Hello

I Told You I Wanna Die (Woogyu Version)
Please Subscribe to read the full chapter

TITLE              : HELLO (SEQUEL OF I TOLD YOU I WANNA DIE)

AUTHOR         : DAVIDRD

PAIRING        : WOOGYU

GENRE            : ANGST, ROMANCE, ACTION

RATING          : PG-13

LENGTH         : ONESHOT

WORD COUNT           : 8372

NOTE :

Mian kalo banyak typo, cerita jelek, berbelit-belit maklum author masih amatiran.

Don’t like don’t read. No bashing please! No harsh comment whatsoever!

Terkadang melepas apa yang kita miliki adalah salah satu cara mencapai kebahagiaan. Mengekang sesuatu yang tidak seharusnya menjadi milik kita hanya akan membuat kita sedih, sakit, dan terpuruk. Mungkin kita tidak menyadari seberapa besar kebahagiaan yang akan kita dapatkan ketika kita melepasnya karena ketakutan akan kehilangan, tetapi selalu ada kesempatan untuk mencari tahu dan mencoba. Begitu juga dengan hidupku. Aku telah melepaskan satu-satunya hal paling berharga dalam hidupku, Woohyun.

 

 “Hyung, apa yang sedang kau pikirkan?” seorang pemuda beralis tebal menatap ke arahku dengan tatapan menyelidik.

 

“Ah, ne. Apa yang barusan kamu tanyakan Hoya?” sontak saja aku menghentikan kegiatan melamun yang sudah menjadi kehidupan kedua bagiku setelah kejadian waktu itu, empat tahun yang lalu.

 

“Hyung, apa kau sakit?” pemuda yang lebih pendek dariku itu berusaha meletakkan punggung tangannya di dahi mencoba mengecek apakah aku demam atau tidak, tapi sebelum tangan itu sempat mendarat di kulitku aku menepisnya pelan sambil mencoba memasang senyum di wajahku,”Nan gwaenchana Hoya.”

 

“Really? But you look tired and a little pale,” ucap Hoya sambil mengangguk-angguk pada tiap perkataannya mencoba mengamatiku sekali lagi.

 

“Mungkin aku hanya kelelahan jadi kau tidak perlu khawatir. Ah, itu Dongwoo sudah datang!” ujarku mencoba mengalihkan perhatian. Aku benci ketika dia terlalu khawatir dengan kesehatanku, aku tahu aku sangat senang dan bersyukur karena ada orang yang memperhatikanku seperti ini, tapi aku tidak ingin menjadi beban bagi semua orang. Sudah cukup sekali dalam hidupku aku menggantungkan hidupku pada orang lain, aku tidak ingin semuanya terulang lagi.

 

Menggantungkan hidupku pada orang lain sama saja memberikan harapan palsu bagi diri sendiri. Membuatku berkhayal dan memimpikan hal-hal yang menyenangkan walaupun pada kenyataannya hanya pahitnya hidup yang aku rasakan. Seberapa besar tingkat ketergantungan pada orang lain akan meninggalkan sakit yang sepadan bahkan berlipat-lipat. Sama halnya dengan sakit yang kurasakan sekarang. Sakit karena aku terlalu bergantung pada Woohyun dan merindukan kehadirannya di sisiku.

 

Hoya mengalihkan pandangannya dan tersenyum setelah mendapati kekasihnya sudah datang menjemputnya,”Dongwoo baby,” panggilnya segera sambil melambaikan tangannya. Pemuda yang dipanggil membalas senyuman kekasihnya dengan cengiran lebar khas dinonya dan berjalan menuju meja tempat kami duduk.

 

“Hai Hoaegi, hai Gyu-hyung!” pemuda tegap berwajah unik bin ajaib tersenyum dan duduk di samping kekasihnya dan mencuri kecupan singkat di bibir Hoya. Mereka benar-benar serasi, aku sangat bahagia melihat mereka berdua walaupun sebenarnya terbersit rasa iri di sudut hatiku.

 

Iri karena aku tidak pernah bisa merasakan hal yang sama seperti mereka. aku tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk jatuh cinta. Ya, kata jatuh cinta saja sudah membuatku putus harapan dan sepertinya rasa sakit di hatiku kembali terbuka jika aku mengucapkannya saja. Aku tahu, aku tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi karena semua perasaan cintaku sudah kuberikan bagi Woohyun dan semuanya telah berakhir. Hatiku sudah mati seiring berjalannya waktu. Kini yang tersisa hanya sakit dan sakit, tidak ada secuil kebahagiaan sejati yang kurasakan di hidupku sekarang ini.

 

“Hai Dongwoo,” jawabku membalas senyumannya.

 

“Kalian sudah lama di sini?” Dongwoo yang wajahnya mirip dino itu menghadap ke arah kami berdua sambil merangkulkan lengannya ke pundak Hoya membuat kekasihnya itu nyaman.

 

“Ani, baru lima belas menit kami di sini. Oya, mana temanmu?” Hoya bertanya dengan energetiknya. Sumpah, anak ini seperti selalu penuh semangat dan selalu tersenyum cerah ceria walaupun ketika dia sedang serius, keseriusannya akan mengalahkan segalanya dan membuat orang takut untuk sekedar menegurnya.

 

“Dia sedang mengangkat telepon di luar. Sebentar lagi dia juga masuk,” jawab pemuda bernama Dongwoo yang sudah kukenal selama hampir empat tahun ini dengan santai,”Ah itu dia! Hyun di sini!”

 

Aku mengikuti arah pandangan Dongwoo yang sedang sibuknya melambaikan tangan seperti yang Hoya lakukan beberapa menit tadi. Pandanganku tertuju pada pemuda tegap berambut hitam pekat yang baru saja masuk dari pintu depan cafe membuatku tercengang dan tidak bisa bergerak sama sekali.

 

“Maaf sudah mem-,” ucapannya terhenti ketika ia melihat ke arahku dan pandangan kami bertemu.

 

“Hyun/Gyu,” serentak kami mengucapkan silabel yang sudah lama tidak kami ucapkan.

 

Flashback

 

Putih. Itulah hal pertama yang kulihat setelah aku membuka kedua mataku. Aku tidak tahu apakah aku harus senang karena aku yakin bahwa warna putih yang kulihat ini adalah langit-langit rumah sakit, atau aku harus bersedih karena keinginanku untuk mati tidak pernah terkabul. Kudengar beberapa suara cemas yang mendekat ke arah tempatku terbaring. Aku bisa mendengar dengan jelas seseorang berkata,”Oh God, dia sadar. Dongwoo hyung dia sudah sadar.” Dongwoo? Siapa dia? Siapa pemuda yang berbicara tadi? Kenapa aku bisa ada di rumah sakit? Seingatku tidak ada siapapun di markas Mr. Lee waktu itu.

 

Seorang dokter dan beberapa perawat mendekati tubuhku dan mulai melakukan beberapa pemeriksaan dengan beberapa alat kesehatan yang aku tidak tahu namanya dan tidak ingin kutahu seumur hidupku itu. Mereka seakan tercengang tidak percaya kalau aku bisa siuman seperti sekarang. Mungkin mereka sudah kehilangan harapan padaku dan mengira aku akan segera mati. “Ini sebuah keajaiban. Kita harus bersyukur pada Tuhan karena teman Anda masih diberi keselamatan,” ucapan dokter itu membuatku makin bingung. Teman? Tapi, siapa?

 

“Kau sudah sadar hyung?” seorang pemuda tampan yang terkesan imut dan beralis agak tebal setelah ia mendekat ke arahku. Aku mengenali suaranya sebagai pemuda yang berteriak tadi.

 

“Syukurlah hyung, kau tidak apa-apa,” seorang pemuda lain yang aku tidak yakin kalau dia berkebangsaan Korea menimpali ucapan pemuda satunya.

 

“Nu-nugu-se-yo?” ucapku terbata-bata. Suaraku sangat parau, aku merasahaus karena tidak minum sudah sangat lama dan tenggorokanku serasa kering dan sakit. Pemuda yang lebih pendek seakan mengerti masalahku segera mengambil segelas air putih dan menawarkannya padaku yang langsung kuterima dengan senang hati.

 

“Ehm hyung, kenalkan aku Jang Dongwoo. Aku polisi yang kebetulan menemukanmu di gudang dekat pelabuhan tiga bulan yang lalu hyung,” pemuda berwajah unik yang herannya sangat pandai berbicara dengan bahasa Korea itu memulai perkenalan.

 

“Oh, dan aku Howon. Lee Howon. Panggil saja aku Hoya hyung. Aku-,” belum sempat menjelaskan Dongwoo melanjutkan kalimat Hoya,”He is my boyfriend,” dengan bangganya dia menarik bahu Hoya dan merangkulnya hingga mereka berdiri berdampingan.

 

“Oh, jadi kalian yang menyelamatkanku?”

 

“Bukan kami, tapi Dongwoo hyung,” ujar Hoya melemparkan tatapan bangga pada kekasihnya.

 

“Ani, kebetulan saat itu kami sedang melakukan patroli karena mendengar ada yang melaporkan akan ada transaksi illegal di gudang dekat pelabuhan. Tapi, setelah kami ke sana kami tidak menemukan transaksi illegal, dan kami justru menemukan kalian.”

 

“Berapa banyak orang yang selamat?” tanyaku penasaran walaupun dalam hati aku berharap tidak ada yang selamat selain aku.

 

“Just you hyung. Dari sekian banyak korban di sana, hanya kau yang bisa kami selamatkan. Kondisi korban yang kami temukan sudah sangat parah, mereka sudah meninggal. Waktu kami sampai, seolah di tempat itu baru saja terjadi pertarungan maut karena banyak darah dan mayat.”

 

“Tidak adakah seorang laki-laki paruh baya yang selamat di sana?” tanyaku penasaran karena seingatku salah satu anak buah Mr. Lee yang menusukku masih hidup dan sehat.

 

“Ani, semua yang kami temukan sudah tewas hyung.”

 

“Hyung, apa hubunganmu dengan komplotan mafia itu?” tanya Dongwoo yang melepaskan rangkulan lengannya di pundak Hoya dan duduk di kursi kosong dekat tempat tidurku dengan tatapan serius.

 

“A-aku, a-aku, Mr. Lee,” aku merasakan oksigen yang ada di paru-paruku mendadak hilang entah kemana, darah di jantungku rasanya berdesir dengan cepat dan tidak beraturan membuat detaknya bertambah cepat membuatku semakin susah bernapas.

 

Mendengar seseorang ingin mengetahui kejadian waktu itu membuat tubuhku bergetar hebat dan tanpa terasa air mata mengalir membasahi pipiku. Rasa sakit itu perlahan kembali muncul dan menyeruak di dalam dada. Tanganku menggenggam erat dan sangat erat membuat warna putih pucat menyebar ke seluruh kulit tubuhku.

 

 “Hyun…Hyun… di mana Hyun?” suaraku bergetar menyebutkan nama itu.

 

 “Hyung, neo gwaenchana?” Hoya panik dan menggoncang tubuhku perlahan,”Dongwoo hyung, panggil dokter! Cepat!” Dongwoo yang mendengar perintah kekasihnya itu segera melesat dan mencari dokter yang menanganiku barusan.

 

“Hyun??? Hyun eodie??? Hyunnie…,” aku terus memanggil namanya berharap dia akan datang padaku.

 

Rasa sakit yang sudah familiar di tubuhku itu seakan berlipat ganda dan tidak bisa dihentikan. Tubuhku mengejang, kakiku menendang apapun yang ada di jangkauan dan kepalaku menggeleng ke kanan dan kiri tidak beraturan. Dentuman demi dentuman seperti menghantam kepalaku menimbulkan rasa pusing yang amat sangat.

 

“Hyung, bertahanlah! Kuatkanlah dirimu! Hyung,” pemuda yang baru saja kukenal itu menangis tapi aku tidak bisa menghentikan kepanikan yang melanda diriku. Aku ingin berteriak. Aku ingin Woohyun datang ke sisiku sekarang.

 

“Permisi sebentar Tuan. Kami perlu melakukan sesuatu,” dokter yang tiba-tiba muncul memberikan isyarat pada suster untuk menyiapkan alat suntik dan sebuah botol yang aku tidak tahu namanya. Aku masih bergetar dan keringat dingin mulai bercucuran di keningku. Paru-paruku serasa menyempit dan dadaku terasa sangat sakit. Sakit seperti di saat aku kehilangan Woohyun.

 

Mungkin inikah saatnya? Inikah saatnya aku harus terpejam selamanya. Rasa sakit yang kutanggung ini sudah melampaui batas. Lagipula sudah tidak ada Woohyun di sampingku yang bisa mengurangi rasa sakit ini. Lagipula sudah tidak ada lagi Woohyun di sampingku yang membuatku merasakan detak jantung, denyut nadi, dan desah napas ini.

 

“Maaf, kami terpaksa menyuntikkan sedative untuk menenangkan pasien. Serangan panik yang melanda barusan mungkin membuatnya lepas control. Pasien akan tertidur untuk beberapa jam ke depan,” ucapan dokter itu mulai samar-samar terdengar sebelum akhirnya aku jatuh ke alam mimpi.

 

Sayangnya kembali keinginanku untuk mati tidak terkabul. Terkadang aku heran dengan Tuhan. Apakah dia sangat membenciku sehingga keinginanku yang paling mudah saja tidak pernah dikabulkannya? Aku tidak meminta lebih. Aku tidak meminta Dia memberikanku kebahagiaan, keluarga, cinta, dan sahabat. Aku hanya meminta-Nya membuatku meninggalkan dunia yang kejam ini. Apakah begitu sulit mengabulkan doa seseorang sepertiku?

 

Mulai saat itu aku menjadi dekat dengan Dongwoo dan Hoya. Mereka menemaniku melewati masa-masa sulit penyesuaian diriku dengan lingkungan baru. Ya, satu minggu setelah aku siuman aku diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Awalnya aku bingung karena aku tidak kenal dengan siapapun dan tidak tahu akan tinggal di mana, tapi Yadong couple mengajakku untuk tinggal bersama dengan mereka sementara waktu.

 

Aku mendapat pekerjaan sebagai seorang barista di kafe dekat tempat tinggal kami. Kebetulan Hoya lah yang mengajakku bekerja di situ karena salah satu rekan kerjanya baru saja mengundurkan diri. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu karena dengan begitu aku bisa mengumpulkan uang sendiri untuk menyewa sebuah apartemen kecil yang kutinggali sampai sekarang. Setelah bekerja selama dua bulan aku memutuskan untuk pindah ke apartemenku dengan alasan aku tidak mau terus-terusan menyusahkan Yadong couple.

 

End of flashback

 

 

Hoya dan Dongwoo yang menyaksikan tingkah kami yang mematung seperti itu hanya bisa saling tanya dalam diam sebelum akhirnya Dongwoo memutuskan untuk memecah keheningan yang menyelimuti meja tempat kami berkumpul,”Jadi, kalian sudah saling kenal hyung?” Kami tersadar dan tanpa sengaja menjawab secara bersamaan,”Ani/Ne.”

 

“Mwo? Mana yang benar?” Hoya melongo mendengar jawaban kami yang berbeda. Dengan cepat aku menyambar,”Ani Hoya. Kami tidak saling mengenal.”

 

“Gyu hyung? Waeyo? What’s wrong?” Woohyun mendekat ke arahku dan hendak meraih tanganku tapi aku menariknya dan menggelengkan kepalaku pelan.

 

“Gyu-hyung tapi kau tahu panggilan Woohyun, bagaimana bisa kau mengatakan kalau kau tidak mengenalnya?” Dongwoo berkata disetujui oleh Hoya dengan anggukan kepalanya yang pelan.

 

“Ani. Aku tidak mengenalnya. Aku tidak pernah mengenal seseorang bernama Woohyun. Tidak pernah mengenal Nam Woohyun. Tidak pernah sama sekali,” aku mengucapkan kalimat yang sudah aku yakini selama empat tahun ini seperti mantra yang akan selalu menemani hariku.

 

Woohyun yang heran mendengarkan ucapanku merangsek ke sisi tempatku duduk dan memegang kasar bahuku memaksaku untuk menatapnya,”Yah Kim Sunggyu, bagaimana bisa kau mengatakan kalau kau tidak mengenalku eoh?” matanya menyiratkan kesedihan. Aku tidak tahu apakah dia sedang bersedih karena aku berusaha melupakannya? Atau ada hal lainnya?

 

“Ani, aku tidak mengenalmu,” tiba-tiba saja tetesan air mata jatuh membasahi telapak tangan Woohyun yang masih memegang bahuku. Dia terkejut melihatku menangis. Dia mengendurkan cengkeramannya di bahuku dan menatapku lembut,”Gyu hyung, waegurae?”

 

“Ani. Nam Woohyun sudah pergi. Dia sudah bahagia bersama Sungjong. Lupakan dia! Lupakan!” tubuhku bergetar seiring dengan derasnya air mata yang jatuh dari pelupuk mataku. Serangan panik itu datang lagi setelah sekian tahun tidak ada kabarnya.

 

Kurasakan pemuda yang tidak kutemui selama empat tahun lamanya itu menarik tubuhku yang lemah ke dalam pelukannya. Aku tahu, tubuhku semakin melemah setelah kejadian itu, tapi aku tidak peduli. Toh, impian terbesarku untuk beberapa tahun ini adalah mati. Jadi dengan melemahnya tubuhku aku tidak perlu bersusah payah mencari cara untuk mewujudkannya.

 

“Gyu gwaenchana?” dia mengusap pelan punggungku dan menciumi puncak kepalaku,”Mianhae Gyu hyung, mianhae. Jeongmal mianhae.”

 

“Lepaskan, lepaskan aku!” aku berusaha berontak dari pelukan Woohyun dan tanganku mendorong keras dada dongsaeng yang sudah sangat lama kucintai itu hingga dia terdorong ke belakang dan hampir terjatuh. Aku menggunakan kesempatan ini untuk kabur dari cafe dan berlari dengan sekuat tenaga ke mana pun kakiku membawaku. Aku tidak tahu harus pergi ke mana, aku hanya ingin jauh dari Woohyun. Berada di dekatnya seakan merobek kembali luka lama yang telah kukubur dalam-dalam.

 

“Sunggyu hyung,” samar-samar kudengar suara Woohyun di belakangku, tapi aku tidak menoleh. Pandangan mataku kabur karena air mata yang dengan bodohnya tidak mau berhenti mengalir membuatku beberapa kali terantuk batu yang ada di jalan, untung saja aku tidak jatuh. Dan sekarang aku sampai di sebuah taman yang sepi dan gelap. Aku menyandarkan tubuhku di bawah sebuah pohon besar dan terduduk lemas sambil terus terisak.

 

“Wae? Wae? Kenapa kau datang sekarang Woohyun-ah?” aku sesenggukan karena tangisan konyol ini tidak kunjung berhenti. Dadaku sakit dan rasanya tangan tak terlihat meremas jantung yang ada di dalam lindungan tulang rusukku. Sangat sakit.

 

Desir angin malam menyentuh kulitku yang hanya berbalut sweater tipis membuat bulu kudukku merinding kedinginan. Tapi herannya, rasa dingin itu terkalahkan oleh rasa sakit yang kurasakan. Kutarik kedua lututku dan mendekapnya erat di dadaku membuat tempat bersembunyi yang nyaman bagi kepalaku yang terasa berat dan pusing.

 

“Wae Woohyun-ah?? WAE???” aku berteriak sekuat tenaga tanpa memedulikan apakah akan ada orang yang mendengar teriakan bodohku ini atau tidak karena aku benar-benar frustasi.

 

BANG

 

Suara tembakan yang tidak bisa dikatakan pelan itu membuatku segera bangkit dan berlari ke arah sumber suara dengan tergesa-gesa. Aku punya firasat buruk tentang hal ini. Dalam ahati aku berdoa supaya apa yang aku pikirkan tidak menjadi kenyataan.

 

Woohyun POV

 

Aku, Nam Woohyun adalah orang paling beruntung sedunia. Bagaimana tidak? Aku mengalami sebuah kecelakaan parah dan terkena tusukan di punggungku tapi hebatnya aku tetap bertahan hidup. Orang bilang aku punya sembilan nyawa seperti seekor kucing, tapi aku hanya mengabaikan pendapat bodoh itu. Itu hanya keberuntungan yang Tuhan berikan padaku dan harus aku syukuri.

 

Tapi, bagaimana bisa aku bersyukur di saat seperti ini? Sungjong, pemuda yang menjadi kekasihku tidak ada di saat aku membuka mata dan bahkan sampat empat tahun lamanya aku masih tidak bisa bertemu muka dengannya. Miris sekali. Sayangnya hal itu belum seberapa karena kesedihan terbesarku adalah Sunggyu hyung yang selama ini sangat kusayangi tidak ada di manapun aku mencarinya.

 

Flashback

 

Aku tersadar di sebuah kamar rumah sakit yang bisa langsung kukenali karena bau obat yang menyengat. Aku benci bau ini, Sunggyu hyung harusnya tahu kalau aku benci dengan rumah sakit, tapi kenapa dia membiarkan aku ada di sini. Kuedarkan pandangan mataku ke seluruh ruangan, tapi aku tidak menangkap sosok Sunggyu hyung di manapun. Yang kutemui hanya sosok kedua orangtuaku yang tertidur di sofa jauh di sisi ruangan, dan tidak ada tanda-tanda keberadaan hyung yang sangat kusayangi.

 

Aku panik dan mencoba mengingat apa yang terjadi. Kuingat wajah Sunggyu hyung yang menyiratkan kesedihan mengusirku pergi dari markas Mr. Lee. Apa itu artinya Sunggyu hyung masih di sana? Tidak. Tidak mungkin. Gyu hyung sangat pintar, dia pasti berhasil pergi dari tempat terkutuk itu. Aku yakin itu. Geundae, kalau hyung berhasil pergi dari sana, di mana dia sekarang?

 

Karena panik detak jantungku menjadi tidak teratur membuat alat pendeteksi detak jantung yang tersalur dengan tubuhku itu memberikan sinyal yang mengundang para dokter segera berlarian ke kamar rawatku. Wajah mereka yang dipenuhi kepanikan membuatku tidak nyaman. Ingin rasanya aku pergi dari tempat ini, tapi kulirik kedua orangtuaku yang sekarang sudah terbangun dengan raut wajah cemas mengetahui anak semata wayangnya sadar.

 

“Yeobo, eotteohke?” Eomma menangis di pundak appa, sedangkan appa hanya membisikkan kata-kata yang tidak bisa kutangkap untuk menenangkan Eomma. Seorang dokter beruban dan bertampang serius menyuruh suster cantik berambut cokelat caramel yang dengan sigap memeriksa bagian penting tubuhku, mulai dari jantung, nadi, dll.

 

Begitulah aku di rumah sakit dan setelah hampir tiga minggu aku baru diperbolehkan pulang. Selama di rumah sakit aku selalu menanti kedatangan Sungjong maupun Sunggyu hyung. Aku yang sudah tahu dengan kebenaran bahwa Sungjong adalah anak dari Mr. Lee seorang yang amat sangat kubenci tidak menyurutkan rasa cintaku padanya. Tapi, kenapa dia tidak sekalipun menjengukku? Ke mana dia sebenarnya? Apakah dia sudah melupakanku? Seperti saat itu, saat aku berusaha menjangkaunya di halte tempat kami berjanji bertemu? Apakah semudah itu melenyapkan rasa cinta ini?

 

Lalu Gyu Hyung, di mana dia? Apa yang terjadi padanya sampai sekarang masih menghantui pikiranku, aku sangat khawatir jika terjadi hal yang buruk pada Sunggyu hyung. Aku tahu, Sunggyu hyung bisa menjaga dirinya sendiri karena dia ahli beladiri, tapi itu bukan jaminan bahwa ia sekarang dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana kalau dia kesepian? Bagaimana kalau dia kedinginan dan sendirian? Sama seperti saat aku pertama kali bertemu dengannya.

 

Setelah keluar dari rumah sakit aku semakin panik karena saat kami pulang ke rumah aku tetap tidak menemukan Sunggyu hyung. Aku berlari ke kamarnya dan betapa kecewanya saat kutahu kamarnya kosong seperti tak berpenghuni. Aku berlari ke atap apartemen dan masih dengan kekecewaan mendalam karena tidak ada batang hidung Sunggyu hyung di sana. Hyung, neo eoddiya?

 

“Appa, dimana Sunggyu hyung?” tanyaku pada akhirnya setelah semua usahaku mencarinya sia-sia.

 

“Woohyun-ah, mianhae tapi appa dan eomma sama sekali tidak tahu di mana Sunggyu berada. Sejak kau masuk rumah sakit, Sunggyu tidak pulang ke rumah,” wajah appa terlihat pucat, eomma juga tidak ada bedanya. Mungkin bukan hanya aku saja yang mengkhawatirkan keadaan Sunggyu hyung. Aku tahu hal itu karena kedua orangtuaku telah menganggap Sunggyu hyung sebagai anak mereka sendiri.

 

“Woohyun-ah apa kau merindukan Sunggyu?” eomma berjalan ke arahku dan menepuk pundakku pelan,”Ne eomma.”

 

“Eomma juga merindukannya. Kita doakan saja tidak terjadi hal yang buruk pada Sunggyu.”

 

“Tapi eomma, bagaimana kalau sekarang hyung sendirian? Bagaimana kalau hyung kedinginan dan kelaparan? Bagaimana kalau-,” belum sempat melanjutkan perkataanku ayahku mendekat dan memeluk kami berdua membuat tangisku pecah. Kenapa semua yang berhubungan dengan Sunggyu akan membuatku terenyuh dan menangis?

 

“Sunggyu akan baik-baik saja. Kita doakan yang terbaik Woohyun-ah eoh?” ucap appa sembari mengeratkan pelukannya membuatku terisak.

 

“Hyung,” aku menyebutkan namanya lirih, sangat lirih,”Sunggyu hyung neo eoddiya?”

 

Satu minggu setelah kepulanganku aku tidak banyak melakukan kegiatan. Dokter masih melarangku melakukan beberapa aktivitas karena beberapa bagian tubuhku masih memerlukan pemulihan seutuhnya. Jadi, di sinilah aku sekarang. Berbaring bermalas-malasan di tempat tidur yang merupakan kamarku dan kamar Sunggyu hyung. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk mengisi kekosongan ini. Kutatap nyalang langit-langit yang warnanya sudah kusam dan di beberapa tempat warna catnya sudah memudar membayangkan hari-hariku yang membahagiakan bersama Sunggyu hyung.

 

Entah kenapa aku lebih banyak memikirkan Sunggyu hyung dibandingkan Sungjong yang adalah kekasihku. Mungkin karena Sunggyu hyung sudah bersama denganku sejak aku kecil hingga sekarang sehingga aku lebih dekat dengannya. Dari kecil sampai sebesar ini aku selalu mengagumi sosok Sunggyu hyung, walaupun ia tidak mengetahuinya. Dia adalah hyung yang baik, pengertian, dan  perhatian. Ya, walaupun terkadang ia berbicara kasar dan sengit, itu hanya caranya mengekspresikan sesuatu. Dia tipe orang yang blak-blakan dan agak sulit bergaul. Terkadang ia bersikap cuek dan sok tidak peduli, tapi kenyataannya dia adalah yang orang memiliki kepedulian sangat tinggi yang pernah kukenal.

 

Sepotong demi sepotong ingatanku tentang masa-masa kecil kami melintas di pikiranku seperti sebuah film documenter yang menarik. Saat kami masih sekolah bersama bagaimana kebersamaan kami yang tidak terpisahkan, bagaimana saat kami bercanda tawa dan berbahagia bersama, bagaimana kami menangis bersama saat menghadapi masa-masa sulit, bagaimana saat-saat kami bersusah payah mencari uang untuk membayar hutang, bagaimana kami menghabiskan waktu senggang dengan bernyanyi dan bermain gitar bersama di atap apartemen sampai larut malam.

 

Eh, tunggu. Ngomong-ngomong tentang music, aku dan Sunggyu hyung punya kesamaan. Kami berdua memiliki ketertarikan yang sama dalam music. Biasanya kalau sudah selesai makan malam, kami akan pergi ke atap aparteman dan menyanyi sampai suara kami serak diiringi dengan petikan gitar yang mengalun indah. Suara Sunggyu hyung benar-benar merdu dan membuatku merasa damai dan tenang. Aku ingin kembali ke saat-saat itu. Aku ingin Sunggyu hyung ada di sampingku. Aku tidak ingin sendirian dan kesepian seperti ini. Aku ingin hyung-ku kembali.

 

Sunggyu hyung berjanji suatu hari nanti dia akan menyanyikan lagu ciptaannya untukku. Ya, dia punya sebuah buku lagu yang selalu disembunyikannya dariku. Dia mengatakan kalau aku dilarang mengintip dan membaca isi buku it

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riska_Nam
#1
kasian gyu cintanya bertepuk sebelah tangan soalnya woohyunnya gak peka ma gyu, justru malah suka ujong... hikss.. nice ff
parkdaeun
#2
Chapter 2: Author jjang~!! Aku bisa ngerasain the chill feeling inside, aku bisa ngerasain kesedihannya sunggyu! Thor you are best <3 ily!!!
kay_yayah #3
ku baca sekali terus 2 chapter...
daebak thor..
bahasa mu,plot ceritamu dan feeling nya ngena banget tepat ke jantung...
aku memahami mu gyu... sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan gara2 penampilan kita yg ga feminin(?) ga manja,ga bisa lemah lembut.. //duuhhh, teringat cerita cintaku yg dulu//....
dan akhirnya uyon ngerti rasa kehilangan dan kepentingan mu gyu,setelah kamunga ada disisi nya...
Riska98 #4
Chapter 1 : ini critanya sedih bgt thor ,kasian Sunggyu nya pdahal dia suka ma woohyun tpi
Woohyun gk peka dan suka ma org lain.. T_T hiks
Critanya bgus dan alurnya juga ,joahyo ^^
aiai_kimie #5
Chapter 2: wuaaaaaahhhhh...
DAEBAK!!!!!!! alur ceritanya gk ketebak,. 2 chapter yang sangat memuaskan, bukan hanya ceritanya yg luar biasa, tp juga long stories yg bikin reader semangat abieesss... and i love so much this story.
thanks davidrd author_nim
sarangheo.... huhu #BOW >>>> cabuuuut (takut diamuk hihihihi)
aiai_kimie #6
Chapter 1: hikksss,,, ini end??? belum berani ngklik next,,..

huwaaa...,, tragis bangeett,, pengen hiks_hiks...... huwaaa...
author yang ini,, Paling bisa bikin degdeg serrr ama fanfic fanfic yang LUARRRRR BIASA..
Ini keren banget