01. Final,

Should I ?
Please log in to read the full chapter

Should I?

By : D_Noviangyus

 

Happy Reading :)

Gemerisik dedaunan perlahan menguat seiring dengan godaan sang angin. Mereka tertawa riang di bawah balutan mentari senja. Sesaat tawa itu menghilang bergantikan dengan gesekan pelan yang tampak mengerti bagaimana sorot sendu kedua bola mata rusa itu memandang. Di bawah rindangnya daun pohon mapel, Luhan harus kembali menelan kenangan yang menggelayutinya selama beberapa saat yang lalu.

Luhan tersenyum pilu. Lengkungan belah bibir itu terasa begitu hambar. Cahaya yang biasanya membias dari lensa cokelatnya juga tak bersinar kembali. Sudah lama cahaya itu memudar dan menghilang. Membuat sosok yang seharusnya bisa memberikan aura positif menjadi sedikit lebih kelam.

Dua tahun ? Ah, bukan. Tiga tahun yang lalu tepatnya Luhan terdiam dengan tubuh bergetar seiring isakan yang terdengar. Tubuh mungilnya mengerut di bawah busur warna yang membentang di angkasa. Ia masih ingat, bagaimana dirinya terisak menitikkan ribuan air mata kala benaknya secara sengaja membuka satu persatu memori dirinya bersama Jongin. Kim Jongin. Satu sosok yang memporak-porandakan kehidupannya.

Kepalanya menunduk, menghindari sapaan mentari senja yang menyentuh kulit mulus wajahnya. Nyaris, jika janji yang selalu ia dendangkan untuk Jongin tak menegurnya, mungkin saat ini kedua bola mata itu telah memerah. Beberapa jalur halus tercipta memanjang di setiap pipinya. Bahkan suara getaran dan sesenggukan akan meramaikan heningnya tempat ini. Namun tidak, Luhan lebih tegar daripada sebelumnya. Ulasan senyum yang selalu dirindukan setiap orang telah mampu ia tampilkan. Sedikit demi sedikit ia bangkit kembali meskipun bayang Jongin tak sanggup pudar sepenuhnya.

Matanya mengerjab. Ia memberanikan diri menatap lurus senja yang sebentar lagi akan menidurkan diri. Satu hirupan nafas dalam dilakukan sebelum ia mengulum senyum lagi. Sebuah senyum yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Rupanya sinar mentari senja yang mengambil alih kehidupan sore ini menyihir Luhan untuk bisa bersemangat kembali.

Berada di tempat ini untuk waktu yang lama hanya akan membuatnya tenggelam. Tubuh mungilnya beranjak. Sebentar menatap dalam angkasa yang berubah warna menjadi lebih kuning bercampur oranye kemudian menghela nafas panjang. Desahan yang lolos bagaikan sebuah nada kerinduan yang selama ini terpendam lama. Memang, tujuan Luhan datang ke tempat ini adalah untuk melepas segala macam kerinduan yang menggulung di dadanya. Setelah puas dengan apa yang ia lakukan, Luhan mulai melangkahkan kakinya. Menjejakkan langkah kaki pada jalan setapak yang ia lalui. Luhan memilih untuk kembali ke rumahnya.

Luhan melirik jam yang menggantung di dinding dekatnya. Ia mengucek mata lelahnya sebelum merenggangkan otot-ototnya. Terjebak selama tiga jam bersama dengan tumpukkan dokumen cukup menguras tenaga Luhan. Sebenarnya ia masih belum siap dengan dokumen yang sempat ia tinggalkan beberapa hari yang lalu, namun Joonmyeon, atasannya seakan tak menolerir apa yang ia keluhkan.

Demi menghilangkan uapan yang keluar dari bibir mungilnya, Luhan melipat kedua tangan dan merebahkan kepala di atasnya. Berusaha menyingkirkan kepenatan yang menempel padanya. Baru saja kelopak tipis itu menutup, derap langkah sepatu mengetuk malu-malu pendengaran Luhan. Dengan malas, Luhan mendongakkan kepala dan memandang penuh tanya padanya.

Sosok tinggi dengan cengiran khas yang melengkung manis di wajahnya mendekat pada Luhan. Tanpa meminta persetujuan dari Luhan, ia telah duduk di hadapan Luhan. Senyum riang itu kembali terukir lebih lebar. Tangannya meletakkan sebuah kotak yang bisa Luhan tebak, pasti susu lagi. Sudah beberapa minggu ini pemuda tinggi itu sering memberikan Luhan susu kotak juga roti yang cukup mengenyangkan.

“Terima kasih ..” Sedikit ukiran dari bibir plump Luhan mengembang untuknya. Tangan kecilnya mengambil kotak itu dan meneguknya kemudian.

Pemuda itu menatap sayang sosok Luhan yang tengah menikmati susu pemberiannya. “Kenapa menolak lagi makan di kantin ?! Bukankah hyung butuh banyak nutrisi untuk tubuh mungilmu itu ?!” Tuturnya gemas melihat Luhan yang kering kerontang dibandingkan dengan dirinya.

Sekejap Luhan terkekeh. Kotak susu itu ia letakkan di sebelah roti yang masih belum ia sentuh. Tangannya meraih tisu dan mengelapnya pelan pada tepi bibirnya yang terasa sedikit kotor.

“Makan di kantin hanya membuang waktuku untuk istirahat..”

Pemuda itu mendengus. Jawaban seperti itu tak hanya sekali ia dengar. Nyaris setiap kali ia menanyakannya, pasti jawaban yang sama ia terima. Heran memang dengan sikap Luhan. Apa yang membuat Luhan begitu malas menggerakkan tubuhnya untuk berjalan ke kantin dan menikmati makan yang lebih bergizi disana ?? Atau karena banyaknya tumpukan dokumen yang menjeratnya ??

Pemuda yang lebih kecil itu menegakkan tubuhnya. “Tenang saja Chanyeol-ah, kan ada kau yang selalu membawakanku makan siang ..” Celoteh Luhan masih dengan senyum mengembang.

Hanya sebuah susu kotak dan sebungkus roti cukup mengantarkan kehangatan yang diberikan Chanyeol. Perhatian kecil itu memberikan kesan sendiri untuk Luhan. Pemuda tinggi itu sungguh mengakui kehadiran Luhan disana. Dia lah yang paling khawatir ketika wajah Luhan tak memancarkan keceriaan. Walaupun kenyataannya Luhan masih belum bisa mengembalikan keadaan seperti sebelum ia bertemu dengan Jongin. Dimana wajah cerah Luhan dengan senyum mengembang tanpa ada paksaan.

Chanyeol. Pemuda bernama lengkap Park Chanyeol merupakan hoobae Luhan baik di highschool maupun di tempat kerja. Cukup mengenal Luhan baik, begitu juga Luhan.

“Ck, hyung !! Kau ini !! Baiklah, makan rotinya aku akan keluar sebentar. Ah, jangan lupa nanti akan ada rapat antar manajer ..” Tutur Chanyeol sebelum ia bangkit dari duduknya.

Luhan mengangguk seraya mengangkat jempolnya tanda setuju. Detik berikutnya, tubuh tinggi Chanyeol menjauh dari pandangan Luhan.

Kepergian Chanyeol menghasut sorot teduh kristal Luhan untuk tetap memaku padanya. Entah mengapa ada perlakuan yang berbeda dari Chanyeol padanya. Luhan bukan orang yang awam dalam hubungan sejenis. Ia terlanjur jatuh ketika bertemu dengan Jongin. Dan kali ini ?! Rasanya memang ada yang ...

Ahh, Luhan menggelengkan kepalanya. Pasti, perhatian Chanyeol merupakan bentuk kasih sayang sebagai hoobae kepada seonbae-nya tak lebih.

“Lu ge, aku disini !!” Seru seseorang dari balik mobil seraya melambaikan tangannya. Sepertinya pemuda itu tahu gerak-gerik tubuh Luhan yang terus memutar kepalanya.

Luhan tersenyum melihat sosok yang sedang ia cari. Lantas ia mendekat kearahnya dengan wajah menunjukkan kelegaan.

“Kajja kita pulang.” Tukasnya. Kemudian ia membuka pintu mobil. Sosok yang tengah menunggunya itu mengangguk antusias. Tak lama ia mengikuti gerak Luhan membuka mobil dan memposisikan dirinya berada di belakang setir. Beberapa saat setelah persiapan selesai, mobil itu membawa keduanya keluar dari gedung perkantoran tempat Luhan bekerja.

Hanya ada alunan yang bersenandung dari dashboard mobil yang menemani keduanya menjelajahi malamnya kota Seoul. Luhan mengalihkan kedua pandang mata ke arah gedung yang berjejer. Gemerlap jalanan Kota Seoul menarik atensinya semenjak mobil itu bergerak. Tak ada yang diucapkan, hanya desahan pelan dan beberapa lenguhan yang terdengar menyentil telinga.

Sementara sosok yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik pada Luhan. Ia tahu apa yang tengah Luhan rasakan. Kemurungan sang gege sudah ia temui sejak beberapa tahun yang lalu. Oke, semua orang tahu tentang penyebabnya. Namun pemuda berlingkar mata tebal itu tak pernah menginginkan gege kesayangannya terus berada dalam keadaan yang menyedihkan seperti ini.

“Ge, apa Lu ge ingin kembali ke Beijing ?!” Merasa tak nyaman terus berada dalam kediaman, Tao memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan yang terasa aneh.

Benar saja, pertanyaan itu mampu menarik kepala Luhan agar menoleh padanya. Keningnya mengerut tipis. “Kapan aku bilang akan ke Beijing ?!” Arah pandangnya beralih sepenuhnya pada Tao.

“Uh ?! Bukankah gege bilang akan ke Beijing dalam waktu dekat ini ??”

Luhan terdiam sejenak. Otaknya berusaha memproses pertanyaan Tao. Mungkin ia memang pernah mengatakan itu dan melupakan setelahnya. Beberapa detik berlalu, senyuman tipis sedikit malu bertengger di wajah Luhan.

“Aku lupa, benar aku pernah mengatakannya. Tapi sepertinya aku tidak kembali ke Beijing dalam waktu dekat ini.”

Kali ini pemuda keturunan Tiongkok itu mengernyitkan keningnya. “Kenapa ??”

Apa ada yang salah ketika sebuah kata ‘kenapa’ terlontar saat bertanya? Tao merasakan sedikit bersalah ketika melemparkan tanya itu. Meskipun tak tahu apa, sepertinya memang ada yang salah. Raut muka Luhan dalam sekejap berubah lebih kelam kembali. Tao merutuki dirinya yang mengungkit tentang ini. Sempat beberapa spekulasi bermain di otaknya. Ah, mungkin kesibukan di kantor membuat Luhan harus merelakan waktunya untuk tetap tinggal di Korea. Sekedar melihat kedua orang tua di Beijing harus ia pendam lebih dulu.

“Lusa hari peringatan meninggalnya Jongin.” Sahut Luhan lirih. Nyaris teredam deru laju mobil. Langsung Tao mendelik pada Luhan. Ternyata jawaban yang terbayang sebelumnya salah. Sedangkan sahutan Luhan cukup memukul telak hatinya. Luhan, gege yang ia sayangi mengungkit lagi masalah Jongin. Kekasihnya yang lebih dulu meninggalkannya lima tahun yang lalu.

Tao mengulas senyum pilu. Ia mengangguk, tak ada kata sebagai tanggapan jawaban Luhan. Jika ia berucap, hanya akan ada pesakitan yang diterima Luhan. Keadaan kembali menghening sesaat Tao memilih untuk bungkam. Kenyataannya Luhan tak memiliki keinginan untuk berbagi suara dengan Tao lagi. Wajahnya terjerembab dalam kegundahan hatinya. Perasaan rindu yang tertahan juga kesakitan yang ia terima dan rasa kehilangan yang luar biasa bersatu padu membelah dada Luhan. Sedikit lagi kemungkinan turunya cairan hangat itu bisa saja terjadi.

“Aku merindukanmu Jongin -ah ..” gumam Luhan pelan seraya mengerjab berulang. Bola matanya memanas seiring dengan hawa yang terbakar dalam tubuhnya. Sedikit bergetar, Luhan berusaha menahannya.

Ketenangan Luhan kembali terusik. Sesaat ia akan memejamkan kelopak matanya di tengah kepenatan yang mendera, ingatan yang entah mengapa berputar pelan di pelupuk matanya. Luhan berjengit, mengalihkan pandang pada jendela besar. Menatap nanar bentangan langit biru dan putihnya awan yang menggantung. Ada sedikit kerjaban yang ia lakukan, seolah menghalau sesuatu yang menyentak ingin keluar.

Ini masih pagi, jam di dinding masih menunjukkan pukul lima. Terlalu pagi untuk waktu di Kota Seoul. Bahkan bintang yang bertugas menyinari pagi ini masih belum menampakkan dirinya. Namun Luhan harus terbangun kala mendengar teriakan dari kamar sebelah, kamar Jongin.

Luhan tak mau membuang waktu, ia bergerak cepat menghampiri Jongin yang terjatuh di depan pintu. Luhan tertohok ulu hatinya melihat kondisi Jongin yang mengerikan. Aliran keringat memburu di sekitar keningnya. Wajah pucatnya semakin memucat, ringisan dan rintihan mengudara di setiap gerak bibirnya. Luhan meraih tubuh ringkih itu dan mendekapnya. Ia tahu, pasti Jongin berusaha untuk berdiri dengan kedua kaki yang tak lagi sempurna itu.

“Kenapa kau tak memanggilku kalau ingin sesuatu ??” Tanya Luhan cemas seraya membantu Jongin untuk bangkit kembali.

Jongin masih merasakan nyeri yang luar biasa di betisnya. Ringisan itu masih menemani setiap tutur kata yang diucapkan Luhan.

“Kau bisa memanggilku Jongin !! Jangan seperti ini lagi, ini akan memperparah penyakitmu..” Luhan menyeka keringat yang tak berhenti terjatuh dari permukaan keningnya.

“A-aku tidak ingin merepotkanmu h-hyung ..” Sahutnya tergagap.

Luhan menghela nafasnya. Selalu pasti seperti ini yang dikatakan Jongin. “Kau tidak akan merepotkanku. Kau kekasihku Jongin ..” Luhan mengecup pipi Jongin lembut. Satu kecupan itu bisa memberikan ketenangan bagi Jongin. Pemuda berkulit tan di dekapannya itu mengulas senyum manis. Tangan kekarnya membelai lembut wajah Luhan yang sangat ia cintai. Hal itu membuat Luhan terus mengulas senyum dan membisikkan kata cinta untuk Jongin.

Senyum miris itu mengembang di wajah Luhan. Setetes air berhasil lolos ketika Luhan kembali membuka kenangan yang mengingatkannya pada saat dimana Jongin berada dalam dekapannya. Luhan merindukan saat-saat itu, saat-saat dimana kedua tubuh mereka saling bertautan dalam kehangatan yang penuh dengan kasih sayang. Luhan merindukan ketika tangan mungilnya membelai wajah pucat Jongin, ketika bibir mungilnya mengecup salah satu bagian wajah Jongin, ketika kedua bibir tipis itu saling berpagutan. Luhan merindukan semua itu.

Luhan mendongak, panas di matanya memaksa ia untuk mengerjab. Sekedar menghalau ribuan air yang berusaha untuk menyeruak dari kelopak matanya. Selama lima tahun ini kenapa Luhan begitu sulit melupakan Jongin ?! Kenapa ?? Begitu besarnya kah ia cinta kepada Jongin ? Atau karena Jongin satu-satunya pemuda yang bisa mengambil alih perhatian di hidupnya ??

“Luhan hyung, kajja kita makan di kantin. Aku tidak membawakanmu susu dan roti lagi.”

Pemuda mungil itu terkesiap, reflek ia mengusap sisa air mata yang masih ada di sudut matanya. Luhan memandang pada Chanyeol dengan senyum kikuk.

“Oh hyung, kenapa dengan wajahmu ??” Chanyeol mendekati Luhan hendak menyentuh wajahnya. Namun segera ditampik oleh Luhan cepat.

“Aku baik-baik saja. Mungkin aku seda

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
northerndownpour
#1
Chapter 1: Hiks... jarang bgt nemu ff ChanLu, apalagi yg berbahasa Indonesia *terharu*
Lulu bahagia bgt punya Chanyeol. Terima aja, Lu, terima. Jongin pasti setuju ^^
Apa ini ada sekuelnya? Aku mau baca lg :D
seideer #2
Chapter 1: Chanyeoknya sabar bgt...melelehhh akuu
Tikakyu #3
Chapter 1: Eh beneran gak ada kelajutanya???
Ahh, authornim kenapa gak dilanjut aja? Gak puas kalau sampai Sini, bukan karna ceritanya yg kurang bagus. Cerita bagus, bagus banget. Tapi Chanyeol gimana???

Ahhh, penasaran...
Tikakyu #4
Chapter 1: Ya ya ya??? Ini akhirnya? Terus Chanyeol gimana???
Ahhh,, kenapa gak di lanjut aja? Penasaran bagaimana kisah Luhan dan Chanyeol ..
Jonguppie
#5
Chapter 1: Eeehhh? The end???
Yah, terus akhirnya Chanyeol gmn? Apa Luhan ngasih dia kesempatan? Beneran ga ada lanjutannya nih? :P