Chapter 20

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

Beberapa pekan terlampaui semenjak kemunculan Baekhyun di depan kediaman Keluarga Shin yang mana telah mengacaukan isi kepala Dahui. Otaknya seakan menolak untuk menyeka segala hal yang diutarakan Baekhyun sore itu. Terutama kalimat terakhir yang meluncur dari kedua bibir tipisnya. Dahui pikir ia nyaris sinting dengan seluruh kekalutan yang kini tengah melanda diri. Sementara fakta bahwa ia masihlah kekasih dari Park Chanyeol membuat rasa bersalah setia bercokol dalam hati.

Entah bagaimana, gadis itu mampu melalui ujian akhir yang begitu menguras mental. Kendati ia tak yakin dengan hasil yang akan diterima, namun tak dapat dipungkiri bahwa Dahui telah mengerahkan seluruh kewarasan yang tersisa untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian. Bukan sesuatu yang mudah memang, namun kelegaan tak pelak membasuh hati tatkala ia beranjak keluar dari kelas sebelas selepas mengumpulkan kertas ujian terakhirnya.

Dengan kening berdenyut ia melangkah beriringan dengan Bina menuju kafetaria guna mengisi perut. Kini ia hanya mampu berharap bahwa hasil ujiannya memuaskan agar gadis itu dapat menduduki kelas 12 di tahun ajaran baru. Mengingat hari kelulusan Baekhyun dan Chanyeol tinggal di depan mata membuat perutnya melilit. Ia sama sekali tak memungkiri bahwa jauh dalam lubuk hati, ia tak ingin kehilangan Byun Baekhyun. Bahwa setelah lelaki itu lulus, mereka takkan pernah lagi bersinggungan di sekolah. Ironisnya, hari kelulusan Baekhyun adalah satu-satunya hal yang menjadi keinginan terbesarnya beberapa bulan lampau, jauh sebelum perasaan brengsek itu menggerogoti hatinya.

Terkenang akan Baekhyun, nampaknya ia memutuskan untuk benar-benar memberikan Dahui waktu guna merenung. Tentu demikian lantaran gadis itu tak pernah lagi bertukar sapa dengannya. Jika berpapasan di koridor sekolah maupun kafetaria, keduanya hanya saling melempar tatapan penuh makna. Tak satu pun dari mereka yang berniat untuk bersambang dan menyambung konversasi yang terpenggal beberapa pekan lalu. Sejatinya, Dahui merasakan sekelumit kekecewaan mendapati Baekhyun yang memutuskan untuk mengamini ucapannya. Kendati benar adanya ia membutuhkan banyak waktu untuk berpikir, namun entah mengapa hatinya justru mendambakan hal yang bertolak-belakang. Dan mengingat ia tak memiliki banyak waktu sebelum hari kelulusan, rasa takut tak pelak menyelinap masuk. Bagaimana jika ini adalah akhir dari segalanya? Shin Dahui dan Byun Baekhyun, bagaimana jika mereka memang tak seharusnya bersama? Apakah ia akan tetap menjadi kekasih dari sahabat Baekhyun?

Dahui menyadari bahwa persahabatan antara Chanyeol dan Baekhyun tak lagi terjalin seerat dulu. Pada saat jam rehat, Chanyeol lebih memilih untuk duduk di meja Dahui dan Bina. Sementara Baekhyun melalap waktu istirahat bersama Jongdae, Kyungsoo, dan Yixing. Tentu sembari saling melempar pandangan di sana-sini. Kendati tak ingin mengakuinya, namun Dahui menikmati momen ketika mereka mencuri-curi pandang.

“Dahui, kau tidak kasihan dengan Chanyeol?” tanya Bina tiba-tiba saat dalam perjalanan menuju kafetaria.

Kepala gadis itu meneleng bingung. “Kasihan bagaimana, maksudmu?”

“Apa kau tidak sadar bahwa selama ini kau lebih banyak mengabaikannya? Kuperhatikan kau lebih banyak melamun dan tidak begitu mendengarkan Chanyeol saat sedang berbicara.”

Dahui menggigit bibir bawah, berupaya membendung rasa bersalah yang kini kembali merangkak naik ke permukaan hatinya. Tentu saja ia menyadari hal itu. Dan kendati Dahui ingin memberi peluang untuk hubungan mereka, entah mengapa hati dan benaknya tak urung menyerukan nama Baekhyun. Tak jarang pula gadis itu menciptakan skenario perpisahan dengan Chanyeol dalam kepalanya. Ia benci mengakui hal ini, namun Dahui sadar bahwa ia sudah tak memiliki sekelumit perasaan apapun terhadap Chanyeol.

Gadis itu menarik napas dalam sebelum akhirnya memutuskan untuk membalas ucapan Bina. “Aku sedang berusaha, Kang Bina. Tak kusangka akan sesulit ini.”

“Kau masih menyukai Baekhyun, bukan?”

Sontak tungkainya berhenti melangkah dan maniknya membalas tatapan Bina dengan pancaran rumit. Ia sendiri tak dapat menjabarkan apa yang kini tengah dirasakan hatinya. Tentu Dahui tahu bahwa Bina telah menaruh curiga sejak lama mengenai perasaannya terhadap Baekhyun. Namun setiap kali sahabatnya itu menyinggung perihal tersebut, Dahui benar-benar terdampar. Semua ini masih terasa asing baginya. Ia tak pernah terlibat dalam hal percintaan sebelumnya. Dan kenyataan bahwa Bina memahaminya begitu baik membuat Dahui merasa ditelanjangi di hadapannya.

Tanpa sadar, kepala gadis itu mengagguk dengan napas tercekat, tak menyangka bahwa ia baru saja mengkonfirmasi pertanyaan sahabatnya. Kedua mata kecilnya membeliak lebar dengan jantung berdengap liar. Sepasang bibir tersebut tak terkatup rapat dan Dahui sampai harus mengepalkan kedua tangannya guna menudungi getaran.

Bina menghela napas berat, “ini terlalu rumit, Shin Dahui.” Timpalnya sembari menyerongkan kepala seolah-olah tengah berpikir keras. “Bagaimana jika kau berkata jujur saja pada Chanyeol?”

“Tidak mungkin!” sanggahnya. “Aku tidak mungkin bisa mengatakan hal yang sejujurnya tentang perasaanku. Aku tidak ingin melukai Chanyeol.”

“Tapi kau justru akan membuatnya lebih terluka dengan bersikap seperti ini. Chanyeol sangat memedulikanmu, aku yakin ia akan mengerti jika kau jelaskan yang sebenarnya.”

Kepala Dahui menggeleng cepat. “Lalu apa? Setelah aku mengatakan apa yang kurasakan, lantas bagaimana?”

Bina mengangkat tangan guna menggaruk sisi kepala yang tidak gatal. Ia pun ikut merasa frustasi perkara status percintaan Dahui yang terlampau runyam. “Berikutnya keputusan ada di tanganmu. Apakah kau bersedia menyatakan perasaan kepada Baekhyun?”

Gadis itu membisu seketika. Ia tentu belum memberi tahu Bina perihal ketibaan Baekhyun di depan rumahnya beberapa pekan lalu. Dahui terlampau drepesi untuk harus menyuarakan kembali insiden emosionalnya bersama Baekhyun. Terlebih, ia yakin bahwa Bina mengetahui tentang perasaan Baekhyun untuknya. Dahui ingat tatkala gadis itu berusaha meyakinkannya bahwa Baekhyun benar-benar memiliki rasa suka. Namun masih tetap sulit dipercaya saat Baekhyun menyatakan perasaan dengan mulutnya sendiri.

“Bina, aku tidak ingin memikirkannya.” Ia memutuskan untuk menyambung langkah ke arah kafetaria. Sementara Bina segera menyejajarkan kesenggangan dengan Dahui.

Setibanya di lokasi tujuan, kedua gadis tersebut memutuskan untuk menempatkan meja kosong di sudut ruangan setelah sebelumnya mengambil beberapa santapan. Dahui memilih untuk membanting topik dengan menanyakan perihal perjodohan Bina. Yang mana gadis itu menjawab dengan senyum lebar pada paras cantiknya.

“Aku menyukainya. Pertemuan kedua kami berjalan lancar. Ia adalah mahasiswa tahun pertama di Universitas Seoul. Namanya Kim Joonmyeon.”

“Aku yakin ia juga berasal dari keluarga terpandang.” Timpal Dahui, mulai tampak tertarik untuk membahas topik yang ia usung sendiri.

Bina mengangguk bersemangat. “Ayahnya adalah dokter ahli bedah dan salah satu petinggi di Samsung Medical Center.”

Dahui tersenyum iri mendengar jawaban si Sahabat. “Oh, tentu saja.” Ia memutar kedua bola matanya. “Kau selau mendapatkan yang terbaik. Kuharap orangtuaku juga menjodohkanku dengan lelaki tampan dari keluarga terpandang agar aku tak perlu melalui pengalaman patah hati seperti ini.” ujarnya separuh jengah sembari mengaduk-aduk jus jeruk di hadapannya. Bukan kesal terhadap Bina, melainkan kepada masa remajanya yang tampak begitu pelik untuk dihadapi.

“Mm… sejujurnya kau memiliki dua lelaki tampan dari keluarga terpandang yang tengah memperebutkanmu. Kau hanya perlu memilih salah satunya.” Singgung gadis itu lirih, berusaha untuk tak menyentuh perasaan sensitif Dahui.

Sekonyong-konyong Dahui terbatuk begitu kencang hingga ia harus memukul dadanya yang terhimpit. Jika ditelaah lagi, ucapan Bina ada benarnya juga. Namun yang menjadi masalah adalah, ia tak memiliki nyali untuk memilih. Terlebih, Dahui masih merasa trauma akan pengkhianatan Baekhyun. Kendati ia telah menjelaskan segalanya, namun Dahui tak ingin memercayai ucapannya sepenuhnya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Bina, cemas.

Dahui memutuskan untuk menyesap jus jeruk yang sejak tadi tak nampak menggairahkan. “Jangan berkata sembarangan seperti itu.” Ujar Dahui, mengelus dada guna meredakan gemuruh hebat.

“Aku hanya mengatakan hal yang jujur.”

Belum sempat Dahui membalas ucapannya, niat tersebut terurung kala sosok Chanyeol memutuskan untuk mendudukkan diri di sisi Dahui. Ia menyunggingkan senyum kepalang lebar, nyaris merobek kedua sudut bibirnya. Maniknya berbinar bahagia saat bersinggungan dengan milik Dahui. Gadis itu menelan saliva dengan upaya keras, bertanya-tanya jika Chanyeol telah mencuri dengar percakapan mereka.

“Hei, apa kabar?” tanyanya dengan suara baritonnya.

Dahui berdeham beberapa kali guna menjernihkan tenggorokan, lantas menyahut singkat, “baik.”

“Bagaimana ujianmu tadi?”

“Baik, kurasa?”

“Kau dapat mengerjakannya dengan mudah?”

Gadis itu bergeming sejenak, lantas menggidikkan bahu. Sementara Bina memperhatikan semua itu dengan berat hati. Hubungan mereka benar-benar tidak seimbang. Tampak jelas bahwa Chanyeol mengerahkan lebih banyak usaha untuk mempertahankan jalinan. Sementara Dahui bersikap seakan-akan yang tidak tahu cara untuk membalas perhatian Chanyeol.

“Hari ini adalah hari terakhir kami. Dan pekan depan adalah upacara kelulusan.” Ujar Chanyeol kemudian, berhasil menarik atensi kedua gadis tersebut.

“Jadi kalian tidak akan hadir ke sekolah lagi setelah ini?” tanya Dahui dengan kedua alis berjingkat.

Lelaki itu menganggukkan kepala, namun Dahui merasakan sesuatu yang panas di sudut hatinya. Nama Baekhyun mulai berkeliaran dalam benak kendati ia telah berjuang keras guna menyingkirkannya selama tiga puluh menit belakangan. Ini adalah hari terakhir di mana ia dapat bertemu Baekhyun. Ini adalah hari di mana Dahui harus menutup buku yang menceritakan kisah hidupnya sejak kehadiran Byun Baekhyun. Namun mengapa hatinya justru menjerit lirih?

“Mm… Dahui,” panggil Chanyeol kemudian. Rautnya bersalin datar, lesap sudah senyum lapangnya. “Bisakah kita berbicara? Hanya berdua?” kedua alis Chanyeol berjingkat penuh harap, memberi kegaduhan dalam rongga dada Dahui. Entah mengapa perasaannya mengatakan bahwa Chanyeol ingin membahas perihal hubungan mereka. Apakah ia pula menyadari sikap acuh tak acuhnya?

Gadis itu melirik Bina yang hanya dapat menatap keduanya secara bergiliran, memilih untuk tak ikut campur. Hingga akhirnya ia memberikan anggukkan pelan untuk Chanyeol.

Kepala lelaki itu lantas meneleng ke arah Bina. “Kupinjam Dahui sebentar,”

Bina terkesiap, “Te-tentu saja.”

Sesaat setelahnya, Chanyeol menarik pergelangan tangan Dahui hingga berdiri dan membawanya berjalan menuju tangga sekolah.

 

 

Dahui mendapati bahwa ia tengah berpijak di atap sekolah, dengan sosok jangkung Chanyeol tepat berada di sisi kanannya. Kedua maniknya menatap jauh ke gedung-gedung pencakar langit di sekitar area sekolah, berusaha berkelit dari pandangan intens Chanyeol. Tentu ia sadar bahwa lelaki tersebut hendak mengusung sebuah topik yang tak ingin ia bahas sama sekali. Status hubungan mereka butuh ketegasan, dan Dahui belum siap membeberkan perihal perasaannya terhadap Chanyeol.

Sebuah dehaman berat yang berasal dari sisi kanannya sedikit banyak membuat tubuhnya berjengit. Dengan berat hati kepala gadis itu meneleng, mempertemukan maniknya dengan mata bulat Chanyeol. Sebuah senyum tipis mendekorasi paras rupawannya. Kendati demikian, tak dapat dipungkiri bahwa Dahui menemukan sekelumit luka dalam pancarannya. Ia merasakan debaran kencang di balik rongga dadanya disertai oleh napas sesaknya. Menyaksikan kekecewaan Chanyeol adalah hal tersukar yang harus ia hadapi hari ini.

“Aku… ingin menanyakan sesuatu.” Suara baritonnya berhasil mengempas Dahui keluar dari renungan.

Gadis itu menaikkan kedua alis, meminta Chanyeol untuk menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi tertahan di ujung lidah.

“Apakah kau menyukaiku?”

Dahui menggigit bibir bawah tampak gamang, sebelum Chanyeol kembali mengoreksi pertanyaannya sendiri.

“Sebagai seorang pria.” Imbuhnya sembari mengangkat tangan guna menyasap tengkuk. Pada kenyataannya, ia pula merasa kikuk dengan situasi yang tengah mereka lalui kini. Dan kendati ia tahu jawaban sebenarnya, namun lelaki itu hanya ingin mendengarnya secara langsung dari mulut Dahui. Ia ingin memantapkan hati untuk memetik sebuah keputusan besar sebelum semuanya terlambat.

Perasaannya terhadap Dahui adalah sebuah fakta. Ia yakin akan hal yang satu itu. Namun sejak awal, lelaki tersebut mendapati bahwa hubungan yang tengah ia jalani bersama Dahui terkesan tidak sehat. Komunikasi mereka tak begitu baik, pun dengan perhatian minim yang diberikan Dahui kepadanya. Chanyeol merasa ia telah memberikan begitu banyak hal untuk Dahui namun tak menerima sambutan yang setimpal. Dan ia paham benar apa yang menjadi penyebab utamanya. Sebelum perasaannya untuk Dahui berakar terlalu dalam, Chanyeol rasa ia berhak untuk memproteksi dirinya sendiri.

“A-aku… te-tentu saja aku menyukaimu…” Dahui mulai membuka suara. Ia bergeming sejenak guna menemukan kalimat yang tepat agar tak menyakiti perasaan Chanyeol, namun berbuah nihil. Apapun jawaban yang keluar dari mulutnya hanya akan meninggalkan goresan luka pada hatinya. “…sebagai teman.”

Lelaki itu menpisikan bibir sembari menarik napas tajam, tak menyangka bahwa ia merasakan sebuah tikaman brutal dalam dadanya. Kendati ia sudah mempersiapkan diri untuk mendengar yang terburuk, namun tentu tak dapat dipungkiri bahwa ia memiliki perasaan untuk gadis yang kini tengah berdiri di hadapannya ini. Perlahan, kepalanya mengangguk paham, menuntut senyum lemah pada wajah lesunya.

“Sudah kuduga,” gumamnya sambil berdecak.

“Tapi sungguh, aku pernah menyukaimu. Aku menyukaimu cukup lama sebelum—”

Kalimat Dahui tertangguh saat ia menyadari bahwa ia nyaris menyuarakan perasaannya terhadap Baekhyun kepada Chanyeol. Gadis itu memilih untuk mengatupkan mulutnya rapat-rapat sembari membuang muka ke sisi kiri. Ia dapat mendengar gemuruh hebat yang tengah melanda hatinya. Ia takut untuk melukai Chanyeol lebih dalam lagi dengan pengakuan yang tak sepatutnya ia suarakan.

“Sebelum kau menyukai Baekhyun, bukan?”

Napas Dahui tercekat di tenggorokan dengan kedua tangan terkepal erat di setiap sisi tubuh. Kedua mata itu membeliak lebar tatkala ia kembali mempertemukan manik mereka. Lidahnya tiba-tiba kelu dan kalimat Chanyeol seakan-akan berhamburan dalam benak. Lelaki itu tahu. Ia telah mengendus perihal perasaan Dahui untuk Baekhyun. Apakah gelagatanya begitu mudah diselami?

“Aku tahu, Dahui,” imbuhnya kemudian sembari terkekeh kecut. “Itu sebabnya aku mengajakmu kemari. Sebelumnya, aku ingin menyatakan perasaanku sekali lagi. Aku masih menyukaimu hingga detik ini. Aku masih ingin berada di sisimu. Aku masih berharap bahwa akulah orang yang membuatmu bahagia. Tapi kurasa aku sudah terlambat, eh? Aku terlalu bodoh untuk menyadari lebih awal bahwa kau pernah memiliki perasaan untukku. Dan sejujurnya, aku menyesalinya.”

Kening Dahui mengernyit bingung, ia merasakan bendungan air mata di pelupuknya. Amarah perlahan-lahan merangkak naik, membenci dirinya sendiri lantaran telah terperdaya oleh pesona Byun Baekhyun. Semua takkan berakhir semalang ini jika saja ia tak membiarkan dirinya menyukai lelaki menyebalkan tersebut. Sudah tentu bahwa detik ini ia tengah menjalani hubungan impiannya bersama Chanyeol jika Dahui bisa lebih piawai dalam menata perasaannya.

“Jadi, Dahui,” lelaki itu kembali membuka suara. “Kurasa kita harus mengakhirinya sampai di sini. Karena aku tidak menyangka bahwa aku sudah menyakiti dua orang sekaligus.”

“Apa maksudmu?” tanya Dahui lirih dengan suara bergetar.

Chanyeol tersenyum penuh makna. “Kau dan Baekhyun. Aku berada di tengah-tengah kalian.”

Gadis itu menggeleng cepat. “Aku ingin memberikan kesempatan untuk hubungan ini.”

“Kau tidak membutuhkan ini, Dahui. Jangan menyiksa dirimu sendiri. Dan Baekhyun… perasaannya tulus.”

Kernyitan pada kening Dahui mendalam tatkala ia mendengar frasa terakhir yang terlontar dari sepasang bibir penuh tersebut.

“Aku tidak mengenal Baekhyun lagi setelah hubungan kalian berakhir. Dan aku rindu sahabatku yang dulu.”

Dahui hendak membalas ucapan Chanyeol tatkala atensi lelaki itu beralih darinya. Kedua manik kokoanya memandang jauh ke sesuatu yang berada di balik punggung Dahui. Lamat-lamat, senyumnya kembali terkembang—tampak dipaksakan.

“Kau datang,” sapanya sembari melambaikan tangan.

Tubuh Dahui berputar begitu cepat, menemukan sosok Byun Baekhyun yang kini tengah berdiri di ambang pintu. Ia terlihat sama terkejutnya dengan Dahui, tak menyangka akan menemukan gadis itu di sana. Rahangnya tak dapat terkatup rapat sementara pandangannya hanya terpusat pada Dahui.

Chanyeol memutuskan untuk beranjak guna menyambangi Baekhyun. Ia merasa bahwa tugasnya sudah selesai dan ia tak dibutuhkan lagi di sini. Lelaki itu yakin bahwa mempertemukan Dahui dan Baekhyun adalah keputusan yang terbaik bagi ketiganya. Ia tentu tak ingin kehilangan Baekhyun sebagai seorang sahabat. Namun di saat yang bersamaan, ia pula tak ingin menjadikan Dahui sebagai tawanan. Gadis itu berhak mendapatkan kebahagiaannya, dan itu bukanlah Chanyeol. Ia tentu menyukai Dahui, namun belum sampai pada tahap di mana ia dapat mengategorikannya sebagai cinta. Diam-diam, lelaki tersebut memuji dirinya sendiri lantaran ia berhasil melalui sebuah keputusan berat. Sudah sepatutnya ia merasa bangga.

Setibanya di hadapan Baekhyun, lelaki itu menepuk pundak sang Sahabat sembari memberikan anggukkan meyakinkan. “Dia sepenuhnya milikmu, Baek,” lantas, kembali menyambung langkah meninggalkan Baekhyun dan Dahui yang kini hanya saling memandang satu sama lain.

Selepas kepergian Chanyeol, manik Dahui kini terpaku pada sosok lelaki yang selama beberapa pekan terakhir kerap memadati relung kepalanya. Tubuh tegapnya telah berdiri tepat di hadapannya—bersenggang satu meter darinya. Mereka sama-sama membisu, saling meresap presensi masing-masing sembari mecari kata pembuka percakapan.

Dahui merasakan kesejukan tiada tara kala seulas senyum membingkai paras rupawan Baekhyun. Betapa gadis itu ingin membuang diri ke dalam pelukannya dan menghirup aroma tubuhnya sedalam mungkin. Ia tak pernah menyangka bahwa pada akhirnya ia akan menyukai Byun Baekhyun sejauh ini. Lelaki yang paling ia benci di penjuru SMA Chungdam justru bersalin menjadi lelaki yang paling ia butuhkan dalam hidupnya.

“Apa kau baik-baik saja?

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui