After a Long Time

Description

Title : That Autumn

Rating : G

Length : Vignette

Genre : Romance, Angst, Sad

Main Cast :
-Byun Baekhyun (EXO)
-Kim Taeyeon (SNSD)

 Disclaimer :

FF ini terinspirasi dari lagu ‘After A Long Time’– Baek Ji Young (OST. Rooftop Prince) dan sedikit pengalaman pribadi saya #EA. Plot dan karakter tokoh murni dari imajinasi saya sendiri. Cast milik Tuhan dan orang tua mereka masing-masing.

Recommended song : Baek Ji Young – After A Long Time

Summary : “Aku iri dengan pengorbanan daun pohon mapel. Setiap musim gugur mereka rela berguguran demi menjaga pohonnya agar bisa tetap hidup.”

Foreword

 

–-–––

Musim gugur, Seoul, awal September 2004

Pemuda itu menarik nafasnya dalam-dalam.

Be my girlfriend, please.”

“Maaf, Ibu melarangku menjalin hubungan dengan pria sampai usiaku sembilan belas tahun.” Jawab gadis di sampingnya.

Ia tertawa kecil. “It’s okay. Ibumu tidak tahu, ‘kan.”

Ya, aku tidak mau ibuku marah-marah di surga karena hal ini.” Gurau si gadis.

“Sembilan belas tahun.. artinya empat tahun lagi, ya?”

Yup.”

“Kalau begitu, empat tahun yang akan datang, kita bertemu lagi di sini, ya?”

––––

Musim gugur, Seoul, September 2008

Kurang lebih dua minggu berlalu sejak angin musim gugur menyapa kota Seoul.

Daun-daun di pepohonan yang berbaris rapi di tepi jalan sudah paham dengan ruitinitas yang mereka jalani tiap tahunnya, tampak dari warnanya yang mulai menguning, bahkan ada sebagian yang sudah gugur. Jalanan sudah mulai didekorasi oleh alam dengan taburan dedaunan pohon yang jarang-jarang di bagian tepinya. Matahari sepertinya malu-malu untuk muncul hari ini, ia bersembunyi di antara awan-awan, jadi cuaca hari ini tidak terlalu panas. Ya, cuaca khas musim gugur. Beberapa jam lagi, taman dan hutan kota akan dipenuhi oleh orang-orang yang tak mau menyia-nyiakan momen indah yang hanya terjadi selama musim gugur ini. Terlebih momen ini terjadi pada hari Minggu.

Seorang gadis berambut cokelat dan berpakaian tebal keluar dari rumahnya. Gadis itu menggiring sepeda tuanya ke luar pagar rumah, kemudian menaiki sepeda itu dan mengayuhnya pelan. Sesekali kepalanya menoleh ke arah pohon-pohon yang menggugurkan daunnya di tepi jalan, kemudian bibirnya menyunggingkan senyum penuh kenangan. Ia ingat dengan hari yang sama lima tahun silam, saat ia dan orang itu selalu berangkat dan pulang bersama dari sekolah menengah dengan cara ini, bersepeda.

Bibir gadis itu kemudian berbisik, dalam hatinya ia berharap agar angin mau menyampaikan pesan darinya kepada orang itu.

“Baekhyun, apa kau sedang bersepeda juga?”

––––

Musim gugur, Seoul, September 2003

YA! BAEKHYUN-AH! JANGAN TERLALU CEPAT MENGAYUH SEPEDANYA! AKU TIDAK MAMPU MENYUSUL!”

Pemuda yang disebut namanya tadi hanya menggeleng sekilas ke belakang kemudian menjulurkan lidahnya dan tersenyum mengejek. Hari ini hari pertama di musim gugur, dan hari ini mereka berdua terlambat berangkat ke sekolah. Bahkan, Taeyeongadis bermata bulat itu­baru terbangun setelah Baekhyunpemuda tadiberteriak memanggil Taeyeon dari depan rumah. Segera setelah Taeyeon keluar dari rumah, Baekhyun mengayuh sepedanya dan melaju menuju sekolah, meninggalkan Taeyeon yang berteriak kesal dandengan terburu-burumengeluarkan sepedanya dari rumah lalu mengejar Baekhyun secepat mungkin. Sayangnya tenaga Taeyeon belum terisi sepenuhnya pagi ini, hingga sampai sekarang Taeyeon masih tertinggal jauh di belakang Baekhyun dan hanya bisa meneriaki Baekhyun berkali-kali.

Baekhyun sama sekali tidak mengindahkan teriakan dari sahabatnya itu. Sementara Taeyeon, berusaha mengayuh sepeda hijaunya lebih cepat, walaupun jarak di antara ia dan Baekhyun masih tetap sama, tak berkurang sedikitpun. Tapi bukan Taeyeon namanya jika ia menyerah dengan mudah. Taeyeon tetap mengayuh lebih cepat, lebih cepat, lebih cepat, sampai..

Braakk.

Ia terjatuh.

Suara benturan antara sepeda Taeyeon, jalan, dan lutut Taeyeon sendiri cukup keras, dan Baekhyun dapat mendengarnya. Ia menghentikan sepedanya kemudian memutar ke arah suara tadi. Sepeti yang sudah Baekhyun duga dari awal, sekarang ia menyaksikan Taeyeon yang dengan kikuknya berusaha mengangkat sepeda sementara kaki kirinya sedikit turun ke bawah karena sakit. Mata sipitnya menatap tajam mata bulat Taeyeon yang berair, beralih ke luka di lutut Taeyeon yang terkotori oleh sedikit pasir, kemudian kembali lagi ke mata bulat Taeyeon yang air matanya sudah diseka Taeyeon dengan tangannya yang memerah karena bergesekan dengan jalan. Taeyeon hanya bisa memberikan tatapan memelas untuk membalas tatapan kesal dari Baekhyun. Ia sudah pasrah. Ia yakin Baekhyun benar-benar akan meninggalkannya di sini, karena kesalahan yang ia perbuat hari ini bisa membawa mereka berdua menuju hukuman membersihkan ruang olahraga atau membersihkan taman belakang sekolah.

Tanpa diduga, Baekhyun mengulurkan tangannya, membuat Taeyeon terpana dan hanya terdiam sekarang.

Baekhyun mendengus kesal. “Kau mau tinggal di sini?”

Taeyeon menggeleng kaku. Tangan kanannya perlahan terangkat dan menyambut uluran tangan Baekhyun. Kakinya bergerak perlahan untuk berdiri, sementara wajah Taeyeon sedikit menggigit bibir bawahnya, menahan sakit karena luka di lututnya yang nyeri dan mengeluarkan darah.

“Masih mampu mengayuh sepeda?”

Kali ini Taeyeon terdiam. Baekhyun menghela nafas panjang, kemudian ia melepaskan dasi hitamnya lalu mengikat boncengan sepedanya dan menghubungkannya dengan kedua stang sepeda Taeyeon.

Taeyeon semakin tidak mengerti dengan tindakan Baekhyun.

Ya, cepat naik. Kau mau kita ketinggalan jam pertama?”

Taeyeon kembali tersadar. Dengan wajah memerah yang masih sama ia naik ke boncengan sepeda Baekhyun. Baekhyun mengayuh sepedanya dengan cepat, membuat Taeyeon harus berusaha keras menjaga keseimbangan dengan kondisinya yang seperti ini.

“Kalau takut jatuh pegangan saja.”

Tangan mungil Taeyeon merengkuh pinggang Baekhyun dengan canggung. Ia yakin wajahnya sudah sangat merah sekarang. Jantung Taeyeon berdebar sangat kencang.

Tunggu.

Ini pertama kalinya jantung Taeyeon bekerja lebih cepat dari biasanya. Ini pertama kalinya Taeyeon merasa jutaan selnya bergetar. Ini pertama kalinya Taeyeon merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya saat bersama Baekhyun. Ini juga pertama kalinya Taeyeon bertanya pada hati kecilnya,

apa aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri?

Kemudian ia tersenyum dan menjawab pertanyaannya.

Tidak.

––––

Hongdae Junior High School.

Sang gadis menghentikan sepedanya tepat di depan papan nama itu. Masih dengan tatapan yang penuh dengan kenangan indah masa lalu, ia menggiring sepedanya ke dalam kawasan sekolah menengah pertama tempat ia dan Baekhyun bersama-sama meniti langkah menuju cita-cita mereka. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan yang diberi label ‘Ruang Olahraga’, saksi bisu saat Baekhyun mengajarinya cara melakukan servis voli, cara melakukan passing dengan benar, bahkan cara melayangkan smash dengan baik. Kemampuan Taeyeon yang memalukan dalam olahraga voli membuatnya harus berlatih keras sepulang sekolah untuk mendapat nilai yang baik dalam mata pelajaran olahraga.

Seulas senyum nostalgia tersungging di bibirnya.

Ia kembali menggiring sepedanya, menyusuri koridor panjang di sini, tempat ia biasa mengerjakan tugas setiap pelajaran matematika, karena tidak mengerjakan tugas yang diberikan Kwon sonsaengnim untuk dikerjakan di rumah. Dan setiap itu juga, Baekhyun pura-pura membuang sampah kertas yang sebenarnya berisi jawaban dari tugas yang harus diselesaikan Taeyeon.

Taeyeon terkekeh.

Dalam hati, Taeyeon merutuki kebodohannya dalam dua mata pelajaran itu. Karena hal itu ia merasa selalu merepotkan Baekhyun. Walaupun Taeyeon juga merasa tidak pernah meminta bantuan Baekhyun untuk mengatasi masalahnya dalam dua mata pelajaran itu. Ya, di balik sifat cuek dan dinginnya, Baekhyun sebenarnya memiliki hati yang tulus dan sangat-sangat baik. Sayangnya sifat baiknya itu hanya ia tunjukkan untuk beberapa orang. Termasuk Taeyeon.

Bahkan Taeyeon tidak ingat hal apa yang telah ia berikan untuk membalas kebaikan Baekhyun.

Taeyeon kembali tersenyum mengingat saat-saat itu. Ia merindukan Baekhyun, orang yang bisa mengubah pandangan Taeyeon tentang dirinya sendiri. Baekhyun yang bisa membuat Taeyeon yakin dengan kemampuan dalam dirinya. Baekhyun yang tak pernah lelah mengajarinya dan menyemangatinya sampai ia bisa melakukan sesuatu.

Baekhyun yang tanpa Taeyeon sadari, telah ia cintai sejak dulu.

Ia memejamkan matanya, membiarkan satu tetes air mengalir dari sudut matanya.

––––

Senyuman bahagia terpampang jelas di wajah setiap manusia yang berada di taman kota hari ini. Sekelompok anak-anak tampak sedang bermain petak umpet di salah satu sudut taman. Di tempat lain, tampak satu keluarga kecil yang sedang bersepeda, sepasang suami-istri yang sedang bercanda, dan beberapa remaja yang sedang lari pagi. Di tengah wajah-wajah cerah itu, Taeyeon menggiring sepeda tuanya dengan air yang menggenang di kedua pelupuk matanya. Ia merasa terpojokkan. Ia merasa sendiri. Kesepian.

Semilir angin menerpa pepohonan di sekitar Taeyeon. Ratusan dedaunan yang sudah rapuh itu rontok satu demi satu dengan perlahan, seperti kenangan tentang Baekhyun yang ada di pikiran Taeyeon. Semua kenangan itu berjatuhan dalam pandangan Taeyeon tanpa henti.

“Kalau takut jatuh pegangan saja.”

“Ini jawaban soal nomor satu sampai tujuh. Tiga nomor berikutnya kerjakan sendiri.”

Ya, ya, posisi tanganmu salah. Sini kutunjukkan caranya.”

“Aku iri dengan pengorbanan daun pohon mapel. Setiap musim gugur mereka rela berguguran demi menjaga pohonnya agar bisa tetap hidup.”

Be my girlfriend, please.

“Kalau begitu, empat tahun yang akan datang, kita bertemu lagi di sini, ya?”

“Kami akan pindah ke Munchen. Jadi aku akan menjalani sekolah tinggi di sana.”

“Jangan menangis. Kalau sudah lulus aku pasti kembali ke Seoul, kok.”

“Aku berangkat, ya.”

“Taeyeon.. tetaplah hidup. Aku senang bisa menjaga pohon mapelku yang cantik ini.”

Tanpa ia sadari, air matanya telah mengalir menyusuri pipinya yang pucat. Kemudian semuanya kembali terulang, menjadi pemandangan yang menyiksa Taeyeon sedikit demi sedikit.

––––

Di sini.

Seharusnya minggu lalu ia tidak mengajak Baekhyun ke tempat ini.

Seharusnya Baekhyun tidak usah mendorongnya ke tepi jalan saat itu.

Seharusnya ia yang tertabrak mobil, bukan Baekhyun.

Seharusnya ia mau menunggu sampai hari ini, sesuai janji yang ia dan Baekhyun sepakati empat tahun yang lalu.

Taeyeon menyandarkan sepedanya di bawah pohon mapel yang berada di depannya. Air matanya semakin deras mengalir, tetes demi tetes beningnya semakin banyak berjatuhan. Ia terduduk, kedua tangannya meremas tumpukan daun mapel yang ada di tanah. Taeyeon benar-benar belum siap menerima kenyataan ini. Tiga tahun tanpa Baekhyun sudah lebih dari cukup untuk membuat hidupnya terasa hampa, dan sekarang ia harus menjalani seumur hidupnya tanpa Baekhyun. Sikapnya yang penuh semangat sudah luruh sejak minggu lalu, kini ia hanyalah gadis biasa yang rapuh.

Rindu yang baru saja terobati, kini telah berubah menjadi kerinduan yang lebih besar.

“Seharusnya kau tidak perlu menjadi daun pohon mapel. Oh ya, dan seharusnya aku tidak menjadi pohon mapel...”

Daun mapel dalam genggamannya ia remas lebih keras lagi.

Taeyeon terisak. “Kau bisa lihat aku di sini?”

“Kau bisa dengar ucapanku, kan?” Ujar Taeyeon dalam tangisnya yang kian lama kian deras.

“Aku menyesal... tidak mengungkapkan perasaan ini sejak awal.”

Taeyeon mengusapkan kedua tangannya ke wajah pucatnya yang telah basah oleh air mata.

“Aku mencintaimu, dan sekarang aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.”

Ia menunduk, mencoba membiarkan tetes demi tetes kepedihannya jatuh seiring dengan air matanya. Sayangnya, kepedihan yang Taeyeon rasakan bagaikan virus yang menempel pada kenangan tentang Baekhyun masih tersimpan dalam memorinya. Dan semakin kuat Taeyeon berusaha untuk menghapus memori tentang Baekhyun dalam dirinya, semakin jelas pula kenangan itu muncul.

Ya, mungkin jika kisah mereka tidak berakhir sampai di sini, virus bernama kepedihan itu tidak akan muncul.

Namun Taeyeon sadar, setiap pertemuan pasti diakhiri dengan perpisahan. Sama halnya dengan pertemuan mereka. Menyesali perpisahan secara tidak langsung sama saja dengan menyesali pertemuan. Taeyeon hanya berharap ia bisa bertemu lagi dengan Baekhyun di kehidupan selanjutnya, walaupun harus menunggu lebih lama. Semoga.

Naega bogosipeoyo, jeongmal bogosipoyo.” Bisiknya.

Saranghaeyo, Baekhyun-ah.”

­––––

The talks we had as we looked at each other
The stories that only we knew
I guess I can’t erase them, I can’t throw them away,
I can’t forget them
I look around these streets for the first time in a while
Whenever I pass this street, the good memories
They keep floating up in my head so I stop my footsteps

After a long time, I am here right now
Because I long for that time,
Though I tried to live without knowing
I keep thinking about it
That’s how I am, it keeps coming into my eyes
The times we spent together, the memories - they fall like stars
How about you?

The people look only happy
It seems like I’m the only one left in loneliness
I try to pretend that I’m not
but I keep thinking of you

After a long time, I am here right now
Because I long for that time,
Though I tried to live without knowing,
I keep thinking about it
That’s how I am, it keeps coming into my eyes
The times we spent together, the memories - they fall like stars
Tears fall

If I wait here,
will I be able to see you?
Then will I be able to tell you
how I feel right now?

Because I miss you, because I am missing you
That’s how I am, I only know you
Living without you makes me filled with regret about everything
Because you’re not here,
because there are so many empty things
Again today, I long for that spot and
my footsteps won’t move
and I call out to you

–FIN–

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet