Bubblegum

VHope [Drabble & One-Shot]

Seluruh karakter yang ada di sini adalah sepenuhnya milik diri mereka sendiri, orang tua, dan tentunya Tuhan mereka. Tetapi untuk ff ini adalah sepenuhnya milik saya, dan dimohon untuk tidak menjiplak maupun mengakuinya sebagai milik Anda.


.

.

.

.

Hoseok baru saja hendak membuka bungkus permen karet keempatnya ketika pintu kayu itu berderit pelan dan mulai membuka perlahan. Ia mengurungkan niat untuk segera mengulum selembar permen beraroma mint yang masih terselip di balik tangannya dan menengadahkan kepala hanya untuk melihat dengan lebih seksama tubuh ramping itu menyelinap keluar. Saat obsidian beningnya bertabrakan dengan sepasang hazel yang menawan, samar-samar Hoseok dapat mendengar decakan pelan yang meluncur di antara celah bibir Taehyung yang menyempatkan diri untuk melayangkan tatapan kesalnya untuk Hoseok.

 

Tak ingin ambil pusing dengan sikap angkuh yang sama sekali tak pernah Taehyung rubah saat berjumpa dengan dirinya, Hoseok hanya mengedikkan bahunya tak acuh sebelum melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda; mengunyah dan menciptakan aktivitas baru untuk menyibukkan dirinya sendiri sembari menunggu kehadiran seorang pria bertubuh jangkung yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hoseok melirik arlojinya dan menghela napas panjang saat menyadari bahwa ia telah membuang lima puluh menit waktunya yang berharga hanya untuk duduk di rumah orang lain dan mengunyah lembaran permen karet seperti seorang pengangguran yang memuakkan. Sebelum ia sempat mengumandangkan serentetan kalimat kasar yang telah ia hafal di luar kepala, pintu kamar Namjoon akhirnya membuka perlahan.

 

“Sudahlah, Tae. Biarkan saja.” tutur Namjoon yang mencoba untuk meredakan rengekan Taehyung. Layaknya seorang balita yang tengah dilanda tantrum, Taehyung membalas ucapan sang sepupu dengan keluhan dan rengekan lain yang membuat Namjoon berdecak pelan. “Tapi dia tidak mengganggumu, kan?”

 

“Tapi tetap saja! Aku tidak suka melihatnya!” sahut Taehyung yang masih enggan untuk mengalah. Sebelum kembali melanjutkan kata-katanya, ia kembalil mencuri pandang ke arah Hoseok yang menatap pertengkaran kecilnya dalam diam. “Aku tidak mau tahu. Kau harus memperingatkannya untuk berhenti mengunyah benda menjijikan itu dari tempat ini, atau aku akan mencari apartemen lain!”

 

Sebelum Namjoon sempat membalasnya, Taehyung telah lebih dulu membuka langkah dan membanting pintu kamarnya dengan gerakan kasar. Melihat hal itu, Namjoon hanya mendesah panjang seraya menggelengkan kepala. Berbanding terbalik dengan Hoseok yang menatapnya penuh tanya.

 

“Nanti kujelaskan.” ujar Namjoon yang, mau tak mau, memaksa Hoseok untuk kembali memendam serangkaian tanda tanya dalam benaknya.

.

.

.

.

.

“Jadi selama ini dia membenciku hanya karena aku selalu mengunyah permen karet?” tanya Hoseok yang mulai menarik kesimpulan, sesaat setelah Namjoon menuntaskan janjinya untuk memberikan penjelasan secara rinci.

 

“Dia mungkin tidak membencimu. Dia hanya membenci permen karet.” sanggah Namjoon yang menyempatkan diri untuk menyesap minumannya. “Dia selalu memberikan reaksi yang sama jika melihat orang lain mengunyah permen karet di hadapannya.”

 

“Memang apa salahnya jika aku mengunyah permen karet?” Hoseok mendengus kesal dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sebelum melanjutkan, “Katakan pada sepupumu, aku akan berhenti mengunyah permen karet saat aku berkunjung ke apartemen kalian, asalkan dia juga mau berhenti mengkonsumsi susu stroberi seperti bocah TK. Aku benci bau susu.”

 

Dan alih-alih menyahut ataupun membalas ucapan sang sahabat, Namjoon justru memperdengarkan tawanya yang nyaring. Beberapa pengunjung kafe yang semula terlihat sibuk dengan makanan masing-masing tampak menolehkan kepala dan memandang ke arah Namjoon yang tak kunjung meredakan tawa. Alih-alih merasa kesal, Hoseok hanya mendengus pelan sebelum ikut memperdengarkan tawanya. Jujur saja, ia bahkan tak tahu mengapa kata-kata itu bisa terlontar dari mulutnya. Tapi satu hal yang ia tahu, ia memang selalu mencium aroma susu yang begitu melekat dengan sosok Kim Taehyung yang manis dan menggemaskan.

 

Tunggu...

 

Dia pasti mulai gila jika menyebut pemuda angkuh itu sebagai sosok yang manis dan menggemaskan. Seraya bergidik ngeri, Hoseok menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghapus pemikiran itu dari kepalanya.

 

“Kau kenapa?” tanya Namjoon yang segera memecah lamunan singkat Hoseok. Tawanya telah mereda, tergantikan dengan seraut ekspresi penuh tanda tanya.

 

“Tidak. Tidak ada apa-apa.” elak Hoseok yang menghindari kontak mata dengan Namjoon.

 

Sebelum Namjoon sempat membuka mulut untuk berkomentar, ponselnya yang bergetar di balik saku celana mencuri segenap atensinya. Setelah mengamati ponselnya yang berkedip-kedip menandakan adanya panggilan masuk, Namjoon akhirnya menekan tombol hijau dan menerima panggilan tersebut.

 

“Halo, Tae?”

 

Hoseok menolehkan kepalanya ke arah Namjoon dan membelalakkan kedua matanya saat nama Taehyung kembali disebut. Ia berdeham pelan seraya membuang pandangannya ke arah lain saat Namjoon menyandarkan sikunya ke atas meja.

 

“Aku tidak bisa. Aku masih ada janji untuk mengambil pesanan kakakmu sebelum petang. Memangnya ke mana mobilmu?” keluh Namjoon pelan.

 

Hening sesaat, Namjoon mengerutkan kedua alisnya dan mendengarkan penuturan Taehyung dari line seberang dengan lebih seksama. Ketika tak ada lagi suara Taehyung yang bisa ia dengar, Namjoon melirik sekilas ke arah Hoseok sebelum menyahut, “Bagaimana jika Hoseok saja yang mengantarmu?”

 

“He, hei!” seru Hoseok yang hendak memprotes keputusan sepihak dari Namjoon, namun ucapannya terhenti saat pria itu mengulurkan telapak tangannya ke depan dan mengisyaratkannya untuk kembali menutup mulut.

 

“Jadi bagaimana? Kau mau atau tidak?”

 

Hoseok menggigit bibir, besar harapannya bahwa Taehyung akan menolak dan memprotes usulan Namjoon. Namun ketika senyum lebar kembali terukir di wajah pria itu, ia bersumpah bahwa ia akan membunuhnya detik itu juga jika saja Namjoon tidak membujuknya dengan setumpuk kaset video game terbaru yang telah lama ia idam-idamkan. Dan sesaat sebelum ia pergi meninggalkan kawasan kafe, Hoseok menyempatkan diri untuk melemparkan sisa kentang gorengnya ke kepala Namjoon yang tertawa terbahak-bahak.

.

.

.

.

.

“Cepat masuk!” seru Hoseok sesaat setelah menghentikan laju mobilnya dan berhenti tepat di hadapan Taehyung yang berdiri menantinya.

 

Sembari mendengus kasar, Taehyung membenahi letak ransel yang menggelayuti pundaknya sebelum membuka pintu mobil di hadapannya. Tanpa sekalipun melirik ke arah Hoseok yang duduk di balik kemudi, Taehyung menghempaskan tubuhnya dengan kasar di bangku penumpang dan berteriak tertahan saat pria itu kembali menginjak pedal gas sebelum ia sempat memakai sabuk pengaman.

 

“Oops, maaf! Apa itu sakit?” tanya Hoseok sembari mengulas seringai kecil ketika melihat Taehyung mengaduh kesakitan sembari mengusap kepalanya yang membentur dashboard dengan cukup keras.

 

Alih-alih membalas ucapan Hoseok, Taehyung hanya menatap pria itu dengan kedua matanya yang berkilat tajam seraya mengumpat pelan. Namun hal itu terdengar hingga ke telinga Hoseok yang kembali menginjak rem secara mendadak.

 

“Apa sebenarnya maumu?!” Taehyung meraung kesal, sama sekali tak sanggup menahan amarahnya lebih lama lagi.

 

Mendengar hal itu, Hoseok kemudian mengurangi kecepatan mobilnya dan menepi ke pinggir jalan. Ia mematikan mesin mobil dan menarik rem tangan sebelum membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Taehyung.

 

“Kenapa kau membenciku?” tanya Hoseok dengan nada datar, namun di sisi lain ia merasa lega karena bisa mengutarakan sesuatu yang telah lama mengendap di pikirannya.

 

Taehyung menyilangkan kedua tangannya di atas dada sebelum menjawab dengan penuh ketenangan, “Aku benci permen karet.”

 

“Tapi itu konyol!” sahut Hoseok setengah tertawa, setengah tak percaya. “Kau membenciku hanya karena aku selalu mengunyah permen karet? Aku bahkan tidak pernah mencari masalah denganmu!”

 

Meski sempat terkejut dengan suara Hoseok yang tiba-tiba meninggi, Taehyung berdeham pelan dan mencoba untuk tetap terlihat tenang.

 

“Permen karet adalah hal yang paling menjijikan di dunia ini.” tutur Taehyung pelan. Ia menghela napas dan beralih menatap Hoseok yang juga memandang lurus ke dalam matanya. “Untuk apa kau terus-terusan mengunyah sesuatu yang hanya memberikan rasa manis di awal dan menyisakan rasa hambar setelahnya?”

 

Hoseok mendengus menahan tawa. “Kita sedang membicarakan permen karet, kan? Kenapa kau mendadak menjadi melankolis seperti itu, huh?”

 

Taehyung tak menjawab. Ia membalas untaian tawa yang terlontar dari bibir Hoseok dengan tatapan datar sebelum membuka pintu mobil dengan gerakan cepat. Seolah tak menanggapi seruan Hoseok, Taehyung segera membuka langkah dan bergerak meninggalkan pria itu tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

 

Jujur saja, ia sangat membenci orang-orang yang tidak bisa menghargai pendapatnya. Ia tahu betul bahwa Hoseok bukanlah tipikal seorang pria yang kerap mencari masalah dengan orang yang bahkan tak pernah ia kenal sebelumnya, namun sulit rasanya bagi Taehyung untuk mencoba berkawan selama permen karet masih senantiasa mengiringi setiap gerak-geriknya. Taehyung membenci permen karet, bahkan sebelum ia sanggup menali sepatunya dengan sempurna.

 

Ketika ia baru saja hendak memberhentikan sebuah taksi, Hoseok menarik tangannya dalam satu tarikan kuat.

 

“Apa sebenarnya maumu?!” seru Hoseok dengan suaranya yang meninggi, membuat kerumunan orang asing yang berlalu-lalang di atas trotoar ikut terkesiap mendengarnya. Begitupun halnya dengan Taehyung yang tak sanggup menyembunyikan seraut ekspresi penuh keterkejutan di wajahnya meski hanya bertahan selama beberapa detik.

 

Dan Hoseok melihatnya.

 

Tanpa sekalipun memberi kesempatan kepada Taehyung untuk sekedar membuka mulut ataupun memberontak, Hoseok mempererat genggaman tangannya dan membawa Taehyung pergi meninggalkan keramaian. Seolah terhipnotis, Taehyung menatap punggung tangan Hoseok dengan pandangan kosong seraya mengikuti langkahnya yang bergerak kian menjauh, sebelum akhirnya berbelok ke sebuah gang sempit yang tak banyak dilalui oleh banyak orang.

 

Hoseok melepas tautan tangannya, memposisikan Taehyung untuk saling berdiri berhadapan, dan beralih menangkupkan sebelah tangannya di wajah pemuda itu.

 

“Ho, Hoseok...” gumam Taehyung tergagap. Lagi-lagi ia tak mampu menyembunyikan keterkejutan yang tercetak dengan jelas di wajahnya.

 

“Tidak bisakah kau menyingkirkan egomu untuk sesaat?” bisik Hoseok dengan kedua matanya yang menatap lurus ke dalam mata Taehyung. Tanpa sekalipun memberi kesempatan kepada sang lawan bicara untuk membalas ucapannya, ia pun melanjutkan, “Jujur saja, aku sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kenapa kau bisa membenciku hingga sedemikian rupa hanya karena selembar permen karet, sedangkan di saat yang bersamaan kau juga masih mengkonsumsi susu stroberi?”

 

Lagi, Taehyung kembali menutup mulutnya rapat-rapat dan memilih untuk berkawan dengan kesunyian. Kepalanya tertunduk dalam, sama sekali tak sanggup untuk sekedar menatap obsidian bening di hadapannya.

 

“Maaf.” bisik Taehyung dengan intonasi yang teramat pelan hingga Hoseok nyaris tidak dapat mendengarnya.

 

“Kenapa kau meminta maaf?” sahut Hoseok yang memancing Taehyung untuk mengungkap sebuah fakta yang tertunda.

 

Dan seolah mengerti dengan apa yang diinginkan oleh pria itu, Taehyung kemudian berdeham pelan sebelum melanjutkan, “Aku memang tidak seharusnya membencimu hanya karena permen karet. Namjoon hyung sering bercerita kepadaku bahwa kau adalah orang yang sangat ramah dan tidak pernah memilih-milih teman dan aku pun selalu berharap jika kita juga bisa saling bersahabat. Tapi keinginan itu menguap begitu saja setiap kali aku melihatmu begitu sibuk mengunyah permen karet.”

 

Jeda sejenak, Taehyung menggigit bibir seraya membuang pandangannya ke arah lain. “Aku punya pengalaman buruk dengan permen karet saat aku masih kecil.”

 

“Pengalaman buruk?” gumam Hoseok yang mengulangi ucapan Taehyung, seiring dengan pandangannya yang kembali melembut saat Taehyung menjawabnya dengan anggukan pelan.

 

“Sewaktu aku baru berusia empat tahun, aku mencuri selembar permen karet milik kakakku. Dia juga sama seperti dirimu, selalu mengunyah permen karet kapan pun dan di mana pun. Pada saat itu aku berpikiran bahwa kakakku terlihat sangat keren dan terlintas begitu saja keinginan untuk menirunya, tanpa aku tahu jika memakan permen karet tidak bisa disamakan dengan permen biasa.” Taehyung kembali menengadahkan kepalanya dan mengulas senyum pahit yang belum pernah ia perlihatkan kepada siapapun sebelumnya.

 

“Lalu apa yang terjadi?” tanya Hoseok pelan.

 

“Aku tersedak dan tidak sengaja menelan permen karet itu.” Taehyung menelan ludah seraya menggelengkan kepala, seolah mencoba mengenyahkan memori pahit itu dari ingatannya. Setelah menghela napas panjang untuk menenangkan diri, ia pun melanjutkan, “Seharusnya itu bukanlah masalah yang serius. Seperti yang kita tahu, pada akhirnya permen karet yang sempat tertelan akan ikut terbuang bersama kotoran. Tapi lain ceritanya jika permen karet itu justru tersangkut di tenggorokan dan membuatmu tak mampu bernapas. Karena hal itu pula, aku akhirnya terperangkap di atas meja operasi selama berjam-jam lamanya.”

 

Hoseok mengumpat pelan, sama sekali tak menyangka jika Taehyung memiliki pengalaman semacam itu dengan selembar permen karet yang selalu menjadi favoritnya. Perasaan bersalah karena sempat memperlakukan pemuda itu dengan kasar mendadak menggelayuti pikirannya. Tanpa sekalipun menyingkirkan tangannya masih senantiasa menangkup wajah Taehyung, Hoseok menggumam pelan, “Maaf.”

 

Melihat hal itu, Taehyung menggelengkan kepalanya sebelum menjawab dengan penuh kesungguhan, “Akulah yang seharusnya meminta maaf. Selama ini aku telah bersikap kekanak-kanakan dan mengabaikanmu tanpa alasan yang pasti.”

 

“Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat.”

 

Taehyung mengerutkan keningnya dan menatap Hoseok dengan pandangan penuh tanya. “Syarat? Apa maksud—”

 

Sebelum Taehyung sempat menyelesaikan kata-katanya, Hoseok telah lebih dulu mempertemukan bibir mereka dan mengecupnya pelan. Selama beberapa detik, Hoseok melepaskan tautan bibirnya dan memandang ke arah Taehyung yang mengedipkan matanya berkali-kali, seolah mencoba untuk mencerna kejadian yang baru saja ia alami.

 

Let’s be friends.” gumam Hoseok seraya mengusap sudut bibir Taehyung.

 

Ketika akal sehat telah terkumpul seutuhnya, Taehyung menjilat bibirnya tanpa sadar sebelum berkata, “Apakah mencium temanmu sendiri adalah hal yang wajar?”

 

Seringai kecil mulai terkembang di bibir Hoseok saat mendengar pertanyaan sarkastis yang baru saja terlontar dari bibir Taehyung. Tanpa banyak bicara, Hoseok kembali mencondongkan tubuhnya untuk lebih merapat sebelum mempertemukan bibir mereka untuk yang kedua kalinya.

.

.

.

.

.

FIN

.

.

.

.

2016 ©Aul_Ondubu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet