be mine again?

One Thing I Asked From You (sunshine moonlight AU)

Chanyeol merapikan setelan kemeja hitam polos dan jeans gelapnya lagi sambil sesekali memutar badan serba panjangnya di depan sebuah cermin yang terpasang permanen setinggi nyaris 3 meter di dalam kamarnya. Bibir merahnya mengerucut dan alis hitamnya mengerut sedimikian rupa, menyiratkan rasa kurang puas, jelas terbaca di wajahnya yang nyaris selalu diselipi senyuman jenaka. Tangannya yang berjari panjang mengutak-atik lagi rambut yang baru saja ia tata –di bantu Yura-.

‘Sudah keren.’ Batinnya, mata lebarnya memicing dan meneliti lagi setiap jengkal penampilannya dengan hati-hati.

Apa yang kurang Park Chanyeol, ayolah berpikir! Penampilanmu tak sekeren biasanya. Masih ada yang kurang. Pikir Chanyeol sambil menggigiti bagian dalam pipinya, Chanyeol biasa melakukan hal itu saat berpikir dengan anggapan mengunyah bagian dalam pipinya bisa memacu otaknya untuk berpikir lebih keras. Dan benar saja, dalam hitungan detik sebuah gagasan muncul dan wajahnya yang semula usut langsung berbinar. Setelah menjentikkan jari dan bersiul pelan, Chanyeol berdansa kecil menuju meja belajarnya dan menarik sebuah kalung berantai kecil-panjang dengan bandul plakat kecil –mungkin sebesar 2x1cm- dengan ukiran Soluine di atasnya. Chanyeol memainkan kalung itu sebentar diantara jari-jarinya dan tersenyum lebar.

“Kau pasti akan menyukainya, kan? Sunshine?” Dan dengan langkah ringan Pemuda setinggi tiang listrik itu menyambar jaket kulit hitam miliknya dan meluncur menuju dia.

 

__

Bertemu dengan dia mungkin bisa dihitung sebagai sebuah keberuntungan bagi Park Chanyeol. Berteman dan kemudian Chanyeol menyadari perasaan nyaman saat ia bersama dengan dia bukan sejenis perasaan seorang sahabat tapi sesuatu lain yang lebih abstrak dan kompleks. Sesuatu yang mungkin bisa dinamai cinta. Entahlah, Chanyeol bukan jenis orang yang gemar melabeli sesuatu, dan perasaan jelas bukan satu hal yang bisa dilabeli.

Mereka memulai dengan keraguan, banyak sekali keraguan. Seribu pertanyaan yang jika disimpulkan menjadi satu tanda tanya besar bagi Chanyeol. Apakah dia juga merasakan apa yang dirasakan Chanyeol? Apakah perasaan Chanyeol berbalas? Bagaimana jika semua yang terjadi hanyalah hasil dari pengambilan keputusan dan pengertian secara sepihak? Bagaimana jika ternyata Chanyeol hanya salah paham? Bagaimana jika hubungan mereka hanya berarti untuk Chanyeol? Lelah sungguh.

Banyak hal yang terjadi dimasa-masa yang abu-abu itu. Tapi toh saat Chanyeol memutuskan untuk bertahan, mendung menjadi cerah dan langit kembali jadi biru. Ia lempar jauh-jauh semua pikiran gamang saat dia dengan senyumnya yang berbentuk hati membisikkan ‘I love you too, Moonlight’.

Mereka menjadi pasangan yang terlihat sangat cocok saat berjalan bersama. Chanyeol yang jangkung seperti jerapah yang sedang memamah pucuk pohon dan dia yang puncak kepalanya hanya mencapai telinga Chanyeol. Lengan Chanyeol dengan mudah bisa menemukan dan merangkuldia, dengan mudah membungkus tubuh dia hanya dengan satu pelukan. Mereka menjadi pasangan serasi. Chanyeol dengan segala tingkah hyperactive-nya dan dia yang hanya diam memperhatikan dari sisi, namun bisa bertindak jika Chanyeol mulai melanggar batas.

Mereka begitu berbeda, tapi perbedaan itu saling mengisi dan terangkai harmonis. Chanyeol dan Kyungsoo membuat perbedaan menjadi indah. Dan kenyataan ini yang kemudian membuat Chanyeol berpikir,dia, Kyungsoo adalah satu kenangan paling indah yang tak akan bisa terganti. Bukan hanya sekali Chanyeol berkata, hanya Kyungsoo yang bisa mengisi ruang di hatinya.

Dan ia serius.

Dan ia berkata jujur.

Mungkin jika bukan dengan Kyungsoo, Chanyeol lebih memilih untuk tinggal menyendiri seumur hidupnya. Perjalanan mereka terasa indah dan nyaman. Beberapa pertengkaran kecil yang berujung ancaman Kyungsoo baik secara fisik maupun mental lewat begitu saja tanpa arti.

Mungkin, bagi Chanyeol.

Mungkin bagi Kyungsoo ancaman itu memang memiliki arti dan nilai.

Hubungan manis mereka berujung perpisahan. Yang jujur saja, mungkin sebagian besar memang salah Chanyeol dan Chanyeol sangat menyesal ia melakukan hal itu. Setelah satu pesan singkat itu dalam otak Chanyeol mulai muncul gagasan, jika. Jika saja ia lebih sering berada disisi Kyungsoo. Jika saja ia bisa berbuat lebih untuk Kyungsoo. Jika saja.

Jika saja.....

Semua pengandaian itu sungguh tak ada artinya karena hubungan mereka terlanjur berakhir. Jalan buntu. Tapi pertemanan mereka terus terjalin dan Chanyeol berpikir mungkin saja ini kesempatannya untuk memperbaiki apa yang sudah terlanjur rusak. Dan sepertinya Kyungsoo mau menunggu. Jadilah ia berdiri dibawah guguran salju terakhir di musim dingin yang menggigit.

Chanyeol duduk di atas kursi taman tempat ia biasa menunggu Kyungsoo pulang dari kesibukannya di sekolah. Dengan seulas senyum yang terpajang di wajahnya tanpa lelah walaupun angin dingin pelan-pelan mencuri kelembapan dari sela-sela giginya, dan seuntai kaling rantai kecil dalam genggamannya, serta sebuah harapan. Doa juga tak lupa ia bawa, semoga Kyungsoo belum lelah menunggu. Semoga harapannya bersambut. Semoga semua hal yang baik terjadi dan menghapus kisah sedih yang pernah terjadi di atas bangku kayu ini.

Dari kejauhan sebuah bus hijau besar berhenti di depan halte taman. Beberapa sosok turun dan langsung menghilang dikejauhan. Kecuali satu. Sosok itu berdiri cukup lama dan cukup membuat Chanyeol nyaris mati tegang dan penasaran. Chanyeol tahu betul sosok yang sedang mematung di halte itu adalah Kyungsoo, Chanyeol sudah hafal setiap bentuk dan lekuk tubuh Kyungsoo di bawah alam sadarnya. Yang membuat Chanyeol penasaran adalah, apa yang sedang dipikirkan pemuda kecil itu? Mungkin Kyungsoo mempertimbangkan kemungkinan ia berbalik dan pergi selamanya dari hidup Chanyeol. Bibir Chanyeol langsung berkomat-kamit sejuta doa begitu ia tersadar ada kemungkinan Kyungsoo merasa ia sudah muak bertemu dengan Chanyeol. Tapi sedetik kemudian sosok itu mulai berjalan menghampiri Chanyeol, ragu-ragu.

“hai.” Sapa Kyungsoo pendek begitu jaraknya dengan raksasa berambut coklat dan berkacamata berbingkai hitam tebal bernama Park Chanyeol hanya serentangan tangan. Senyum kaku tertarik dari sudut bibirnya yang segera dibalas dengan seringai sejuta watt dari Chanyeol.

“halo.” Suara Chanyeol dalam dan renyah. Seperti kerupuk yang baru saja diambil dari pusat bumi. [lol] Nyaris tidak ada rasa jengah pada suara dan sikap Chanyeol. Chanyeol masih sama seperti Chanyeol yang selalu meminta ciuman setelah ia membantu Kyungsoo membersihkan kamar, tidak peduli Kyungsoo yang selalu marah-marah itu kini terlihat sangat kikuk di depannya.

“kau terlihat sangat sehat, Sunshine.” Senyum baru terbit di bibir Kyungsoo begitu ia mendengar panggilan lamanya.

Sunshine, sinar mentari. Chanyeol pernah berkata bahwa Sunshine adalah sinar mataharinya. Energi yang menjadi daya hidup utama Chanyeol. Kehidupan di muka bumi ini mustahil terbentuk tanpa sinar mentari, dan seperti itulah arti Kyungsoo dalam kehidupan Chanyeol. Sebagai gantinya Kyungsoo akan memanggil Chanyeol dengan sebutan Moonlight, karena pasangan matahari adalah bulan, benar kan? Chanyeol masih mengingat kecupan terima kasih Kyungsoo dan masih terasa lembut di bibirnya saat Chanyeol menerangkan arti panggilannya pada Kyungsoo.

“kau terlihat terlalu sehat, Moonlight. Kau pasti terlalu banyak makan saat aku tidak ada.” Chanyeol hanya nyengir begitu Kyungsoo mulai menasihatinya.

“tidak. Aku Cuma terlalu sedikit bergerak saat kau pergi. Tidak ada lagi yang menyuruhku mengepel lantai dan mengelap kaca jendela yang tinggi-tinggi.” Dengusan kesal keluar dari bibir Kyungsoo tapi langsung disambung dengan senyum geli.

“kau tidak pernah berubah, Moonlight.”

“kau terlalu mengenalku, Sunshine.”

“dasar, Putain de Merde.”

“jangan memakiku, Sunshine.”

“terserah aku, Moonlight.”

“ternyata bukan aku saja yang tidak pernah berubah.”

“kau terlalu lamban menyadari perubahanku, Moonlight.” Chanyeol menarik nafas dalam dan panjang.

Ia nyaris selalu kalah dalam adu mulut dengan Kyungsoo dan pemuda bermata bulat di depannya hanya terbahak sambil memukul-mukul lengan Chanyeol. Selebrasi kemenangan khas Kyungsoo. Bibir Chanyeol mengerucut parah, membuat wajahnya mirip makhluk grotesque mutan Jerapah dan itik. Dengan gemas Kyungsoo menarik bibir Chanyeol. Bilang saja Chanyeol masokis, tapi sungguh ia rindu pukulan dan cubitan yang dulu jadi makanan sehari-harinya selain nasi dan kimchi.

“kau bilang kau ingin menyampaikan sesuatu. Apa itu Moonlight?” kata Kyungsoo dan Chanyeol segera teringat pada kalung yang sedari tadi masih ia genggam. Dengan senyum bangga ia mengulurkan kalung itu di depan hidung Kyungsoo sambil mengeluarkan efek suara

“jajjaaaaan” dari bibirnya yang nyengir. “untukmu.” Jelasnya sambil mengalungkan rangkaian rantai kecil itu pada leher Kyungsoo.

Warna putih metal berpadu dengan syal wol hitam Kyungsoo dengan sempurna. Desahan kecil keluar dari bibir Chanyeol begitu menyadari bertapa kalung itu melengkapi wajah cantik Kyungsoo –dan Chanyeol hanya bisa memuji dalam hati. Kyungsoo langsung membunuhnya dengan satu serangan jiujitsu kalau mendengar Chanyeol memujinya cantik-.

“Soluine?” lamat-lamat Kyungsoo mengeja ukiran yang tertera di plakat yang menjadi liontin kalungnya. Pandangan bingung segera dilemparnya pada Chanyeol begitu bibirnya selesai mengeja, meminta penjelasan. Dan dengan senang –dan bangga- Chanyeol menerangkan arti ukiran itu pada Kyungsoo.

“Soleil dan Lune. Matahari dan Rembulan.” Kata Chanyeol dengan suara lembut dan nyaris berbisik. Matanya berbinar makin terang dan sedikit menyilaukan saat ia meneruskan kalimatnya sambil perlahan-lahan mendekatkan jarak wajahnya dengan Kyungsoo.

“kau dan aku.” Keheningan yang melapisi udara di sekitar bangku taman begitu dingin tapi terasa nyaman. Chanyeol menunggu bibir tebal Kyungsoo terbuka dan mengajukan pertanyaan, tapi keheningan yang sama masih menyelimuti mereka hingga beberapa menit kemudian.

Mata mereka saling bertemu, tapi Chanyeol tak pernah bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Kyungsoo. Tapi Kyungsoo –dan orang-orang lainnya- selalu bisa membaca Chanyeol, semudah saat ia membaca buku. Detik itu hanya ada ketulusan terbaca di sana. Chanyeol meletakkan kedua telapak tangannya yang dingin pada pipi putih Kyungsoo. Pemuda itu mengernyit sedikit pada perbedaan suhu yang terasa tapi masih tetap diam membaca Chanyeol. Senyum Chanyeol menjadi lebih lembut dan ia kemudian berkata dengan suara tenang, sedikit grogi, dan lembut.

“jadi, sunshine. Aku ingin menanyakan satu hal padamu.”

-fin-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
6112doyeol #1
Chapter 1: duh gua melting baca ffnya dan gua jadi inget ama photobooknya chansoo yang dibikin 2someblack
terinspirasi dari sana ya thor? XD
FFnya bagus dan ingetin gua sama harga photobooknya yang hampir 800rebu dengan tema the sun and the moon
keep writing author nim! >.<
lelgeg
#2
Chapter 1: body ne error ya?