third...

Mom...

“Marc!”. Panggil salah seorang mahasiswi diluar kelas.

“nde… ada yang bisa aku bantu?”.

“aku mau konsul tugas… aku sudah membuat lagunya jadi seperti ini”. Katanya sembari menyodorkan handphonenya pada dosennya itu.

Marc mem-Play mp3 yang dipinta mahasiswanya. Kemudian dengan seksama mendengarkan lagu itu.

“Oette?”. Tanya mahasiswanya setelah Marc selesai mendengarkan.

“Good Job… kirim di E-mail biar langsung masuk nilai tugas”.

“Ok bos!”.

Mahasiswi itu berlalu.

“Marc!”. Panggil sebuah suara. Yang kali ini sangat dikenal Marc tanpa harus menoleh.

Marc berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. “ya Hae…”.

“ikut aku”. Kata Donghae sembari mendorong Marc dari belakang.

 

***

 

“kita mau kemana Hae?”. Tanya Marc sedikit bersungut.

Mereka dalam posisi itu sampai parkiran depan.

Donghae melempar Helmnya.

“kita mau kemana?”. Tanya Marc lagi.

“naik!”. Perintah Donghae.

Marc menurut dan naik saja.

setelah itu motor dipacu dengan kecepatan cukup menggila ke arah luar kota.

 

***

 

“hah… sampe juga… aish... lelah punggungku”. Keluh Donghae.

“buat apa kita kepantai?”. Tanya Marc melihat hamparan laut didepannya.

Donghae melihat kesamping, lalu mengacungkan tangannya.

“apa?”. Tanya Marc tanpa menerima uluran tangan untuk bersalaman itu.

“welcome, nae namdongsaeng…”. Kata Donghae dengan senyum lebar.

"Aku bukan dongsaengmu..." kata Marc cuek dan tidak menerima uluran tangan Donghae yang mengajaknya untuk berjabat.

"kau ini, ulurkan tanganmu!" perintah Donghae sembari menarik tangan Marc dan menjabatnya paksa. "beginikan bagus".

"...".

"kau tidak suka dengan kenyataan kita itu saudara Marc? ck! padahal aku bahagia sekali" kata Donghae dengan poutnya yang hampir sempurna.

Marc tidak menanggapinya. Dia memilih melepas Ranselnya dan duduk sembarangan di pasir.

“ya walaupun aku hanya anak pungut, tapi senang rasanya bisa bertemu orang yang selalu diceritakan umma tiap malam selama 10 tahun ini, dan aku lebih bahagia lagi dengan kenyataan bahwa kaulah dongsaengku!". Kata Donghae kembali dengan tersenyum.

“...”

“Kyuhyun... bolehkah aku juga memanggilmu begitu?”.

“terserah kau saja” jawab Marc datar.

“setelah ini pulanglah kerumah…”.

“…”.

“Kyu…”.

“jangan bahas lagi… aku bukan namdongsaengmu, aku juga bukan saudaramu, apa lagi anak ummamu”.

“Kyu, apa kau tahu, Umma hampir gila karena kehilanganmu dan Appa 17 tahun ini… dia sempat vacum di music selama 13 tahun… dan itu semua karena tidak ada kau dan appa… dia mencari kalian kemanapun, walaupun keluarga Umma mengatakan kalian sudah meninggal... banyak cerita yang harus kau tahu, tapi bukan dariku...”

“...”

“yang bisa ku katakan saat ini hanya, Umma sangat menyayangimu dan Appa…” Donghae menghela nafas karena tidak mendapat respon apapun dari Marc. “dengarkan aku, aku tidak pernah tahu siapa orang tua kandungku. Jadi selama masih bisa tunjukan baktimu… tunjukan cintamu untuk umma…” dengan wajah dan pandangan sangat serius.

Marc mendengarkannya dengan seksama, tapi sama sekali tidak berniat untuk menanggapi atau berekspresi mendengarnya.

“Kyuhyunie... nae dongsaeng…”. Kata Donghae dengan sejuta senyum dan menghadiahi tinju pelan di lengan Marc.

“Cuma untuk itu kita kesini?”. Tanya Marc sambil melihat jam tangannya.

“tentu bukan, aku lihat kau terlalu capek akhir-akhir ini… rehatlah dari latihan dan kerjaan dulu… lagipula besok Jum’at… tidak ada jadwal mengajarkan?”.

“kerjaan ya? Hem…”. Kata Marc bangkit dari duduknya melepas sepatunya dan menuju air pantai.

"aku akan mengajarimu menikmati dunia ini dalam 1 malam ini!" seru Donghae sambil berlari menyusul Marc, kemudian kakinya jail menyipratkan air laut kearah Marc.

Marc hanya memandangnya dengan pandangan tajam menusuk.

Donghae tidak menggubris pandangan tajam Marc dan mengulanginya beberapa kali sampai Marc akhirnya yang sudah basah membalasnya.

“Ya! KAU! KESINI HAE!” sentak Marc sambil mengejar Donghae untuk membalas tingkah Donghae yang membuat kemejanya basah.

“kejar kalau bisa! Wleeekkkk” ejek Donghae sambil meleletkan lidahnya persis murid taman kanak-kanak.

Akhirnya mereka main air sampai benar-benar basah. Belum habis akal Donghae untuk mengajak dongsaeg barunya bertengkar dan berkejaran kini salah satu tangannya mengeruk pasir pantai kemudian berlari mendekati Marc yang berusaha mengeringkan baju.

SRAK

dimasukannya pasir itu kedalam baju Marc melalui belakang kemeja yang dikenakan Marc.

"YA! CHO DONGHAE!!!" jerit Marc merasakan pasir yang dimasukan Donghae. tangannya bergerak berusaha mengeluarkan pasirnya, setelah merasa tidak akan bisa dibersihkan ia juga turut megambil pasir dengan satu tangannya dan memasukan pasir itu kedalam kaus yang dikenakan Donghae.

"kau curang Kyu! banyak sekali yang kau masukan!!!" kata Donghae tidak terima.

"RASAKAN!!! HAHAHAHAHA" tawa Marc puas melihat Donghae yang berusaha mengeluarkan pasir.

Setelah puas bermain, keduanya sama-sama duduk dan mengobrol santai melihat matahari yang mulai tenggelam.

“woooaaa…. Neomu yeoppo….”. comentar Donghae melihat langit jingga dan setengah mentari diujung barat langit.

Marc menyetujuinya dengan tersenyum.

“kapan-kapan ayo kita kesini lagi saeng…”. Kata Donghae semangat.

“tidak ada kapan-kapan…”.

Donghae segera menoleh.

“banyak pekerjaan yang lebih penting… aku perlu mengajar, membuat lagu dan pekerjaan lain”. Kata Marc menyadari arti tatapan Donghae.

“pekerjaan melulu…”.

“nanti kau juga akan tau kalau sudah bekerja…”.

“hah… dasar sok tua!”.

“memang… sekarang umurku 21 tahun, aku sudah bisa dapat apapun dengan uangku sendiri…”.

“arrata... tapi ada hal yang tidak bisa didapat dengan uang…”.

“apa?”.

“kasih sayang umma… makanya pulanglah Kyu… pulang…”. Kata Donghae dengan nada guyonan dan menepuk bahu Marc dengan gaya sok tua.

“hah…”. Desah Marc.

“selama kau di UK, pernah kepantai?”. Tanya Donghae untuk mencairkan kembali suasana sembari menggosok-gosok lengannya dengan tangannya sendiri.

“hem… dengan sepupuku… melihat sunset juga…”.

“oh ya? Kita punya sepupu? Berapa banyak sepupu yang kita punya?” tanya Donghae terkejut, tapi wajahnya sarat dengan kebahagiaan.

“kita punya 2 sepupu, Jung Soo Yeon, kau bisa memanggilnya Jessica, dia kakak kita, putri dari Noonanya Appa mendiang Injung Imo... dia dokter di London... kemudian yang kedua Choi Minho, dia putra Min-ah Imo, Yeodongsaengnya Appa... dia di Seoul juga, berdua dengan Appanya pemilik SM University....”.

“Jinja? Berarti Choi Sajang itu Samchoon kita? benarkah? WOW!!!” tanya Donghae sedikit histeris.

“YA! Jangan keraskan suaramu begitu! Telingaku sakit!” hardik Marc.

“aku ingin tahu seperti apa mereka... aku hanya pernah lihat sepupu kita dari Namdongsaengnya Umma... itupun hanya sekali” cerita Donghae dengan wajah tertekuk.

Marc menarik tasnya dan mengambil sesuatu dalam tasnya. Ternyata dompet.

“ini foto Sica dan Minho... sekitar 4 tahun lalu saat kami semua berkumpul di London untuk pemakaman Haraboeji...  yang ini foto terakhirku dengan Appa saat ulang tahun terakhirku bersamanya” tunjuk Marc pada kedua foto yang ternyata dibawa kemana-mana.

“ini Appa? Kau benar-benar mirip dengan Appa dan Umma... kau percampuran mereka Kyu... dan yang itu, satu lagi foto siapa? Lihat!” kata Donghae kemudian merebut dompet Marc dan menarik keluar foto yang diletakkan terbalik itu.

“YA!” sentak Marc saat dompetnya berpindah tangan.

“kau sangat imut dulu...” komentar Donghae saat melihat foto Denish Lee, Ahra dan Marc yang masih kecil. Dan ternyata foto itulah yang diletakan terbalik.

Marc segera merebut semuanya dan memasukannya kedalam tas.

“hahaha... mian... jangan marah begitu...” tawa Donghae melihat ekspressi Marc.

“...”

“ya! Jangan marah... Kyu!”

Marc hanya diam dan tidak membalas ucapan Donghae.

Donghae mengambil ranting yang ada dipasir kemudian...

“YA! CHO DONGHAE!!!” sentak Marc saat merasakan sesuatu menggelitiki pinggangnya.

“Hahahaha!!!!” tawa Dongahe semakin menggelegar. “Nae dongsaeng merajuk, eoh?” goda Donghae.

“...”

Marc malas membalas candaan itu dan berdiri meninggalkan Donghae yang masih duduk dipinggir pantai.

“Kyu! Mau kemana?” tanya Donghae mengejar Marc.

“makan” jawab Marc singkat.

Donghae mengejarnya dan melingkarkan lengannya di leher Marc yang sebenarnya berpostur lebih tinggi.

Akhirnya mereka memilih salah satu restoran makanan laut dipinggiran pantai yang mereka kunjungi untuk makan siang sekaligus makan malam.

“ngomong-ngomong kenapa jadi dingin yah?”. Keluh Donghae sambil menggosok lengannya saat menunggu makanan datang.

Marc menoleh ke Donghae, karena dia yang rentan saja tidak merasa dingin.

“Sungguh… lihat jari-jariku”. Kata Donghae memperlihatkan jemarinya yang keriput dan pucat.

Marc membuka tasnya, menyerahkan sweater yang berhasil selamat dari air.

“tidak perlu…”. Elak Donghae.

Marc langsung memasangkan sweater itu ke kepala Donghae. Dan meraba dahi Donghae yang memang terasa cukup panas.

Mereka berdua akhirnya tidak pulang karena bagaimanapun Marc tidak terlalu mahir naik motor. Apa lagi keadaan Donghae cukup menghawatirkan.

***

 Sesampainya mereka disebuah rumah, Donghae langsung mengganti bajunya dengan yang mereka beli beberapa saat lalu, segera masuk ke selimut.

Marc datang dengan botol air mineral dan Obat.

Donghae menerimanya, dan segera meminumnya. “Mian, aku jadi merepotkanmu”.

“hem…”. Gumam Marc. Ia kemudian membuka laptopnya untuk mulai mengerjakan tugas kantornya.

“Kyu…”. Panggil Donghae lagi.

“apa lagi?”. Tanya Marc sambil menoleh. Ternyata Donghae sudah terpejam dan hanya mengigau. Ia membenarkan selimut Donghae, kemudian kembali menatap layarnya. Sampai ia merasa hangat di lubang hidungnya. Ia segera beranjak kekamar mandi, mengambil waslap, menyumbat hidungnya dengan satu tangan, tangan satunya kembali ke Keyboard laptop dan matanya membaca email yang dikirimkan sekertaris kepercayaannya. Ia meneruskan semuanya sampai…

“pulanglah Kyu… pulang… kasihan umma…”. Gumam Donghae yang membuat Marc menghentikan pekerjaannya untuk menghampiri ranjang, ternyata Donghae masih terpejam.

“aku mau… tapi aku tidak bisa… jaga dia untukku Hae…”. Kata Marc pelan disamping Donghae, penekanan tiap katanya menunjukan betapa miris hatinya. “aku tenang kalau dia bersamamu… Hae hyung…”. Kini bintik air mencuat dari pelupuk matanya. Dia segera menghapusnya sebelum jatuh ke tangan Donghae yang ada dibawahnya.

***

“Hei pemalas! Ayo bangun!”. Kata Marc setelah mengecek suhu tubuh Donghae.

Tidak ada tanggapan dari Donghae.

Marc menarik paksa selimut. Dan tindakan itu membuat Donghae bereaksi.

“dingin…”. Keluh Donghae pelan.

“lihat matahari udah tinggi! hoi Cho Donghae!”.

“hei…  aku Park Donghae… anak Park Jungsoo…”. Kata Donghae sembari menutup tubuhnya dengan selimut lagi.

Marc diam ditempatnya, tangannya berpegangan ke meja disamping ranjang, tangan satunya memegang kepalanya.

Donghae yang sudah tidak mendengar perlawanan, menoleh ke Marc sedikit. Kemudian melanjutkan tidurnya.

BRUGH

Suara debaman itu menggema di telinga Donghae, dia segera melihat ke arah Marc, dilihatnya Marc tergeletak dilantai dengan wajah pucat, mata terpejam dan wajah meringis. Donghae segera bangkit dari tidur dan turun ranjang.

“Kyu…”. Panggilnya sambil menepuk pipi Marc. “Kyuhyunie… irrona!”. Katanya lagi sambil mengangkat kepala dan melihat gerakan dada Marc yang tidak beraturan.

Marc sedikit membuka matanya, wajahnya makin meringis kesakitan.

“kita kerumah sakit yah”.

“An-andwe”. Katanya sangat lirih.

“hah…”. Dengus Donghae. Kedua lengannya melingkari dada Marc melalui kedua ketiak Marc dan ke kedua tangannya bertemu didepan dada Marc dan segera menarik berdiri Marc dan menariknya ke atas ranjang. ‘ringan sekali?’

Ringisan di wajah Marc semakin parah, kini wajahnya sangat pucat bintik-bintik keringat dingin menghiasi wajahnya.

“aku telpon ambulans yah”. Kata Donghae meminta ijin ke Marc.

“An-andwe… Je-jebal... jangan telpon”. Pinta Marc. Suaranya tak kalah lirih dari yang tadi.

“bawa obat?”. Entah kenapa Donghae terpikir ini mungkin hal yang sama seperti beberapa waktu lalu disaat ditemukannya Marc pingsan.

Marc mengangguk.

Donghae tanggap meraih tas Marc yang ada di depan sofa. Dia membuka tas itu. ‘laptopnya masih panas… jangan-jangan semalaman dia begadang…’. Disana  juga menemukan kemeja yang kemaren di pakai Marc, ada bercak darah disana. Ia masih masuk lebih dalam ke dalam tas itu dan menemukan 3 botol bening berisi tablet obat. Diambil semuanya, tak lupa ia mengambil botol air mineral di meja.

Marc masih lemas, merasakan sakitnya kepala dan tubuhnya. ‘aku harus bertahan… 2 hari lagi saja…’. Batinnya.

“yang mana? Apa semuanya?”.

Marc mengangguk.

Donghae membantu Marc untuk duduk, mengulurkan 3 butir obat dan air.

Marc mengambil obatnya dan menelannya langsung tanpa air.

“sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Kenapa sampai kesakitan begini?”.

Marc memilih diam. Selang setengah jam sakitnya mulai mereda.

“istirahatlah Kyu!”. Perintah Donghae tegas dan tidak mau dibantah.

“tidak Hae, ayo kembali... aku perlu survey...  dan gladhi bersih hari ini”. Kata Marc sambil berusaha bangkit dari ranjang.

Donghae menghentikannya.

“ayo… acaranya 3 jam lagi…”. Kata Marc lagi dengan wajah memohon.

“perjalanan kesana Cuma 1 jam... sekarang tidurlah dulu... aku cari sarapan...” kata Donghae memutuskan dengan dingin tanpa mau disanggah.

Marc menurut, dia memejamkan matanya.

2 jam berikutnya akhirnya mereka berangkat juga.

***

Donghae mengantar Marc sampai didepan gedung luas yang akan menjadi tempat pementasan Marc 2 hari lagi.

“jangan paksakan dirimu, kalau lelah berhentilah dan beristirahat... kalau ketemu Umma, sapalah dia dan berbaikanlah... ingat Kyu, dia juga menderita tanpamu... dia juga merindu-“.

“hei Lee Donghae, aku sudah hapal scriptmu… kata-katamu tidak ada yang lain?”.

“hah!”. Dengus Donghae. “dasar Dongsaeng tidak sopan! Jangan suka memotong perkataan orang yang sedang berbicara!” kata Donghae dengan wajah yang dibuat-buat sebal.

“ck! Banyak aturan!” elak Marc.

“aku tunggu dirumah malam ini, kalau kau tidak pulang, aku akan menyusulmu ke rumahmu dan menyeretmu pulang”.

“pulang sana”. Usir Marc sambil mengulurkan helmnya.

“jangan lupa minum obatmu!” pesan Donghae terakhir kalinya sembari mengambil helm ditangan Marc lalu menjalankan motornya ke jalan pulang. ‘dia bilang apa? Lee Donghae? Apa ini tandanya dia… hah… aku tau, memang hatinya lembut sama seperti yang diceritakan Umma…’. Batin Donghae dengan tersenyum sepanjang jalan.

***

 ‘kemana Kyunnie? Apa dia juga menghindariku disini?’. Batin Ahra melihat kearah pintu masuk pentas. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Marc.

“maaf saya terlambat”. Kata Marc yang baru memasuki ruangan.

 

Bersambung....

 

maaf belum jadi chapter terakhir, soalnya terlalu banyak kalau diposting dalam satu chapter. next chapter beneran yang terakhir dari ff mom.. thanks yang sudah mampir dan membaca

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yuchan13 #1
Chapter 4: aigoo, kyu pergi d pelukan sang eomma, kyu srbenernya skit apa ya? apa aq terlewat membacanya? ntah ini sad ending atw happy ending, bsa d bilang ini happy ending krn kyu akhirnya ketemu sang eomma n pergi d pelukannya... T.T tpi sad ending bwt ahra yg nggk bsa kumpul lbh lama sama kyu pdhl selama ini dy mencari anknya... aq penaaaran gmn mrk bsa pisah, apa yg bikin mrk pisah n bikin kyu ngira ahra ahra ninggalin dy...
ditunggu ff brothersgip n family lainnya...
fira_bunny #2
Chapter 4: Sungguh menyentuh namun berakhir sedih.
Hweeeeeeee......
Kenapa harus sad ending???