Miracles in December (Part I)
Paper Plane Power (PPP)Chansung , seorang pemuda berkaki jenjang yang setiap harinya selalu mendapatkan hadiah diatas meja kantornya itu mulai bergegas, melingkarkan syal merahnya itu kelehernya. Bukan tanpa alasan ia mengenakannya, karena mulai dua hari yang lalu salju sudah turun didaerahnya—begitupula dikantornya. Setelah dirasa siap, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari ruangannya dan bergegas pulang.
'Hei Chansung, tampan sekali kau hari ini," itu Yuri, teman dan sekaligus salah satu fans Chansung. Yah, Chansung merupakan pemuda kantoran tampan —menurut teman pria kantornya— yang selalu beruntung dikantor mereka.
Chansung tersenyum dan melambaikan tangannya—tersipu. "Ah tidak kok. Dan, kamu juga terlihat lebih cantik dengan pita dikepalamu," ucapnya sembari melanglah kepintu keluar. Yah, itulah Chansung . Seorang Angle tak bersayap yang dapat kita temukan disini. Bagaimana tidak? Sikapnya yang sopan, baik, dan perhatian terhadap semua orang terkadang dapat melahirkan sebuah kesalahpahaman.
Ia menggeser pintu kaca dihadapannya. Sesegera mungkin menghirup udara segar nan dingin yang dihasilkan oleh salju sekarang, hitung-hitung sekaligus menetralisikan kepalanya dari tugas kantor yang menumpuk.
Kaki jenjangnya mulai memutuskan untuk berjalan mengitari sisi trotoar pengguna jalan. Sedangkan kedua sudut bibirnya tak berhenti tertarik—tersenyum. Seakan hari ini akan lebih menyenangkan dari hari sebelumnya. Tak terasa untaian poni dikepalanyapun mulai terhembus akibat sapuan lembut dari angin dingin yang diberikan salju kepadanya. What a beautiful day! Mungkin satu kalimat itu yang dapat menggambarkan perasaan Chansung sekarang.
Hingga semuanya..
Luntur.
"Auw," langkah Chansung terhenti saat ia merasakan dirinya terhuyung kebelakang dengan posisi bokongnya yang dahulu menepak tanah— betapa sakitnya!. Mulutnya terngangah lebar saat melihat seorang pemuda tersenyum aneh sudah berada diatasnya, begitu dekat— bahkan sangat dekat. Satu.. dua.. tiga..
"Aaaaah?!" Chansung menjerit, dan segera mendorong pemuda diatasnya. Ia tak peduli dengan para pejalan kaki yang sudah menatap aneh kearahnya—atau lebih tepat kearah ia, dan pemuda diatasnya. Sesegera mungkin Chansung bangkit. Sekarang tatapannya bertuju pada pemuda aneh yang sudah menabraknya itu. "Siapa kau?" Tanyanya sinis tanpa menatap pemuda itu.
Bukannya menjawab, pemuda itu hanya tertawa. Cukup! Chansung kesal. Yah, benar-benar kesal. "Kenapa kau tertawa? There's something funny?huh!"
"Yah, lucu. Dari dulu hingga sekarang tidak ada yang berbeda darimu.." pemuda itu kembali tertawa. Bukan hanya tertawa, ia juga menarik tangan Chansung ketempat yang lebih sunyi— setidaknya tidak ditengah pejalan kaki. "Yah!ya! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Chansung semakin kesal. Tuhan kemana hari indah yang ia bayangkan dari tadi? Keluhnya.
"Dulu kau tidak seagresif ini, dan lihat dirimu.. kau.. tampan." Aku pemuda itu sambil menatap Chansung lekat, seakan tak percaya dengan kenyataan didepannya. Chansung yang ditatap seperti itu semakin kesal. Cukup kesal hingga tas nya dapat tersampir dengan lembut kekepala pemuda aneh —kalau tak mau dibilang hidung belang — itu. "Aww," kali ini pemuda itu yang menjerit, salah satu tangannya tak henti mengelus bagian permukaan kepalanya yang menjadi korban tas Chansung. "Rasakan itu, dasar pemuda kurang ajar. Bagaimana beraninya kau menabrakku, lalu berlaku sok kenal. Dasar tak sopan." Omel Chansung.
Pemuda itu menyela. "Tidak, aku mengenalmu kok. Tapi,—pemuda itu merunduk,— sepertinya kau tidak mengenalku lagikan?.. Channie."
Kedua mata Chansung melebar, menatap tak percaya pemuda dihadapannya ini. Siapa dia? Mengapa ia tahu sebutan itu? "S-siapa kau?"
" siapa aku?
Comments