SPOILED LITTLE SISTER

SPOILED LITTLE SISTER

-Zelo POV-

            Sial!! Itulah yang muncul di dalam benakku dan juga mulutku. Aku harus menuntun sepedaku karena bannya bocor lagi. Ini adalah kejadian ketiga dalam seminggu. Aku harus merasakannya lagi di tengah-tengah cuaca yang cukup menyengat. Tubuhku sudah lelah dan ingin cepat-cepat pulang. Keringatku mulai berjatuhan, aku merasa ingin pingsan di atas tanah beralaskan sedikit rerumputan.

“Selamat tinggal, kakak bodoh, hahaha”

            Pekikan itu terdengar tidak asing bagiku. Iya... itu berasal dari mulut seorang perempuan yang menyebalkan dalam hidupku. Dia adalah adikku, Newsun yang langsung menggenjot sepedanya meninggalkan diriku yang masih berjuang untuk sampai ke rumah. Aku kesal terhadapnya, tidak memberikan bantuan kecil terhadap saudaranya sendiri. Dia memang manja, egois dan menyebalkan. Suatu saat nanti aku akan membalas perbuatan jeleknya.

            Akhirnya aku sampai ke rumah dengan badan yang lelah dan pikiran mulai goyah. Aku menaruh sepedaku tepat di sebelah sepeda adikku, membuka pintu rumah dan masuk ke dalam rumah dengan perasaan lega

“Selamat Datang!!!”

“Ahhh...sial.. kau ini!!”

            Teriakan itu membuat jantungku hampir lepas. Sontak betapa terkejutnya sampai aku hampir terjatuh ke lantai yang keras. Adikku tiba-tiba muncul di hadapanku seperti hantu.

“Hei.. kau ini!! Kau ingin membunuhku, hah??!!!” amarahku

“Hahaha... maafkan aku, kak... habisnya kau begitu terburu-buru”

“Sudahlah... gara-gara kau.. aku jadi seperti ini... aku lelah!”

“Kenapa kau menyalahkanku??” dia sedikit memajukan bibirnya dan mengukir wajah imutnya

“Apa kau lupa??!! Kau tidak menolongku tadi di jalan... kau benar-benar adik yang tak bisa diandalkan!!”

“Maafkan aku, kak... aku terburu-buru karena ingin menyaksikan acara kesayanganku di TV”

“Sudahlah.. aku mau istirahat!” aku membuka pintu kamarku

“Tunggu, kak...” dia langsung memegang tanganku

“Ada apa lagi??”

“Tolong buatkan ramyeon buatanmu... aku lapar... aku belum makan siang tadi” dia menarik-narik tanganku seperti ingin putus

“Tidak... buat saja sendiri!” aku langsung masuk ke kamarku dan mengunci pintu

“Kakak.. Kakak.. aku mohon!”

            Aku menjatuhkan badanku ke ranjang yang empuk dan nyaman, tak peduli bunyi ketukan pintu yang keras oleh adikku. Usianya kini memasuki masa dewasa meski tingkahnya seperti anak kecil. Namun aku tetap menjaganya dan melindunginya, walaupun sifatnya sedikit menyebalkan.

            Malam hari, lagi-lagi aku berkutat dengan pekerjaan rumah yang memberatkanku, sampai-sampai aku lupa untuk makan malam. Tugas ini cukup sulit, aku harus mengerjakannya sungguh-sungguh untuk mendapat nilai yang sempurna. Namun, suara ketukan pintu yang keras menggangguku, pikiranku menjadi pecah dan konsentrasiku hilang seketika. Mungkin saatnya aku melepas pintu itu dan membuangnya agar tidak terganggu lagi.

“Siapa??” aku membuka pintu

“Kak... ini aku” jawab adikku yang membawa bukunya

“Ada apa?? kau ini hanya menggangguku saja!”

“Tolong buatkan pekerjaan rumahku... aku mohon” ucapnya dengan nada memelas

“Buat saja sendiri... aku tidak mau... kakak sibuk!”

“Kakak... sekali ini saja..tolonglah”

            Kini ia bertingkah imut selayaknya anak kecil untuk merayuku. Aku ingin membantunya tetapi tugasku jauh lebih penting, apalagi besok adalah hari terakhir tugasku dikumpulkan.

“Ayolah kak, tolong bantu aku...”

“Hmm.. baiklah”

“Terima kasih, kau kakak yang baik”

            Aku mengambil bukunya dan lekas mengerjakan tugasnya sebelum larut malam, tetapi ia langsung berlari tanpa menemaniku dalam mengerjakan tugasnya. Hari ini benar-benar bencana bagiku, mempunyai seorang adik tapi tidak bisa memperhatikan kakaknya sekalipun. Uhh.. aku benar-benar ingin mengusirnya dari rumah.

.

.

            Cuaca siang ini cukup terik dan menyengat tubuh. Matahari menunjukkan kekuatannya, sinarnya sungguh menyilaukan mata bagi yang melihat. Aku sedang menggenjot sepedaku dalam perjalanan pulang, sambil memikirkan kejadian sebelumnya di sekolah. Kejadian tadi benar-benar membuatku terpukul, mendapat hukuman di depan kelas karena tidak mengumpulkan tugas. Semua ini gara-gara adikku yang menyuruhku untuk mengerjakan tugasnya semalam, sehingga aku lupa mengerjakan tugasku sendiri. Argghhh... Sungguh hari yang sial bagiku.

“Ahhhh.... *brukk*”

            Tanpa disadari, ban sepedaku menginjak batu kecil dan aku terpental dari sepeda. Lututku terluka dan tanganku tergores aspal. Kali ini kesialanku berlipat ganda. Aku harus cepat-cepat bangkit daripada orang sekitar melihat keadaanku seperti ini. Setibanya di rumah, aku memasuki rumah dan mendapati adikku sedang asyik dengan TVnya. Kupercepat langkahku agar tidak ketahuan olehnya.

“Kakak...”

            Dia beranjak dari sofa dan mendekatiku

“Astaga...kakak kenapa???” dia melihat luka gores di tanganku

“Aku tidak apa-apa... sudahlah pergi sana!” aku melangkahkan kakiku menuju kamarku

“Tapi aku kasihan padamu... aku akan mengobatimu”

“Tidak usah... kau adik yang menyusahkan!”

            Tanpa mempedulikan bantuan kecil adikku, aku langsung masuk ke kamar dan mengobati luka-lukaku sendiri. Aku tidak mau diobati oleh adik yang egois, itu semakin membuat hatiku makin terluka.

.

.

“Anak-anak, waktunya makan malam”

            Ibuku memanggil untuk makan malam, seperti biasa dengan adikku dan Ibuku. Ayahku tidak ada di rumah karena masih berada di luar kota. Aku bergegas menuju ruang makan dan melihat makanan yang banyak di meja. Ada sup ayam, kimchi, tteokbokki dan lainnya. Aku tak sabar untuk melahap semua makanan itu, Kemudian adikku datang sambil menepuk bahuku.

“Ayo kita makan” ujarnya dengan tersenyum

“Hmmm....” geramku

            Lalu kami duduk di meja makan, sementara Ibuku masih di dapur untuk menyiapkan sesuatu. Kami mengambil nasi dan sup ke dalam mangkuk masing-masing, menaburkan beberapa pelengkap di dalamnya.

“Sekarang waktunya makan!”

            Dia langsung mengambil makanannya dengan sendok dan membuka mulutnya. Tiba-tiba, ia mengurungkan niatnya karena mendengar ponselnya berbunyi di kantungnya. Lalu ia beranjak dari kursinya dan mengangkat ponselnya. Namun, terlintas sifatku yang nakal mempengaruhi pikiranku. Aku berjalan ke dapur dan mengambil bumbu cabai, menaburkannya ke dalam mangkuk adikku dan mengaduknya hingga rata tak terlihat sebutir bubuk cabai. Aku kembali ke kursiku, begitu juga dengan adikku dan Ibuku

“Ahh... waktunya makan” ujar adikku

“Mari kita makan...” tambah Ibuku

            Kami makan dengan lahap. Tetapi adikku yang sudah merasakan makanannya, tiba-tiba ia menghembuskan udara dan mengibaskan tangannya di depan mulutnya.

“Kau kenapa??” tanyaku

“Kenapa sup ini pedas sekali??? Aku tidak suka pedas” wajahnya mulai memerah dan keringatnya mulai berjatuhan

“Newsun, makanlah makanmu selagi hangat... jangan membuang makanan” timpal Ibuku

“Tapi ini pedas sekali.. aku tidak mau memakannya” adikku mulai ingin menangis

“Hei... kau ini... makanlah dulu”

“Tidak mau.. aku pergi saja!” pekiknya dengan membanting sendok

            Dia menyerah lebih awal untuk menghabiskan makanannya, beranjak dari meja makan dan berlari ke kamarnya. Aku pun beranjak dari kursiku dan mengambil segelas air untuknya. Kulangkahkan kakiku menuju kamarnya dan mendapatinya sedang duduk di ranjang, menangis seperti bayi.

“Newsun...minumlah dulu”

“Terima kasih” dia mengambil gelasku dan menenggak airnya

“Apa kau merasa lebih baik???” aku mengelus pundaknya

“Sedikit lebih baik, kak” isaknya

            Jebakanku memang berhasil, tetapi di sisi lain aku kasihan melihat dirinya seperti ini. Teringat kembali pada masa kecil, saat aku menolongnya sedang kesusahan. Aku yang bersalah dengan semua ini, hanya ingin membalas perbuatan egoisnya kepadaku. Lalu ia menatapku dan matanya masih berkaca-kaca.

“Kakak... kau memang baik... aku menyukainya”

“Iya...terima kasih”

“Kau... kau tampan sekali” dia meraba pipi mulusku

“Newsun... ada apa denganmu??”

            Wajahnya semakin mendekat ke arahku, tampaknya ia mengincar bibirku sebagai pelampiasan rasa sedihnya. Terpaksa aku menjauhinya daripada ia berbuat macam-macam denganku.

“Kakak... kemarilah” dia menarik tanganku

“Tidak.. aku tidak mau mendekatimu”

            Aku keluar dari kamarnya dan melanjutkan makan malamku tanpa mengajaknya. Aku berpikir dia mulai gila karena perasaan sedihnya yang begitu dalam. Padahal aku hanya mengerjainya seperti itu.

            Minggu pagi, aku sedang membersihkan kamarku, berantakan seperti kapal pecah, Buku-buku tak beraturan pada tempatnya, kasurku mulai kusam dan kotor, dan sedikit sarang laba-laba di atap. Aku harus membersihkannya daripada dimarahi Ibuku nanti.

“Selamat pagi, kakak” ucap adikku dengan nada meninggi

“Ah, kau ini.. mengagetkanku saja”

“Haha.. boleh aku bantu??”

“Nanti saja...”

“Tapi aku ingin membantumu”

“Baiklah... tolong rapikan yang itu”

            Aku menyuruh adikku untuk merapikan buku-buku yang berantakan dan juga kasurku, sedangkan aku menyapu lantai sampai di bawah kolong tempat tidurku dan membersihkan atap kamar. Tetapi tiba-tiba dia menjadi baik hari ini, tidak seperti biasanya hanya tidur di ranjang menghabiskan waktu seharian di minggu pagi. Dia membersihkan kamarku dengan cukup rapi, aku menyukainya. Sifat baiknya datang di saat aku sedang merasa kesusahan, barulah punya adik yang baik dan setia kepada kakaknya. Beberapa saat kemudian, aku sudah membersihkan kamarku dibantu oleh adikku, lalu kami duduk di ranjang bersama.

“Apa kau merasa lelah??”

“Iya” dia tersenyum ke arahku

“Aku senang melihatmu hari ini, kau begitu baik...ada apa denganmu??”

“Ah.. kakak.. aku hanya ingin membantumu saja.. aku kasihan terhadapmu”

“Bilang saja kau ingin meminta sesuatu kepadaku” aku mencubit pipinya

“Ah.. sakit!” dia menghempaskan tanganku

            Aku tertawa melihat perbuatannya. Matanya terpancar lembut dan senyumannya terukir sempurna di wajahnya. Dia begitu cantik hari ini meski tanpa polesan makeup. Aku mengelus pipinya dan mendekati bibirnya, dia menutup matanya dan bersiap menyambut bibirku. Namun aku langsung menghentikan pergerakan kepalaku dan menatapnya sejenak.

“Tunggu, ada kotoran di matamu” aku membersihkannya

“Hei.. kakak” dia mendorong badanku dan menggambar raut sedikit kesal di wajahnya

“Hahaha... kenapa kau marah??”

“Tidak apa-apa” ucapnya dengan wajah cemberut

            Dia kesal karena mengira aku memberikan ciuman, wajah cemberutnya tampak seperti anak kecil

“Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu...”

“Apa??”

“Sebenarnya.... sup yang kau makan semalam itu tidak pedas”

“Kenapa bisa begitu...??” ucapnya dengan menatap tajam kearahku

“Iya... sup yang dibuat Ibu memang tidak pedas.. tetapi akulah yang menuangkan bubuk cabai ke dalam mangkukmu”

“Jadi... kau mengerjaiku, ya??”

            Aku tak bisa menyembunyikan senyumku dan kebohonganku di hadapannya

“Iya”

“Kakak... kau benar-benar nakal” dia memukuli badanku

“Hei.. itu sakit”

            Aku berlari keluar kamar menghindari amarah kecilnya, dia pun langsung mengejarku. Aku tertawa melihat amarahnya yang lucu. Aku sukses mengerjainya hingga membuatnya menangis. Memang aku menyusun rencana itu agar ia tidak berbuat manja ataupun menunjukkan sifat yang menyebalkan di hadapanku. Tiba-tiba menjatuhkanku ke lantai dan menindih badanku. Tubuhnya menduduki perutku hingga membuatku sesak.

“Hei.. sudahlah” ujarku

            Dia menggelitik badanku hingga merasa kegelian. Aku pun tidak mau kalah, kucubit pinggulnya dan membalikkan badannya ke lantai. Kali ini aku yang menguasai tubuhnya, aku mendudukinya dan menatap tajam matanya.

“Lain kali.. jadilah anak yang baik, ya... biar aku tidak mengerjaimu lagi” ucapku dengan mencubit pipinya lagi

“Iya.. kakak sayang” dia melemparkan senyumnya

“Terima kasih” aku mendaratkan ciuman ke arah keningnya

            Lalu aku berlari dari dirinya secepat kilat, agar dia tidak mencariku. Aku senang dia menerima nasihatku, aku harap dia tidak manja dan menyebalkan di setiap hari.

 

 

-END-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet