Jongdae

늑대와 미녀 (Wolf)

Next day.

Jam dinding yang tergantung di dapur menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Hana sedang beres-beres rumah sekaligus bersiap-siap untuk pergi kerja sambilan. Joonmyun sudah menyelesaikan makan siang dan sedang tidur setelah minum obat.

Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan lembut di pintu. Hana menaruh kemoceng yang sedang dipakainya dan bergegas menuju ke depan untuk membukakan pintu. Seorang pemuda bertubuh pendek dan bermata besar berdiri di depan pintu sambil tersenyum.

“Apa Joonmyun-hyung tinggal di sini?” tanya pemuda itu.

“Iya, benar,” Hana mengangguk. “Um… kau ini siapa?”

“Ah, namaku Kyungsoo. Aku mendengar kalau Joonmyun-hyung tinggal di sini, dan aku datang untuk menjemputnya,” jelas pemuda yang mengaku bernama Kyungsoo itu. “Apa dia ada sekarang? Bisakah aku menemuinya?”

“Ya, Joonmyun-oppa ada di rumah, tapi dia sedang tidur.”

“Tidak apa-apa, aku akan menunggunya sampai bangun.”

“Ehm… aku juga akan pergi kerja setelah ini, jadi—”

“Tidak apa-apa, biar aku jaga rumah Hana-sshi sekalian.”

Hana terkesiap. Darimana Kyungsoo tahu namanya? Seingat Hana, dia belum memperkenalkan diri pada Kyungsoo.

“Eh, baiklah kalau kau memaksa… silakan masuk.”

“Oh, terima kasih banyak.”

Kyungsoo melepas sepatunya dan mengikuti Hana ke ruang tamu. Hana pergi ke pantry dan menyajikan segelas jus apel untuk Kyungsoo. Pemuda itu kembali mengucapkan terima kasih.

“Uhm, maafkan aku karena tidak bisa menemanimu lebih lama, Kyungsoo-ah. Aku harus segera pergi ke tempat kerjaku,” ucap Hana. “Kalau kau mau menengok Joonmyun-oppa, kamarnya ada di lantai dua, pintu yang warna putih di ujung koridor. Kalau kau lapar… uhm, ambil saja makanan di lemari.”

“Terima kasih, Hana-sshi. Maaf sudah merepotkan dan membuatmu telat datang ke tempat kerja.”

“Ah, tidak apa-apa, tidak usah dipikirkan. Mm… baiklah, aku pergi dulu.”

“Hati-hati di jalan.”

Hana mengangguk dan cepat-cepat berangkat menuju ke tempat kerja sambilannya. Setelah Hana pergi, Kyungsoo naik ke lantai dua dan membuka pintu bercat putih di ujung koridor.

“Kyungsoo, itu kau?”

Kyungsoo menatap ke arah ranjang. Joonmyun sudah bangun dan sedang membaca novel. “Hyung, aku senang kau sehat-sehat saja.”

Kyungsoo masuk ke dalam kamar dan duduk di kursi. Joonmyun nampak serius membaca novelnya, dia belum mengalihkan matanya pada Kyungsoo.

“ Sedang membaca apa, hyung?” tanya Kyungsoo.

“Novel,” jawab Joonmyun sambil membalik halaman novel. “Novel percintaan. Hana yang meminjamkannya padaku, katanya supaya aku tidak bosan. Ceritanya bagus, aku sangat menyukainya.”

Kyungsoo menatap lantai sambil tersenyum. “Kau tidak pernah berubah, hyung. Dari dulu, kau selalu penasaran pada manusia. Meski Xiumin-hyung sering memarahimu, kau tidak pernah kapok untuk mempelajari seluk-beluk kehidupan manusia.”

Joonmyun berhenti membaca, dia menutup novelnya dan menaruhnya di samping bantal. “Kau datang kemari untuk membawaku pulang, Kyungsoo?”

“Tadinya begitu, tapi aku lihat kau baik-baik saja di sini,” Kyungsoo mengubah posisi duduknya. “Aku ingin berbincang-bincang denganmu, hyung. Soal gadis manusia itu.”

Joonmyun diam.

“Dia gadis yang baik, ya,” lanjut Kyungsoo. “Dia menyelamatkan hyung dan membiarkan hyung tinggal di rumahnya, meskipun sebenarnya dia adalah mangsamu.”

“Bagaimana mungkin seekor peliharaan memangsa tuannya sendiri setelah mendapatkan perlakuan yang begitu baik? Itu bertentangan dengan moral manusia.”

“Ya… aku tahu. Aku pun diam-diam mempelajari seluk-beluk manusia sepertimu, hyung. Ternyata, kita hanya melihat eksterior mereka saja selama ini.”

Joonmyun kembali diam.

“Manusia yang kita tahu selama ini adalah makhluk yang serakah, yang kekejamannya bahkan bisa melebihi hewan paling buas sekalipun… tapi ternyata, masih ada manusia yang memiliki hati yang baik, seperti Hana-sshi. Aku mengerti kenapa kau enggan untuk menyantapnya, hyung… aku mengerti.”

“Terima kasih, Kyungsoo. Tapi… aku tidak punya banyak waktu,” Joonmyun menatap punggung tangan kanannya sendiri. Di sana terukir sebuah tato dari tinta hitam yang berbentuk seperti tetesan air. Tato itu sesekali memancarkan cahaya berwarna kebiruan.

Hyung, itu…” Kyungsoo menatap Joonmyun dengan khawatir.

“Untuk sekarang, kekuatanku masih cukup untuk menyembunyikan ini, setidaknya di depan Hana. Tapi untuk ke depannya… aku tidak yakin kalau aku mampu untuk menyembunyikannya.”

Kyungsoo meraih tangan kanan Joonmyun. Diusapnya punggung tangan Joonmyun dengan lembut, dan begitu Kyungsoo melepaskan tangan kanan sang kakak, tato itu sudah tidak nampak.

“Kyungsoo, kau…” Joonmyun menatap Kyungsoo dengan kaget.

“Aku pinjamkan sedikit kekuatanku padamu, hyung. Setidaknya, itu cukup sampai malam purnama berikutnya,” Kyungsoo tersenyum lembut. “Melihatmu seperti ini… aku tidak tega bila harus membunuhmu.”

Kyungsoo membuka tangan kanannya dan muncullah sebuah pisau kecil yang terbuat dari taring.

Hyung, sebaiknya kau segera pergi dari sini. Bawa Hana-sshi bersamamu, karena Xiumin-hyung sudah mengetahui keberadaan kalian berdua,” ucap Kyungsoo kemudian. “Dia menyuruhku untuk membunuhmu, dan menyuruh Chen-hyung untuk mencelakakan Hana-sshi…”

“Apa katamu!?” Joonmyun spontan menyeruak bangun. “Chen!?”

Kyungsoo mengangguk. “Kau tidak boleh gegabah, hyung… kalau kau melepaskan kekuatanmu di tempat umum, kau dan Hana-sshi akan…”

Joonmyun meremas selimut. Matanya menatap nanar ke arah kaki kanannya yang masih dalam masa penyembuhan.

“Lay… bagaimana dengan Lay?” tanya Joonmyun.

“Lay-hyung…? Dia sedang pergi ke China, aku yakin dia belum tahu soal ini.”

Joonmyun menggeram kesal. Di saat genting seperti ini dia tidak mampu berbuat apa-apa, dan itu sungguh mengesalkan.

Hyung, tenangkan dirimu,” Kyungsoo panik melihat manik hitam Joonmyun yang mulai berubah warna. “Kalau kau seperti ini, yang lain akan mudah melacakmu…”

“Tapi aku tidak bisa diam saja, Kyungsoo! Minseok… beraninya kau!”

Joonmyun melompat turun dari ranjangnya dan langsung melompat keluar lewat jendela.

Hyung! Suho-hyung!” panggil Kyungsoo, namun dia terlambat. Tahu kalau Joonmyun sudah jauh, Kyungsoo memutuskan untuk menyusulnya.

 

~*~*~*~

 

Hana’s workplace, XOXO Café

“Hana-sshi, ada pelanggan yang menanyaimu.”

“Hah?” Hana yang sedang mencuci gelas menoleh ke arah teman kerjanya.

“Pelanggan di meja nomor 5 menanyaimu. Apa dia teman kuliahmu? Temui dulu sana, biar aku yang mencuci gelas-gelasnya.”

“Uhm… baiklah. Maaf sudah merepotkan.”

Hana bergegas menuju ke bagian depan kafe dan berjalan ke arah meja nomor 5. Pelanggan yang disebut temannya tadi adalah seorang pemuda berpipi tirus yang mengenakan kaus berwarna hitam, celana jeans hitam dan jaket bulu.

“Anda memanggil saya?” tanya Hana pada pemuda itu.

“Ah, iya. Lee Hana, kan? Duduklah sebentar, aku ingin mengobrol denganmu,” Pemuda itu mengangguk dan tersenyum.

“Tapi… ini masih jam kerja…”

“Sebentar saja. Duduklah.”

Tidak enak untuk menolak, Hana akhirnya duduk di kursi yang menghadap si pemuda.

“Hana-sshi, aku dengar kalau Joonmyun-hyung tinggal bersamamu,” ucap pemuda itu.

“Eh… iya, benar…” Hana berusaha menyembunyikan kekagetannya. “Darimana anda tahu? Anda ini siapa?”

“Oh, namaku Jongdae. Aku ini… hmm, bisa kau katakan aku ini adalah sahabat Joonmyun-hyung,” Pemuda berpipi tirus itu kembali tersenyum. “Aku berterima kasih karena kau sudah menolong Joonmyun-hyung dan membiarkannya tinggal di rumahmu.”

“Ehm, itu bukan apa-apa…” Hana menundukkan kepalanya. “Aku hanya merasa kasihan jika Joonmyun-oppa harus terlunta-lunta di jalanan, apalagi Joonmyun-oppa bilang dia tidak dapat mengingat keluarganya sendiri…”

Mata Jongdae menyipit ketika mendengar perkataan Hana.

“Joonmyun-hyung mengatakan itu padamu?” tanya Jongdae. Hana mengangguk pelan.

“Apa mungkin Jongdae-oppa tahu soal keluarga Joonmyun-oppa?” Hana balik bertanya. “Aku rasa Joonmyun-oppa sangat merindukan keluarganya, tapi tidak bisa mengingat mereka… jika Jongdae-oppa memang tahu, kuharap kau mau membantu Joonmyun-oppa.”

“Hm, hm. Ya, aku tahu soal keluarga Joonmyun-hyung,” Jongdae mengangguk. “Ya, ya… aku tahu segalanya soal Joonmyun-hyung, segalanya yang ingin kau ketahui.”

Jongdae menggenggam tangan Hana dan memandang lurus ke arah matanya. Kedua bola mata Jongdae berubah warna menjadi merah terang, cincin perak berbentuk kalajengking yang disematkan di jari tengah tangan kanannya pun mulai berkilat-kilat. Hana bagaikan tersihir ketika melihat mata itu, dia tidak bisa bergerak maupun bersuara.

Waktu seolah terhenti. Tidak ada yang menyadari kalau Jongdae baru saja mencium Hana. Kemudian, ketika waktu kembali berjalan dan Joonmyun tiba di kafe tempat Hana bekerja sambilan, Hana sudah terbaring tak sadarkan diri di lantai. Para pelanggan maupun staf kafe panik melihat Hana yang tiba-tiba saja pingsan. Jongdae sudah tak ada di manapun di kafe itu.

“Hana! Hana!” Joonmyun masuk ke dalam kafe dan menerobos kumpulan orang-orang tersebut. Dia memangku Hana dan mengguncang-guncangkan tubuh gadis berambut panjang tersebut.

“Hana! Hana, bangunlah! Hana!” Joonmyun masih mengguncang-guncang tubuh Hana, sesekali menepuk wajahnya pelan agar gadis itu segera bangun. Meski tidak menemukan Jongdae, Joonmyun yakin kalau bau yang tertinggal di tubuh Hana adalah milik Jongdae.

Hyung!” Kyungsoo tiba di kafe tidak lama kemudian. Dia berjongkok di dekat Joonmyun lalu berkata dengan pelan, “Hyung, tadi aku melihat Tao di atap kafe ini. Aku yakin dialah yang menghentikan waktu di kafe ini supaya rencana Chen-hyung bisa terlaksana.”

“Bahkan Tao juga!? Grr…” Joonmyun kembali menggeram karena kesal. Buku-buku jarinya mengeras, tangannya terkepal dengan kuat.

“Ini…” Kyungsoo meraba tubuh Hana, merasakan sesuatu yang aneh. Wajahnya berubah kaget, lalu dia berbisik pada Joonmyun. “Hyung! Chen-hyung ternyata menanamkan kalajengking peliharaannya di dalam tubuh Hana-sshi! Aku bisa merasakannya meski samar… kalajengking-kalajengking itu pastilah bukan kalajengking dewasa. Namun seiring waktu, mereka akan bertambah besar dan jika dibiarkan, Hana-sshi bisa…”

Joonmyun membelalakkan matanya ketika mendengar penjelasan Kyungsoo. Kalajengking peliharaan Jongdae bukanlah kalajengking sembarangan; selain sangat berbisa, kalajengking-kalajengking itu juga memakan organ dalam untuk berkembang biak dan dapat mengalirkan listrik tegangan tinggi jika sudah dewasa. Jongdae sangat menyukai hewan kecil berbisa itu, dan sering menggunakannya untuk membunuh mangsa-mangsanya.

“Minseok… jadi ini jawabanmu!” Joonmyun menggendong Hana di punggungnya dan cepat-cepat membawanya pulang ke rumah, Kyungsoo mengikuti di belakangnya. Dia tahu kalau dia tidak bisa kembali lagi karena sudah berkhianat.

 

~*~*~*~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet