Chapter 1

Please Call Me Mr. Charming

“Kau adalah namja terimut yang pernah ku lihat, oppa!”

Tidak! Aku ini namja dewasa! Apa tidak ada satu pun yang menyadarinya? Aku adalah namja normal berusia 18 tahun. Wae mereka selalu menganggapku imut? Imut itu hanya untuk bocah berumur 5 tahun ke bawah. Wae mereka tidak bisa menyebutku tampan atau mempesona?

“Maukah kau-“

“Tidak. Kau ku tolak!”ucapku cepat.

Yeoja itu menatapku tidak percaya dengan mulut menganga. Air mata dapat terlihat akan meluncur kapan saja dari kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

“Tapi, oppa.. W,wae?”ucapnya dengan suara bergetar.

Aku mendesah. Selalu saja skenarionya berjalan seperti ini. Seorang hoobae yang tidak pernah ku kenal tiba-tiba menghentikanku di saat aku sedang berjalan sendirian dan memintaku menjadi namja chingunya. 

Atau kalau mereka lebih nekad, mereka tidak segan mencegatku saat aku bersama teman-tamanku dan menarikku ke suatu tempat yang lebih sepi. Tapi tetap saja semuanya berakhir sama. Aku menolak mereka semua dan bahkan aku tidak pernah berpikir 2 kali. Entah yeoja itu cantik atau tidak aku tidak pernah berpikir ulang. Itu semua karena mereka melakukan kesalahan yang sama. Mereka memanggilku dengan sebutan I.M.U.T

“Apa aku harus menjawabnya? Jawabanku harusnya sudah dapat kau tebak,”ucapku seraya menjejal kedua telapak tanganku ke dalam saku celana seragam sekolahku.

“Aku akan melakukan apa pun yang oppa mau agar aku bisa menjadi yeoja chingu oppa,”yeoja itu berkata kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

“Kau sama saja seperti yeoja yang lainnya,”desahku. “Sama sekali tidak menarik,”lanjutku lagi seraya berjalan melewatinya. Dapat ku dengar ia memanggilku berulang kali dengan nada frustasi. Namun tentu saja aku tidak berpaling.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kalau dihitung ulang hari ini aku sudah mencampakkan perasaan 3 orang yeoja. Itu artinya 3 kali pula aku dicap sebagai namja imut. Mungkin sebagian orang akan berpikir betapa beruntungnya aku karena banyak orang yang memujiku. Tapi tidak. Itu adalah sebuah beban bagiku! Selama 3 tahun aku menjadi murid SMA wae tidak pernah sekali pun aku menerima pujian yang sesuai dengan umurku?

“Imut, manis, menggemaskan? Mereka semua bodoh!”ucapku kesal seraya menendang kerikil yang berada di jalanku menuju gerbang sekolah.

“Ya! Xi Lu Han!”

Aku menoleh ke belakang saat mendengar suara seorang yeoja memanggil namaku. Dari jauh aku sudah mengenali sosok yeoja berambut panjang bergelombang yang sedang berlari ke arahku itu. Kim Hee Rin. 

Dia adalah anak dari orang tua asuhku selama di Korea.  Ya, aku adalah siswa pertukaran pelajar dari China dan sudah menetap di Seoul selama 3 tahun bersama keluarga Kim. Kalian tidak bisa menebak betapa beruntungnya aku mendapatkan keluarga kecil itu sebagai keluargaku selama di Korea.

Orang tua Heerin adalah pasangan suami istri yang ramah dan penuh kehangatan. Mereka juga sangat mengerti kondisiku yang tidak terlalu lancar berbahasa Korea hingga memanggil guru private bahasa Korea untukku tiap minggu. Aku sangat berterimakasih atas hal itu karena kini perbedaan bahasa sudah tidak menjadi masalah bagiku. Dan satu hal lagi yang membuatku tidak bisa merasa lebih beruntung lagi dari saat ini. Aku dapat berinteraksi lebih dekat dengan Hee Rin. Oh... andai yeoja itu tahu kalau ia sudah berhasil mencuri perhatianku sejak pertama kali kami bertatap mata... Tapi sayangnya selama 3 tahun kami hidup bersama yeoja itu tidak pernah menganggapku lebih dari sekedar teman.

“W,wae... kau...tidak... membangunkanku... pagi tadi?”yeoja itu nekad berkata-kata begitu sampai di hadapanku walau nafasnya masih tidak teratur akibat berlari untuk menemuiku tadi.

“Mianhae. Tapi tadi aku juga bangun terlambat dan aku ada jadwal piket pagi. Jadi aku buru-buru ke sekolah tanpa sempat membangunkanmu.”jelasku seraya tersenyum, berharap ia akan sedikit luluh dan tidak mempermasalahkan hal ini lagi.

“Gara-gara kau aku jadi harus menulis essay sebanyak 3 lembar kertas folio tentang mengapa aku terlambat dan apa yang harus aku lakukan agar tidak mengulanginya lagi! Kau tahu bagaimana rasanya harus menulis sebanyak itu sepulang sekolah dengan keadaanku yang sudah lelah secara jasmani dan rohani karena pelajaran dari pagi sampai siang? Itu adalah 3 lembar kertas folio yang paling menyakitkan dalam hidupku!”ia berkata dengan nada melebih-lebihkan dan wajah kesal.

Aku menatapnya dengan salah satu alis terangkat. “Geureom?”

Ia mendesah lalu memanggilku untuk mendekat padanya dengan gerakan tangan. Aku tidak tahu apa yang ia inginkan, namun aku tetap mengambil satu langkah ke arahnya. Dan begitu aku melakukannya saat itu pula aku menyesal telah menurutinya karena ia berhasil mendaratkan sebuah jitakan pada kepalaku. Dengan keras!

“Ouch! Ya! Apeuda!!”pekikku seraya menggosok-gosok tempat di mana ia memukulku tadi.

“Jitakan itu masih belum cukup untuk membayar kesalahanmu!”ujarnya seraya melipat tangan di depan dada. 

Ia mendesah sebelum kembali berkata,”Setidaknya kau menungguku untuk pulang bersama.”

Mendengar perkataannya aku berhenti menggosok kepalaku lalu tertawa kecil. “Ya, jangan salah paham! Aku baru saja akan pulang saat kau memanggilku tadi.”

Ia menyipitkan matanya. “Lalu wae kau masih ada di sekolah pada jam segini?”tanyanya seraya melemparkan pandangannya ke sekitar area sekolah yang sudah sepi karena jam sekolah memang sudah berakhir sejak 2 jam yang lalu.

Pikiranku kembali ke kejadian beberapa waktu yang lalu dan hal itu berhasil membuat mood ku down kembali. Aku mendengus. “Tadi aku menunggu seseorang,”aku ku.

Ia mengamatiku dengan salah satu alis terangkat. “Nugu?”

“Ia adalah seorang yeoja dari kelas X.”

“Neoeui yeochin?”

Aku mendengus lalu melipat kedua tangan di depan dada. “Wae tiba-tiba kau tertarik pada urusan pribadiku, Kim Hee Rin-ssi?”

Ia mendesah lalu membuang muka ke arah lain. “Aku hanya ingin memastikan apa isu yang menyebutkan kalau kau suka memainkan perasaan yeoja itu benar?”

Apa ia cemburu? Memikirkan hal itu aku dapat merasakan sebuah seringaian mengembang di wajahku. 

“Lalu bagaimana kalau itu benar?”

Hee Rin memalingkan wajahnya ke arahku dan terdiam. Dalam hati diam-diam aku berharap ia akan berkata kalau ia tidak menyukai hal itu dan memohon agar aku tidak meneruskannya karena ia tidak sanggup melihatku dengan yeoja lain. Tidak salah kalau aku berharap kan?

Namun kenyataannya tidak seperti yang aku inginkan. Yeoja itu hanya terdiam sambil menatapku dengan wajah tanpa ekspresi, sampai tiba-tiba ia malah...tertawa?

“Kau... haha.. yang benar saja! Ya! Wajah polos, imut dan kekanakanmu itu bertolak belakang dengan gelar playboy atau casanova! Sudahlah.. jangan bercanda, Luhan!”ucapnya seraya memengangi perutnya, menahan tawa.

Polos? Imut? Kekanakan??? Apa ia baru saja mengatakan itu? Dari semua yeoja yang ada di dunia ini, wae ia harus mengatakan hal itu juga?

Aku mengepalkan kedua telapak tanganku erat. “Geumanhae.”

“Ne? Hahahahha tapi.. hahaha kau tidak tahu betapa lucunya ini? Xi Lu Han dan playboy tidak bisa digabungkan dalam satu kalimat!”ia terus saja tertawa geli seraya memegangi perutnya dengan kedua tangan.

Aku dapat merasakan darahku mulai mendidih dan meluap ke ubun-ubun bagai lava yang perlahan merayap ke kawah gunung merapi. Dan saat itu aku tahu batas kesabaranku telah habis. Segera saja aku mencengkram kedua pundaknya, membuat tawanya terhenti dan digantikan oleh satu tarikan nafas tajam karena aksiku yang tidak ia sangka-sangka.

“Katakan sekali lagi...menurutmu aku ini namja seperti apa?”ujarku, berusaha menahan diri untuk tidak meneriakkannya tepat pada wajah yang selalu terbayang di benakku di tiap kesempatan tersebut.

Sesaat ia hanya menatapku dalam diam. Dapat terlihat ekspresi bingung terukir jelas di wajahnya itu. Namun detik berikutnya ia malah melemparkan senyum padaku.

“Menurutku kau adalah namja yang imut, polos dan sedikit kekanakan.”ucapnya.

Aku mendesah. “Apa kau berpikir aku sedang bercanda? Kalau menurutmu aku ini namja polos dan kekanakan lalu namja seperti apa yang dewasa dan mempesona?”

Aku ingin tahu jawaban apa yang akan ia berikan padaku. Sangat! Namun saat ia melakukannya waktu terasa bagai terhenti seketika dan oksigen seperti disedot keluar secara paksa dari kedua paru-paruku.

“Namja seperti Oh Se Hun,”ucapnya dengan penekanan di tiap suku kata pada nama yang ia sebutkan tersebut. Dan... apa wajahnya benar-benar berubah kemerahan hanya dengan menyebut nama namja yang berada 1 tingkat di bawah kami itu? Dia pasti sudah gila!

“Sehun? SEHUN? Dia bahkan lebih muda darimu! Dari kita! Bagaimana bisa kau menyebutnya dewasa?”protesku.

Ia mengangkat salah satu alisnya. “Waeyo? Menurutku dia lebih berkharismatik daripada kau! Aku tidak peduli dia 1 tingkat di bawahku. Aku yakin dia bisa membimbingku dan membuatku merasa nyaman!”

Sesange! Tolong katakan kalau ini tidak benar! Dia baru saja mengatakan bahwa aku tidak lebih baik dari seorang hoobae!

~~~

“Ya! Apa yang kau lihat sampai seserius itu?”pelatih tim sepak bola, Mr. Goo berkata seraya menepuk pundakku dan duduk di sampingku.

Aku mendengus lalu mengalihkan pandanganku dari namja berambut pirang yang sedang menggiring bola di tengah lapangan itu. “Eobseo..,”jawabku. Mr. Goo menaikkan salah satu alisnya lalu menatap ke sekeliling lapangan. “Lalu wae kau memasang tampang membunuh seperti tadi? Apa kau sedang berusaha membuat rumput di lapangan ini meleleh dengan tatapanmu?”

Aku tertawa kecil. “Andai aku bisa melakukan itu dia adalah orang pertama yang ku musnahkan,”ujarku pada diri sendiri lalu mengambil botol minum yang ku letakkan di bawah bangku besi yang kami tempati.

“Sehun-ah!!”

Aku langsung menyemprotkan air yang berada di mulutku ke udara saat mendengar suara itu. Secara otomatis kepalaku pun berpaling ke arah sumber suara. Benar saja perkiraanku dia sudah berada di pinggir lapangan, beberapa langkah di hadapanku dengan sebotol air minum di tangannya. Dan...omo! Celana apa yang ia kenakan itu? Terlalu ketat dan hanya menutupi seperempat kakinya.

“Eo? Heerin noona. Kau benar-benar datang rupanya,”ujar Sehun seraya berlari kecil menghampiri Heerin.

Noona? Heol... Wae namja itu terdengar akrab dengannya? Sudah berapa lama mereka saling mengenal?

“Ini aku bawakan air minum,”ujar Heerin seraya menyerahkan botol air yang sedari tadi ia bawa. Namja itu pun menerimanya dengan senyum, membuat kedua matanya membentuk bulan sabit.

“Omo! Kau berkeringat banyak sekali,”ujar Heerin lagi lalu merogoh mini sling bag yang ia bawa dan mengeluarkan sapu tangan dari dalamnya. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar bola mataku saat yeoja itu mengelap keringat di wajah dan leher namja itu dengan senyum lebarnya.

“Apa bagusnya dia?”gumamku pada diri sendiri.

“Eiii ternyata Sehun yang tadi kau perhatikan, eo? Apa dia merebut yeoja chingumu? Ah... bukannya itu Heerin? Jadi kau menyukai anak orang tua asuhmu? Hm..kalau dipikir lagi Heerin memang anak yang manis. Kau juga tinggal bersama dengannya selama tiga tahun ini, jadi wajar saja kalau kau menyukainya.”

Aku hanya menanggapi celotehan Goo seonsangnim dengan tatapan yang seolah berkata,”Diamlah atau kau akan menerima akibatnya nanti.” Dan ia sepertinya mengerti. “Arasseo, aku tidak akan bicara lagi,”ujar namja berumur 30an itu seraya mengangkat kedua tangan tanda menyerah.

“Sehun-ah, wae kau tidak mengajariku cara bermain sepak bola?”

Aku kembali mengalihkan perhatianku pada Heerin saat mendengar apa yang baru saja ia katakan. Heerin bermain sepak bola? Apa aku tidak salah dengar? Yeoja itu bahkan sering membolos pada jam olahraga karena ia tidak ingin berkeringat. Lalu sekarang ia ingin bermain bola?

“Oke. Latihan hari ini juga sudah selesai. Kaja,”ujar Sehun. Tangan kanannya pun dengan spontan melingkar pada pundak Heerin untuk mengajaknya ke tengah lapangan. Saat itulah kesabaranku habis. Dia boleh berbicara akrab dengan Heerin dan memanggilnya noona, tapi aku tidak bisa mentolerir jenis skinship apa pun!

“Ya! Oh Sehun!”seruku seraya melangkah dengan langkah-langkah besar menuju mereka. Begitu jarak kami cukup dekat, dengan segera aku menarik tangan namja itu dari pundak Heerin dan membawa yeoja itu ke pelukanku.

Heerin POV

“Ya! Oh Sehun!”aku mendengar suara seorang namja dari arah belakang kami, dan beberapa detik kemudian yang aku tahu adalah aku sudah berada di dalam dekapan seseorang. Cakkam... Aku mengenali suara tadi.

“Ada apa, Luhan sunbae?”Sehun berkata, membenarkan perkiraanku. Luhan lah orang yang telah menarikku secara paksa dan membuat moment berhargaku di dalam dekapan Sehun berakhir sudah.

“Ya! Xi Luhan, wae irae???!!!”seruku seraya memberontak keluar dari pelukannya dan langsung berkacak pinggang saat tubuhku terlepas dari kedua lengannya.

“Apa yang kau lakukan di sini?”ia bertanya, menghiraukan ekspresi kesalku atas aksinya barusan.

“Wae? Apa aku tidak boleh datang untuk melihat tim sepak bola berlatih? Aku juga ingin belajar bermain sepak bola!”ujarku mencari alasan. Sebenarnya niatku datang ke sekolah pada jam segini hanya untuk bertemu Sehun dan lebih dekat dengannya.

Luhan mendengus keras. “Ya, apa kau bercanda? Kim Heerin yang bahkan mencari sejuta alasan supaya bisa bolos pada jam olahraga kini mau bermain sepak bola?”ejeknya.

Aku menggigit bibir bawahku. Dia benar. “Lalu apa urusanmu? Pergilah! Aku datang kemari bukan untuk berdebat denganmu!”

“Ani. Kau pulang denganku. Sekarang!”

Apa ia baru saja memerintahku? Aku memutar kedua bola mataku. Siapa dia hingga ia merasa berhak untuk mengaturku? “Shireo! Kaja Sehun-ah,”ujarku seraya menggandeng tangan Sehun dan berjalan menuju bagian tengah lapangan, meninggalkan Luhan yang terdiam di tempatnya. Aku masih dapat merasakan tatapan tajamnya pada punggungku yang terasa bagai hendak membuat lubang di sana, namun aku tidak memperdulikannya. Untung lah namja itu cukup pintar untuk tidak menyusulku atau akan ku pastikan wajah mungilnya itu menerima salah satu tamparanku.

~~~

Jam memunjukkan pukul 06.30 PM saat Heerin tiba di rumah. Tentu saja ia tidak pulang bersama Luhan. Namja chinese itu memutuskan untuk pulang begitu ia melihat kebersamaan Heerin dan Sehun di tengah lapangan. Ia takut tidak kuasa menahan diri untuk tidak menghajar Sehun jika ia harus menyaksikan hal itu beberapa detik lebih lama lagi.

Semenjak memasuki rumah wajah Luhan sama sekali tidak dapat dikatakan senang. Kedua alisnya terpaut, membentuk huruf V dengan jelas pada dahinya. Ia akan meringis dan mendesah tiap kali melihat jam yang tertambat pada tembok ruang keluarga kediaman keluarga Kim itu. Wae ia belum pulang juga? Hanya itulah yang terlintas di pikirannya tiap kali jarum menit pada jam tersebut bergeser. Bahkan Mrs. Kim pun memutuskan untuk tidak bertanya apa pun melihat wajah kesal dan tatapan membunuh dari namja tersebut.

Dan akhirnya setelah 2 jam penantian yang melelahkan yeoja yang ia tunggu-tunggu itu pun tiba. Luhan tidak mengulur waktu lagi. Ia langsung menghalangi jalan masuk yeoja tersebut begitu mendengar Heerin memberi salam saat membuka pintu depan rumahnya.

“Kita harus bicara!”ucapnya dengan nada serius.

“Tidak ada yang harus kita bicarakan!”ujar Heerin seraya mencari jalan melewati namja yang berdiri tepat di hadapannya itu. Namun Luhan segera menggenggam tangan yeoja itu, mencegahnya melangkah lebih jauh.

“Aku serius, Kim Heerin-ssi.”

“Aku juga serius dengan apa yang ku katakan. Tidak ada yang perlu kita bicarakan!”ulang Heerin seraya menatap tajam pada namja yang lebih tinggi darinya itu, membuatnya harus sedikit menongakan kepalanya.

Luhan mendesah. “Apa hubunganmu dengan Sehun? Sejauh apa hubungan kalian? Sejak kapan kau dekat dengan namja itu?”tanya Luhan. Nada yang ia gunakan terdengar datar, namun matanya mencerminkan kecemburuan yang mendalam.

“Aku tidak perlu menjawab semua itu!”tegas Heerin.

“Baiklah, aku juga tidak akan membiarkanmu pergi ke mana pun!”ujar Luhan seraya mengeratkan genggamannya pada pergelangan tangan  kiri Heerin.

Heerin mencoba menarik tangannya dari cengkraman Luhan dan ia harus meringis kesakitan saat Luhan semakin mengeratkan kepalan tangannya. “Ya! Lepaskan aku!”Heerin berkata seraya menyentakkan tangan yang berada di genggaman Luhan tersebut dan meronta-ronta. Aksinya itu terhenti seketika saat Luhan tiba-tiba mendorong tubuhnya ke tembok dan menjepitnya di sana dengan tubuhnya, membuat keduanya menjadi satu.

Heerin menatap namja itu dengan kedua mata melebar. “Apa yang kau lakukan?!”ia berusaha berteriak tepat pada wajah yang hanya berjarak beberapa senti di depannya itu, namun apa yang keluar dari mulutnya hanya lebih tinggi 1 oktav dari sebuah bisikan.

“Jawab aku, Heerin-ah. Atau...”Luhan berkata dengan nada menggantung lalu mendekatkan wajahnya beberapa mili, berhasil membuat yeoja itu merinding saat merasakan hembusan nafas hangat dari Luhan mengenai bibirnya. “Kau tahu aku bisa nekad.”

“Kau tidak akan berani!”Heerin menguatkan diri untuk berkata.

“Oh ya?”ucap Luhan seraya menyeringai dan kembali mendekatkan wajahnya dengan 1 gerakan tiba-tiba yang membuat Heerin menarik nafas tajam dan memalingkan wajahnya.

“Hentikan ini sebelum eomma datang dan memergoki kita!”ujar Heerin dengan nada bergetar.

“Kalau begitu jawab aku selagi ia masih sibuk di dapur!”Luhan mengatakan itu tepat pada telinga Heerin membuat yeoja itu merasa kedua lututnya akan menghianatinya dan membuatnya tersungkur ke lantai kapan saja.

“Apa yang kau ingin kan sebenarnya?”tanya Heerin pelan.

“Jawab aku. Sejak kapan kau mengenal Sehun?”

“Satu minggu yang lalu ia membantuku mengangkat peralatan olahraga dari ruang penyimpanan. Hari itu adalah pertama kalinya aku melihatnya di sekolah. Selama ini aku tidak pernah tertarik untuk memperhatikan namja mana pun mungkin itu lah alasannya. Tapi saat itu Sehun berhasil mencuri perhatianku hanya dengan senyum kecil dan aksi sederhananya. Dia adalah satu-satunya namja yang menarik perhatianku dalam pertemuan pertama. Kami lalu berkenalan dan aku sedikit terkejut karena ia ternyata murid 1 tingkat di bawahku. Ia terlihat begitu dewasa dengan perhatiannya. Senyumnya yang hangat terlihat sangat mempesona bagiku, membuatku tidak pernah berpikir kalau ia sebenarnya lebih muda dari-“

“Satu minggu!”Luhan memotong perkataan Heerin. Ia mendesah sebelum kembali melanjutkan,”Hanya dalam satu hari ia sudah menarik perhatianmu dan dalam satu minggu ia mencuri hatimu? Apa ia sebagus itu? AKU SUDAH 3 TAHUN BERUSAHA MELAKUKANNYA DAN KAU TIDAK PERNAH MENGANGGAPKU LEBIH DARI TEMAN?!”

Heerin benar-benar terkejut karena Luhan tiba-tiba berteriak padanya. Apa yang dapat ia lihat hanyalah ekspresi marah Luhan yang mengerikan. Ekspresi yang tidak pernah sekali pun namja itu tunjukkan selama 3 tahun mereka hidup bersama. Sebenarnya jauh di dalam Luhan merasa terpukul, cemburu, hancur. Namun tentu saja yeoja itu tidak dapat melihatnya karena ia benar-benar shock dan panik akan sikap Luhan yang tiba-tiba berubah.

“L,luhan.. Kau menakutiku. J,jebal.. Hentikan semua ini.”

“Kau lah yang membuatku seperti ini, babo!”

Saat itu Luhan sudah tidak dapat berpikir jernih. Apa yang ia tahu hanyalah ia merasa sakit. Hatinya terasa hancur dan berceceran di lantai seperti pecahan beling. Dan saat otaknya benar-benar berhenti bekerja saat itu lah ia mendaratkan bibirnya pada bibir Heerin. Ia melumat bibir itu dengan kasar, menyedotnya dan tidak segan menggigitnya. Ia berharap yeoja yang sangat dicintainya itu dapat merasakan bahwa ia sakit. Ia hancur.

Namun tidak disangka-sangka, entah mendapat kekuatan dari mana Heerin berhasil mendorong tubuh Luhan menjauh darinya. Namja itu terlihat kaget namun tidak dapat melakukan apa pun saat tamparan yeoja di hadapannya itu mendarat dengan mulus di pipi kirinya.

“AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU, XI LUHAN!”

~~~

Dua minggu telah berlalu sejak pertengkaran kami waktu itu. Dua minggu pula aku berhasil tidak menghiraukan Luhan. Aku tahu namja itu ingin berbicara dan meluruskan segala sesuatunya denganku, tapi setiap kali ia mendekat atau membuat kontak mata denganku aku akan langsung menghindar dengan mengunci diri di kamar atau pura-pura tidak menyadari keberadaannya. Semua berjalan lancar hingga aku berpikir ia sudah menyerah dan kami tidak akan bicara lagi sampai seterusnya. Mungkin sampai ia pulang ke China. Jujur saja aku lebih suka jika keadaan jadi seperti itu. Mungkin saja memori tentangnya pernah tinggal bersama denganku akan tertimbun di tempat terdalam di otakku dan semuanya akan terasa bagai mimpi semata. Terutama pada bagian di mana ia telah dengan lancang mencuri ciuman pertamaku.

Tapi hidup tidak pernah seadil itu. Setidaknya untukku. Aku merasa semua usahaku selama 2 minggu belakangan ini sia-sia sudah saat eomma memerintahkanku untuk membangunkannya pagi ini agar kami bisa berangkat ke sekolah bersama. Aku sudah berpikir akan berlutut berjam-jam di depan kaki eomma agar ia mau merubah keputusannya itu, tapi mengetahui tabiat keras kepala eomma-yang ia wariskan padaku-  aku memutuskan untuk menurut saja. Aku sedang tidak ingin mendapat celotehan panjang lebar darinya, terutama di pagi hari. Aku butuh otak yang segar untuk memulai aktivitasku di sekolah.

Aku mendengus. “Lalu membangunkan namja itu akan membantumu mendapat otak yang segar? Oh.. betapa beruntungnya dirimu, Kim Heerin-ssi.”gumamku pada diriku sendiri, meratapi salah satu ironi dalam kehidupanku yang telah berjalan selama 18 tahun ini.

Akhirnya di sini lah aku sekarang. Pintu kayu tua kamar tamu di hadapanku ini tidak pernah terlihat begitu menjengkelkan sebelumnya. Aku mengambil satu tarikan nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan sebelum mengetuk pintu tersebut dengan berat hati. Aku terdiam beberapa saat, menunggu jawaban dari dalam kamar tersebut. Namun tidak ada jawaban atau suara apa pun yang menyambutku.

“Ya! Ireona!”seruku seraya berkacak pinggang, berharap namja itu mendengar suaraku dan segera bangun. Aku tidak mau kalau harus masuk ke kamarnya. Membayangkan aku hanya berdua saja dengannya dalam satu ruangan yang lebih parahnya adalah kamar tidurnya itu membuat kejadian 2 minggu yang lalu kembali berputar di kepalaku. Aku menggeleng kuat saat merasakan rambut-rambut halus di kedua lenganku mulai berdiri. Tidak, aku tidak bisa menghadapinya!

“Heerin-ah, sarapan sudah siap! Cepatlah bangunkan Luhan lalu sarapan! Kalian akan terlambat ke sekolah!!!”

Aku mendesah. Di saat aku sudah berbalik dan memutuskan untuk menghadapi celotehan eomma dari pada masuk dan berhadapan dengan Luhan, eomma harus berteriak sekencang itu yang ku yakini bahkan tetangga sekitar pun mendengarnya. Aku tidak mengerti wae jalan hidupku selalu membuatku berada pada posisi yang sulit?

Aku kembali menatap pintu di hadapanku. Baiklah, ayo lakukan ini dengan cepat!

“Ya! Xi Luhan sampai kapan kau mau tidur?!”seruku begitu membuka pintu kamarnya. Aissssshh bagaimana namja ini bisa tetap tidur dengan tenang setelah teriakan dahsyat eomma barusan? Aku berjalan ke samping tempat tidurnya, mendapati wajah tidurnya yang bagai malaikat. Aku mendengus. Malaikat apa yang dengan lancang memperkosa bibir seseorang? Kau jangan tertipu oleh wajah imutnya lagi Heerin-ah. Terakhir kali kau mempercayainya sebagai namja kekanakan yang masih polos dan lihat apa yang telah kau dapatkan dari kebodohanmu itu!

“YA!!! IREONAA!!!”jeritku seraya mengguncang-guncangkan pundaknya yang tertutup selimut. Ia mengeluarkan suara kecil seperti erangan namun tidak membuka matanya. Namja ini benar-benar tukang tidur.

“SAMPAI KAPAN KAU MAU TIDUR?! IREONA!”seruku lagi. Kali ini aku menarik selimut yang menutupi tubuhnya sampai ke batas leher tersebut; dan betapa aku menyesali perbuatanku itu setelahnya. 

Mataku melebar begitu melihat tubuh bagian atasnya terekspose tanpa sehelai benang pun. Omona! Wae ia tidur hanya mengenakan boxer? Mata innocentku kini telah tercemar! Namun walau aku benci mengakuinya mataku tidak dapat beralih dari tubuh setengah telanjang di hadapanku tersebut. Dan harus ku akui, walau ia sedikit kurus, ia masih mempunyai perawakan masculine seperti layaknya seorang namja dewasa.

Mataku terus saja mengikuti lekuk di tubuh putih mulus itu, menilai setiap incinya. Tanpa sadar aku sudah larut dalam pikiranku sendiri sampai tiba-tiba aku mendengarnya berkata,”Kau menyukai apa yang kau lihat?”

Gosh! Aku bersumpah merasakan pipi dan leherku memanas setelah menyadari apa yang sudah ku lakukan. Aissh! Aku pasti sudah gila!

“A, akhirnya kau bangun juga!”ujarku seraya menunduk, menolak bertemu mata dengannya. Aku yakin saat ini ia pasti sedang menyeringai karena sikap salah tingkahku ini.

“Heerin-ah,”ia memanggilku. Aku menelan ludah. “Cepat lah bersiap-siap lalu sarapan,”tanggapku lalu cepat-cepat berbalik dan berjalan meninggalkan kamar tamu ini.

“Tidak secepat itu,”aku mendengarnya berkata dan sesaat kemudian kedua lengannya sudah melingkar di pinggangku, membuatku berhenti melangkah dan merasakan tubuhnya yang hangat bersentuhan dengan punggungku. Secara otomatis nafasku terasa tercekat dan kedua mataku melebar.

“Apa kau masih marah padaku?”ia berkata tepat di telingaku, membuatku semakin aware dengan posisi kami yang tidak mengenakan ini.

Aku berusaha melepaskan kedua lengannya dari pinggangku, namun tentu saja ia menolak untuk melakukannya. Ia terlalu keras kepala untuk menurutiku. Aku mendesah.

“Lepaskan aku!”

“Tidak sebelum kau menjawab pertanyaanku.”

Oh, tidak lagi! Kejadian 2 minggu yang lalu terasa terulang kembali di kamar ini. Wae aku merasa bahkan Tuhan pun senang mempermainkanku?

“Dengar,”ucapku memulai pembicaraan. “Bahkan kalau aku memaafkan sikap kasarmu waktu itu, ciuman pertamaku tidak akan pernah kembali! Kau tidak tahu betapa berharganya itu bagi seorang yeoja?!”

“Itu ciuman pertamamu?”ia berkata dengan nada terkejut.

Aku memutar kedua bola mataku. “Memangnya kau kira aku ini yeoja murahan yang akan mencium setiap namja yang ku temui?!”ucapku dengan nada kesal. Namja itu hanya menanggapinya dengan tawa kecil.

Aku mendesah lalu memutar kepalaku untuk memberi tatapan tajam padanya, namun alih-alih menunjukkan wajah kesalku aku malah terdiam seketika dengan mata membelalak karena aksiku tadi membuat kami harus berhadapan dengan jarak yang sangat tipis. Dan untuk memperburuk keadaan mataku dengan bodohnya mendarat pada bibir mungilnya yang berwarna kemerahan. Apa aku pernah melihat bibir yang lebih menarik dari miliknya itu?

“Heerin-ah... sejujurnya aku senang karena aku menjadi orang pertama yang menciummu. Dan... aku tidak keberatan jika harus melakukannya lagi.”

Apa katanya? Tidak keberatan jika harus me-

“YA! ENYAH KAU BYEONTAE!!”jeritku histeris sesaat setelah otakku berhasil mencerna apa yang baru saja namja itu katakan. Dengan sekuat tenaga aku menginjak kakinya dan itu berhasil membuatnya berteriak kesakitan serta melepaskan pelukannya dari pinggangku.

“RASAKAN! DASAR NAMJA TIDAK TAHU BERTERIMAKASIH! SUDAH BAIK AKU MAU MEMBANGUNKANMU DAN KAU MASIH BERANI MENGATAKAN HAL SEPERTI ITU?! GAAAAAH! AKU BENCI KAU! AKU BENCI HIDUPKU!!”seruku frustasi lalu berlari sekencang-kencangnya dari kamar tersebut.

~~~

Hari itu akhirnya Luhan dan Heerin pergi ke sekolah bersama. Tentunya setelah Mrs. Kim membujuk Heerin terlebih dahulu. Mrs. Kim sepertinya menyadari hubungan keduanya sedang tidak baik selama 2 minggu belakangan ini, dan ia hanya berusaha memperbaiki keadaan. Oh, andai saja ia tahu apa yang telah dilakukan namja chinese itu terhadap Heerin 2 minggu yang lalu.

Sebenarnya mereka tidak benar-benar pergi ke sekolah bersama. Tepatnya mereka hanya keluar dari rumah bersama-sama, karena Heerin segera berlari menjauhi Luhan sesaat setelah pintu depan rumahnya itu tertutup.

Luhan mengerutkan kening melihat sikap yeoja yang kini berada beberapa meter di hadapannya itu. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Kerutan di keningnya itu kini digantikan oleh senyum lebar yang mulai mengembang di bibirnya saat mendapati Heerin telah berhenti berlari dan sedang mengatur nafas karena jogging singkatnya tadi. Yeoja itu benar-benar buruk dalam olahraga apa pun, pikirnya.

“Hei, gwenchanayo?”tanya Luhan seraya tertawa kecil saat ia tiba di samping Heerin.

Heerin hanya memberi namja itu tatapan tajam kemudian mulai berjalan cepat dengan langkah-langkah besar, kembali meninggalkan Luhan.

“Ya, sampai kapan kau mau menghindar dariku?”Luhan berkata seraya memperlebar langkahnya. Berkat kedua kakinya yang kenyataannya lebih panjang dari milik Heerin, menyusul yeoja itu bukan lah perkara sulit baginya.

“Wae kau mengikutiku?”gerutu Heerin.

“Wae kau menghindariku?”balas Luhan seraya menyeringai.

Heerin mendesah lalu menghentikan langkahnya, membuat Luhan melakukan hal yang sama. “Menjauhlah dariku, byeontae!”

Luhan memutar kedua bola matanya. “Apa kita masih membicarakan tentang kejadian 2 minggu yang lalu? Ayolah, itu hanya sebuah ciuman!”

Heerin membelalakkan kedua matanya mendengar perkataan Luhan. “HANYA sebuah ciuman? Oke, bagimu mungkin itu sama sekali tidak berarti, tapi...”Heerin mendesah. “Sudahlah! Wae aku harus menjelaskan ini padamu? Kau terlalu babo untuk mengerti perasaan seorang yeoja! Itu lah mengapa kau selalu terlihat kekanakan bagiku!”tutur Heerin. Ia sudah dapat merasakan air mata mulai membendung di pelupuk matanya maka ia cepat-cepat berbalik sebelum namja itu melihat.

“Apa aku sejelek itu di matamu hingga kau begitu mempermasalahkan kenyataan bahwa aku lah yang menjadi ciuman pertamamu?”

“Setidaknya aku mengharapkan seseorang yang mengerti arti di balik sebuah ciuman di bibir! Bukan dengan seseorang yang menganggap ciuman adalah hal yang biasa saja dan bahkan dapat kau gunakan untuk mempermainkan seseorang!”ujar Heerin, berusaha terdengar normal walau sebenarnya saat itu air mata sudah meluncur dengan bebas dari kedua matanya, membasahi kedua pipinya seperti 2 anak sungai. Wae ciuman pertamaku harus hilang gara-gara namja menyebalkan itu? Tidak adil! Pengalaman pertama harusnya menjadi yang terspesial dengan orang yang ku cintai, pikirnya.

“Kau tidak mengerti, Heerin-ah. Aku melakukan itu bukan untuk mempermainkanmu, tapi-“

“Sudahlah!”potong Heerin cepat. “Menjauhlah dariku!” Dengan itu Heerin mulai berlari sekuat tenaga. Ia terus berlari dan berlari, tidak memperdulikan teriakan Luhan di belakangnya sampai akhirnya ia menginjak batu yang berhasil membuatnya kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke jalanan beraspal tersebut.

“Heerin-ah!”Luhan berteriak dengan cemas melihat kejadian di hadapannya itu. Dengan segera ia menyusul Heerin dan berjongkok di sisi yeoja itu untuk membantunya bangun.

“Minggir!”ucap Heerin seraya berusaha bangun dengan kemampuannya sendiri. Namun rasa sakit pada kedua kakinya berhasil membuatnya meringis dan hampir kembali tersungkur, tapi untung saja Luhan berhasil menangkapnya tepat waktu.

“Omo!”pekik Luhan begitu matanya mendarat pada kedua lutut Heerin yang kini berlumuran darah.

“N,neomu apeuda,”isak Heerin seraya menggigit bibir bawahnya. Air mata pun kembali meluap dari kedua pelupuk matanya karena rasa sakit yang dideritanya itu.

“Ya, Uljimma. Menangis tidak akan membuat keadaanmu membaik.”omel Luhan sebelum ia mengangkat yeoja di pelukannya itu secara bridal style yang membuat Heerin mau-tidak mau harus memeluk leher Luhan untuk menjaga keseimbangan.

Diam-diam Heerin memperhatikan wajah khawatir Luhan, dan entah mengapa untuk pertama kalinya ia merasakan debar jantung yang aneh yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya untuk namja itu selama 3 tahun ia telah mengenalnya. Debar jantung yang terasa mengganggu namun manis. Debar jantung yang membuat perutnya terguncang bagai ada 1000 kupu-kupu beterbangan di sana. Debar jantung yang sangat asing baginya, namun dengan pasti ia kenali. Debar jantung yang membuatnya sadar bahwa Luhan bukan hanya sekedar teman baginya.

~~~

“Omo! Bukannya itu Luhan oppa? Wae ia menggendong yeoja itu?!”

“Hm.. sudah ku duga mereka adalah sepasang kekasih.”

“Sepertinya yeoja itu sedang terluka.”

Heerin mendesah mendengar bisikan para murid yang mereka lewati. Wae mereka harus saling berbisik jika suara mereka tetap dapat ia dengar? Tidak bisa kah mereka mengurusi urusan mereka sendiri? Pikir Heerin seraya memasang tampang kesal. Ia sudah tahu kalau mereka akan menjadi bahan tontonan di pagi hari sejak Luhan memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah dan mengatakan akan mengobatinya di ruang UKS, dan dugaannya benar-benar tepat. Mereka berdua langsung menjadi pusat perhatian warga sekolah sesaat setelah Luhan menginjakkan kaki pada halaman sekolah mereka itu. Terima kasih pada kepopuleran Luhan.

“Xi Luhan, neon jeongmal baboya!”dengus Heerin.

“Hm, setidaknya aku bukan lah orang bodoh yang menginjak batu dan tersungkur di jalan,”balas Luhan seraya menatap Heerin dengan senyum miringnya.

Heerin mendengus lagi. “Jangan mengalihkan pembicaraan! Lihat apa yang telah kau lakukan dengan ide bodohmu ini. Kau membuat kita menjadi tontonan semua orang! Sudah ku bilang kita sebaiknya pulang saja!”

“Dan mendapat omelan dari eommeonim karena membolos sekolah? Oh, dan mungkin kau akan mendapat celotehan ekstra karena kecerobohanmu ini.”

Heerin terdiam. Luhan memang benar. Bagaimana aku bisa lupa pada kebiasaan eomma yang satu itu? Pikirnya. Mrs. Kim tidak seperti eomma lainnya. Biasanya seorang eomma akan khawatir dan memanjakan anaknya saat mereka terluka, namun tidak dengan eomma Heerin. Ia malah akan menceramahi anaknya itu panjang lebar karena kebodohannya yang telah melukai diri sendiri.

“Terkadang aku berpikir kau lebih cocok menjadi anak eomma. Dia lebih perhatian padamu dan kau lebih memahaminya.”ucap Heerin seraya tertawa kecil.

Luhan mengernyitkan keningnya. “Jangan berkata bodoh Heerin-ah. Kau tahu kalau ia menyayangimu.”

“Ne,ne,”tanggap Heerin asal. Luhan memutar kedua bola matanya karena ia tahu yeoja itu tidak menanggapi ucapannya dengan serius.

Setelah menjajaki lorong panjang itu selama beberapa saat, akhirnya keduanya pun tiba di depan ruang UKS.

“Ku harap dokter sekolah sudah datang pada jam segini, karena kalau tidak itu artinya harga diriku telah jatuh dengan percuma!”ujar Heerin seraya menatap pintu ruang UKS di hadapannya yang tertutup rapat.

“Apa maksudmu?”tanya Luhan dengan salah satu alis terangkat.

“Apa kau pikir menjadi pusat perhatian seperti seorang badut di acara ulang tahun anak TK tidak memalukan?”

“Aku tidak berpikir kalau kita seperti badut. Menurutku tadi kita berdua lebih seperti sepasang selebriti yang tertangkap berkencan di tempat umum.”ujar namja itu seraya menganggukkan kepala, penuh percaya diri.

“Kau dan sifat narsistikmu!”tanggap Heerin seraya memutar kedua bola matanya. “Kita bahkan bukan sepasang kekasih.”tambahnya.

Luhan baru saja membuka mulut untuk membalas perkataan Heerin, namun ia terhenti tepat sebelum kata pertama bergulir dari lidahnya karena seorang yeoja tiba-tiba menghampiri mereka dan menginterupsi percakapan kecil mereka itu. “Oh, apa kalian menungguku?”yeoja dengan jas putih ala dokter bertengger lepas di pundaknya itu berkata seraya melempar senyum kepada keduanya. Namun senyum dengan cepat memudar dari wajah yeoja yang berada pada usia 20an tersebut saat melihat luka yang cukup besar pada kedua lutut Heerin yang masih terlihat mengeluarkan darah segar.

“Omo! Pasti ini alasan kalian datang kemari sepagi ini,”ujar yeoja itu yang kemudian dengan cepat menarik keluar kunci UKS dari handbagnya dan membuka lebar pintu UKS agar Luhan dapat dengan segera membawa Heerin masuk.

“Apa yang terjadi dengannya?”tanya dokter sekolah itu sesaat setelah Luhan membuat Heerin duduk di salah satu tempat tidur yang disediakan di sana.

“Dia terlalu bodoh hingga membuat dirinya tersungkur di jalan,”jawab Luhan yang membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari Heerin.

Dokter sekolah itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau harus lebih berhati-hati, agassi.”ucapnya lalu pergi ke bagian lain dari ruang UKS itu untuk mengambil kotak P3K yang di letakkan di dalam sebuah lemari yang berisi berbagai obat dan peralatan pertolongan pertama.

“Wae kau tidak ke kelas saja? Sebentar lagi pelajaran pertama akan dimulai. Di sini sudah ada Mrs. Hwang yang akan merawatku,”ujar Heerin pada Luhan yang kini duduk di sebelahnya.

“Ani. Aku akan menemanimu sampai lukamu selesai diobati, lalu kita ke kelas bersama,”balas Luhan.

“Terserah kau saja lah,”Heerin berkata seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Walau yeoja itu bersikap tidak peduli pada keberadaan Luhan di sisinya, namun sebenarnya ia merasa senang karena namja itu memperhatikannya. Ia hanya terlalu keras kepala untuk mengakui perasaannya yang sebenarnya.

Beberapa saat kemudian Mrs. Hwang, dokter sekolah muda itu kembali ke ruangan di mana Heerin dan Luhan berada dengan sebuah kotak plastik yang cukup besar. Ia menarik sebuah kursi plastik ke hadapan Heerin lalu duduk di sana. Kotak plastik tadi diletakkannya pada pangkuannya. Tepat setelah ia membuka kotak tersebut, tiba-tiba seseorang masuk ke ruang UKS tersebut.

“Hwang seonsaeng, anda dipanggil oleh kepala sekolah,”ujarnya.

Perhatian ketiga orang yang ada di ruang UKS itu pun beralih pada orang yang berdiri di ambang pintu UKS itu, dan saat mereka saling menatap barulah mereka menyadari kalau orang yang tiba-tiba datang itu adalah Sehun.

“Sehun-ah,”panggil Heerin ceria seraya melambaikan sebelah tangannya, membuat Luhan spontan memutar kedua bola matanya karena sikap Heerin yang berubah 180’ itu.

“Eo? Noona, wae kau..”Sehun tidak perlu melanjutkan pertanyaannya itu karena matanya langsung melebar saat menemukan luka di kedua kaki Heerin yang adalah jawaban yang dari pertanyaan yang tidak jadi ia utarakan itu.

“Omona!”pekik namja itu seraya berjalan mendekati Heerin dan mengamati lutut yeoja itu lebih dekat.

“Itu luka asli, kalau kau akan bertanya itu hanya rekayasa atau bukan,”ujar Mrs. Hwang yang disambut tawa kecil oleh Heerin. Sehun hanya menganggukkan kepalanya.

“Hmm... karena aku dipanggil kepala sekolah seperti kata Sehun, salah satu dari kalian bisa membantunya kan?”lanjut Mrs. Hwang seraya menatap kedua namja yang berada di hadapannya secara bergantian.

“Aku akan melakukannya,”keduanya berkata bersamaan, membuat Mrs. Hwang menaikkan salah satu alisnya.

“Baiklah, kalian bisa bekerja sama,”ujar Mrs. Hwang lagi sebelum meletakkan kotak P3K pada pangkuan Heerin dan meninggalkan ruang UKS itu, menuju ruang kepala sekolah.

“Kau kembalilah ke kelas!” perintah Luhan seraya turun dari tempat tidur yang didudukinya dan mengambil tempat Mrs. Hwang tadi, di kursi tepat di hadapan Heerin.

“Lalu bagaimana denganmu, sunbaenim?”tanya Sehun seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Namja itu jelas tidak berniat meninggalkan ruangan tersebut dan membiarkan noona kesayangannya hanya berdua saja dengan namja yang selalu terlihat sinis kepadanya itu.

Seperti biasa, Luhan menatap namja itu dengan tatapan sinisnya. “Aku yang bertanggung jawab di sini,”erangnya dengan nada yang benar-benar tidak bersahabat.

“Aku ti-“

“Sehun-ah..”panggil Heerin cepat, memotong perkataan namja jangkung di hadapannya itu. Sehun menoleh pada Heerin dengan ekspresi bingung. “Pergilah ke kelasmu. Kau akan ketinggalan pelajaran pertama,”lanjut Heerin seraya tersenyum tipis.

Sehun terlihat kecewa dengan apa yang dikatakan yeoja yang berusia 1 tahun lebih tua darinya itu, namun akhirnya ia tidak melawan dan menganggukkan kepalanya satu kali sebelum meninggalkan ruang UKS itu. Tentunya setelah ia memberi tatapan tajam pada Luhan terlebih dahulu.

Heerin mendesah sesaat setelah Sehun tidak terlihat lagi olehnya. “Sekarang cepat obati lukaku!”perintah yeoja itu seraya menyodorkan kotak P3K dipangkuannya pada Luhan.

Luhan mendengus lalu dengan cepat menyambar kotak tersebut dari tangan Heerin. “Kau pasti sebenarnya tidak rela kalau pangeranmu itu pergi, kan?”ucapnya seraya mengambil kapas dan alkohol 90% dari kotak yang kini berada di pangkuannya itu.

“Tidak juga,”balas Heerin singkat. Matanya sibuk memperhatikan apa yang dilakukan Luhan.

Luhan menuangkan sedikit alkohol pada kapas yang diambilnya tadi lalu menatap Heerin dengan ekspresi datar. “Tidakkah kau mengharapkannya untuk melakukan apa yang sedang ku lakukan sekarang? Dengan begitu kau akan mempunyai lebih banyak waktu berbicara dengan namja yang menurutmu mempesona itu.”ujarnya dengan penekanan pada kata “mempesona”.

Heerin tertawa kecil. “Itu karena aku sudah memilikimu di sini,”ujar yeoja itu dengan senyum.

Tanpa sadar untuk beberapa saat Luhan menahan nafas begitu telinganya menangkap apa yang baru saja diucapkan yeoja itu. Kalimat sederhana dari Heerin itu terdengar begitu indah baginya, membuat harapannya untuk memiliki yeoja itu sedikit berkembang.

“Kapan lagi aku bisa menyuruhmu untuk melayaniku.”Heerin berkata lagi. “Cepat obati!”perintah yeoja itu seraya menyodorkan lutut kirinya pada Luhan dengan senyum jahil terlukis pada bibirnya. Luhan mendengus. Seharusnya aku bisa menebaknya, pikirnya, sedikit kecewa.

“Ini akan perih.”ucap Luhan singkat lalu mengusap luka pada lutut kiri Heerin dengan kapas yang telah dibubuhinya dengan alkohol tadi.

“Ouch!”ringis Heerin. Kakinya secara spontan meronta dan membuatnya tidak sengaja menendang perut Luhan.

“YA! Jangan bergerak!”seru Luhan seraya berusaha menahan kaki Heerin dengan sebelah tangan sementara yang satunya lagi sibuk mengusap luka di lutut Heerin itu dengan kapas tadi.

“Ah! Ya! Pelan-pelan!”omel Heerin. Luhan hanya menanggapinya dengan menyeringai seraya terus membersihkan luka pada kaki Heerin itu. Setelah selesai dengan yang kiri, ia mengambil kapas baru dan kembali membubuhkan alkohol pada kapas tersebut sebelum membersihkan lutut kanan Heerin.

“Ahhh... Luhan! Ouch!”

“Bisakah kau diam?”ucap Luhan tiba-tiba. “Orang akan berpikir kita sedang melakukan hal macam-macam di sini,”lanjut namja itu seraya membuang kapas yang kotor oleh darah dari luka Heerin itu pada tempat sampah yang diletakkan tepat di samping tempat tidur yang diduduki Heerin.

“Hanya kau yang berpikir seperti itu, byeontae!”tanggap Heerin. Namun ia tidak bisa menyembunyikan kedua pipinya yang memerah.

Luhan melihat kedua pipi Heerin yang berwarna kemerahan itu dan ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangkup mereka dengan kedua belah telapak tangannya.

Heerin membulatkan matanya karena skinship yang tiba-tiba dilancarkan namja itu. “Apa yang kau lakukan?”tanyanya, namun ia tidak menepis tangan Luhan dari kedua pipinya.

“Heerin-ah..”panggil Luhan. Heerin tidak menyahut, ia hanya menatapnya dalam diam, menunggu kelanjutan dari kalimat yang akan diucapkan namja chinese itu.

“Jika aku dan Sehun berada dalam bahaya, dan kau adalah satu-satunya orang yang  dapat menyelamatkan kami, siapa yang akan kau tolong terlebih dahulu?”

Heerin POV

“Jika aku dan Sehun berada dalam bahaya, dan kau adalah satu-satunya orang yang  dapat menyelamatkan kami, siapa yang akan kau tolong terlebih dahulu?”

Aku mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali, tidak menyangka ia akan menanyakan hal seaneh itu.

“Wae kau tiba-tiba bertanya seperti itu?”tanyaku dengan salah satu alis terangkat.

Luhan melepaskan kedua pipiku untuk memindahkan kotak P3K yang berada di pangkuannya itu ke lantai lalu berdiri. Ia mengambil satu langkah mendekatiku, membuat badan kami hampir bersentuhan. “Jawab saja. Pikirkan baik-baik siapa yang akan kau tolong terlebih dahulu?”ujarnya dengan nada serius. Dari jarak sedekat ini aku dapat melihat dengan jelas kedua matanya yang lebar seperti mata rusa itu mencerminkan pengharapan. Ia bahkan hampir terlihat seperti memohon.

Untuk beberapa saat aku terdiam, memikirkan jawaban yang pantas untuk pertanyaan anehnya itu, sampai akhirnya aku menyadari apa yang sedang ia coba lakukan. Ia memintaku untuk memilih siapa yang lebih penting, antara dirinya dan Sehun. Ia sedang menanyakan posisinya di hatiku? Memikirkan hal itu jantungku terasa berdetak lebih cepat dari seharusnya. Perasaan aneh yang sempat ku rasakan saat ia menggendongku di jalan menuju sekolah pun kembali menyerangku. Aku menghela nafas panjang. Wae aku tidak menyadari perasaan ini sejak lama?

“Orang yang pertama kali ku selamatkan adalah... Xi Luhan.”ujarku pada akhirnya seraya menundukkan kepala. Aku yakin wajahku saat ini pasti sama merahnya dengan tomat yang sudah masak.

Beberapa detik telah berlalu, namun ia masih saja diam. Apa jawabanku tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan? Apa ia sedang mengerjaiku tadi? Aku akan menghajarnya kalau ia sesaat lagi benar-benar akan tertawa. Ugh, ia pasti puas karena berhasil mengerjaiku sejauh ini! Bahkan ia telah memaksaku untuk secara tidak langsung mengutarakan perasaanku padanya!

Aku mengernyitkan kening sebelum akhirnya menegakkan kepalaku untuk bertemu mata dengan namja itu. 

Aku sudah yakin sepenuhnya ia akan tertawa sesaat setelah kami bertemu mata, namun apa yang ia lakukan memastikan bahwa yang ku yakini tadi benar-benar salah.

Ia...menciumku. Dan ciuman yang ia berikan bukanlah ciuman sederhana yang berarti sekedar pertemuan antara bibir. Tidak, lebih dari itu. Bibirnya dengan ganas menyerang milikku, melahapnya seperti sedang kelaparan.

Untuk beberapa saat aku membiarkannya melakukan apa yang ia inginkan, sampai akhirnya aku menyadari apa yang sedang terjadi. Namja ini telah dua kali mencuri ciumanku! Dan lebih parahnya ia melakukannya di UKS!

Aku segera mendorong dadanya, membuatnya menghentikan kegiatannya pada bibirku itu. Ia kemudian menatap lurus pada kedua mataku sambil mengatur nafasnya yang agak terengah-engah. Aku pun melakukan hal yang sama. Kami berdua terdiam untuk beberapa saat, sampai akhirnya ia berbicara,”Sekarang katakan padaku... Aku lebih penting daripada namja itu, kan?”

Ia tidak menyebutkan nama, namun aku tahu dengan pasti siapa yang ia maksud dengan “namja itu.” Aku tersenyum jahil. “Molla~”jawabku asal.

Ia terlihat tidak puas dengan jawabanku itu, membuatku semakin mengembangkan senyumku. Namun aku tidak bisa tersenyum terlalu lama, karena sesaat kemudian Luhan malah mendorongku hingga punggungku menyentuh kasur yang tengah ku duduki, membuatku sedikit tidak nyaman karena setengah badanku harus menggantung di tepi tempat tidur.

“YA! Xi Luhan!”pekikku kesal.

“Hm?”jawabnya singkat seraya melebarkan kedua kakiku agar ia bisa masuk di antaranya dan membawa badannya lebih dekat padaku tanpa harus terhalang oleh kedua lututku.

“Apa yang kau lakukan? Seseorang akan memergoki kita!”ujarku dengan nada yang lebih pelan, tidak ingin menarik perhatian orang di luar dengan teriakanku. Ugh, aku bisa mati di tempat kalau tiba-tiba ada yang masuk dan mendapati kami dalam posisi seperti ini!

“Kau belum menjawab pertanyaanku, Heerin-ah.  Siapa yang lebih penting? Aku atau Sehun?”ujarnya tepat pada telingaku, membuatku dapat merasakan bibirnya dengan lembut menyentuh telingaku saat ia berbicara tadi. Aku menelan ludah. “K,kau..”bisikku.

Aku dapat merasakan namja itu menyeringai sebelum bibirnya menjalar pada wajahku. Mulai dari kening, turun pada kedua mataku, kedua pipiku, dan ujung bibirku. Tidak ku sangka ia berhenti di situ. Aku mengernyitkan kening. Apa lagi yang ia inginkan?

“Panggil aku Mr. Charming,”ujarnya.

Aku mendengus. Wae sifat narsistiknya itu harus tetap muncul di saat seperti ini?

“Ani!”

“Tapi kau mengatakan Sehun itu mempesona. Bagaimana mungkin kau mengatakan hal itu untuk namja lain, dan tidak untuk namja chingumu?”

Aku mendengus lagi. “Sejak kapan kau jadi namja chinguku?”

Luhan memutar kedua matanya. “Kau masih mau membohongi perasaan sendiri sampai sejauh ini? Apa aku harus melakukan hal yang lebih agar kau mau mengakui bahwa kau mencintaiku?”

“M,mwo?”

Dan apa yang ku ketahui selanjutnya adalah bibirnya sudah berada di leherku. Ia mencium kulit sensitif pada leherku itu lalu mulai menjilatnya perlahan, membuatku harus menggigit bibir bawahku untuk menahan agar desahan nikmat tidak keluar dari mulutku. Tapi ia tidak berhenti di sana tentu saja. Namja itu kini menyedot area di mana ia menjilatku tadi , dan hal itu berhasil membuatku tidak dapat menahan diri lagi.

“Ahhhh Luhan... Ah, aku membencimu, Xi Luhan!”

“Nado saranghaeyo, Kim Heerin,”balasnya dengan seringaian sebelum kembali menjalari tubuhku dengan bibir dan lidahnya yang hebat itu.

 

-END

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
byun100 #1
Chapter 2: yaaahhh.. NC MANA NC????? *gigit luhan*