Our Love Like This

Our Love Like This

I don't own the pics.

***
 

Seorang laki – laki muda berjalan di tengah keramaian dengan langkah terburu – buru kemudian menghampiri sebuah toko buku, tempat dimana dia akan menemukan sesuatu yang dia cari.

‘Ah ini dia.’ Laki – laki itu berbicara dalam batinnya.

Ketika dia hendak mengambil buku tersebut, atau lebih tepatnya buku dongeng tersebut dari ujung lainnya seorang wanita juga mengambil buku itu.

 

Kemudian mereka saling berpandangan. Tidak ada yang mau melepaskan buku dongeng tersebut. Padahal, dari seragam yang mereka gunakan bisa diketahui kalau mereka adalah murid SMA. Aneh sekali kan dua orang murid SMA harus memperebutkan buku dongeng yang sebenarnya seharusnya dibaca oleh anak umur 10 tahun ke bawah?
Sejenak, laki – laki itu terkagum melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya. ‘Cantik’ begitu pasti yang terbesit di benaknya. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk mengajak gadis itu berkenalan dan meminta nomer teleponnya.

“Maaf, tapi aku memegang buku ini lebih dulu, nona.” Laki – laki itu membuka suara nya lebih dulu.
“Bukankah kita memegangnya bersamaan?” Ujar perempuan itu.
“Bisakah aku memilikinya?” Laki – laki itu meminta dengan sopan.
“Tidak kenal istilah ladies first ya?” Perempuan itu menarik buku itu.

Keduanya, datang ke mesin kasir.  Ketika perempuan itu mau membayar buku itu, laki – laki itu bertanya pada penjaga kasir.

“Permisi, apa toko ini masih punya buku dongeng ini?” Laki – laki itu menunjuk buku yang sedang di pegang oleh perempuan yang tadi berebut buku dengannya.
“Oh Little Mermaid? Maaf sekali, itu stok terakhir yang ada di toko kami tuan, kalau kau mau kau bisa memesannya. Mungkin nanti,  saat ada stok baru kami bisa menghubungi anda.” Jawab penjaga kasir itu dengan sopan.
“Kira – kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk stok baru nya?” Laki – laki itu seakan menatap penjaga kasir itu dengan penuh harap.
“Tidak tentu. Bisa 2-3 minggu bahkan 1 bulan lebih.” Penjaga kasir itu tersenyum.
“APA!? Tidak bisa lebih lama dari itu!?” Laki – laki itu berbicara dengan seolah olah menyindir. “Adikku sangat menginginkan buku itu! Ayolah, aku sudah tidak punya banyak waktu itu berkeliling Seoul hanya untuk buku konyol itu.” Laki – laki itu meninggikan suaranya, tampak kesal setengah frustasi.

Laki – laki itu menarik buku dongeng itu dari tangan perempuan itu.

“Berikan buku itu untukku.” Tatapannya kini berubah menjadi tajam.
“Ha? Tidak. Kau kan sudah melepaskannya tadi. Buku ini milikku.” Perempuan muda itu menarik buku nya meski tangan laki – laki itu tidak terlepas dari buku itu.
“Hei! Kau menggunakan seragam SMA dan kau masih membaca buku konyol seperti ini? Jangan kekanak – kanakan! Sekarang, Lepaskan!” Laki – laki itu menarik buku itu lagi.
“Enak saja! Memang kenapa kalau aku masih membaca buku dongeng seperti ini? Seperti anak kecil? Itu kan hakku. Kalau aku anak kecil lalu kau apa? Kau juga akan membaca dongeng ini? Hah! Laki – laki macam apa?” Perempuan itu melotot.

Laki – laki yang ada di hadapannya lalu menghela nafas.

“Nona, bisakah kau memberikan buku itu padaku? Aku membutuhkannya untuk adikku! Ini darurat!” Laki – laki itu menurunkan volume suara nya. Ya, setidaknya tidak dengan nada membentak seperti tadi.
“Tidak!” Tungkas gadis itu.
“Berikan padaku!” Laki – laki itu tampak memaksa kali ini. Atau, lebih tepatnya ‘lebih memaksa’ dari sebelumnya.
“Maaf Tuan, Nona lebih baik jangan ribut disini.” Ucap penjaga kasir yang sedari tadi hanya menatap bingung kedua anak muda yang bertengkar itu.
“DIAM” Ucap mereka serempak.
“Dasar keras kepala.” Laki – laki itu menatap jengkel perempuan yang ada di hadapannya.

Kemudian, dering handphone seseorang berbunyi.
Dering handphone laki – laki itu lebih tepatnya.
“Yeobseo?”
“Ne Umma, ada apa dengan Myungeun?”
“MWO? KOMA!? Aku kesana sekarang.”
Laki – laki itu melepaskan buku dongeng yang diperebutkannya tadi dengan gadis itu. Segera berlari dengan mata yang secara perlahan mulai meneteskan air mata.

Gadis berseragam SMA itu akhirnya menatap bingung. Setelah membayar buku tersebut gadis itu keluar dari toko buku dengan pandangan kosong.
‘Aku berlebihan tidak ya tadi?’ Ucapnya dalam batin.
“Tadi dia bilang itu untuk adiknya..tadi dia bilang dia sudah tidak punya waktu banyak untuk mencari buku itu di toko lain..apa ini untuk adiknya? Apa yang tadi dia teriakan di telepon adalah kabar kalau adiknya koma? Oh Tuhan, aku baru sadar aku sangat kekanak – kanakan.” Sembari berjalan gadis itu perlahan mengingat kembali kejadian tadi dan mengerucutkan bibirnya serta memasang mimik bersalah.
Gadis itu duduk di halte bus sambil menunggu bus datang, kemudian dia teringat papan nama yang berada di seragam laki – laki itu.
‘Kim Myungsoo.’ Naeun menuliskan nama itu di buku dongeng yang baru dia beli.

***

10 bulan kemudian…
Seorang laki – laki tampak berlari di antara koridor sebuah rumah sakit. Menabrak beberapa orang tetapi dia tidak peduli. Dia hanya ingin melihat adiknya. Tidak peduli apa orang – orang menganggapnya gila. Tidak peduli cacian berupa ‘Hati – hati kalau berjalan!’ yang diucapkan orang – orang yang di senggol atau apapun itu. Dia terus berlari hanya terus berlari. Dia hanya ingin bertemu dengan adik kecil-nya. Dia hanya ingin melihat adik kesayangannya…
Setelah sampai di depan kamar adiknya, dengan nafas terengah – engah laki – laki itu langsung memeluk ibunya yang sedang menangis. Laki – laki itu bahkan belum sempat men-stabil-kan nafasnya. Yang terpenting baginya adalah ada bahu untuk sandaran ibunya. Ada dada untuk meredam tangisan ibu nya.

“Bagaimana keadaan Myungeun umma?” Laki – laki itu mengelus rambut ibunya.
“Myungsoo-ya…” Wanita paruh baya itu menangis tersendu…”Umma takut…dia kritis kembali..Umma takut..takut kalau dia akan menyusul Appa mu..”

Ditinggal meninggal oleh ayah nya sejak dia berumur 11 tahun menjadikan Myungsoo lebih dewasa dan bertanggung jawab sejak saat itu. Ya, dia sadar benar dia adalah laki – laki satu – satu nya di keluarga nya setelah ayahnya meninggal. Dan dia sadar betul kalau setelah itu dia harus menjadi sosok suami untuk ibu nya dan menjadi sosok ayah untuk adiknya.

Bersyukurlah Ibu Myungsoo merupakan wanita cerdas, sehingga bisa cepat mencari pekerjaan untuk membiayai kehidupan Myungsoo dan adiknya, Myungeun… Setidaknya fasilitas yang dirasakan keluarga mereka masuk dalam kategori ‘sangat lebih dari cukup.’

“Tenanglah Umma, aku tau Myungeun anak yang kuat.” Myungsoo tersenyum kemudian menghapus air mata ibu nya. “Dan, aku juga tau kau wanita yang kuat. Jadi, jangan menangis atau Myungeun dan Appa nantinya akan ikut menangis bila tau kau menangis seperti ini.”

Betapa bersyukurnya seorang Ibu yang memiliki anak laki – laki yang seperti ini.

Kemudian seorang dokter dan suster keluar dari ruangan.

“Nyonya, anak anda baik – baik saja.” Dokter tersebut tersenyum.
“Adikku sudah sadar!?” Myungsoo terperanjat dari tempat duduknya
“Ah..maksudku bukan baik – baik saja dalam artian itu, setidaknya tekanan jantungnya sudah mulai normal kembali. Tetapi..dia memang masih koma.” Senyuman di wajah dokter itu luntur tergantikan wajah ‘simpatik’
Myungsoo menghela nafasnya berat, kemudian kembali duduk di kursi rumah sakit.
“Kalau begitu namanya tidak baik – baik saja.” Myungsoo berdecak kecewa.
“Kami masih mengusahakan yang terbaik. Diantara pasien kami yang pernah kami tangani, adik anda terhitung cukup kuat melawan penyakitnya. Sirosis Hati  yang menyerangnya dan membuatnya koma selama 10 bulan terakhir ini sepertinya tidak sekuat adik anda. Saya yakin nanti adik anda akan sadar dan sembuh pada akhirnya. Tuhan tau yang terbaik.” Dokter itu tersenyum kemudian pergi bersama susternya.
“Amin.” Hanya itu yang bisa Myungsoo ucapkan.

***

Hari – hari Myungsoo kembali seperti biasanya. Meskipun dia terlihat ‘baik – baik saja’ dari luarnya tetapi teman – teman Myungsoo tidak pernah tau, bahwa di dalam hatinya ada pengharapan agar adiknya segara sadar.
“Ya, Lee Sungyeol kau sudah di sekolah?” Myungsoo menggunakan sabuk pengamannya sambil mengapit handphone nya antara baru dan telinganya.
“Ya. Aku tau, 20 menit lagi memang akan masuk. Tapi kan kau tau kecepatan ku saat mengemudi kan? Hahaha. Baiklah sampai jumpa di sekolah.” Myungsoo mengakhiri pembicaraan by phone nya dengan sahabat nya itu. Bahkan, sahabatnya yang bernama Lee Sungyeol itu juga tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita adiknya.
Myungsoo menancap gas mobil nya kemudian tepat di hadapan sebuah halte terdengar suara letusan diiringi badan Myungsoo yang harus terdorong kedepan karena secara otomatis dia mengerem mobilnya.
“Sialan! Pasti ban nya bocor.” Myungsoo keluar dari mobilnya dan mengecek ban mobilnya.
“Benar kan?” Myungsoo menggurutu kesal kemudian dia menatap arloji-nya.
’Ah, 15 menit lagi akan masuk.’ Begitu yang dia pikirkan.
Dengan cepat Myungsoo mengambil tas nya dan segera menelepon bengkel langganannya yang menyediakan jasa mobil derek.
“Mobil dereknya akan datang 1 jam lagi beritahu saja dimana posisi mobilmu?”
Ya kira – kira seperti itu, balasan dari penjaga bengkel tersebut. Dan, kalian pasti tau kemana arah pembicaraan mereka selanjutnya.
Tidak ada pilihan lain, kalau bukan karena hari ini Myungsoo ada ulangan Fisika dia akan lebih memilih ‘kabur’ dari jam sekolah.
“Hari ini memang sial.”

Myungsoo kemudian duduk di halte untuk menunggu bus, lalu sudut matanya mulai memandang ujung sepatu seseorang yang sedang mendekat ke arahnya. Seorang gadis berjalan dengan membaca sebuah buku kemudian duduk tepat di sebelah Myungsoo.

Asal kalian tau, Myungsoo merupakan sosok Casanova sejati di sekolahnya. Ya, dengan karakter ramah dan murah senyum nya menjadi andalan untuk mendekati banyak wanita. Ah iya satu lagi modal nya! Dia tau benar jurus ampuh untuk mendekati banyak gadis.

Kemudian gadis itu menutup buku nya dan menegakan kepalnya. Myungsoo melihat buku itu dan menatap muka gadis itu sekilas.

‘Cantik’ begitu pikirnya. Sekilas dia seperti pernah melihat wajah gadis itu tetapi dia tidak bisa mengingat siapa dan dimana. Ya, untuk sebagian orang, pasti pernah mengalami seperti itu kan? Sulit mengingat sesuatu? Myungsoo termasuk di dalamnya. Nama mantan – mantannya saja dia lupa. Dan akhirnya Myungsoo melupakan kalimat ‘sepertinya aku pernah bertemu gadis ini’ menjadi ‘ah mungkin hanya perasaanku saja.’

Gadis itu kemudian menoleh dan melihat wajah Myungsoo, sekilas ada ekspresi terkejut dalam wajahnya tetapi kemudian gadis itu segera meng-kontrol ekspresinya. Untunglah bus yang mereka tunggu datang, gadis itu segera beranjak dari tempat duduknya. Sampai lupa kalau di pangkuannya ada buku. Ya, adegan klasik dalam drama percintaan remaja yang terjadi disini. Myungsoo mengambil buku itu, membaca label kepemelikan di depan buku itu.
‘Son Naeun.’
“Ah, jadi gadis ini namanya Son Naeun.” Pikir Myungsoo
Kemudian Myungsoo menarik tangan gadis itu.
“Naeun-ssi ini bukumu.” Myungsoo tersenyum, lebih tepatnya..tersenyum…errr maut.
Gadis bernama Naeun itu memegang buku nya dan seketika pandangan mereka kembali bertemu.
Deg! De javu!
“Terimakasih.” Naeun tersenyum kemudian masuk ke dalam bis diikuti dengan Myungsoo.
Myungsoo masih berkutat dengan pikirannya seakan dia pernah bertemu dengan gadis itu, tapi sungguh dia lupa! Ah, dia terlalu banyak bertemu dengan gadis cantik sepertinya jadi dia seperti ini.

Yah, terkadang kita memiliki dua kepribadian di hadapan keluarga kita dan di hadapan teman – teman kita. Begitupula dengan Myungsoo, mungkin dia adalah sosok anak laki – laki idaman, begitu pula dengan sosok kekasih idaman. Tetapi..bukan berarti dia adalah tipe laki – laki yang betah dengan hubungan terlalu lama dengan gadis yang sama. Ya, mungkin Myungsoo hanya belum menemukan gadis yang tepat. Kalian tau bagaimana kehidupan anak muda jaman sekarang kan?

“Sekolah dimana Naeun-ssi?” Buaya darat ini mulai mengeluarkan aksinya.
Naeun yang berdiri bersebelahan dengan Myungsoo menatap bingung laki – laki itu. Entah harus berbicara apa..
“Hah? Ah..kau tau darimana namaku?” Ucap Naeun tergagap.
“Tuh. Dari label yang ada di buku mu.” Myungsoo menyengir lebar. “Benar kan namamu Son Naeun? Sekolah dimana?”
“Seoul Arts High School.” Ucap Naeun sambil menundukan kepalanya.
Myungsoo hanya ber-ooo pelan. “Sepertinya kau gadis pemalu ya?”
“Tidak juga.” Balas Naeun sambil tetap menunduk.
“Terus kenapa menunduk terus? Terkagum oleh ketampananku? Hahaha.”
“Ih! Tidak. Hanya..ya aneh saja..kita kan tidak kenal.”  Naeun mendongakan kepalanya
“Ah iya! Jadi maksudnya kau ingin mengetahui nama ku kan? Tapi tidak berani? Dasar wanita. Penuh dengan gengsi.” Myungsoo tertawa
“Aish. Tidak begitu maksudku.”
“Kalau maksudmu begitu juga tidak masalah. Namaku, Kim Myungsoo. Ya hanya apabila kau mau tau namaku sih..kalau tidak juga ya ingat saja namaku ya, siapa tau kita bertemu lagi.”
Naeun hanya meng-angguk-angguk-an kepalanya.
“Tidak ingin bertanya dimana sekolahku?”
“Bagaimana kalau tidak?”
“Nanti kau penasaran.”
Naeun mendelik, “Tidak juga ah.”
“Aku murid Duk-soo High School.” Kata Myungsoo
“Aku kan tid..” Ucapan Naeun terpotong setelah mendengar ucapan Myungsoo “Untuk informasimu saja, kau turun disini kan?”
Naeun tersadar kalau beberapa meter di depannya adalah sekolahnya. Beberapa siswa lain yang berada di bus itu kemudian turun dari bus itu, termasuk Naeun.
“Sampai jumpa Naeun-ssi.” Myungsoo melambaikan tangannya diiringi tatapan aneh para penumpang. Kemudian Myungsoo memasang ekspresi ‘Ah aku agak sedikit memalukan ya?’

***

Beruntunglah, Myungsoo datang tepat waktu. Tepat saat dia memasuki gerbang sekolahnya bel sekolah berbunyi. Kemudian, Myungsoo memasang wajah cool-nya dan berjalan santai menuju kelasnya.

“Kukira kau akan bolos.” Ketika Myungsoo duduk di bangku nya yang bersebelahan dengan Sungyeol.
“Selamat pagi juga.” Myungsoo menyindir Sungyeol yang bukannya menyapa nya malah menyangka hal negative tentangnya.
“Ah. Dasar sarkatis haha.” Sungyeol tertawa ringan. “Kau berkeringat pagi ini. Tumben sekali.”
“Ban mobilku bocor. Aku terpaksa naik bus dan ya begitulah. Tapi setidaknya aku bersyukur aku naik bus.”
“Kenapa?” Sungyeol menaikan alisnya.
“Karena, kalau saja ban mobilku tidak bocor aku pasti tidak akan naik bus dan aku tidak akan bertemu dengan seorang bidadari.”
“Ah klasik! Bulan lalu, kau juga mengatakan kalau Soojung adalah bidadari tak lama setelah itu kau mendapatkannya tapi tak lama setelah itu juga kau bosan dengannya dan mencampakannya. Lalu, ada Suzy, yang bernasib sama. Lalu ada Jiyeon..Jieun..dan sebentar ya aku punya absen gadis – gadis yang pernah kau dekati, kau kencani, dan kau pacari.” Sungyeol mengeluarkan kertas kecil dalam sakunya.

Myungsoo memutar bola matanya.

“Sialan. Teman macam apa yang mencatat aib temannya sendiri?”
“Oh? Dekat dengan gadis cantik sekarang jadi aib ya?”
“Terserah.” Myungsoo mengabaikan ucapan Sungyeol. “Ah tapi kali ini serius, ini beda.”
“Terakhir kali kau berkenalan dengan Soojung kau juga bicara seperti itu.”
“Begitu ya? Ah, aku lupa.”
“Lalu siapa namanya? Sekolah dimana? Kau punya nomer teleponnya?”
“Namanya Son Naeun, dia bersekolah di Seoul Arts High School, dan nomer telepon? Ah, aku benci sifat mudah lupa ku. Aku lupa bertanya padanya.”
“Son Naeun ya? Kok namanya terasa familiar di telingaku ya?” Sungyeol menerawang pandangannya, menerka – nerka apakah dia pernah kenal seseorang bernama Son Naeun.

Pembicaraan mereka terhenti ketika guru Fisika mereka datang dan membawa neraka dunia bagi siswa kelas mereka..
“Ya, anak – anak keluarkan kertas selembar. Jangan ada buku apapun di atas meja, jangan ada handphone di saku, dan segala contekan. Ulangan Fisika akan segera di mulai.”

***

Beberapa hari setelah pertemuan Myungsoo dengan Naeun, Myungsoo tidak pernah bertemu dengannya lagi. Atau lebih tepatnya belum pernah lagi.

Sore ini Myungsoo akan menjenguk adiknya, meskipun dia tau adiknya masih tidak sadarkan diri. Setidaknya dengan melihat keadaannya, kekhawatiran Myungsoo sebagai seorang kakak sedikit berkurang.

Myungsoo menatap adiknya yang terbaring di ranjang rumah sakit. Ibunya sudah terlelap di sofa ruangan pasien tersebut. Maklum, terkadang ibunya harus terjaga pada malam hari untuk mengawasi keadaan Myungeun. Itupun kalau dia tidak sedang dalam pekerjaan sibuk.

Tanpa sadar air mata Myungsoo menetes, kemudian dia keluar dari ruangan adiknya. Ketika Myungsoo keluar dari ruangan adiknya, dia terkejut melihat Naeun yang duduk di kursi pengungjung yang berada tepat di sebelah pintu ruangan adiknya.

“Naeun-ssi? Untuk apa kau disini?”
Naeun terkaget kemudian mendongakan kepala nya.
“Umm..itu..tadi..aduh..apa ya..” Naeun terlihat bingung harus menjawab pertanyaan Myungsoo,
“Tadi aduh apa?” Myungsoo mengerutkan alisnya. “Kau mengikutiku? Kau sesaeng fans-ku ya?”
“Ihhh. Bukan seperti itu. Tadi aku memang ada di rumah sakit ini. Lalu, aku melihatmu dan ternyata kau masuk ke ruangan ini. Adikmu bagaimana?”
“Darimana kau tau kalau adikku yang sakit?”
“Umm..itu..” Naeun kembali tergugup. “Aku..aku..ayahku dokter disini, aku sering mengunjunginya kesini. Lalu, aku tau dia punya pasien yang namanya Kim Myungeun kan? Itu adikmu kan? Karena, aku tau pasien yang ada disini adalah gadis kecil bernama Kim Myungeun.”
“Ayahmu dokter Son?” Myungsoo bertanya.

Naeun meng-anggukan kepalanya.

“Wow. Sempitnya dunia.” Tutur Myungsoo.
“Matamu sembab. Kau menangis?”
“Cukup kau yang tau.”

Naeun menganggukan kepalanya tanda mengerti.

“Jangan bilang siapa – siapa.” lanjut Myungsoo
“Tenang. Aku tau laki – laki akan malu bila ketahuan menangis.” Naeun tersenyum lembut kemudian menepuk bahu Myungsoo.
“Bukan hanya itu, jangan bilang siapa – siapa juga tentang adikku yang sakit.”
“Kenapa?” Naeun terheran
“Tidak apa – apa.” Kemudian Myungsoo melirik tangan Naeun yang masih berada di bahunya.
“Ah Mian. Hehe. Baiklah baiklah aku tidak akan bilang pada siapa siapa lagipula, aku akan bilang pada siapa? Teman – temanmu? Kita bahkan baru bertemu beberapa hari yang lalu, bagaimanapun aku mengenal teman – temanmu lalu membocorkan hal ini.”

“Ah iya benar juga.” Myungsoo kemudian menatap mata Naeun. “Aku adalah anak sulung dari dua bersaudara, adik ku adalah penderita Sirosis Hati. 10 Bulan yang lalu dia mulai koma. Ayahku meninggal saat aku berumur 11 tahun. Aku laki – laki satu – satunya dalam keluargaku setelah ayahku meninggal. Aku menyayangi ibuku dan adikku. Sangat. Adikku menderita, Ibuku menangis terus – terusan. Jika saja pihak rumah sakit memperbolehkan ku melakukan cangkok hati untuk adikku, pasti sudah kulakukan dari dulu. Tapi nyatanya pihak rumah sakit menolak keras dengan alasan aku masih hidup, tadinya aku berniat bunuh diri tapi aku sadar dengan begitu hanya akan membuat ibuku bertambah sedih. Tapi..aku..aku..tidak siap untuk kehilangan adikku.”

Naeun menatap iba Myungsoo.

“Dan aku juga tidak tau kenapa aku menceritakan ini padamu.”

Secara tidak sadar Myungsoo menceritakan masalah hidupnya pada Naeun. Entah apa yang mendorongnya, hanya saja Myungsoo merasa ‘Naeun harus tau.’ Padahal mereka baru bertemu beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya baru mengetahui nama masing – masing.

“Aku turut prihatin..Myungsoo-ssi.” Naeun kemudian tersenyum. “Tenang saja, aku yakin adik mu akan sembuh.”
Myungsoo tersenyum mendengarnya.
“Terimakasih.”
“Untuk? Menyemangatimu?”
“Bukan. Untuk menampung masalahku.”

***

Hari – hari berlalu..Sudah hampir 2 bulan Myungsoo dan Naeun semakin dekat, entah apa yang mempertemukan mereka. Myungsoo tidak memiliki nomer handphone Naeun begitupula sebaliknya. Tetapi setiap kali Myungsoo berjalan sendirian, Naeun selalu muncul di hadapannya. Seakan takdir memang merencanakan pertemuan mereka.
Naeun terhitung gadis yang paling lama untuk Myungsoo dekati, biasanya Myungsoo hanya butuh waktu beberapa hari untuk menaklukan hati seorang gadis. Tapi kali ini, dia benar – benar jatuh hati pada gadis ini. Ya bagaimana tidak, gadis ini memenuhi semua syarat tipe idealnya. Dan satu lagi yang membuatnya berbeda, gadis ini adalah tempat Myungsoo menuangkan semua masalah hidupnya. Setelah, hari dimana pertama kalinya Myungsoo menceritakan masalah hidupnya pada Naeun sejak itu juga Myungsoo menjadi sangat terbuka dengan gadis ini. Apapun dia ceritakan kepada gadis ini. Apapun.

Begitu pula hari ini, di depan ujung jalan gank kecil Myungsoo melihat sosok Naeun. Kemudian dia memanggilnya
“Naeun-ssi?”
Naeun menoleh.
“Oh? Annyeong!” Naeun tersenyum.
“Darimana?” Tanya Myungsoo
“Rumah teman. Biasa, kerja kelompok.”
“Ah, pantas masih pakai seragam. Eh, tunggu kenapa setiap kita bertemu kau selalu pake seragam ya? Tidak punya baju lain?” Canda Myungsoo
“Ih! Ya memang kebetulan saja, kita bertemu ketika aku pulang sekolah. Myungsoo-ssi. Hari ini kau sibuk? Ada rencana mau menjenguk Myungeun?”
“Aku baru saja dari rumah sakit, tadi aku lewat jalan pintas karena aku tidak membawa mobil. Kenapa?”
“Boleh temani aku ke lotte world? Aku ingin menaiki banyak wahana.”

Myungsoo terkaget. Diantara banyak gadis yang dia kencani, biasanya gadis gadis itu hanya mengajaknya makan malam romantis lah nonton di bioskop lah atau belanja di mall. Tapi gadis ini…

“Taman bermain?”
Naeun menganggukan kepalanya dengan antusias.
“Kau mau kan yayaya? Ayolaaah.”
“Umm.. Baiklah.”

***

Setelah menaiki beberapa wahana, Myungsoo dan Naeun memilih duduk di salah satu bangku di taman bermain itu sambil memakan permen kapas.

“Naeun-ssi kita ambil photo bersama ya?”
“Ha? Tidak mau. Aku tidak suka di photo.” Ucap Naeun
“Ayolah untuk kenang – kenangan.”

Dengan cepat Myungsoo merangkul bahu Naeun dan menariknya mendekat kemudian menekan tombol klik untuk memotret diri mereka lewat handphone Myungsoo.

“Aku kan tidak mau di photo! Lagian hasil photonya pasti jelek, aah aku tadi belum siap.”
“Hahaha perempuan selalu begitu ya? Memang kalau di photo harus persiapan dulu ya?”
“Memang.” Jawab Naeun enteng.
Myungsoo hanya tertawa kecil.
“Myungsoo-ssi aku ingin minta maaf..”
“Untuk?”
“Kejadian tahun lalu…” Naeun menundukan kepalanya.
“Tahun lalu? Bukankah kita baru saja mengenal 2 bulan terakhir ini..?”
“Umm..jadi begini..kau ingat gadis yang berebut buku ini denganmu di sebuah toko buku?”

Naeun mengeluarkan sebuah buku dongeng.

“Ah! Iya, pantas aku seperti pernah melihatmu, ternyata kau gadis SMA keras kepala itu ya?”
“Aish! Iya aku tau aku keras kepala dan kekanak – kanakan saat itu, makanya aku minta maaf. Buku dongeng ini..pasti untuk Myungeun kan? Maafkan aku…aku merasa bersalah. Ini kukembalikan, berikan untuk adikmu, ya?”

Myungsoo tersenyum tulus melihat penuturan Naeun.

“Tidak apa. Itu sudah berlalu juga, adikku waktu memang sangat menginginkan buku dongeng ini. Tapi tepat pada hari itu juga adikku koma, dia sudah tidak perlu buku ini lagi.” Myungsoo mengembalikan buku dongeng tersebut.
“Ambilah. Adikmu sebentar lagi akan membacanya.”
“Semoga saja. Eh, di pikir – pikir kenapa kau tau aku laki – laki yang berebut buku denganmu satu taun yang lalu?”
“Aku mengingat muka mu, belum lagi papan nama yang waktu itu bertuliskan ‘Kim Myungsoo’ di seragam mu dan benar saja kan, perkenalan kita di bis waktu itu kau menyebutkan namamu Kim Myungsoo. Jadi, ya aku pikir kau memang orang itu.”
“Ingatanmu bagus.” Puji Myungsoo
“Memang.” Naeun menyombongkan dirinya.
“Percaya diri sekali.”
“Belajar darimu hahaha. Aku bahkan ingat waktu itu tanggal 13 Maret 2013.”
“Oh iya? Ah! Aku baru sadar, berarti pada saat itu ulang tahun ku.”
“Jinjja?” Naeun membentuk mulutnya seperti huruf O “Berarti..minggu depan ulang taunmu ya?”
“Ya…dan berarti tepat 1 tahun pertemuan kita.” Myungsoo menunjukan senyuman ampuhnya.
“Kau ingin kado apa dariku?”
Myungsoo tampak berfikir, “Kau akan memberikan apa?”
“Apapun.”
“Aku ingin memiliki hatimu.”

Blush. Pipi Naeun bersemu merah.

“Hahaha apasih.”
“Padahal aku serius.” Myungsoo menyenderkan bahu nya ke kursi yang mereka duduki.

Kemudian Naeun membalikan posisi nya menghadap Myungsoo.

Naeun memegang bahu Myungsoo juga sehingga mata mereka saling bertatapan.

Myungsoo mulai memperhatikan seluruh wajah Naeun..dahinya yang licin..mata nya yang bulat..hidung kecil nya.. bibi cherry-nya..

Naeun kemudian mulai bersuara.

“Aku akan memberikan hatiku untukmu.” Naeun kemudian tersenyum dan mengecup bibir Myungsoo sekilas.
“Wow! Seumur – umur aku jadi penakluk hati wanita, baru kali ini aku di cium gadis lebih dulu.”
“Anggap saja kado lebih awal.” Ucap Naeun kemudian tertawa kecil.

***

Sejak hari itu Myungsoo dan Naeun belum bertemu lagi, dan sejak hari itu juga Myungsoo tidak berhenti memikirkan Naeun. Tetapi anehnya Naeun benar – benar menghilang bagaikan di telan bumi. Tidak ada kabar. Sejenak Myungsoo menyesal kenapa setelah 2 bulan mereka saling mengenal tidak pernah sekalipun Myungsoo meminta nomer handphone Naeun.

Tetapi kemudian, Myungsoo teringat bahwa Naeun adalah anak Dokter Son. Myungsoo yang kebetulan hari itu berada di rumah sakit bertemu dengan dokter Son.

“Annyeong haseo.” Myungsoo membungkukkan badannya.
“Oh. Annyeong Myungsoo-ssi.” Dokter Son tersenyum ramah pada Myungsoo. “Habis menjenguk Myungeun?”
“Ne.” Jawab Myungsoo “Ah, dokter boleh aku bertanya sesuatu?”
“Tentang?”
“Kau benar ayah Naeun kan? Aku..aku hanya ingin tau kabarnya..sudah beberapa hari ini aku tidak bertemu dengannya.”

Seketika ekspresi dokter Son berubah, menjadi ekspresi yang sulit dimengerti. Antara, sedih, kaget dan ya yang berhubungan dengan itu.

“Kau mengenal anakku?” Tanya dokter Son.
“Yaa..kami bertemu pertengahan Maret tahun lalu, tapi kami baru mulai saling mengenal dekat 2 bulan belakangan ini..” Myungsoo sedikit tersenyum sambil menggaruk leher nya yang tidak gatal sama sekali ketika mengatakan kalimat itu.

Dokter Son tampak terkejut.

“2 bulan yang lalu!? Kau serius!? Apa kau bercanda?”
“Aniyo. Aku tidak bercanda..” Myungsoo tampak bingung dengan reaksi yang diberikan doket Son. ‘apa aku salah bicara ya?’ pikir Myungsoo.
“Ini..ini tidak masuk akal..” dokter Son kemudian mengajak Myungsoo untuk mengikutinya.

Sebuah ruangan VVIP dimasuki oleh Myungsoo dan dokter Son. Ruangan dengan fasilitas paling optimal yang hanya bisa di rasakan oleh beberapa orang. Ya, disinilah sebenarnya Naeun berada. Dokter Son merupakan dokter ternama di seluruh penjuru Seoul, tidak heran kalau kekayaannya melimpah. Tetapi, Naeun meski masih memiliki sisi kekanak – kanakan dia cukup rendah hati untuk menolak fasilitas berlebihan dari orang tua nya, ya seperti: supir dan mobil sendiri misalnya.

“Ini anakku..” Dokter Son membelai rambut Naeun.

Myungsoo terkaget begitu melihat sosok Naeun terkapar.

“Jadi? Beberapa hari ini kami tidak bertemu karena? Astaga..” Myungsoo menatap lemas gadis yang mulai atau tepatnya sudah berhasil mencuri hatinya itu.

“Anakku mengalami kecelakaan, saat itu anak ku sedang berada di halte bus namun seketika ada mobil yang melaju sangat kencang tetapi sulit di kendalikan hingga mobil itu menabrak pembatas jalan dan menabrak halte bus tersebut berserta anakku. Pengemudi nya meninggal di tempat, dan anakku tidak sadarkan diri sampai sekarang.”

Myungsoo mulai lemas.

“Tapi Myungsoo-ssi..” lanjut dokter Son “Apa kau benar – benar bertemu anakku belakangan ini? Karena…karena anakku sudah tidak sadarkan diri sejak tahun lalu.”
“Apa!?” Myungsoo menoleh ke arah dokter Son dengan ekspresi terkejut.
“Semua teman – teman dokter ku sudah aku kerahkan untuk menangani Naeun, tetapi hasilnya sama. Mereka sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan Naeun. Di satu sisi, semua bagian – bagian tubuhnya sudah mendekati ke arah putusan kalau Naeun meninggal. Tapi, dia masih hidup. Bahkan, dengan kasarnya ada yang berkata bahwa anaku lebih terlihat seperti ‘mayat hidup’” Tampak ekspresi penyesalan dalam wajah dokter Son.
Myungsoo mencoba mengeluarkan suara nya.
“…dari…tahun lalu?” Myungsoo menaikan alisnya.
“Iya sekitar pertengahan Maret tahun lalu anakku di rawat disini.”

Myungsoo langsung mengarah ke tubuh Naeun yang terkulai tak berdaya. Myungsoo memeluk Naeun dan membelai rambutnya.

“Naeun…kau dengar aku kan?” Myungsoo memegang tangan Naeun. Lalu seketika di hadapan ranjang Naeun muncul sosok Naeun..atau lebih tepat nya jiwa Naeun..

Sosok Naeun tampak muncul dengan senyuman dan air mata yang dia keluarkan secara bersama – sama. Naeun mengangkat tangannya ke depan, ke arah Myungsoo, mencoba menggapai laki – laki itu tapi tidak bisa.

Myungsoo yang melihat Naeun kemudian mengeluarkan air mata nya.

“Naeunnie..benarkah itu kau?” dengan suara tercekat Myungsoo berbicara.

Naeun mengangguk pelan dengan air mata yang semakin deras, sosok Naeun tidak begitu jelas, tampak transparan, tapi Myungsoo cukup yakin dengan sosok Naeun yang ada di hadapannya.

“Apa anakku ada di situ?” Dokter Son menunjuk tembok yang berada di depan ranjang Naeun.

Myungsoo menoleh dan mengangguk pelan..

“Aku tidak berbohong aku memang bertemu anakmu dokter…dan hari ini aku bertemu dengannya lagi.”
Naeun kemudian berjalan mendekat ke arah Myungsoo dan raga-nya.
“Hei, apa kabar? Berapa hari ya kita tidak bertemu? Aku tau kau pasti bingung, dan aku juga tau kau pasti rindu padaku kan?” Naeun bergurau dengan air mata yang mulai bisa dia tampung kembali.
“Naeun…kumohon kembalilah ke raga mu..” Myungsoo tampak memelas.

Naeun menggeleng.

“Raga itu bukan tempatku lagi…”
“Ma..maksudmu?”
“Aku seharusnya sudah pergi sejak lama, tetapi..entahlah..aku hanya tidak bisa pergi tenang..aku ingin ya setidaknya berbuat kebaikan..tetapi aku justru melakukan kesalahan dengan bertemu kembali denganmu dan berakhir dengan mencintaimu.”

Naeun kemudian menunduk, dan berjalan ke samping Myungsoo.

“Myungsoo dengarkan aku..” katanya “Aku serius, tentang perkataanku saat kita di Taman bermain, saat aku berkata, aku akan memberikan hatiku untukmu. Aku akan memberikannya untuk adikmu. Aku sudah tidak bisa lagi berada di dimensi yang sama denganmu, setidaknya ingatlah kalau kita pernah saling mengenal dengan hati ku yang berada di hati adikmu. Terimakasih untuk pertemuan singkat kita, aku menyayangimu.” Naeun mengecup dahi Myungsoo kemudian sosok transparan Naeun menghilang seketika dan terdengar bunyi dari monitor yang berada di samping ranjang Naeun.

Jantung Naeun berhenti berdetak.

Dokter Son dan Myungsoo segera memanggil dokter yang sering mengecheck keadaan Naeun.

Semua bukan terlambat, hanya memang ini lah waktunya. Naeun benar – benar ‘menutup’ mata nya untuk selama – lama nya.

***

Myungsoo menceritakan semua kejadian yang pernah dia lewati bersama Naeun, termasuk semua perkataan yang Naeun ucapkan. Terdengar tidak masuk akal awalnya bagi dokter Son tetapi kemudian dia mengerti. Karena tidak semua hal bisa kita masukan kepada akal dan logika.

Myungsoo mengingat semua hal tentang Naeun, heran memang Myungsoo bukan tipe laki – laki yang banyak mengingat hal dengan terperinci, tetapi untuk kasus Naeun, Myungsoo mengingat semua tentang mereka dengan sangat rinci.

Dokter Son menyetujui untuk memberikan hati anaknya pada Myungeun. Tepat 2 hari setelah Naeun meninggal, operasi pencangkokan hati itu di lakukan. Dan sehari setelah itu adalah ulang tahun Myungsoo atau lebih tepatnya hari ini.

Myungsoo duduk di meja nya, hari ini dia datang pagi ke sekolah, masih dengan muka yang menunjukan kalau dia
‘tidak baik – baik saja.’ Kemudian Sungyeol menghampiri nya

“Kau baik – baik saja?” Sungyeol menepuk bahu Myungsoo.
“Iya.” Jawab Myungsoo singkat.
“Kau berbohong?” Sungyeol duduk di kursi di depan meja Myungsoo tetapi membalikan posisinya dan berhadapan dengan Myungsoo.
“Iya.” Myungsoo kemudian menundukan kepala nya di tangannya yang berada di atas meja.
“Terserahlah, aku hanya berharap kau bisa menceritakan masalahmu padaku. Dan hei, aku baru ingat tentang nama ‘Son Naeun’ yang terasa familiar di telingaku. Aku baru ingat, ayahku memiliki seorang teman yang anaknya bernama Son Naeun dan sudah koma lamaaa sekalii…kira – kira itu Son Naeun yang kau maksud bukan ya? Ah tapi kurasa sepertinya bukan.”

Myungsoo mendongakkan kepalanya

Tidak tampak terkejut, sama sekali.

“Diam lah aku sedang tidak mood hari ini.” Ucap Myungsoo dingin.
“Yasudah. Eh sebentar, satu lagi, Selamat ulang tahun kawan!”

Sungyeol tersenyum lebar kemudian kembali menghadap ke depan dan membelakangi Myungsoo.

‘Ah, iya hari ini ulang tahunku.’ Membahas ulang tahun yang langsung terbesit di benak Myungsoo adalah Naeun, entahlah semua hal bahkan yang tidak berhubungan dengan Naeun sekalipun selalu mengingatkan laki – laki itu pada sosok gadis itu.

Myungsoo membuka handphone nya dan membuka galeri nya, dia ingat dia pernah mengambil photo bersama Naeun ketika mereka di Lotte World. Tetapi…yang Myungsoo lihat hanyalah sosok dirinya sendiri yang tengah merangkul angin. Bukan merangkul Naeun. Sekarang dia mengerti kenapa dulu orang – orang di bus melihatnya dengan tatapan aneh saat pertemuan pertama nya dengan Naeun, bukan karena volume suara nya yang terlalu besar saat berbicara, tetapi mungkin karena mereka berpikir Myungsoo gila berbicara dan terkekeh sendirian.

Myungsoo tersenyum kecil mengingat.

“Bodoh kenapa aku baru sadar sekarang.” Gumamnya

Kemudian Myungsoo membuka tas nya dan melihat buku dongeng yang di berikan Naeun.

Little Mermaid ada tulisan ‘Kim Myungsoo’ di halaman depannya.

‘pasti dia yang menulis’ Myungsoo berbicara dalam hati nya dengan masih tersenyum.

Kemudian saat dia membuka buku dongeng itu ada selembar kertas yang terjatuh di pangkuannya.

Untuk Kim Myungsoo,

Kau tidak harus mengerti kenapa kita bertemu

Kau tidak harus mengerti kenapa kita bisa begini

Kau tidak harus mengerti kenapa takdir mempertemukan kita tetapi tidak bisa menyatukan kita

Karena aku sendiri tidak mengerti kenapa aku bisa menyayangimu meski aku tau aku tidak bisa memilikimu.

Masalah kita bukan umur yang berbeda jauh atau masalah kasta yang tidak setara

Dimensi berbeda membuatku hanya bisa mencoba meraihmu tetapi tidak pernah bisa menyentuhmu

Akal dan logika tidak akan mampu membantu kita untuk mencerna semua ini

Aku mengerti sekarang kenapa ada istilah ‘tidak semua hal bisa masuk logika’

Karena kita adalah salah satunya

Seperti buih dalam dongeng ini aku akan menghilang.

Sempat terlihat kemudian terbang tinggi hingga hilang dari pandangan

Terimakasih untuk pertemuan singkat kita.

Jaga hatiku ya..

Selamat ulang tahun Kim Myungsoo.

Tertanda,

 

Son Naeun

 

P.S:
Jangan tanyakankenapa aku bisa menulis surat ini, IQ mu tidak akan sampai untuk mengerti hal ini.
Satu lagi, semoga kamu berhenti menjadi playboy ya! (Jangan pikir kalau aku tidak tau, karena aku tau semua tentangmu :P)

Myungsoo tersenyum haru membaca surat itu, dia tidak akan mau lagi mencoba mengerti tentang kenapa dia bisa bertemu Naeun, tidak akan. Dia hanya cukup tau, kalau Naeun menyayanginya dan begitu pula dia, entah sampai kapan. Surat itu dia masukan ke dalam saku nya, meski Myungsoo yakin surat ini pasti nanti nya akan hilang dengan sendirinya.

Bel berbunyi, suasana kelas yang tadinya sepi mulai dimasuki banyak siswa. Hari ini pelajaran pertama kelas Myungsoo kebetulan pelajaran wali kelas mereka.

“Selamat pagi anak – anak, hari ini kita kedatangan murid baru.” Ucap Park seongsaenim.

Semua mata siswa tampak penasaran, terkecuali Myungsoo yang masih sibuk menundukan kepalanya di atas tangannya. Ya, kalian tau kan posisi orang yang tidur di kelas?

“Silahkan masuk.” Park seongsaenim tersenyum ke arah murid baru tersebut. “Dan, silahkan perkenalkan dirimu.”

“Annyeong haseo..Son Yeoshin imnida, aku turunan Korea yang baru pindah dari China, senang berkenalan dengan kalian semua.” Ucap gadis itu sambil tersenyum ramah.

Myungsoo mendongakan kepala nya dan terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.

Dari kaki sampai kepala Myungsoo menatap gadis itu,
Rambut nya…
Mata nya…
Hidung nya..
Bibir nya..

Semua begitu mirip.
‘Naeun!?’  Myungsoo terkejut dalam hatinya dan membulatkan matanya.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet