Vega

Description

 

Vega

by Vera SHE

 

Vega Cassandra Lee [OC] & Kim Ki Bum [Super Junior] | Choi Si Won [Super Junior] & Kim Na Na [OC]

Romance, Sad | Vignette | T

Disclaimer : All cast are belong to God but this FF is mine.

 

Warning : Absurd, typo(s), alur berantakan, bahasanya kacau, dll.

 

Sudah pernah dipublish di blog pribadi. Silakan kunjungi Sweet Cafeteria.

 

Foreword

“Oh, Tuhan. Aku bisa gila!”

Vega Lee mengusap-usap wajahnya. Ia menatap horror ke setumpuk map warna merah di tangannya. Isinya tak lain adalah berkas-berkas yang harus ia kerjakan di rumah. Oh, otak gadis itu seakan ingin membelah diri menjadi tiga bagian sekarang. Ia sangat lelah.

Vista indah yang menghiasi sisi jalan terhalangi oleh gelapnya malam. Ia tak peduli dengan lambaian daun-daun pohon yang tumbuh di sisi jalan. Gadis itu hanya butuh istirahat sejenak.  Langkah Vega terhenti ketika ia tiba di sebuah taman. Taman sederhana yang beralaskan rerumputan serta lampu yang tertancap di tengah-tengah.

Ia mendongak ke atas, memandang langit yang dipenuhi bintang-bintang. Bahagianya menjadi bintang-bintang di sana, mereka tetap setia menggantung diri di langit setiap malam.

Ponsel Vega bergetar. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Yeoboseyo, Si Won Oppa?”

“Vega, di mana kau sekarang?” Suara bariton tersebut menelusuk ke telinganya. Vega memandang jembatan tinggi nan memanjang di sebelah barat laut. Lampu-lampu kuning berjajar di sisi besinya.

“Aku di taman dekat Jembatan Han Nam,” jawabnya.

“Oh, baiklah. Tunggu aku di sana, aku akan—“

“Awww...,” Vega mengaduh. Sesosok tubuh mungil baru saja menabraknya. Noda es krim vanila pun membekas di rok gadis itu. Anak kecil berkucir dua tadi hanya menatap Vega dengan tatapan bersalah.

“Vega, ada apa?” tanya Si Won. Tampaknya pria itu sedikit khawatir.

“Tidak apa-apa. Sudah dulu, ya?”

Vega menutup teleponnya. Kemudian ia berjongkok di depan anak perempuan yang berusia kira-kira lima tahun dan membelai rambutnya lembut.

“Halo, kenapa kamu jalan-jalan sendirian malam-malam begini? Di mana ibumu?” tanya Vega dengan suara pelan.

Eomma di rumah. Aku datang bersama Appa. Dia yang membelikanku ini.” Ia memperlihatkan es krim vanila miliknya yang setengah mencair.

“Benarkah? Lalu di mana a—“

“Kim Na Na!” Suara rendah itu memanggil nama seseorang yang tak lain adalah nama anak ini. Mendengar seorang pria memanggilnya, anak perempuan berkucir dua itu langsung menoleh. Bibirnya menyunggingkan senyum simpul, lantas berlari ke pelukan pria muda tadi.

Vega beranjak berdiri. Ia menatap nanar pria muda yang sedang memeluk tubuh anak kecil itu. Senyum manis yang melengkung di kedua ujung bibirnya mengingatkan ia kepada seseorang yang telah lama tidak ia jumpai. Ah, tidak! Sepertinya pria itulah orangnya.

“Na Na-ya, kau ini nakal. Bagaimana kau bisa sampai ke sini?” Pria itu kini mengelus lembut rambut putrinya.

Kim Na Na hanya tersenyum. Ia beralih menatap gadis muda yang berdiri tidak jauh darinya.

“Aku bertemu kakak itu,” ucapnya senang.

Pria itu pun berdiri. Cahaya sendu dari lampu taman itulah yang menjadi satu-satunya penerangan di tempat itu. Semakin ia mendekat, semakin jelaslah wajah gadis bersurai hitam itu.

Seketika mulutnya terkatup. Tak mampu berucap karena kerongkongannya tertahan. Begitu lama ia tak melihat gadis ini. Sekarang waktu telah mempertemukan mereka kembali. Meskipun hanya segelintir, perasaan itu masih membekas di hatinya.

“Vega,” panggilnya, “kaukah itu?”

Vega mengerutkan dahinya samar. Ada seberkas bayangan kembali berputar di dalam benaknya. Banyak kenangan yang mengingatkan dirinya terhadap pria ini. Ya, ia tidak mungkin melupakan kenangan yang telah terjadi belasan tahun yang lalu.

Kim Ki Bum.

 

***

 

“Aish, Si Won Oppa, kembalikan!” Vega mengerucutkan bibirnya kesal. Gadis kecil yang berusia lima tahun itu berlari-lari mengejar Si Won.

Tak ada hal lain yang dilakukan Si Won selain meledek Vega. Ia menjulurkan lidahnya, mengangkat tinggi-tinggi pita biru milik gadis itu agar ia tidak bisa menggapainya. Vega hampir menangis. Sepasang matanya mulai berkaca-kaca.

“Kembalikan, Oppa! Itu pitaku,” pekiknya lagi. Si Won tetap tidak mengindahkan perkataannya. Malah anak itu semakin menjadi-jadi. Ia melempar benda kecil itu ke udara, lalu menangkapnya kembali.

“Ambil saja kalau kau bisa,” ledeknya.

Pita biru itu seketika menghilang dari genggaman Si Won. Kini benda kesayangan Vega dirampas oleh anak lelaki yang lain. Ia berambut hitam legam. Sepasang matanya yang sipit mengerling ke arah sahabatnya yang terkenal sebagai pengganggu anak perempuan.

“Kembalikan saja. Ish, kau ini,” desisnya kesal.

“Hei, Ki Bum-ah, aku kan hanya bercanda,” protes Si Won.

Tampaknya Kim Ki Bum tidak peduli dengan sanggahan Si Won. Seperti yang ia ketahui, anak laki-laki yang bernama Choi Si Won itu memang agak nakal. Dia adalah siswa yang paling tinggi di kelas. Wajahnya tampan, hidungnya mancung, dan satu hal lagi, ia adalah anak konglomerat. Sayangnya ia punya sikap yang tidak begitu baik. Salah satu hobinya adalah mengejek anak perempuan, terutama Vega.

“Punyamu, Vega Cassandra Lee,” Ki Bum melirik sekilas ke name tag yang terpasang di baju anak itu sambil menyodorkan pita biru tersebut.

“Terima kasih,” jawab Vega senang, lalu menyeka air matanya yang berlinang.

“Kalau Si Won mengganggumu lagi, bilang saja padaku. Aku akan menghajarnya lalu membawanya ke pemanggangan barbeque.”

Vega tertawa kecil. Ki Bum mengelus pelan rambut gadis kecil itu sebelum akhirnya ia meninggalkan taman kecil yang terletak di belakang sekolahnya. Ada segelintir perasaan aneh menyergap hati Vega. Entah kenapa yang jelas ia senang diperlakukan seperti itu.

Satu hal yang sekarang melintas di benaknya. Ia ingin menjadi teman lelaki itu. Ya, Vega ingin menjadi teman baiknya. Jika pendengarannya tidak salah, tadi Si Won menyebut nama lelaki itu Ki Bum.

Ah, Ki Bum. Nama yang bagus.

 

***

 

Ki Bum berdiri di kebun kecilnya. Ia telah menyiapkan sebuah teleskop besar serta buku tulis. Malam temaram yang indah dihiasi oleh jutaan bintang di langit. Sungguh ia bisa bersantai sejenak sambil mencuci mata, melihat bintang-bintang nan indah jauh di sana.

Lelaki bertubuh tinggi itu memang menyukai dunia astronomi. Ia hanyalah seorang astronom amatir. Meskipun amatiran, lelaki itu cukup tahu peta rasi bintang yang pernah ia baca di buku. Tetapi ada satu bintang yang selalu menjadi kesukaannya.

“Sepertinya kau suka sekali memandang bintang.” Vega melangkah perlahan mendekati Ki Bum. Gadis yang berusia 17 tahun itu meneguk minuman sodanya sejenak.

“Hal itu menyenangkan.” Ki Bum memicingkan matanya ke lensa teleskop. Jemarinya memutar alat pengatur lensa agar bisa melihat bintang yang ditemukannya lebih dekat.

“Dapat!” serunya kegirangan. “Vega, coba kau lihat ini!”

Vega mendekat. Sebelah matanya sengaja dipicingkan dan ia menangkap sebuah benda indah yang bersinar terang itu bergantung manis di langit. Bibirnya tersenyum simpul.

“Wah, indah sekali bintang itu!”

“Nama bintang itu adalah Vega,” ujarnya.

Vega terdiam. Pandangannya kini beralih menatap wajah manis lelaki yang tiga tahun lebih tua darinya. Gadis itu tersenyum simpul.

“Namanya sama denganku....”

Ki Bum mengangguk. “Hmm, apa namamu mengandung sebuah arti?”

Gadis bersuari hitam itu memutar bola matanya. Seingatnya ayah ataupun ibunya tak pernah menceritakan asal-usul dari namanya. Nama Vega Cassandra Lee adalah nama yang diberikan oleh ayahnya yang merupakan orang Skotlandia sementara Lee adalah marga ibunya. Benar, gadis itu blasteran Skotlandia-Korea.

“Sepertinya namaku ini asal-asalan diberikan oleh ayahku,” ungkapnya sembari tertawa. Ia kembali meneguk minuman sodanya sampai habis.

Ki Bum memutar alat pemutar lensa teleskopnya. Butuh waktu beberapa menit bagi pria itu untuk mencari bintang lain. Ia tersenyum puas setelah menemukannya.

“Lihat ini!” Ki Bum menarik tangan Vega agar gadis itu ikut melihat bintang yang ia tunjukkan.

“Hmm, bintang,” Vega kembali memicingkan bola matanya. “Ada tiga bintang yang sangat terang. Jika mereka dihubungkan, akan membentuk sebuah segitiga, ya?”

“Benar,” Kim Ki Bum mengangguk. Lelaki itu berbalik, lalu duduk di sebuah bangku cokelat sederhana di dekatnya.

“Mereka adalah Vega, Altair, dan Deneb. Ketiga bintang itu disebut sebagai Summer Triangle.” Ki Bum mengubah posisi duduknya. Vega lalu duduk di samping lelaki itu. Tampaknya ia ingin mendengar kisah yang akan dipaparkan oleh kekasihnya lebih lanjut.

“Aku punya cerita legenda dari Jepang, terkait dengan bintang Vega dan Altair. Bintang Vega merupakan bintang tercerah dalam rasi Lyra sebagai Orihime, putri Raja Langit yang pandai menenun. Bintang Altair yang berada di rasi Aquila dikisahkan sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi. Hikoboshi adalah orang yang rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime. Suami istri Hikoboshi dan Orihime pun hidup bahagia, tetapi sayang sejak itu Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala.”

Vega mempertajam pendengarannya. Sepertinya cerita ini cukup menarik untuk didengar. Ki Bum menarik napas sejenak, lantas melanjutkan ceritanya.

“Raja Langit pun menjadi sangat marah dan keduanya dipaksa berpisah. Orihime dan Hikoboshi ditempatkan di dua tempat yang berbeda, yang dipisahkan oleh sungai Amanogawa atau Milky Way. Mereka hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam ketujuh bulan ketujuh setelah mereka bekerja keras selama setahun.”

“Hanya satu tahun sekali?” Tampaknya Vega tidak begitu percaya. Bagaimana bisa mereka yang saling mencintai hanya bisa bertemu setahun sekali?

“Ya, benar. Kalau kebetulan hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu Hikoboshi sehingga sekawanan burung kasasagi pun terbang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih. Mereka berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa supaya Hikoboshi dan Orihime bisa menyeberang dan bertemu.”

Vega menghela napasnya. Hatinya begitu lega karena Hikoboshi dan Orihime bisa bertemu meskipun hanya setahun sekali. Berarti, kekuatan cinta mereka besar sekali.

“Pada hari Orihime dan Hikoboshi bertemu, orang Jepang merayakan hari itu sebagai Hari Tanabata.” Ki Bum mengakhiri cerita singkatnya.

Vega mendongak ke langit, memandang taburan bintang yang begitu indah di sana. Sepasang matanya bertukar pandang ke arah Ki Bum.

“Lalu, hubungan cerita ini denganku apa?”

Ki Bum bergeming. Ia menarik napasnya panjang, lantas mengembuskannya.

“Aku ingin kau menjadi Vegaku, Orihime-ku,” ujarnya lembut. “Kau sudah tahu kan aku akan ke Paris untuk melanjutkan studi dua minggu lagi.”

Gadis itu mengatupkan mulutnya. Ya, ia ingat akan hal itu. Sekali Ki Bum menyebutnya, batinnya kembali tersiksa. Berpisah dengan kekasih yang ia cintai itu sungguh menyakitkan. Membayangkannya saja seolah ingin mati, padahal ia akan berangkat dua minggu lagi. Vega ingin sekali lelaki itu tidak pergi, tetapi realita tidak akan seperti itu.

“Mungkin aku akan cukup sibuk di sana, mengingat kuliah kakakku juga sangat padat. Jadi aku akan pulang ke Seoul setahun sekali. Dan setiap setahun sekali itu, aku ingin terus bertemu denganmu.”

Vega bergeming. Ia menunduk sedikit, menahan butiran kristal yang hampir membasahi pipinya.

“Kau ... menangis?” Ki Bum mencekal pundak gadis itu lembut. Vega segera menyeka air matanya yang menganak sungai. Senyuman simpul yang tersungging dari bibirnya menyimpan sejuta kesedihan.

“Ah, tidak,” sangkalnya, “aku pasti akan merindukanmu, Oppa.”

“Aku juga.”

 

***

 

Pesan e-mail yang diterima Vega pada natal tahun kemarin itu tak lain adalah e-mail dari Kim Ki Bum. Dia mengatakan akan pulang ke Seoul pada tahun baru. Namun setelah ditunggu-tunggu, ia tak kunjung datang. Padahal gadis itu sudah lama tidak melihat kekasihnya. Ya, sudah tiga tahun lamanya.

Semula keduanya masih sering berkirim e-mail, tetapi akhir-akhir ini Ki Bum tidak pernah lagi mengirim e-mail kepada Vega. Bahkan ia tidak lagi membalas e-mail dari gadis itu. Entah apa gerangan yang terjadi. Sesibuk itukah ia?

Malam itu Vega duduk di sebuah kursi sederhana. Pandangannya mengarah pada jalanan kota Seoul yang masih ramai. Musik yang mengalun lembut di ujung ruangan tak membuat hatinya tenang. Berapa lama lagi ia harus menunggu?

“DUUAARR!” Teriakan seorang lelaki bertopeng monster mengagetkan Vega. Sontak gadis itu berteriak ketakutan. Beberapa detik kemudian, ada suara tawa kecil dibalik topeng monster hijau yang dikenakannya.

“Terkejut?” Lelaki itu membuka topengnya. Vega hanya menghela napas lega sekaligus berusaha meredam rasa kesal.

“Ish, Si Won Oppa! Kau ingin membuatku serangan jantung, hah? Kalau aku mati bagaimana? Apa kau mau tanggung jawab?” bentak Vega kesal. Entah kenapa setiap bertemu dengan Si Won, amarahnya bisa naik puluhan kali lipat. Sejak dulu ia paling suka mengganggu gadis itu, bahkan sampai sekarang pun hal tersebut masih sering dilakukannya. Tetapi bertemu dengan Si Won merupakan obat mujarab baginya. Setidaknya ia bisa melupakan Ki Bum sementara waktu.

“Ya, aku akan bertanggung jawab,” Si Won duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Vega. Ia mencomot sepotong kue kering, lantas memakannya. “Aku akan memberikan penghormatan terakhir, lalu mengubur mayatmu seperti selayaknya.”

Vega mengerucutkan bibir, kemudian menyeruput jus jeruk dingin miliknya. Seketika itu juga pandangan Vega beralih pada sepasang kekasih yang baru memasuki kafe. Tatapannya terpaku pada wajah seorang lelaki. Ya, lelaki yang telah lama tidak dilihatnya kini bersanding dengan gadis lain?

“Kim Ki Bum?” gumam Vega.

Si Won melihat sorotan mata gadis itu tertuju pada sesuatu yang berada di belakangnya. Ia mengerutkan dahinya, lantas berbalik arah. Tampaknya Si Won pun sedikit terkejut ketika melihat Ki Bum sedang duduk di kursi kafe berhadapan dengan seorang gadis asing.

Ia tahu Vega masih mencintai Ki Bum. Bahkan cintanya sudah terpendam di hati sejak lama. Begitu lama ia merindukan lelaki itu dan sekarang ... ia menghianati Vega. Tidak bisa dibiarkan!

Si Won hendak menghampiri Ki Bum, tetapi segera diurungkan niatnya itu ketika melihat Vega keluar dari kafe. Lelaki itu mengejar Vega. Akhirnya ia pun menemukan gadis itu berdiri di pinggir jalan sambil meratapi cintanya.

Perlahan Si Won menghampirinya. Tangannya terulur menepuk lembut pundak gadis itu.

“Oppa,” lirihnya di sela-sela isak tangis, “bantu aku melupakan dia.”

Si Won tak berucap lagi. Kini kedua tangannya merangkul tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Belaian lembut dari telapak tangannya menyusuri rambut indah Vega.

Suara Vega kian serak. Air matanya kini membanjiri pipinya. Ia merasakan sakit yang begitu menyesakkan dada. Sesuatu telah menikam habis hatinya atau bahkan merobek isinya. Sesakit itukah dihianati oleh seseorang? Rasanya seolah ingin mati.

 

***

 

“Apa kabarmu?” Ki Bum bersuara. Seketika itu juga hayalan Vega pecah menjadi kepingan kenangan.

Gadis itu hanya tersenyum manis. “Baik. Kau?”

Ki Bum mengangkat kedua bahunya. “Ya, seperti yang kau lihat.”

Lagi-lagi Vega berdiam diri. Ia menunduk sejenak, lantas menatap wajah mungil gadis kecil itu. “Itu ... putrimu?”

“Iya, namanya Kim Na Na,” kata Ki Bum sambil menggendong putri kecilnya.

Entah kenapa ada rasa aneh menyergap hati pria itu. Rasa senang bercampur dengan rasa bersalah dan juga rindu. Ah, tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Jelas sekali ingatan masa lalu itu masih membekas di benaknya. Gadis yang berada di hadapannya sekarang ini adalah cinta pertamanya.

“Soal yang dulu itu, aku minta maaf,” ujar Ki Bum lirih.

Vega tertawa hambar. Ia menarik napas panjang, memandang langit hitam yang dihiasi taburan bintang. Kata-kata yang Ki Bum ucapkan saat melihat bintang dulu masih terngiang jelas di telinganya.

“Tidak perlu,” jawab Vega ringan, “justru aku merasa beruntung.”

Tatapan gadis itu kembali mengarah pada Ki Bum. “Aku sudah mendapatkan pria lain. Yah, dia baik meskipun terkadang bercandanya keterlaluan. Setidaknya dia tidak pernah mengumbar janji palsu.”

Hati Ki Bum seakan ditusuk ribuan jarum. Kata-kata Vega tadi benar-benar membuatnya merasa bersalah. Memang benar ia pernah berjanji kepada gadis itu bahwa ia akan pulang ke Seoul setahun sekali dan bertemu dengannya. Ya, seperti kisah Orihime dan Hikoboshi.

Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak pernah terjadi. Pria itu malah menemui gadis lain, menjalin cinta, lalu menikahinya.

Dua cahaya kuning dari mobil Audi A4 itu menyala terang. Beberapa saat kemudian mobil hitam itu berhenti. Seorang pria bertubuh tinggi keluar, lalu bersandar di sisi samping mobil. Melihat itu, Vega hanya mengulum senyum.

“Aku pulang dulu,” ucapnya sambil membungkukkan badan. “Senang bisa bertemu denganmu lagi, Ki Bum-ssi.”

Vega berbalik arah dan pergi meninggalkan taman itu. Ki Bum memandang pilu punggung mantan gadisnya yang semakin menjauh. Lidahnya kelu sampai tak bisa berkata-kata. Mungkin ia akan lebih bahagia bersama pria lain.

“Tadi itu siapa? Sepertinya tidak asing,” Si Won menegakkan punggungnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Vega.

“Itu Ki Bum. Aku tidak sengaja bertemu dengannya. Kau tahu? Dia sudah menikah dan punya anak. Anaknya cantik sekali.” Vega masuk ke dalam mobil itu. Si Won membungkukkan badannya, menatap Vega lekat-lekat.

“Apa perkataanmu tadi memiliki makna tersirat?”

“Maksudmu?” Vega mengernyitkan keningnya samar.

“Kau mengajakku menikah, bukan?”

Vega tertawa. Gadis itu lantas menarik napasnya sejenak. “Ah, bercandamu sungguh terlalu.”

“Aku tidak bercanda. Lima tahun kita bersama menjalin hubungan ini dan kurasa sudah sepantasnya aku melamarmu,” ujar Si Won dengan nada serius. Hal tersebut membuat Vega tak bisa membuka mulutnya karena ia sedang melihat sisi lain dari pria itu. “Mengikat janji suci di depan altar bersamamu adalah impianku.”

Vega bergeming. Ia menatap lekat sepasang netra yang lembut itu. Pria ini telah membantunya untuk melupakan cinta lamanya. Dialah yang menjadi penghibur hati gadis itu, menjadi penerang setiap kegelapan yang menghinggapi dirinya. Hingga pada akhirnya benih-benih cinta pun perlahan tumbuh.

“Hmmm, mungkin Oppa bisa mengatakan hal itu di hadapan kedua orangtuaku. Bagaimana?”

Si Won tersenyum sumringah. Oh, itu sinyal positif dari kekasihnya. Sudah pasti hal itu akan dilakukan olehnya. Kini hati Si Won berbunga-bunga. Mungkin ia akan melamar Vega secepatnya. 

 

 

 

 

END

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet