi ke Incheon kemarin.”

“Incheon?”

“Ya.” Sehun menjawab malas. “Jadi bisakah kau diam? Aku masih mengantuk.” Kata Sehun sambil akan kembali merebahkan badannya.

Namun tangan Sara dengan gesit menarik Sehun untuk duduk kembali. “Lalu apa yang terjadi dengan kita?” tanya Sara lagi, mengacuhkan pandangan membunuh dari Sehun.

“Apa maksudmu dengan ‘apa yang terjadi dengan kita’?” tanya Sehun bingung.

“Kau tahu maksudku.” Kata Sara lagi.

Sehun mengernyitkan dahinya. Sara kemudian menunjuk Sehun yang topless dan dirinya yang hanya mengenakan kemeja putih kebesaran. Ketika Sehun menyadari apa maksud Sara, dia tersenyum jahil.

“Kau lupa apa yang terjadi di antara kita tadi malam?” tanya Sehun dengan nada menggoda. Sara meringis mendengar Sehun berkata seperti itu, tapi kemudian dia mengangguk.

Sehun mengangkat tangan kanannya dan meraih beberapa rambut Sara yang menutupi wajah gadis itu. Dia mengaitkan rambut Sara ke belakang telinganya. Setelah itu Sehun mengusap pipi Sara lembut. Sara merinding. “Bagaimana mungkin kau bisa lupa dengan apa yang terjadi? Kau bahkan meminta lebih dan lebih.” Kata Sehun.

Mata Sara membulat. Mulutnya terbuka karena tidak bisa menahan keterkejutannya. Segala macam pikiran melintas di benaknya. Dia memandang Sehun sambil berkata, “Seolma...?”

“Seolma aniya. Jinjja ya.” Kata Sehun lagi. Sehun memegang perut Sara yang kini masih tertutup selimut dan mengusapnya pelan. “Haraboji pasti akan sangat senang.” Kata Sehun. Ketika Sehun mengangkat wajahnya untuk melihat reaksi Sara, gadis itu sedang memandangnya horror. Melihat ekspresi Sara yang seperti itu, Sehun tidak bisa lagi menahan tawanya.

“Bagaimana mungkin kau bisa tertawa dalam keadaan seperti ini? Nan jugulgeotgata.” Sara berkata pasrah.

“Kau benar-benar percaya apa yang ku katakan?” tanya Sehun ditengah tawanya.

“Geugeon gotjimal-ya?” tanya Sara tidak percaya.

“Wae? Kau berharap itu nyata?” tanya Sehun lagi.

“Yaah Oh Sehun, neo jinjja!” Sara bersiap menerjang Sehun untuk memukulnya tapi tidak jadi karena kemudian dia menyadari kalau dia hanya mengenakan kemeja putih kebesaran. “Euhm, bagaimana dengan ini?” tanya Sara sambil menunjuk kemejanya.

“Kenapa dengan itu?” tanya Sehun cuek. Lelaki itu kemudian berdiri lalu berjalan ke jendela kaca dan membuka tirainya. Dia sudah tidak lagi mengantuk sekarang.

“Kenapa aku mengenakan baju ini dan tidak mengenakan pakaianku sendiri?” tanya Sara gemas.

“Kau lupa kalau semalam−“ Sehun belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika Sara memotong, “Kau pikir aku akan jatuh pada kebohongan yang sama?”

Sehun memandangnya skeptis. “Kau mau dengar penjelasanku atau tidak?” tanyanya. Ketika Sara mengangguk, Sehun melanjutkan. “Semalam kau mabuk dan muntah di bajumu. Karena kau tidak punya baju ganti, aku meminjamimu kemejaku.” Kata Sehun. Sara baru akan bertanya ketika Sehun berkata lagi, “Aku meminta ahjumma pemilik penginapan ini yang menggantikan pakaianmu jadi kau tidak usah khawatir.”

Sara mengangguk-angguk mengerti. Lalu Sehun berkata lagi, “Serius ya, berapa umurmu? Kenapa toleransi alkoholmu rendah sekali? Kau bahkan hanya meneguk dua gelas kecil soju tapi kau sudah mabuk. Kau payah! Aku yang lebih muda darimu saja memiliki toleransi alkohol yang tinggi.”

“Aku belum pernah sekalipun minum alkohol sebelumnya. I like to play it safe because alcohol means trouble.” Kata Sara enteng. Gadis itu kembali menatap mata Sehun dan bertanya, “Lalu bagaimana dengan tidur di tempat yang sama?”

“Kau pikir aku mau tidur di sofa?” tanya Sehun.

“Tentu saja, kau kan laki-laki.” Kata Sara.

“So what?”

“Laki-laki seharusnya mengalah dan tidur di sofa.” kata Sara lagi.

“No Way! Selama masih ada tempat tidur, aku tidak akan tidur di sofa.” kata Sehun. Ketika Sara membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, Sehun mendahuluinya “Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyentuhmu. Kau pikir kau semenarik itu? Mianeundae, neo nae style aniya. I love y woman. But you see, you’re as flat as board.” Ujar Sehun sambil mengamati dada Sara yang memang terlihat as flat as board.

Sara meraih bantal kemudian melemparnya tepat ke muka Sehun. “Oh Sehun you ert!!”

.

.

“Aaaaaahhhh” Sara berteriak sambil berlari menuju hamparan air biru di hadapannya. Kali ini dia mengenakan celana jeans pendek sepaha dipadu dengan kaos pink polos. Rambutnya digulung asal. Tadi pagi sebelum berjalan-jalan, mereka sempat berbelanja pakaian dulu di supermarket dekat penginapan karena mereka sama sekali tidak memiliki baju ganti selain yang melekat di badan mereka kemarin.

Sehun memperhatikan Sara yang sibuk bermain-main dengan air laut dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Pasalnya saat itu Sara benar-benar tidak terlihat seperti gadis 23 tahun melainkan anak perempuan 10 tahun. Ekspresi wajahnya yang girang benar-benar kontras dengan apa yang selalu ditunjukkannya pada Sehun.

“Apa yang kau lakukan disana? Ayo kemari dan main air.” Teriak Sara pada Sehun yang masih berdiri di pinggiran pantai, di bawah pohon kelapa.

“Shireo.” Kata Sehun singkat.

“Wae?” tanya Sara lagi.

“Aku harus menjaga kulitku. Jangan sampai menjadi kecokelatan karena sinar matahari.” Kata Sehun cuek.

“Aaah such a princess.” Ejek Sara. Bibirnya mengembang membentuk cengiran lebar.

“Mworago?” Sehun memelototi Sara, tidak terima dirinya dikatai oleh gadis itu.

“Princess!” ulang gadis itu. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak sebelum melanjutkan bermain air.

Sehun yang tidak terima di katai princess segera berlari menyusul Sara. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Sara dan menggendong gadis itu.

“Yaaah, apa yang kau lakukan?” tanya Sara terkejut. Sehun tidak menggubris pertanyaan gadis itu dan justru berjalan agak ke tengah.

“Yaah turunkan aku. Oh Sehun!” Sara berusaha memberontak namun percuma karena tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Sehun. Ketika kedalaman air sudah mencapai pinggang Sehun, lelaki itu dengan tenangnya melepaskan pegangannya pada Sara, membuat gadis itu tercebur ke laut di bawahnya.

Sara berdiri dari tempat dia terjatuh. Pakaiannya basah kuyup sekarang. Gadis itu memandang Sehun galak. “Yaah, kenapa menjatuhkanku?” tanya Sara kesal.

“Tadi kau minta turun, jadi aku menurunkanmu.” Kata Sehun sambil memamerkan smirk kemenangannya.

“Kau tadi menjatuhkanku, bukan menurunkanku.”kata Sara kesal.

“Apa bedanya? Toh kau akhirnya turun juga kan?” kata Sehun cuek.

Sara ingin mendebat Sehun namun mengurungkan niatnya. Bagaimanapun juga percuma saja. Tiba-tiba ide jahil muncul di kepalanya. Dia berjalan mendekat pada Sehun yang sedang memperhatikan laut di depannya kemudian sekuat tenaga mendorong Sehun hingga lelaki itu terjatuh. “Rasakan pembalasanku!” ujar Sara senang ketika melihat Sehun basah kuyup.

“Yaah awas kau!” teriak Sehun. Setelah itu mereka menghabiskan waktu mereka untuk berkejar-kejaran di pantai hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke penginapan.

.

.

“Oh Sehun...” Sara memanggil Sehun yang kini sedang berbaring di atas tempat tidur di sampingnya sambil mengotak-atik ponsel nya. Mereka sedang berbaring di kamar sambil menikmati waktu senggang mereka. Sebenarnya mereka bisa saja pergi keluar untuk sekedar makan malam sambil memandangi pemandangan laut malam hari, namun karena tadi sore ada beberapa orang yang mengenali Sehun maka mereka memutuskan untuk tetap di penginapan malam ini. Toh besok pagi mereka sudah harus kembali pulang.

Tadi Sara sedang sibuk dengan ponsel di tangannya, namun lama kelamaan gadis itu merasa bosan. Dia mencoba melakukan kegiatan lain seperti menonton TV, namun acara TV juga tidak ada yang bisa membuatnya betah memandangi benda kotak itu berlama-lama. Pada akhirnya dia memilih untuk mengganggu Sehun yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.

“Hmmm” Sehun menjawab tanpa memandang Sara.

“Aku tadi sempat berpikir, kenapa kau tidak pindah kamar saja? Dengan begitu kau bisa tidur di tempat tidur yang berbeda denganku.” Kata Sara mengusulkan.

“Kalau dari awal ada kamar kosong lain, aku tidak akan tidur di tempat tidur yang sama denganmu.” Jawab Sehun datar. Sara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

“Sehun-ah, apakah kau punya seseorang yang sangat kau kagumi diantara hyung-hyung mu di EXO?” tanya Sara tiba-tiba. Berharap sedikit saja bisa mengenal maknae EXO ini lebih dekat. Siapa tahu dia bisa ketemu Baekhyun lagi kapan-kapan. Biar saja kalau orang mengatainya modus, karena memang iya.

“I don’t give personal information.” Kata Sehun datar. Matanya masih terus mengawasi ponsel di tangannya. Sara mengerucutkan bibirnya sebal.

“Bagaimana dengan Baekhyun? Apa sifat Baekhyun yang ditampakkannya di layar kaca sama dengan sifat aslinya?” tanya Sara lagi.

“I won’t give any information related to the group either.” Kata Sehun lagi, masih sama datarnya.

Sara mendecak kesal. Lalu apa yang harus di lakukannya sekarang kalau bertanya saja tidak boleh? Gadis itu memandangi Sehun yang masih dengan asiknya bergulat dengan ponselnya. Penasaran dengan apa yang sedaritadi menyita perhatian Oh Sehun, Sara merapatkan tubuhnya untuk mengintip. Menyadari gelagat Sara, Sehun kemudian menjauhkan ponselnya. Sehun menoleh dan memberi Sara peringatan dengan matanya. “Aku hanya penasaran apa yang sedaritadi menyita perhatianmu sampai kau seserius itu.” Kata Sara. Gadis itu kemudian menggeser tubuhnya menjauh.

“Ah, kau ingin ku perhatikan juga?” tanya Sehun. Bibirnya mengembang membentuk senyum jahil.

“Ani. Naega wae?” bantah Sara, rona merah menjalar ke wajahnya. Dia agak heran kenapa ketika dekat dengan Sehun, dia selalu merasa wajahnya panas dan merona. Dia menyalahkan hormon nya yang mungkin sedang bertingkah.

Mendengar jawaban Sara, Sehun hanya mengangkat alisnya bertanya. Bibirnya masih menyunggingkan senyum jahil yang sama. “Jinjja?” tanya Sehun.

“Jinjja-ya.” Kata Sara seyakin mungkin.

“Well, if you insist.” Kata Sehun, namun wajahnya masih menunjukkan kalau dia tidak percaya.

“Yaah, kenapa kau selalu berbicara menggunakan banmal denganku?” tanya Sara berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Memangnya kenapa?” tanya Sehun cuek.

“Nan, neo boda ‘noona’ geotdeun.” kata Sara. “Aku kan dua tahun lebih tua darimu. Kalau kau memanggil Kai yang notabene lahir pada tahun yang sama denganmu dengan sebutan ‘hyung’ maka seharusnya kau memanggilku ‘noona’.” Kata Sara lagi.

“Shireo! Naega wae?” Tanya Sehun sambil memandang Sara seolah gadis itu sudah kehilangan akalnya. Sara baru akan membalas tapi Sehun mendahuluinya, “I’ll never call you that. It doesn’t suit you anyway because you’re childish!”

“Rude!” kata Sara sambil menepuk kening Sehun keras, membuat kulit putih susu lelaki itu menjadi kemerahan.

“Aaaaw!” Sehun mengusap keningnya. “Yaaah! Kau menyakiti seorang superstar. Kau tidak tahu ya kalau tubuhku ini begitu berharga?” tanya Sehun melebih-lebihkan.

“Siapa peduli!” jawab Sara acuh.

Sehun menaruh ponselnya di meja samping tempat tidur sebelum kemudian menggelitiki Sara di pinggang. Sara yang memang sangat tidak tahan geli kemudian terkikik sambil berusaha menampik tangan Sehun yang menggelitikinya. Sehun tidak kehabisan akal, dia kemudian bangkit dan duduk di atas paha Sara, kedua tangannya kemudian meraih tangan Sara dan menaruhnya di atas kepala gadis itu. Tangan kirinya kemudian menggenggam kedua pergelangan tangan Sara sementara tangan lainnya menggelitiki pinggang gadis itu lagi. Sara tertawa kegelian. Kali ini jangankan untuk melepaskan diri, menghindari serangan Sehun saja Sara sudah tidak bisa.

“Arrasseo arrasseo. Mianhae. Aku tidak akan memaksamu memanggilku ‘noona’ lagi.” Kata sara menyerah.

Sehun tersenyum menang. Dia kemudian mengangkat tangan kanannya dan menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Sara karena kebrutalan gadis itu berusaha menghindari serangannya tadi. Matanya menelusuri wajah Sara yang memerah karena terlalu banyak tertawa. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada bibir gadis itu yang terlihat begitu merah, lembut dan basah. Kalau bibir punya tangan, mungkin saat ini bibir gadis itu sedang melambai pada bibir Sehun untuk segera mendekat. Dan entah setan mana yang merasuki pikirannya, Sehun tiba-tiba menunduk untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Sara hingga bibir mereka menempel. Sehun menciumnya. Mata Sara membulat dan tubuhnya kaku. Jantungnya berdetak tak karuan.

Namun secepat Sehun menempelkan bibirnya, secepat itu pula dia menarik kembali bibirnya. Sara bahkan sempat mengira bahwa dia hanya berkhayal tentang ciuman tadi. Namun reaksi Sehun yang langsung berguling ke samping dan turun dari tempat tidur membuatnya sadar bahwa yang tadi itu bukan hanya khayalannya, tapi memang nyata.

“Aku akan tidur di sofa, kau boleh ambil tempat tidurnya.” Kata Sehun. Dia meraih ponsel dan bantalnya kemudian berjalan ke sofa untuk membaringkan dirinya. Sara hanya diam, tidak menanggapi. Benaknya di penuhi kejadian tadi. Gadis itu masih bisa merasakan bibir hangat Oh Sehun di bibirnya. Dan malam itu Sara tidak dapat tidur dengan tenang karena setiap dia memejamkan matanya, kejadian Sehun yang menciumnya kembali terulang dan terulang di pelupuk matanya.

.

.

“Sara-ya wasseo?” Mihyun berlari mendekati Sara yang baru saja menginjakkan kaki dirumahnya.

“Niga wae yeogisseo?” Sara bertanya malas.

“Aku bosan. Kau tidak bisa ku hubungi jadi ya aku datang kesini saja. Ternyata kau tidak ada.” Jawab Mihyun.

“Haraboji-neun eodiga?” tanya Sara lagi ketika kakeknya tidak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet