Hana

Cemburu

“Hei, stalker.”

Aemi menoleh ke sumber suara. Dia melihat Kyungsoo berjalan mendekat ke arahnya.

Sambil tersenyum.

“Aku bukan stalker.”

“Tapi tadi kamu menoleh.”

Mulut Aemi membungkam dan Kyungsoo tertawa puas. Wajah Aemi memerah menahan amarah.

Mereka sedang berdiri di depan rumah Aemi. Aemi mengurai rambutnya lagi. Untuk pertama kalinya Kyungsoo melihat wanita ini memakai rok. Tanpa sadar, senyum kecil terbentuk di wajahnya.

“Sedang apa? Menunggu seseorang?”

“Iya.” Jawab Aemi tanpa melihat ke arah Kyungsoo.

 “Aku sedang pake itu lho...” Kyungsoo tersenyum jail.

Aemi akhirnya melihat ke arah Kyungsoo. Merapatkan kedua alisnya. Bingung. “Pakai apa?”

“Kadomu waktu itu.”

Kedua mata Aemi membesar melebihi mata milik laki-laki di depannya “Kado apa?.... Isi kotak itu apa?????”

Spontan Aemi memegang kedua lengan Kyungsoo.

Panik.

“Oi. Oi. Tenang dulu, Nona. Bisa kamu lepaskan ini sebentar? Sakit.”

Aemi baru sadar kalau dia menggunakan kekuatannya terlalu banyak. “Maaf”. Hanya itu yang dia katakan setelah melepaskan lengan Kyungsoo.

“Kamu punya hobi menunduk? Kalau sedang bicara dengan orang lain, lebih baik kamu tatap matanya.”

Tiiiiiiinnn... Tiiiiinnnnnn.....

Aemi dan Kyungsoo menoleh ke arah sumber suara. Sebuah mobil berwarna hitam tepat berada di depan mereka. Kaca jendelanya turun. Menampakkan wajah seorang pemuda yang tampan “Cepat masuk.”

“Kamu terlambat 15 menit, Hun.” Aemi berlari kecil.

“Tadi macet. Apa aku mengganggu?” Kaca jendela naik kembali. Mobil perlahan berjalan menjauh. Terlihat siluet Aemi yang menggelengkan kepalanya.

“Hun?” Kyungsoo mengambil napas berat. Berpikir apa persediaan es krimnya masih ada.

***

Tidur siang.

Satu jadwal penting yang tidak bisa kulewatkan. Kupastikan tidak ada cahaya di dalam kamar. Aku tidak bisa tidur jika suasana tidak gelap dan tenang.

Untungnya di rumah ini aku tinggal sendiri. Meskipun aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk membersihkan rumah dan menyiapkan makanan apa adanya – aku tidak bisa diandalkan dalam hal memasak, tapi setidaknya adikku yang perusuh itu tidak mengganggu.

Tidak sebelum adikku menemukan alamat rumahku. Ya. Aku memohon pada orang tuaku untuk merahasiakan alamat rumahku. Tapi entah dengan cara apa, adikku bisa menemukan alamat ini dengan mudah. Tidak sia-sia dia menjadi seorang jaksa. Untuk saat ini, aku ingin menikmati waktu istirahat langka ini.

Aku merasakan tangan lembut yang membelai wajahku. Keadaanku masih setengah sadar. “Kyungsoo?”. Tanpa sadar aku melontarkan namanya.

Aku bisa mendengar seseorang menahan tawa. Tapi pada akhirnya, tawa itu meledak membuatku membuka mata. Aku melihat Sehun berguling-guling di atas lantai sambil tertawa memegang perutnya. Apa yang anak ini anggap lucu?

Hahahahahahahahaha

Kebiasaannya kalau sudah tertawa, tidak akan berhenti sebelum dipukul. Aku pukul kepalanya. Kutarik badannya yang tinggi dengan memegang telinga kirinya. Dia mengaduh kesakitan sambil memegangi telinganya yang mulai memerah.

“Dasar nenek sih*r!”

Aku memberikan tatapan ingin membunuh padanya tapi dia hanya cengingisan.

“Kyungsoo?” Dia menyebutkan nama itu dengan nada meledek membuatku tersadar. Apa tadi anak ini mendengarnya? Aku segera memukulinya tanpa henti dan berteriak menyuruhnya untuk keluar dari kamarku.

“Aduh! Maafkan aku, noona! Aduh!”

“Diam dan cepat keluar! Jangan ganggu tidur siangku! Bagaimana kamu bisa masuk?”

Sehun berlari agak menjauh. Aku mengurungkan niat untuk mengejar. Mengambil napas lebih penting. Dia meraih saku belakangnya. Kemudian tangan kanannya memegang sesuatu yang sepertinya itu adalah kunci. Darimana anak ini bisa mendapatkan kunci rumahku?

“Darimana kamu bisa mendapatkan kunci rumahku?”

“Jangan meremehkan jaksa muda ini.” Dia tertawa seperti anak kecil.

Aku mengambil napas berat. Mencari benda lentur untuk menguncir rambutku seperti ekor kuda. Aku keluar dari kamar menuju ke dapur diikuti oleh Sehun. Dia berbicara panjang lebar tentang Mira – kelincinya. Umurnya boleh sudah menginjak 23 tahun. Tapi perilakunya masih seperti anak kecil. Kenapa bocah seperti ini bisa menjadi jaksa di usianya?

Aku membuka kulkas untuk menemukan air mineral. Haus. Aku meminumnya langsung dari botol sebanyak tiga tegukan lalu mengembalikan botol itu ke dalam kulkas. Lalu aku berjalan ke ruang tengah untuk menonton sesuatu yang menarik. Kalau ada. Dan Sehun masih mengekor. Dia duduk di sampingku. Apa anak ini tidak ada kerjaan?

“Apa kamu tidak ada kerjaan? Kenapa datang ke sini?”

"Kyungsoo.”

Nama itu lagi.

"Iya. Ada apa dengan Kyungsoo? Kalau kamu ada urusan dengannya, kenapa malah datang ke sini? Rumahnya ada di sebelah.”... “Kamu belum pernah menyapanya, kan? Dulu waktu kecil kalian sangat akrab...”

"Noona masih menyukainya?”

Tiba-tiba nada bicaranya terdengar serius. Ada apa dengan pertanyaan anak ini?

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?”

Dia menyandarkan punggungnya ke sofa. Mengangkat sebentar bahunya “Hanya penasaran?”

"Bukan urusanmu.” Aku bisa merasakan detak jantungku yang sangat cepat saat mendengar pertanyaan tadi.

“Bagaimana dengan Kyungsoo-hyung?”

Seketika aku menengok melihat wajah datar Sehun menyaksikan acara berita di TV.

“Kyungsoo?” Ah. Suaraku lirih dan bergetar menyebutkan namanya.

Aku tidak pernah tahu tentang perasaannya. Kami berpisah selama 18 tahun dan baru bertemu lagi dua minggu ini. Tidak ada yang berubah darinya. Tetap saja dia suka menjailiku. Membuatku marah tanpa alasan. Aku tidak pernah tahu tentang perasaannya.

“Bagaimana kalau hyung sudah punya seseorang?”

Seketika itu pula rasanya kadar oksigen di sekitarku menipis. Kami hanya duduk diam hingga waktunya makan malam.

Sehun berdiri dari sofa. Mengajakku makan malam di luar “Aku tidak mau makan masakan kakak yang amburadul.”

“HEY!”

***

Di tangannya ada sebuah surat kabar sembilan tahun yang lalu. Terselip sebuah berita tentang seorang gadis bernama Hana. Sehun mendesah. Menyalahkan setiap kebetulan yang selalu dihadapinya. Dia melipat surat kabar itu dan meletakkannya ke atas meja kerjanya. Ponselnya berdering “Halo? Ayah? Baik... Tadi sudah makan malam dengan kakak... Iya. Kakak juga baik-baik saja... Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sunghky05 #1
Chapter 1: Apa bisa dilanjutkan min? Bagus ceritanyaaa.. Semangatt