GDxIU - Mother Crave

Lee Jieun Oneshot Collection

Jiyong Pov

 

Tantangan terberat seorang laki-laki adalah saat menghadapi wanita yang tengah hamil. Inilah yang saat ini sedang kualami. Lee Jieun, istri tercintaku ini sedang mengandung buah cinta kami.

 

Pada awal periode kehamilannya aku selalu terbangun di pagi hari karena Jieun yang merasa mual-mual. Sebagai suami yang baik tentu saja aku menemaninya jika tiba-tiba saja ia membutuhkanku. Maka aku sudah senantiasa berada di sampingnya.

 

Seperti yang terjadi pagi ini. Jam masih menunjukkan pukul 06.05 a.m tapi dari arah kamar mandi terdengar suara Jieun yang tengah memuntahkan makan malamnya. Sebenarnya tubuhku masih lelah karena kerja lembur semalam. Tapi mendengar istrinya yang sedang kesakitan seperti itu, suami mana yang bisa kembali tidur dan bertingkah seolah tak terjadi apa-apa?

 

Maka dengan segera aku berlari mendatangi Jieun.

"Chagi Gwaenchana?" Ucapku seraya menepuk-nepuk pelan punggung Jieun.

 

"Ne Oppa." Jawab Jieun pelan. Dari suaranya ia terdengar sangat lemas seperti orang yang baru saja menyelesaikan lomba lari 10 km.

 

Kulihat Jieun mengambil sikat gigi di hadapannya lalu mulai membersihkan mulutnya. Aku hanya diam menunggunya menyelesaikan acara menggosok gigi.

 

"Oppa, maaf membangunkanmu." Ucapnya setelah menyelesaikan acara menggosok giginya.

 

"Tidak apa-apa Chagi. Lagipula itu sudah tugasku untuk menemanimu." Jieun hanya tersenyum sambil mengangguk menanggapiku.

 

"Chagi, apa kau mau membuat sarapan bersama? Kita bisa buat pancake blueberry souce!!" Ujarku riang. Hal itu aku lakukan untuk menaikkan mood Jieun dan rencanaku SUKSES. Ia kini menarik lenganku keluar dari kamar mandi menuju dapur kami.

 

Aku tau hal yang membuat Jieun senang, apalagi kalau bukan makanan. Meskipun pada akhirnya selama hamil ini ia akan memuntahkan makanannya kembali tapi nafsu makannya tidak pernah berkurang sedikitpun. Malahan porsi makannya bertambah dua kali lipat. Aku tidak mengomelinya karena aku tau itu semua dipengaruhi oleh hormon ibu hamil.

 

Setelah melewati tiga bulan pertama, Jieun sudah tidak mual-mual sesering biasanya. Hal itu membuatku sedikit bernafas lega.

 

Namun masalah ibu hamil rupanya belum selesai. Akhir-akhir ini aku perhatikan Jieun nampak aneh. Apalagi saat ia tengah duduk santai sambil menonton tv. Tiba-tiba ia menangis sesenggukan saat menonton acara yang bahkan tidak menyedihkan sama sekali setelah beberapa saat ia mulai tertawa dengan senangnya. Sangat aneh bukan?

 

Awalnya aku mengira Jieun mengidap bipolar namun setelah memeriksakan diri ke dokter, ia bilang itu hal wajar terjadi pada ibu hamil. Keadaan itu sering disebut moodswing atau perubahan suasana hati seseorang secara tiba-tiba. Aku bersyukur Jieun tidak mengidap penyakit apapun.

 

Namun meskipun begitu moodswing Jieun kadang-kadang hampir membuatku hilang kesabaran. Ia menjadi mudah marah terhadap semua hal. Menjadi sering komplain akan hal-hal kecil yang dulu tidak pernag ia komplainkan. Dan yang harus menghadapi itu semua siapa? Tentu saja aku. Kwon Jiyong suaminya.

 

Sekarang usia kehamilan Jieun  sudah memasuki bulan ketujuh. Dan lagi-lagi hormon ibu hamil benar-benar telah menguasai tubuh Jieun. Setelah melewati masa moodswing yang entah berapa lamanya. Aku kini dihadapkan pada keadaan Jieun yang mulai mengalami Mother Crave atau fase mengidam.

 

Menurut kalian Normal bagi ibu hamil mengalami masa ini. Satu-satunya yang tidak normal dalam hal ini adalah permintaan wanita-wanita yang mengalami masa ini. Hal ini juga terjadi pada Jieun.

 

Pernah suatu malam, saat itu jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Jieun mengguncang-guncang tubuhku yang tengah terlelap jauh di alam mimpi hanya untuk membangunkanku. Aku perlahan membuka kelopak mataku dan hal pertama yang menyambutku adalah kedua mata Jieun yang sudah berkaca-kaca dan bibir yang melengkung kebawah. Dengan kantuk yang masih menyelimutiku aku mencoba untuk bangun menanyakan apa yang terjadi.

 

"Chagi, ada apa? Apa kau butuh sesuatu?" Tanyaku dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.

 

"Oppa~. Aku ingin.." Jieun tidak melanjutkan kata-katanya. Jari-jarinya memilin-milin ujung selimut. Kebiasaannya ketika sedang merasa ragu dan takut.

 

"Kau ingin apa Chagi? Biar Oppa ambilkan." Ucapku seraya menggenggam kedua tangannya. Jieun menatap kearahku lalu mengutarakan hal yang diinginkan.

 

"Oppa. Aku ingin makan ramyun bakar." What??!! Ramyun bakar?? Apa aku tidak salah dengar?

 

"Chagi apa kau tidak salah? Ramyun bakar? Apa makanan itu ada? Lagipula jam segini mana ada kedai yang masih buka?"

 

"Entahlah Oppa. Tapi aku sangat ingin makan ramyun bakar. Sangaaaaat ingin." Jieun mulai merengek seperti anak kecil.

 

"Tapi Chagi, tidak bisakah kita menunggu sampai hari sudah pagi? Dimana aku harus mencari ramyun bakar jam segini? Itu sangat mustahil Chagi."

 

"Aku tidak peduli. Pokoknya aku ingin ramyun bakar sekarang juga!!"

 

"Baiklah. Baiklah. Aku pergi sekarang. Kau tunggu disini, ok?" Jieun hanya menganggukkan kepalanya patuh. Aku lalu bangkit dari tempat tidur untuk mengambil jaket, dompet dan kunci mobilku. Aku bahkan tidak sempat mengganti piyamaku karena Jieun bilang itu akan terlalu lama. Sementara ia ingin ramyun bakarnya sekarang.

 

Aku mencium kening Jieun sebelum melesat keluar rumah untuk mencarikan ramyun bakar yang entah seperti apa bentuknya. Sekarang dimana aku harus mencari makanan itu? Aku bingung sangat-sangat bingung.

 

Aku segera saja melajukan mobilku keluar dari garasi dan siap mengelilingi kota. Udara pagi ini sangat dingin. Jika ini bukan demi Jieun yang tengah mengandung anak kami. Aku tidak akan mau berkeliaran malam-atau mungkin pagi-pagi begini hanya untuk mencari makanan yang keberadaannya masih belum diketahui.

 

Satu jam berlalu namun aku belum juga menemukan ramyun bakar untuk Jieun. Aku yakin sudah beberapa kali mengelilingi kota ini tapi tentu saja pemikiranku benar. Mana ada kedai yang buka jam segini? Aku menghela nafas berat. Aku tidak akan menyerah. Aku pasti bisa mendapatkan makanan itu. Jieun sedang menungguku di rumah. Aku tidak akan menyerah sekarang. Aku kembali melajukan mobilku mengelilingi sudut kota. Kedua mataku fokus dalam mencari kedai yang mungkin masih belum tutup.

 

Akhirnya setelah sekian lama mencari, sebuah keajaiban terjadi. Disana di sebuah tempat yang hampir tidak terlihat, ada kedai mie yang masih belum tutup. Aku lalu menepikan mobilku untuk membelikan pesanan Jieun. Aku sangat senang akhirnya semua kerja kerasku tidak sia-sia.

 

Awalnya aku sempat beradu argumen dengan wanita penjual mie disana. Ia bilang tidak ada makanan seperti itu. Tapi aku tidak menyerah dan terus memaksa wanita itu untuk membuatkan ramyun bakar yang Jieun inginkan. Setelah aku menceritakan tentang istriku yang tengah hamil dan sangat menginginkan ramyun bakar, wanita itu bersedia membuatkanku ramyun bakar. Aku sangat berterima kasih pada wanita itu. Yes, akhirnya misi pagi ini selesai.

 

Setelah menunggu kurang lebih 20 menit dan membayar makanannya, aku segera mengendarai mobilku untuk kembali ke rumah. Aku tidak sabar untuk melihat ekspresi Jieun saat melihatku sampai dirumah nanti. Aku melihat jam digital di mobilku dan begitu terkejut mengetahui sekarang sudah jam 04.30 a.m. Wow sepertinya aku sudah sangat terlambat. Aku melajukan mobilku dengan kencang agar segera sampai ke rumah.

 

.

 

.

 

"Chagiya. Chagiya. Ireona." Panggilku sambil menggoyang-goyangkan lengan Jieun untuk membuatnya bangun. Sepertinya Jieun ketiduran saat menungguku tadi.

 

"Chagi~ ireona. Aku membawakan Ramyun bakar permintaanmu." Jieun melenguh pelan sebelum akhirnya kedua kelopak matanya terbuka menampilkan bola mata hazelnya yang membuatku jatuh hati padanya. Aku hanya tersenyum memandanginya. Bahkan dalam keadaan baru bangun tidur Jieun nampak seperti malaikat. Sangat indah.

 

"Oppa."

"Bangunlah. Ramyun bakar permintaanmu sudah aku belikan. Mau kau makan sekarang?" Tanyaku sambil mengelus pipinya yang sedikit chubby.

 

"Aku sudah tidak ingin makan itu. Kau sih terlalu lama. Aku jadi sudah tidak ingin, Oppa makan saja sendiri. Aku mengantuk. Aku mau melanjutkan tidur." Dan dengan itu Jieun kembali berbaring lalu memejamkan matanya.

 

Huh? Dia ingin aku yang memakannya? Setelah hampir dua jam mencari dan mencari hingga aku menemukannya. Inikah reaksi yang Jieun berikan? Aku tidak habis pikir. Aku merasakan amarah menyelimutiku. Amarahku sudah di puncak ubun-ubunku. Aku bisa saja saat ini  berteriak di depan wajah Jieun tapi aku mencoba menahannya. Sabar. Sabar. Tenangkan pikiranmu Kwon Jiyong. Tenang. Tenang.

 

Aku menghela nafas pelan. Jieun sedang hamil aku yakin hormonnya lah yang sedang mempengaruhinya saat ini. Aku berjalan mendekat kearah Jieun. Ku pakaikan selimut agar menutupi tubuh Jieun. Tentu saja tidak lupa ku kecup pipinya sebelum beranjak ke dapur untuk meletakkan ramyun bakar hasil jerih payahku.

 

Tidak hanya sekali itu saja aku harus menghadapi permintaan aneh Jieun selama ia mengidam. Ia pernah memintaku untuk membelikannya es krim singapura. Aku tidak tau ada jenis es krim seperti itu. Apa yang membedakan es krim singapura itu dengan es krim-es krim biasanya?

 

Aku bertanya pada Jieun tentang bentuk dan tempat membeli es krim tersebut. Tapi Jieun menjawab dengan kesalnya "Cari tau saja sendiri!" Lalu meninggalkanku.

 

Aku yang bingung mencari hingga berkeliling kota dan meminta bantuan teman-temanku untuk ikut mencarikan es krim singapura itu. Namun hasilnya nihil.

 

Aku mulai berfikir apakah aku harus terbang ke Singapura untuk mendapatkan es krim lalu setelahnya kembali ke Korea untuk menyerahkannya pada Jieun? Jika aku melakukan hal itu maka dapat dipastikan aku akan masuk daftar Guinness World Record sebagai suami yang rela melakukan hal aneh untuk istrinya yang tengah mengidam xD.

 

Akhirnya aku memilih menyerah karena memang tidak ada yang namanya es krim singapura itu. Sebagai gantinya aku membelikan Jieun dua plastik besar berisi berbagai jenis dan rasa es krim yang ada di supermarket, tentunya selain es krim singapura yang Jieun maksud.

 

Awalnya ia sempat mendiamkanku untuk beberapa saat. Mungkin karena ia kesal tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun setelahnya ia sudah tidak mendiamkanku karena ia menginginkan hal yang lain.

 

Jika sebelum-sebelumnya aku masih bersabar menghadapi kelakuan Jieun, sepertinya hari ini aku sudah tidak tahan lagi mendengar permintaannya yang aneh-aneh.

 

Hari ini pukul 21.00 aku baru pulang dari kantor tempatku bekerja. Tubuhku sangat lelah. Pekerjaan dikantor sangat menumpuk. Itu karena beberapa hari yang lalu aku harus mengambil cuti karena Jieun sangat ingin pergi liburan berdua denganku. Dengan terpaksa aku harus meninggalkan pekerjaanku yang belum kukerjakan sama sekali.

 

Alhasil hari ini aku harus lembur untuk menyelesaikan semuanya. Belum lagi besok pagi ada meeting dengan klien dari luar kota. Agh!!! Aku pusing!!! Yang aku inginkan sekarang adalah tidur yang nyenyak tanpa ada gangguan dari manapun terutama teriakan Jieun yang menginginkan suatu hal lagi.

 

Aku berjalan dengan lemas menuju kamar kami. Aku membuka pintu kamar dan melihat Jieun tengah duduk di atas tempat tidur sambil mengelus perutnya yang bertambah besar setiap minggunya.

 

Jieun mengalihkan pandangannya saat menyadari kehadiranku. Ia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan kearahku.

 

"Oppa!! Kau baru pulang??" Tanyanya saat meraih tas kantorku. Aku hanya menggumam sebagai jawabanku. Terlalu malas untuk sekedar mengutarakan kata-kata.

 

Aku lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku setelahnya baru aku bisa tidur dengan tenangnya.

 

Aku keluar dari kamar mandi dan melihat Jieun yang menatap tepat kearah kedua mataku. Sepertinya aku tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

 

"Oppa~" Nada itu aku tau nada itu. Ia selalu menggunakan nada itu saat menginginkan sesuatu dariku.

 

"Oppa, apa aku boleh minta sesuatu?" Benar bukan? Fikiranku tidak pernah salah. Aku sudah mendengar kalimat itu beberapa minggu terakhir ini.

 

Aku tidak menjawabnya dan memilih bersiap untuk pergi ke alam mimpi.

 

"Oppa~ aku sedang ingin makan bubur kacang merah. Apa kau bisa membelikanku?" Mintanya dengan Nada memelas yang membuatku tidak tega untuk menolaknya. Tidak. Sadarlah Jiyong. Sadar. Jangan biarkan dirimu diperintah-perintah lagi oleh Jieun.

 

"Tidak. Aku tidak mau. Aku mau tidur." Jawabku singkat. Itu hal yang benar Kwon Jiyong. Batinku berkata.

 

"Tapi Oppa aku sedang sangat ingin makan bubur kacang merah itu." Ucapnya masih belum menyerah juga.

 

"Itu bukan masalahku. Jika kau ingin beli saja sendiri. Aku lelah Lee Jieun." Ucapku agak menaikan nada bicaraku. Kulihat Jieun agak terkejut mendengar ucapanku. Itu karena memang ini pertama kalinya aku menolak keinginannya. Sebelumnya aku selalu menuruti apapun permintaannya. Wajar saja jika ia terkejut.

 

"Oppa! Ini bukan keinginanku tapi ini keinginan-"

 

"Bayi kita. Itu kan yang ingin kau katakan. Kau selalu mengatas namakan semua permintaan anehmu berasal dari bayi kita. Padahal sudah jelas itu semua adalah permintaanmu sendiri. Aku lelah Lee Jieun. Aku lelah. Kau selalu meminta ini-itu sesuka hatimu. Kau tidak pernah memikirkan betapa melelahkannya menjadi diriku yang harus menuruti kemauanmu yang sangat tidak normal itu. Belum lagi aku harus menyelesaikan pekerjaan kantor yang begitu banyaknya,  terbengkalai hanya karena aku yang harus menurutimu untuk membelikanmu semua benda-benda yang pada akhirnya kau tidak lagi merasa inginkan. Apa kau tau perasaanku? Betapa lelahnya aku?! Apa kau tau itu??!!!" Aku tidak sadar aku baru saja mengeluarkan segala perasaan yang selama ini kupendam. Aku bahkan membentak Jieun di akhir kalimatku. Aku tidak mengerti apa yang tiba-tiba saja merasukiku. Namun aku merasa lega setelah akhirnya mengungkapkan semuanya.

 

Ku lihat Jieun hanya diam mematung ditempatnya. Wajahnya nampak benar-benar syok. Aku merasa perlu mendinginkan kepalaku. Akupun keluar dari kamar dan menutup pintu dengan kerasnya. Kuambil kunci mobilku lalu kulajukan mobilku menjauh dari rumahku. Entah kemana nanti aku akan pergi. Yang pasti satu aku butuh udara segar untuk menenangkan fikiranku.

 

Jieun Pov

 

Aku begitu tersentak saat mendengar suara pintu yang ditutup dengan kerasnya. Tanpa sadar air mata mulai berebutan keluar dari pelupuk mataku. Aku menangis dan terus menangis dengan kencangnya.

 

Aku tidak pernah melihat Jiyong Oppa semarah itu sebelumnya. Ia tidak pernah memarahiku atau bahakan berteriak di depanku. Ia selalu bersikap lembut dan sabar jika menghadapiku. Apa kali ini aku sudah keterlaluan?

 

Tangisku semakin keras terdengar ketika kuingat semua ucapan Jiyong Oppa tadi. Aku tau ini semua salahku. Aku memang bodoh. Benar-benar bodoh. Harusnya aku tau Jiyong Oppa lama-kelamaan pasti akan menyerah menghadapiku. Kau bodoh Lee Jieun. Bodoh. Bodoh.

 

"Ahh!!!" Teriakku saat kudengar suara petir yang tiba-tiba memyambar di luar sana. Aku menutup telingaku dengan kedua tanganku. Aku benci petir. Aku benci keadaan seperti ini. Aku benci karena ini hanya akan mengingatkanku pada kejadian yang menimpa keluargaku 10 tahun yang lalu.

 

Keluargaku mengalami kecelakaan lalu lintas saat sedang melakukan liburan. Hari itu hujan turun dengan derasnya disertai petir yang menyambar-nyambar. Papa mengendarai mobil menerobos hujan saat itu. Aku begitu takut lalu memeluk erat Mamaku. Namun keberuntungan sedang jauh dari keluargaku. Sebuah kecelakaan tak dapat dihindari yang menimpa keluargaku hingga menewaskan Mama dan Papaku. Meninggalkanku sendirian di tengah hujan. Saat itu dapat kulihat dengan jelas kedua orang tuaku tergeletak bersimbah darah. Kecelakaan itu menjadi mimpi terburukku yang sampai sekarang terkadang masih menghantuiku.

 

Aku sangat takut saat ini. Biasanya Jiyong Oppa akan memeluk dan menenangkanku saat terjadi hujan seperti ini. Namun kali ini yang kurasakan adalah kekosongan.

 

Aku terus berdoa dalam hati berharap Jiyong Oppa segera kembali. Aku membutuhkanmu. Aku tidak mengingkinkan hal lain. Aku hanya ingin Jiyong Oppa disisiku saat ini.

 

Jiyong Pov

 

Aku berhenti di depan kantor tempatku bekerja. Tanpa pikir panjang aku kembali masuk ke dalam bangunan itu. Aku berjalan menuju lift lalu menunggu lift itu membawaku ke ruanganku.

 

Aku membuka pintu ruanganku lalu segera membaringkan tubuhku di atas sofa. Aku memejamkan mataku dan mulai 

Memikirkan hal yang baru saja terjadi antara aku dan Jieun.

 

Seharusnya aku tidak membentaknya. Tidak memarahinya. Tidak mengucapkan kata-kata seperti itu padanya.

 

Tapi ia juga bersalah. Ia selalu memintaku melakukan hal-hal yang ia inginkan sesuka hatinya. Ia perlu diajarkan sedikit tentang arti menghargai perasaan orang lain.

 

Tapi tetap saja tidak seharusnya aku melakukan hal seperti itu tadi. Aghh!!!! Aku pusing batinku sedari tadi terus saja saling beradu satu sama lain. Aku bisa gila jika terus-terusan begini.

 

Aku begitu terkejut ketika tiba-tiba pintu ruanganku terbuka. Aku menoleh dan mendapati T.O.P dengan wajah syoknya berada di depan pintu.

 

"Jiyong. Ku kira kau sudah pulang sejak tadi. Tapi rupanya kau masih disini."

 

"Aku memang sudah pulang. Tapi aku kembali lagi." Kulihat ekspresi T.O.P berubah bingung mendengar ucapanku.

 

"Kau ada masalah?" Tanyanya yang kini berjalan kearahku.

 

"Yah. Begitulah." Jawabku seadanya.

 

"Ceritakan padaku. Mungkin saja aku bisa menolongmu." Aku kini merubah posisiku menjadi duduk. T.O.P lalu ikut duduk disampingku.

 

"Ini tentang Jieun."

 

"Tunggu, Jieun istrimu? Bukankah ia sedang hamil? Lalu dimana ia sekarang? Astaga!! Jangan bilang kau meninggalkannya sendirian di rumah. Jangan katakan padaku Jiyong. Jangan katakan!"

 

"Aku memang meninggalkannya di rumah." Jawabku santai. Ku lihat T.O.P membulatkan matanya mendengar jawabanku.

 

"Jiyong kau- Ahh! Apa yang ada di fikiranmu sekarang Kwon Jiyong??!!" Aku tersentak ketika T.O.P tiba-tiba berteriak padaku.

 

"Kenapa? Ia sudah cukup dewasa untuk kubiarkan tinggal sendiri di rumah. Lagipula jika ia tadi tidak mulai mengungkapkan permintaan anehnya lagi padaku. Aku pasti masih berada di rumah dan tidur dengan nyenyaknya."

 

"Oh jadi, ini masalah Jieun yang mulai mengidam lagi?"

 

"Emm... Ya."

 

"Jiyong dengar, wajar bagi Jieun yang tengah mengidam berlaku begitu-"

 

"Tapi aku lelah dengan semua ini. Aku muak mendengar semua permintaannya." Teriakku memotong ucapannya.

 

"Kwon Jiyong dengarkan aku!! Aku tau kau marah, lelah, kesal pada Jieun saat ini. Tapi asal kau tau Jieun tidak akan bertingkah seperti yang kau katakan jika tidak dipengaruhi oleh hormon kehamilannya. Kau harus mengerti. Jieun sebenarnya juga tersiksa karena moodnya yang berubah-ubah. Sebagai suami harusnya kau selalu ada disampingnya untuk melindunginya, menjaganya, dan membuatnya bahagia bukan begitu?" Aku hanya bisa mengangguk lemah menyetujui ucapan T.O.P

 

"Apa kau tau Ji, dulu saat Bom hamil anak pertama kami ia juga bertingkah seperti Jieun atau bahkan lebih. Ia membuatku tidur didepan tv selama 2 minggu lebih karena alasan ia tidak ingin melihat wajahku. Apa kau tau bagaimana rasanya itu? Padahal aku tidak bisa tidur jika tidak ada Bom dalam pelukanku. Itu semua sangat menyiksaku Ji. Tidak hanya itu ia juga setiap harinya selalu memintaku mencicipi resep baru buatannya yang ugh~ aku tidak ingin menceritakan rasanya. Meskipun begitu aku tidak pernah meninggalkannya. Sempat beberapa kali terbesit di benakku melakukan hal itu. Tapi tak kubiarkan perasaan itu menguasaiku. Dan pada akhirnya kau akan mendapatkan kebahagiaan yang tak ternilai harganya saat kau melihat anakmu berada di dalam dekapanmu Ji. Ah!! Saat-saat itu." Jelas T.O.P menghayati ceritanya.

 

Aku jadi sadar setelah mendengar cerita T.O.P barusan. sekarang aku begitu menyesal telah meninggalkan Jieunku sendirian. Ia pasti tengah sedih sekarang. Aku jadi ingin memeluknya agar semua rasa sedihnya hilang. Aku merindukan Jieun!!

 

"Sekarang apa yang harus kulakukan?" Ucapku frustasi.

 

"Pulanglah Ji. Istrimu menunggumu dirumah." T.O.P menjawabku dengan senyum hangatnya. Aku menganggukan kepalaku mengerti lalu beranjak akan pergi. Namun kembali suara T.O.P menginterupsiku.

 

"Jiyong tunggu!! Apa sebelumnya Jieun mengatakan ingin sesuatu sebelum kau pergi?" Aku berfikir sebentar. Oh!

 

"Dia bilang padaku sedang ingin makan bubur kacang merah."

 

"Kau tau yang harus kau lakukan bukan?"

 

"Tentu. Terima kasih T.O.P kau memang sahabat terbaikku." Aku membawa T.O.P kedalam pelukan persahabatan.

 

"Itulah gunanya sahabat."

 

"Baiklah. Kalau begitu aku Pergi dulu. Sampai jumpa besok." 

 

"Ok!"

 

Aku berjalan menuju lift lalu menuju tempat mobilku terparkir. Aku baru sadar sedari tadi hujan sudah mengguyur kota. Langsung saja aku memasuki mobilku, melajukannya menerobos hujan malam ini.

 

.

 

.

 

"Chagi, aku pulang." Ucapku saat membuka pintu utama rumah kami.

 

"Chagi. Apa kau sudah tidur?" Ucapku sekali lagi tapi aku tak mendapat jawaban apapun dari Jieun. Aku jadi merasa khawatir pada Jieun. Aku segera berlari menuju kamar kami. Semoga Jieun baik-baik saja doaku dalam hati.

 

Aku memutar knop pintu kamar kami dan menengok ke dalam. Kulihat diatas tempat tidur berbaring Jieun dengan punggung menghadapku dan tubuh yang sedikit bergetar.

 

"Chagi." Ucapku pelan. Aku berjalan menghampirinya lalu aku merendahkan tubuhku dan bertumpu pada lututku agar wajah kami sejajar. Ku dengar suara isakan keluar dari bibir Jieun. Hatiku begitu hancur melihatnya menangis apalagi itu semua karenaku.

 

"Chagiya. Hey." Jieun menjauhkan telapak tangannya yang tadi ia gunakan untuk menutup wajahnya hingga kini dapat kulihat dengan jelas wajah Jieun yang berlinang air mata.

 

"Op-pa" panggilnya terbata saat melihatku lalu dengan segera bangkit dan mengahambur ke dalam pelukanku.

 

"Oppa. Mianhae Oppa. Mian jeongmal mianhae Oppa." Ucapnya padaku masih terisak.

 

"Ne Chagi. Oppa juga ingin minta maaf. Maafkan Oppa karena meninggalkanmu sendirian." Ucapku tulus. Bahkan air mata yang sedari tadi kutahan tak dapat ku bendung lagi.

 

Ia mengangguk di pundakku. Dapat kurasakan belakang bajuku terasa basah karena air matanya. Aku meregangkan pelukan kami. Tanganku terulur untuk menangkup wajahnya. Kuusap air mata yang membasahi pipinya menggunakan ibu jariku.

 

"Sssttt... Chagi. Uljima. Uljima. Oppa ada disini. Uljima." Setelah beberapa saat Jieun mulai sedikit tenang. Meskipun sesekali ia masih terlihat sesenggukan.

 

"Oppa. Aku minta maaf. Selama beberapa bulan ini aku sudah menyusahkanmu. Maaf membuatmu menuruti permintaanku yang mungkin tidak wajar. Maafkan aku Oppa."

 

"Aku sudah memaafkanmu Chagi. Dan aku juga ingin meminta maaf padamu. Seharusnya Oppa tidak memarahimu dan bahkan sampai meninggalkanmu. Oppa harusnya lebih mengerti keadaanmu Chagi. Jadi maafkan Oppa juga ya Chagi." Kulihat ia mengangguk kecil lalu kami kembali berpelukan. Aku begitu merindukan pelukan Jieun. Sudah lama sejak terakhir kali kami berpelukan. Dan saat kami berpelukan kembali suasana hangat memenuhi rongga sebelah kiri di dadaku.

 

"Oh iya Chagi. Lihat apa yang Oppa bawakan untukmu." Jieun melepaskan pelukan kami seketika wajahnya menjadi lebih cerah setelah melihat bingkisan di tangan kananku.

 

"Oppa!! Kau membelikanku Bubur kacang merah!!" Aku mengangguk menanggapinya.

 

"Oppa gomawo!!!" Jieun tersenyum dengan riangnya. Sangat cute. Seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan oleh orang tuanya.

 

"Sama-sama Chagi. Mau memakannya sekarang?" Tawarku dan ia kembali menjawab dengan mengangguk riang.

 

"Baiklah. Ayo ke dapur. Aku akan mempersiapkan mangkuk untukmu." Aku bangkit dari posisiku lalu mengulurkan tanganku ke Jieun. Ia menyambutnya dengan senag hati lalu turun dari tempat tidur. Kamipun berjalan menuju dapur bersama, beriringan, saling berpegangan tangan.

 

 

 

 

-The End-

 

 

 

Yoohoo~ Ff keduanya dah aku post nih!! Gimana? Apakah memuaskan atau tidak? Maaf ya jika masih banyak kekurangan. Namanya juga manusia. Harap dimaklumi aja yah.

 

Kembali saya ucapkan terima kasih buat yang udah baca, ngesub, dan kasih commentnya. Thanks ya. Buat yang udah request castnya ditunggu aja di ff selanjutnya ok?

 

Dan buat yang masih pengen request cast cowoknya silakan commen aja. Atau kalo ada yang mau ngasih saran alur ceritanya juga boleh. Pokoknya ungkapin aja.

 

Yaudin segitu aja dulu. Love ya all^^

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
inten17eu #1
Chapter 2: next cast namja nya baekhyun dong..
chipa210 #2
Chapter 4: wahh thank you author-nim i like your story <3
nindyakesuma #3
Chapter 4: Hihi,, sweet couple :) buat b. Jerman, iya, dibeberapa kalimat grammarnya ada yg salah, but its okay :) hmm buat pairing,, song jae rim ato song jong ki ya ?? Hehe,, liat video mereka pas lagi di interview berdua, sweet bgt thor :)
liliuena
#4
Chapter 3: Kasian baeknya:') aih romantis banget, bikin yg baek iu sekalian dong~ heheh
ririyin #5
Chapter 3: Agak kurang greget thor hehehe bikin lagi please yg lebih fluff hehehe
chipa210 #6
Chapter 3: Iu x bts jungkook please author-nim <3
liliuena
#7
Chapter 1: Bikin sehun iu pleaseee~ ^^
uyuluver #8
Chapter 1: IUGD shipper dataaaaaaaaaaaang
Dhanaletta #9
Waahh...keren deh thor... lucu, gemesin bgt, & romantis..
Setuju sm nindyakesuma thoorr... mau IUGD dooonnkk... tpi bs ga thor request latarbelakang mereka spt layaknya dikehidupan aslinya mereka yaitu sebagai idol, soloist & leader from BigBang..;)
ririyin #10
Chapter 1: kereeeeen feelnya dapet banget...nextnya sehun dong thor kalo bisa lebih panjang lagi hehehe