01. Final..

Somewhere Under The Rainbow
Please log in to read the full chapter

Somewhere Under the Rainbow

By : D_Noviangyus

Main Cast:

Lu Han

Kim Jongin

 

Happy Reading ^^,

A/N : Bercetak miring flashback ne ,, ^^,

 

 

“Hyung, kau tahu ? Apa pemandangan paling indah ?”

“Uh ? Ani.. Apa ?”

“Pemandangan paling indah adalah ketika lengkungan warna itu menghiasi langit cerah dengan kau berada di bawahnya. Pelangi, akan selalu menjadi pemandangan indah nomor satu dan kau hyung  juga akan selalu menjadi nomor satu di hatiku.”

“Hahahaha, kau lucu sekali Jongin-ah.”

Kedua sisi bibir itu terangkat tipis kala mata cantiknya memandang nanar lukisan Tuhan yang muncul setelah hujan turun. Busur spektrum warna besar berbentuk lingkaran yang diakibatkan karena pembiasan cahaya matahari oleh bulir-bulir air. Indah, lengkungan itu indah menciptakan gumaman kekaguman dari siapapun yang melihatnya.

Tubuhnya sedikit menggigil seketika angin menyentuhnya. Segera ia memasukkan kedua pergelangan tangan ke dalam kantung hoodie yang tengah ia pakai. Mata rusa itu masih menyorot fokus tatanan warna berbentuk busur yang membentang jauh darinya. Sekali lagi, ia hanya bisa mengukir senyum tipis ketika ingatan tentang seseorang berputar pelan di benaknya. Seseorang yang cukup lekat untuk tetap berada di ruang hatinya meskipun ia telah meninggalkannya sendiri.

Sekejap binar cerah obsdian itu memudar seiring dengan kubangan air yang tercipta. Kelopak tipis mata itu mengerjab berulang, berusaha untuk membendung genangan yang memaksa untuk dibebaskan. Ia mendongak, berusaha mengembalikan air mata itu.

“Jongin-ah, aku merindukanmu.”

Tutur katanya melirih seketika lelehan air hangat lolos begitu saja dari sudut matanya. Sesenggukan melengkapi kesenduan wajah akibat jalur bening yang terukir tipis di wajah imutnya. Reflek, kedua tangannya menutupi dan membiarkan suara terdengar menyayat hati dari mulut mungilnya.

Detik demi detik berlalu masih diisi dengan sesenggukan yang seakan merampas ketenangan tempat ia berada. Masih, lelehan hangat itu tak berhenti mengalir kala otaknya dengan sengaja membuka kembali memori yang telah tersimpan sejak dua tahun silam. Dimana ketika ia harus menerima takdir hidupnya. Seseorang yang selama ini menyita seluruh perhatiannya telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi.

Pagi itu mentari sepertinya enggan untuk bersinar. Angin berhembus lebih dingin dari biasanya. Luhan mengintip dari balik jendela kamar. Ah, ia baru sadar mengapa tak ada semburat yang selama ini membangunkannya. Ternyata musim salju datang lebih dulu dari seharusnya. Senyumnya mengembang perlahan ketika ada sesuatu yang menyentil benaknya.

Sebentar ia melihat ke kalender yang menggantung. Tanggal 05 Januari, ada satu catatan kecil terselip di bawahnya. Kembali, senyum indah itu merekah. Segera saja ia beranjak untuk menyiapkan segalanya.

Beberapa hari yang lalu Luhan berjanji untuk menemani Jongin, kekasihnya melakukan check kesehatan sebelum operasi. Sang kekasih memang telah mengidap sebuah kanker di salah satu rangkaian tulangnya. Membuatnya harus rela duduk di kursi roda. Dengan sangat sabar dan perhatian, Luhan mengantarkan kemana saja Jongin ingin pergi.

“Kau siap ?” Luhan berjongkok menyamakan tingginya dengan Jongin.

Pemuda tan itu mengulas senyum cerah. Di mata Luhan, Jongin selalu memiliki aura riang ketika bersamanya. Atau hanya sekedar perasaannya ?

“Uh, hyung ! Bolehkah aku meminta sesuatu ?” mata sayunya menatap Luhan penuh harap.

Luhan menghentikan usapan tangannya dan mengangkat sebelah alis. Bertanya apa yang ia inginkan tanpa suara.

“Ajak aku jalan-jalan ke taman yang sering hyung kunjungi.” Jawabnya semangat.

Luhan hanya mengulas senyum lalu mengangguk. Tak ada salahnya mengajak Jongin ke tempat yang membuat Luhan merasa tenang. Salju hari ini masih belum terlalu dingin, sehingga ia yakin akan membawanya kesana. Sebuah tempat yang sering Luhan gunakan untuk menghilangkan segala kepenatan dalam dirinya.

Tangisannya menjadi setelah ingatan itu melayang. Kala itu, salju pertama yang dilewati Luhan bersama Jongin. Sejak dua bulan mereka menjalin kasih. Sejak dua bulan Luhan mulai meninggalkan kodratnya sebagai seorang lelaki sejati. Sejak dua bulan ia memilih untuk melepas hasratnya demi Jongin seorang.

Terjatuh, Luhan terjatuh karena tak mampu menahan tubuhnya yang melemas akibat semua energi terkuras untuk menangis. Ia memegang kedua lututnya. Tak peduli lagi bagaimana rupanya saat ini. Asalkan segala kegundahan yang menyelimutinya bisa sedikit demi sedikit tersingkap.

Dada sebelah kiri ia remas kuat. Layaknya ada sesuatu yang mencengkram dan merajang. Otaknya kembali mengingatkan saat pertama kali salju turun yang mereka lewati. Bodoh, Luhan mengumpat dalam hati. Dirinya sangat bodoh. Luhan memang bukan ahli medis yang mampu membaca apa yang terjadi jika ia melakukan sesuatu. Luhan tak tahu menahu tentang akibat salah bertindak dan bermain-main dengan tubuh Jongin. Luhan tak paham dengan resiko yang dirasakah Jongin bila pemuda tan itu pergi tanpa sepengatuhan dokter pribadi ataupun orang yang bertanggung jawab akan hal itu.

Yang ia tahu dan mengerti adalah bagaimana membuat Jongin senang dan tertawa dalam pelukannya. Tersenyum dalam dekapan tangannya. Bersemangat disetiap inci sentuhannya. Yang ia tahu hanya memberikan semangat untuk Jongin dengan mengabulkan segala keinginannya. Asalkan pemuda itu bisa merasakan bahagia.

Rintikan air mata itu kembali menghujam deras membasahi kedua kakinya. Kesalahan yang sangat fatal dan tak mampu ia perbaiki terus menghantuinya. Bagaimana bisa senyum kala itu yang merekah cerah harus berganti dengan rintihan pesakitan ?

Luhan tak pernah tahu jika salju yang ia bayangkan akan mampu menambah segala kecerahan dan semangat dalam tubuh Jongin malah membalikkan keadaan. Luhan tak pernah tahu jika hembusan angin dingin itu membekukan tubuh Jongin hingga menggigil tak karuan. Luhan tak pernah tahu bola-bola lembut itu bagaikan jarum yang menusuk tubuh ringkih Jongin.

Pemuda mungil itu terus memeras produksi liquid dari matanya sekedar mengingat saat-saat Jongin melemah dalam pelukannya, saat Jongin dengan suara lirih memanggilnya, saat Jongin perlahan memejamkan kelopak matanya. Luhan terus menyumpah serapahi dirinya sendiri. Merutuki tindakan bodoh yang selamanya akan terus menjadi boomerang dalam sisa hidupnya.

Dalam hati ia terus memanjatkan seribu do’a untuk keselamatan Jongin. Berharap pemuda yang sangat ia sayangi itu baik-baik saja dan tindakan bodoh yang ia lakukan tak akan membua

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
seideer #1
Chapter 1: Sedihhhh... T_T
christineonkey22 #2
Chapter 1: Huwaa kenapa harus sad ending sih T_T
KikyKikuk #3
Chapter 1: Aaaahhh..
Kenapa hrs sad ending..
:(
KaryLu #4
Chapter 1: Arghhhh --- nyesekkk. Knpa harus sad ending begini. huhuhu T_T
parknaya #5
Chapter 1: huweee,,knpa sad ending gini kailunya.. ToT
lustkai #6
Chapter 1: T_T nice story! Thank you T_T
clairenoona_887 #7
Chapter 1: Aaaaa.. Knp angst begini :'(
Bagus2, aku suka penyampaiannya.ngena :'(

Semangat terus buat ff nya.. Hwaiting! ^^