Spongebob

Cemburu

Delapan belas tahun yang lalu – saat usiaku masih 7 tahun, di samping rumah keluargaku yang biasanya sepi – ada seorang anak laki-laki yang wajah, tangan dan kakinya penuh dengan luka. Wajahnya cemberut sambil menyiram bunga mawar putih yang mungkin ditanam oleh ibunya – di halaman depan rumah mereka. Sudah seminggu lamanya mereka mengisi rumah itu, baru hari ini, aku dan adik laki-lakiku yang berumur lima tahun melihat anak tunggal dari rumah bercat abu-abu itu.

Aku dan adikku hanya diam melihat, hingga dia tiba-tiba menyemprotkan air ke arah kami. Adikku malah tertawa seperti diajak bermain oleh anak asing itu. Wajah anak itu yang awalnya hanya ditekuk, perlahan ikut tertawa menyaksikan adikku seru bermain air yang jatuh dari atas. Sepuluh menit kemudian, aku tahu kalau namanya adalah Kyungsoo.

***

Sebelas tahun yang lalu – saat usiaku 15 tahun, ada keluarga yang pindah ke rumah kosong di samping rumah kami. Aku ingat rumah itu sudah kosong sejak bertahun-tahun yang lalu. Keluarga baru yang menempati rumah itu memiliki sepasang anak perempuan kembar. Dan sepertinya aku tertarik pada sang kakak - Hana.

***

“Berhenti mondar-mandir. Kepalaku mulai pusing.”

Baekhyun menutup buku tentang hewan menggeliat – ulat yang dibacanya. Dia letakkan buku itu di atas meja ruang tengah. Dia mencopot kacamatanya lalu menekuk lalu memasukkan ke dalam kantong lalu meletakkannya ke atas meja.

Dia bersama Kyungsoo sedang ada di rumah bocah yang saat ini masih mondar-mandir di depan TV. Kyungsoo akhirnya berhenti. Hendak membuka mulutnya tapi tidak jadi. Dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa panjang yang kosong. Baekhyun duduk di sofa single daritadi.

“Jadi? Kenapa aku harus ke rumahmu?”

Kyungsoo melompat membuat posisi duduk bersila. Dia menekuk kepalanya ke kiri sebentar. Lalu ke kanan. Lalu kembali tegak. Dia memijat keningnya dengan dua jari.

“Tidak tahu.”

Baekhyun mendesah. “Kupikir hari ini aku bisa makan siang gratis.” Baekhyun mulai mengeluarkan kacamatanya dari kantong lagi. Hendak meneruskan membaca.

“Kamu lapar? Mau aku buatkan sesuatu?”

Melihat wajah antusias dari Kyungsoo malah membuat Baekhyun enggan menanggapi. Dia lebih memilih untuk melanjutkan membaca buku yang dianggapnya menarik itu.

Kyungsoo berjalan cepat merajuk manja pada Baekhyun. Menggoyang-goyangkan seluruh badan Baekhyun. Saat Baekhyun hendak meluapkan amarahnya, bel pintu depan berbunyi. Mereka saling menatap. Bingung.

Ding... dong... suara bel pintu terdengar lagi. Baekhyun memberi isyarat pada Kyungsoo untuk membuka pintu. Kyungsoo menggeleng.

“Ini rumahmu.”

Kyungsoo berdecak merasa kalah. Akhirnya dia berjalan malas ke pintu depan. Membuka pintu untuk mendapati sodoran kotak dibungkus rapi dengan kertas kado warna coklat. Keningnya berkerut.

“Ini! Untukmu!”

Aku mengenal suara ini. Aemi, kan?

Kyungsoo menyingkirkan pelan kotak yang menghalangi pandangan matanya – ke bawah. Kyungsoo tersenyum bangga mengetahui pendengarannya tidak salah. Hari ini Aemi mengurai lepas rambut hitamnya. Senyum bangga di wajah Kyungsoo lenyap berganti penyipitan mata tanda menyelidik.

“Untuk ap- ... Mau masuk sebentar?”

“Tidak. Aku cuma ingin memberikan ini lalu pulang.”

Sekali lagi Aemi menyodorkan bingkisan itu. Sekali lagi Kyungsoo menyingkirkan bingkisan itu dari hadapannya.

“Aku memaksa. Cepat masuk.”

Kyungsoo tidak menunggu tanggapan. Dia lantas berbalik badan memimpin Aemi untuk masuk ke rumahnya.

Satu langkah. Dua langkah. Duk. Ada sesuatu yang cukup keras terlempar di kepala Kyungsoo. Lebih tepatnya kepala belakang. Tidak sakit. Tapi lumayan terasa.

Geram si Korban berbalik melihat sang Tersangka sudah kabur. Kyungsoo meneriaki Aemi dengan segala umpatannya. Tidak peduli kalau yang dia umpati itu teman masa kecilnya. Tidak peduli dia seorang wanita.

Puas. Kyungsoo memungut bingkisan di lantai lalu menutup pintu kasar. Berjalan ke ruang tengah sambil membuka – menyobek bingkisan itu.

“Siapa?”

Pertanyaan Baekhyun tidak dijawabnya. Kyungsoo malah tertawa terbahak setelah membuka bingkisan itu. Dia melempar bingkisan ke atas meja. Melempar tubuhnya ke atas sofa. Memegang perut, berguling, tertawa, menyeka air mata, tertawa.

Baekhyun memungut secarik kertas di atas meja yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun.

“Hari ini ulang tahunmu?” Berteman bertahun-tahun tapi tidak peduli dengan tanggal ulang tahun masing-masing.

Sekali lagi Kyungsoo tidak menjawab pertanyaannya. Baekhyun mengerutkan keningnya. Penasaran, dia meraih bingkisan itu.

“Seleramu seperti ini?”

Pertanyaan Baekhyun menggantung tak dijawab. Dia membentangkan boxer kuning berhias wajah spongebob dengan berbagai ekspresi membuat tawa Kyungsoo tambah meledak.

Rrrrrr....Rrrrrrrr....

Kyungsoo menyeka air mata bahagia yang keluar dari matanya. Dia meraih ponselnya di atas meja. Membuka sebuah pesan. Dari Aemi.

Maaf. Aku salah membungkus barang.

***

“Hani!!! Tebak apa yang terjadi hari ini?”

Hani bingung melihat kakaknya- saudara kembarnya, Hana tersenyum girang sangat bahagia. Terakhir dia lihat tadi siang saat istirahat di sekolah, Kyungsoo menemui kakaknya di dalam kelas dan mengajaknya untuk makan siang bersama.

“Berhubungan dengan Kyungsoo?”

Hana mengangguk antuasias. “Ayo tebak.” Hana menggoyang-goyangkan lengan Hani yang terlihat malas menanggapi. Hani menghela napas. Ingin rasanya memukul gadis di depannya saat ini.

“Kalau berhubungan dengan Kyungsoo, dia bernapas aja udah bikin kamu sumringah.”

“Hei.” Hana memukul lengan adiknya dengan lembut tapi agak kesal. Hani tertawa puas berhasil membuat kakak yang kekanakan ini cemberut luar biasa.

“Bercanda. Memangnya ada apa? Kalian jadian?”

Hana mengangguk mantap tapi kemudian malu sendiri mengingat kejadian saat istirahat makan siang tadi.

***

Aemi menatap jaket hitam – barang yang seharusnya menjadi hadiah untuk Kyungsoo ada di pangkuannya. Pandangannya beralih pada si Adik yang sedang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memilah-milah acara TV.

Aemi melempar bantal tepat mengenai kepala si Adik. Lempar lagi dan lagi hingga semua bantal di dekatnya menghilang berceceran di atas lantai.

Kali ini giliran si Adik yang mengalihkan fokusnya pada sang Kakak. Memasang wajah kesakitan dan bingung. Kenapa tiba-tiba kakaknya mengamuk? PMS?

“PMS?”

Aemi hendak melempar jaket di pangkuannya tapi tidak jadi. Si Adik sudah bersiap membuat tameng dan berteriak meminta maaf meskipun dia sendiri tidak yakin dengan kesalahannya. Yang dia tahu, dia malah berjasa membantu sang Kakak mengatasi kecanggungannya di depan Kyungsoo.

“Barang macam apa yang kamu masukkan ke dalam kotak?”

“Noona tidak membukanya bersama dengan Kyungsoo-hyung?”

“Jawab!”

Si Adik memutus kontak mata dengan sang Kakak. Mencoba mengulur waktu. Di sudut matanya, dia tahu kalau sang Kakak sudah siap menerkam kapan saja. Apa tidak ada orang di luar sana yang mau menolong pria polos baik hati yang sedang tersudut ini?

Rrrrrrr....Rrrrrrr...

Si Adik menyunggingkan senyumnya meraih ponsel di saku celananya. Senyumnya semakin lebar saat melihat siapa yang sedang menantinya untuk menjawab telpon. Dia tersenyum menang sambil menunjukkan layar ponsel kepada sang Kakak. “Appa” terpampang jelas di layar ponsel.

“Halo?”

Ada kesempatan kabur. Si Adik berjalan keluar dari rumah sambil bercengkerama bahagia dengan ayahnya. Sebagai ucapan perpisahan, Sinta melemparkan semua bantal yang berceceran di atas lantai sambil berteriak.

"Jangan ke sini lagi!”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sunghky05 #1
Chapter 1: Apa bisa dilanjutkan min? Bagus ceritanyaaa.. Semangatt