Bukan?
Bukan?Bukan
Created By : archiffaowiqlay
Demi dan Daisy adalah saudara kembar identik. Demi yang lahir lebih awal menjadikan dirinya seorang kakak dengan
sifat lembut, bijaksana dan anggun. Berbeda halnya dengan Daisy yang merupakan adiknya. Daisy adalah seseorang
dengan sikap frontal yang mengganggu, mudah marah, tetapi agak sedikit manja. Terlebih jika sudah berbincang dengan
kakaknya Demi.
Mereka memang terlahir di keluarga yang dilimpahi oleh materi. Keseharian yang mereka jalani hanya berkutat pada
sekolah, belajar, dan bermain. Tak ada orang tuanya yang mendampingi, menagawasi terlebih memarahi jika mereka
salah. Karena hal itu membuat Daisy yang sudah arogan semakin brutal. Jika saja Demi sang kakak tidak ada
disampingnya, dapat dipastikan bahwa Daisy sudah terjerat lembah hitam pergaulan remaja.
Kedua gadis berwajah sama itu terlihat sibuk dengan pakaian dan tas besarnya masing-masing. Demi-gadis dengan
rambut hitam panjangnya terlihat anggun dengan gaun tidur selutut berwarna peach. Sedang adiknya Daisy mengenakan
piyama bergambar tokoh kartun kesukaannya-doraemon. Rambut Daisy yang berwarna cokelat dengan panjang bergelombang
dibiarkannya terurai.
"Daisy, kau yakin ingin melakukan ini? Bukankah seharusnya kita mengisi liburan musim panas di rumah saja," Suara
lembut Demi membuat Daisy menghentikan gerakannya yang tengah mengemas pakaian.
"Demi mulai lagi kan. Aku sudah katakan berulang kali. Aku bosan jika harus merayakan ulang tahun kita di rumah.
Hanya mengadakan pesta mewah tanpa adanya orang tua," Daisy berujar lirih.
Raut wajah yang semula cerah, berganti sendu dengan kepala yang menunduk ke bawah. Sadar akan perubahan raut wajah
Daisy, Demi merangsek ke bagian ranjang yang sedang diduduki adiknya itu. Tangan Demi terulur ke depan berusaha
meraih pundak adiknya. Mengusap pelan seraya menggumamkan kata maaf.
"Baiklah. Jika kau senang, akupun akan senang. Mari selesaikan acara berkemasnya. Setelah itu kita harus cepat
pergi tidur. Agar besok tidak terlambat bangun," Bibir Demi melengkung keatas, mengantarkan rasa hangat tersendiri
kepada Daisy.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Demiiiihh? Demiii bangun.." Daisy mengguncang pelan tubuh Demi yang sedang terlelap tidur.
"Hem, apppahann sih Dais? Aku ngantukkkk," Demi berbalik dan menghadap kearah lain yang berseberangan dengan Daisy.
"Bangunnn, ada yang harus kau ketahuiiii," Daisy masih berusaha membuat Demi sang kakak bangun dan mendengarkan
dirinya.
"Huhhh, ada apasih Daisy? Kamu lihat tidak ini jam berapa?" Demi yang kesal karena sang adik masih terus saja
mengganggunya akhirnya bangun dan bersandar pada kepala tempat tidur. Sembari mengucek pelan matanya yang masih
setengah mengantuk.
"Kita harus cepat pergi dari sini." Daisy menggenggam erat jemari Demi, seraya berkata pelan di telinga Demi dengan
nada ketakutan.
"Apa maksudmu dengan pergi dari sini? Jangan membuat ku bingung." Demi berusaha menyeimbangi tubuhnya yang masih
lemes karena terus dihimpit oleh Daisy.
"Kau harus percaya aku. Kau harus lihat." Jemari Daisy semakin mencengkeram erat piyama tidur Demi. Perlahan Daisy
menuntun kakaknya ke dekat pintu kamar mereka.
Daisy mengisyaratkan Demi untuk diam dan membungkuk. Jari telunjuk Daisy bergetar menunjuk ke arah lubang kunci
yang memancarkan sedikit sinar. Demi menatap heran adiknya yangtakmengeluarkan sepatah katapun seolah sedang
bersembunyi dari sesuatu. Demi menutup sebelah matanya agar dapat melihat dengan jelas.
"Arrgghhhh!!!!" Demi terpental ke belakang dengan nafas yang terengah-engah. Dengan sekali gerakan Demi menarik
adiknya menjauh dan mematikan semua penerangan yang ada lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Sreeekkk...
"Sejak kapan kau mengetahui ini semua?" Demi berbisik pelan kepada Daisy sembari mengatur nafasnya.
"Su..su..dah lama. Apa yang kau lihat?" Tubuh Daisy masih bergetar seolah rasa takut yang menerjang terlalu kuat
sehingga sulit untuk dikendalikan. Keringat dingin membanjirinya, perasaan diawasi dan tidak aman selalu Daisy
rasakan semenjak mereka tiba di pondokan ini.
"Mata. bulat besar dengan bentuk tak biasa. Darah, ya, itu pasti darah segar yang memenuhi matanya." Demi
memejamkan matanya dan sesekali menggelengkan cepat kepalanya berusaha mengusir rasa takut yang ingin menyergapnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Suara Daisy terdengar bergetar, Cengkeramannya semakin erat pada gaun tidur Demi.
"Akupun tak mengerti. Kita harus keluar dari tempat ini. Kau bantu aku untuk membuka penutup lubang ventilasi."
Demi beranjak dari duduknya dan memanjat bagian wastafel yang berdekatan dengan ventilasi. Detik berlalu dnegan
cepat. Tak ada suara lain yang hinggap dan menyapa. Hanya suara kecil yang timbul dari kegiatan mereka. Sesekali
Demi meringis kesakitan karena jemarinya tergores sisi runcing dari lubang ventilasi.
Whuuusshhhh.......
Mereka terdiam. Hening. Semilir angin yang berhembus seperti pertanda tidak baik untuk mereka. Daisy merangsek ke
tempat Demi dan mencengkerram lengannya erat. Demi tahu bahwa adiknya sedang merasakan sesuatu yang berbeda. Mereka
memang memiliki kemampuan yang berbeda. Daisy dapat merasakan hal-hal yang diluar nalar manusia sedangkan Demi bisa
melihat hal-hal itu dengan jelas. Seperti saat ini. Ada perasaan was-was dan merasa diawasi menyergap batinnya.
"Demi, dia datang." Bisikan penuh penekanan dari Daisy menyadarkan ku dari pikiran ku.
"Siapa?" Aku benci harus melontarkan pertanyaan ini, tapi aku membutuhkan konfirmasi.
"Aku." Suara serak seorang wanita berbisik pelan di telinga Demi. Jemari lembut Daisy berubah menjadi kasar dan
dipenuhi kuku tajam. Bau anyir khas darah menguar menusuk indera penciuman Demi. Demi tak dapat bergerak. Suara
serak yang menyapanya menghentikan setiap kata yang ingin dikeluarkan.
"Harusnya kau tidak boleh sembunyi disini, Demi." Lagi. Wanita yang ada di sebelahnya berbisik dengan suara serak
dan dingin. Bau busuk menyebar memenuhi kamar mandi.
DOORRRR...DOOORRR
"Demiii!!!! Demiii buka pintunya! Demi BUKAAA!" Teriakkan seorang gadis yang Demi kenal membuat Demi menolehkan
kepalanya kesamping kirinya. Tempat dimana Daisy mencengkeram erat tangannya. Tempat adiknya. Harusnya.
Di singgasanaku 13 November 2014_17.30 WIB
Comments