The First Day

The Wrong Room

Dan disinilah Hayoung, di apartemen Dongwoon, yang sekarang sudah menjadi rumahnya. Setelah menjalani hari pernikahannya dengan Dongwoon yang dilangsungkan dengan sederhana, Hayoung berdiri kaku di ruang tamu apartemen barunya. Hayoung mengamati keadaan disekelilingnya, dan menghela nafas panjang. Oke, besok akan jadi hari yang panjang. Apartemen Dongwoon jauh dari kata rapi. Botol minum, gelas, bungkus cemilan, boks pizza, tergeletak sembarangan di ruang tamu.

“Mau sampe kapan berdiri disitu?” tanya Dongwoon dari arah kamar tidur.

“Oh?”

“Ini kamar tidurmu.” Dongwoon menunjuk kamar tidur disebelah kirinya. “Tapi taruh semua bajumu disini.” kali ini Dongwoon menunjuk kamar tidur dibelakangnya. “Eh? Kenapaaku harus tidur di kamar sebelah tapi bajuku ada di kamar sebelahnya? Merepotkan.” gerutu Hayoung pelan. “Omma akan sering datang kesini, jadi aku tidak mau repot untuk berbohong kalau Omma tau kita tidur di kamar yang terpisah.” Hayoung memutar bola matanya jengkel. Kenapa dari awal mau menerima perjodohan ini kalau sebenarnya dia ngga mau. Hayoung lantas berjalan menuju kamar Dongwoon untuk merapikan barang-barangnya. “Dan satu lagi. Panggil aku Oppa.”

“Hah? Kenapa aku harus—” Dongwoon tau Hayoung pasti akan protes. Jadi ia langsung menjawab, “Kamu mau memanggilku apa? Dongwoon-ssi? Sangat aneh kalau suami istri memanggil satu sama lain dengan panggilan formal. Dan supaya kamu terbiasa, panggil aku Oppa mulai dari sekarang.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Dongwoon langsung berjalan menuju pintu apartemen diikuti dengan tatapan kesal Hayoung. Iya, aku tau ini memang apartemennya. Tapi bukan berarti dia bisa mengaturku semaunya. Aaarrgghh kenapa aku sial sekali sih? Dan sekarang dia bergitu saja meninggalkan aku sendiri. Hhhhhh. Sabar Hayoung, sabar. Nanti bisa cepat tua kalau sering marah-marah. Aargh tapi gimana caranya bisa menahan emosi kalau aku tinggal dengan orang seperti itu. Hayoung berjalan menyeret kopernya dengan kesal.

Perutnya berbunyi ketika Hayoung sedang bosan mencari acara TV yang bagus. Ia berjalan menuju dapur. Tidak ada harapan di meja makan, lalu membuka pintu kulkas. Apa-apaan ini? Bisa-bisanya kulkas sebesar ini tidak ada isinya sama sekali. Hayoung mendengus kesal, lagi-lagi menahan emosinya yang susah sekali dibendung kalau ia sedang lapar. Lalu berjalan gontai menuju sofa dan memainkan remote TV dengan asal, tidak ada acara yang bagus selama perutnya dalam keadaan lapar seperti ini.

Pintu apartemen terbuka. Hayoung tidak mengalihkan pandangannya sama sekali. Masih dengan tatapan bosan ke arah TV. Tapi matanya berpindah haluan ke arah meja di depannya yang sekarang sudah terpajang satu boks ayam goreng. Chicken! Teriaknya dalam hati. Tapi air mukanya berubah ketika menyadari kalau Dongwoon yang membeli itu dan pasti dia tidak mau membaginya dengan Hayoung. Tangannya kini memeluk lututnya dan menyandar pada sofa.

“Ngga lapar? Cuci tangan sana.” Ucap Dongwoon tanpa menoleh sedikitpun, sibuk membuka boks ayam goreng yang baru dibelinya. Hayoung meragukan pendengarannya. Tapi hanya ada mereka berdua di apartemen ini. “Yasudah kalau kamu masih kenyang. Aku bisa menghabiskan ini sendiri.” Tanpa berpikir lagi Hayoung langsung bergerak secepat kilat ke arah dapur.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet