[FF] D'Cailin Scath [Chapter 3]

Description

Title : The Shadow (Chapter 3)

Authors : Panda ABstyle

Cast :

  • Xi Luhan
  • Bae Shin Mi (OC)

Support Cast :

  • Song Qian a.k.a f(x)’s Victoria
  • Do Kyung Soo
  • Jane Willington (OC)
  • Wu Yi Fan a.k.a Kris Wu
  • EXO

NB: Casts will be increase in some parts.

Length : Chaptered

Genre : Fantasy, Supernatural Romance., Mystery, Young Adult Fiction.

Rating : R (Restricted) [PG-17]

Warning : Sorry if we had a typo or mistake for this fan-fiction.

><><><><>< 

*Author's PoV*

 

”Dan tinggal tunggu beberapa hari saja aku akan mendapatkan------"

 

Brakkkk....

 

Suara dobrakan pintu itu spontan mengagetkan yeoja itu. Bayangan tersebut menghilang tanpa bekas. Hingga yeoja berambut blonde itu memutar tubuhnya ke belakang

 

dan....

 

”YA! Kau kemana saja?!” Namja itu berjalan gontai tidak seperti biasanya. Di tangan kanannya juga masih terdapat botol vodka yang langsung diambil dari ballroom pastinya.

Yeoja berambut blonde itu tidak menjawab, hanya memperhatikan namja itu mendobrak pintu ruang kesenian dan berjalan sempoyongan begitu.

”YAA,... Kau ini! Aku sudah mencarimu kemana-mana dan ah!” Botol vodka itu langsung tercampak dan pecah akibat kesengajaan namja itu melemparnya. Tepat di samping bayangan yang terlihat fana tersebut.

Tangan namja itu perlahan menepuk pundak sebelah kanan yeoja berambut blonde tersebut, bulu kuduk namja itu berdesir, tangannya gemetar secara perlahan. Mungkin akibat kadar alkohol dari vodka yang diminumnya.

”Kau tahu.. Aku lelah.. !@#&%^?*()” namja itu bergumam tidak jelas, mungkin dengan keadaan yang setengah sadar, namja itu dengan enaknya menjatuhkan tubuhnya ke yeoja berambut blonde tersebut. Hingga yeoja yang bernama Jane itu juga mengusap punggung namja dihadapannya.

Sementara bekas pecahan botol vodka itu langsung bersih tanpa siapapun yang menyadari. Shinmi. Bayangan yang sedari tadi berada di ruang kesenian itu. Mulai dari memainkan piano, hingga beralih ke sisi jendela besar dengan hiasan pemakaman di depannya.

Bulir-bulir air mata tersebut kian menetes di pipi Shinmi. Apapun alasannya, ia yang bertemu Luhan terlebih dahulu, begitupula Luhan, namja istimewa baginya, karena namja itu percaya bahwa dirinya ada, walaupun bayangan itu rela kembali memperlihatkan dirinya dari sisi kematiannya hanya untuk mempercayai dan mengikuti sejarah lama yang diceritakan kedua orangtuanya. Bertemu dengan seseorang yang seutuhnya mempercayai dirinya, baik ia masih hidup bahkan sampai ia sudah dikenang oleh semua orang. Dan bayangan itu mungkin sudah menemukannya. Luhan. Walaupun ia tidak begitu yakin apa yang akan terjadi selanjutnya dengan tindakan yeoja berambut blonde yang tak lain adalah Jane kepada namja itu dan dirinya.

Perlahan yeoja berambut blonde yang bernama Jane tersebut berjalan dengan memapah Luhan yang tengah sadar atau tidakpun. Angin mengelus manja siapapun dengan semilirnya yang lembut, cahaya bulan semakin mengeruak dan terang layaknya pancaran matahari terus memantulkan sinarnya ke satelit bumi tersebut.

 

>>><<< 

 

*Bae Shinmi's PoV*

 

Perlahan kakiku melangkah membawaku ke sebuah lahan yang mungkin sebagian orang menganggap lahan terseram di muka bumi ini. Angin malam berhembus dengan setia, ditemani bintang dan beberapa meteor yang jatuh. Hujan meteor. Ini sudah beberapa kalinya aku melihat. Satu demi satu berjatuhan ke titik tumpu yang berlainan. Terakhir kali, aku melihatnya dengan Kris. Tepat di malam ia baru saja menembakku sebagai yeojachingunya.

 

**Flashback On**

 

”Chogi...,” suara bergetar itu terngiang di telingaku. Dengan sedikit terkejut, tanpa sengaja tubuhku langsung berbalik menuju arah orang yang memanggilku. Dengan sendirinya, tanpa aku mengetahui dari arah mana suara itu berasal. Namun kali ini, asal suara tersebut berasal dari orang yang tepat berada di belakangku.

”Kris? Ya.. Kenapa kau ada disitu, Wae?” Namja jakung dengan aliran China-Cannada itu hanya tersenyum menunduk kemudian menatapku kembali. Matanya terlihat ragu, dengan bola mata yang terus terarah tidak menentu. Terkadang melihat ke atas, ke samping, bahkan ke semua arah dengan waktu yang kelang hanya 5 detik mungkin.

”Ya.. Mmm.. Panggil aku Yifan saja, mungkin.. Yifan-ssi. Itu terdengar lebih bagus.”

 

'Yifan-ssi? Panggilan aneh semacam apa itu? Apakah seleranya begitu? Aigo'

 

”Ah... Kris. Menurutku itu lebih nyaman kuucapkan,” aku menggigit bibirku ragu. Kemudian menatapnya kembali dengan kemampuanku, walaupun aku sudah di kadar salah tingkah yang tinggi. Bahkan dengan detakan jantung dengan frekuensi 300kali/menit. Mungkin itu masih lebih jika diukur secara logis.

”Shinmi-ah..,” perlahan langsung kutolehkan kepalaku ke arahnya. Pemandangan di lapangan basket yang luas ini cukup indah dimalam hari tepat dimana meteor jatuh menghiasi langit malam. Areumdapgo.

”Ya, mwo?” Namja jakung tersebut langsung berdiri dari bangku yang terdapat di sekeliling lapangan. Ukuran tubuhnya yang terlalu tinggi bahkan tidak menyesuaikannya dirinya untuk laki-laki remaja berusia 13 tahun tersebut.

”Mian untuk hal ini... Ya kau tahu, aku ingin sekali berteman denganmu...”

”Mworagu? Bukankah kita juga teman sekelas? Bahkan kedekatan kita juga dapat dibilang bagus.” Ucapku tegas. Tidak mengerti apa yang dikatakan Kris sebelumnya. Semuanya terkesan gantung.

 

Kris tidak menjawab.

 

”Ya..  Lebih baik to the point sa---”

”Nan johahaetdago..” Tubuhku kaku mendengar dua kalimat yang terucap dari bibir Kris. Aura dingin langsung terpancar dari tubuhku dengan cold sweat yang refleks membasahi bajuku, padahal cuaca pada malam ini cukup hangat. Ini waktu untuk musim semi.

”Aku tidak peduli semua yang ada denganmu, kelebihanmu kekuranganmu bahkan nilai F-mu pada ujian matematika lalu. Aku tidak peduli jika kau suka tidur di kelas, dan bernyanyi di sepanjang koridor setiap pulang sekolah dengan volume yang keras... Aku tidak peduli itu. Nan geunyang saranghago.”

”Ya.. Sebaiknya kau tidak mengatakan hal itu padaku. Sebagaimana kau namja paling perfect menurut semua yeoja di sekolah ini. Kau kapten basket di sekolah ini, tinggi, berkepribadian baik, ramah, kemampuan otakmu juga pintar, walaupun satu, kau tidak bisa menandingiku untuk bernyanyi dan bermain musik.” Balasku padanya. Tidak tahu apakah niatku untuk memujinya namun pada akhirnya aku mengejeknya. Setidaknya itu tidak melebihi ejekannya kepadaku bukan?

”Ya... Jadi apa jawabannya?” Kris dengan tiba-tiba menyeruak melalui pertanyaan yang mengharuu untuk menjawabnya.

”Jawab apanya?”

”Kau suka padaku tidak? Kalau 'iya' terima kalung pemberianku ini.” Ucapnya sembari mengeluarkan sebuah gelang berwarna silver yang terlihat jelas dengan hiasan manik-manik di gelang tersebut.

”Kalau 'tidak' ya... Kau tidak perlu menerimanya.” Sambung Kris dengan ucapan yang sedikit berat untuk ia ucapkan. Apa dia memang benar-benar serius kali ini?

”Apa hal itu untuk sebuah jawaban?” Tanyaku cepat. Sementara Kris hanya mengangguk kemudian mengadahkan kepalanya ke atas langit yang tengah dihujani meteor yang indah tersebut.

”Tutup matamu Kris. Dan jangan buka sampai kubilang buka,” Menurutku Kris langsung menurut. Ia langsung menutup mata dan menadahkan tangan kanan yang berisi gelang tersebut.

 

'Ya.. Bae Shinmi... Apa kau ambil saja gelang itu? Ya gelang itu sangat lucu walaupun terlihat simple sekali!'

 

Aku langsung berlari ke hadapan Kris dan mengambil gelang itu selembut mungkin agar Kris tidak tahu apa aku mengambilnya atau tidak.

Yap! Aku mengambil gelang itu, walaupun dengan setengah perasaan aku menyukai gelang itu dan setengah lagi, mungkin dengan hal ini aku bisa menyukai Kris. Ya.. Tunggu saja sampai aku benar-benar menyukainya.

Kakiku langsung berlari bersembunyi dari hadapan Kris. Semoga saja dia senang dengan jawabanku.

 

'Terima kasih atas gelang-nya Kris' pikirku sembari terus tersenyum dan bersembunyi.

 

”Ya.. Shinmi-ah!! Kau mengambil gelangnya? Ya! Gomawo!!” Teriak Kris dengan lantangnya. Dimana aku hanya tersenyum melihat tingkahnya dibalik bangku lapangan yang tak jauh dari Kris.

 

**Flashback Off**

 

Semua itu terngiang sangat indah di pikiranku. Semuanya. Sebelum tepat hari itu ya... Hari mengacaukan yang terhebat di dalam hidupku. Aku kehilangan nyawaku. Untuk pertama dan terakhir kalinya. Entah apa setan yang merasuki pikirannya sehingga ia tega untuk menghilangkan nyawaku.

 

>>><<< 

 

*Author's PoV*

 

Terlihat seorang yeoja dengan namja yang tengah mabuk disampingnya. Kegelapan menyinari mereka yang berlalu di sepanjang koridor sekolah. Suara decitan tikus juga setia menemani mereka. Namun tidak untuk Jane. Raut wajah yeoja itu cemberut dengan memapah Luhan dengan paksa.

”Ya! Kau menyusahkanku saja!” Ujarnya seraya mencampakkan Luhan ke dinding koridor sekolah hingga kepala Luhan terantuk tembok tersebut. Untung saja tidak terlalu kuat, namun cukup membuat rasa nyeri di kepala.

Debu berterbangan menyelimuti area sekitar wajah Jane hingga ia sedikit terbatuk. ”Ya.. Ireona!! Kau jangan mabuk dan pingsan disini! Nanti dikira aku yang berbuat macam-macam padamu!” Ketus yeoja itu dengan menendang kaki Luhan dengan red high heels yang dikenakannya.

Luhan tidak menjawab, ia hanya mendongakkan kepalanya lemas sembari terus mengacak rambut silvernya. Entah kapan ia mengganti warna rambutnya ditengah kesibukan sekolah yang terus menumpuki dirinya. Bisa saja ia mengecatnya dengan cat tembok seadanya atau ia mengecatnya di tengah semua orang sedang terlelap.

”Huh! Yasudah kalau begitu, sebaiknya aku pergi!” Yeoja bernama Jane itu terus melangkah menjauhi Luhan dengan langkah cepatnya.

 

Sementara...

 

”Ya! Kau menyusahkanku saja!”

”Ya.. Ireona!! Kau jangan mabuk dan pingsan disini! Nanti dikira aku yang berbuat macam-macam padamu!”

”Huh! Yasudah kalau begitu, sebaiknya aku pergi!”

 

Perlahan bayangan tersebut seakan berubah menjadi yeoja yang tampak utuh. Kakinya melangkah pelan menuju namja yang tengah pingsan di koridor akibat kadar alkohol pada vodka yang diminumnya.

”Aku selalu disini...,” bisik yeoja itu ketelinga namja yang sekilas tampak imut jika dilihat mata dengan seksama.

Perlahan yeoja bayangan itu memapah Luhan dengan susah payah hingga menuju kamar asrama Luhan yang sudah tak jauh dari lorong tersebut hingga Luhan terjatuh bebas di ranjangnya tersebut.

”Ya... Neo eo.....diya?” Ujar namja itu sedikit meraung tidak jelas, hingga Shinmi mendekat dan duduk di tepi tempat tidur tersebut. Lebih tepatnya di sisi Luhan.

”Luhan.. Gwaencha...”

”Shinmi-ah.....”

Seperti awan yang langsung mengepul dengan kumparan putih yang lembut, tangan namja itu langsung menarik tengkuk Shinmi, dan memberikan satu kecupan di bibir Shinmi dengan waktu yang sangat tidak diduga-duga tersebut.

Tubuh Shinmi bergetar, bulu romanya seakan menaik refleks dengan waktu ketika Luhan langsung menariknya.

Shinmi langsung mengangkat wajahnya dengan perasaan yang masih diselimuti kabut keterkejutan tersebut. Apa ia yakin dengan kejadian yang menimpanya beberapa detik yang lalu?

”Tteonajima..” Lirih Luhan pelan dengan mata yang masih terpejam. Seperti ia kehilangan seluruh kesadarannya. Memang. Ia sedang pingsan dan tidak ada yang tahu keadaanya sekarang. Entah sedang mengigau atau memang dia masih mempunyai setengah kesadaran yang sudah berukuran micro. Tidak ada yang tahu. Hingga refleksnya ia langsung mencium Shinmi tanpa rasa ragu.

Shinmi tidak menjawab, belum pasti dia akan selamanya di dunia ini atau ia pasti akan kembali ke alam dimana sesungguhnya hawa kematian muncul dan ia sangat berbeda. Dia fana. sedangkan di dunia ini semua penuh dengan wujud utuh.

Perlahan Shinmi menyentuh bibirnya dengan jemari telunjuknya dengan rasa gemetar. Rasanya jiwa tersebut seperti terbang kembali. Tubuhnya juga merasakan hal yang tidak sekontras seperti biasanya. Kaku. Istilah cold sweat pun tidak jauh dan melekat dengan dirinya saat ini.

Sementara Luhan langsung tidak sadarkan diri kembali. Wajahnya yang sedang tertidur sungguh sangat mendamaikan jiwa siapapun yang melihatnya sekarang juga.

 

>>><<< 

 

*Xi Luhan's PoV*

 

Berulang kali jarum detik jam berdetak dan menimbulkan suara yang terus terngiang di telingaku. Keheningan langsung terjadi ketika Madam Eliza terlihat berjalan memasuki ruang kelas yang sangat jauh dari ruang kelas impianku.

Suara helaian kertas buku terasa seperti musik di telingaku. Ditambah dengan ketukan pena yang bergema di seisi kelas membuat suasana semakin terasa seperti semalam suntuk.

”Sstt... Anak baru itu kemarin kissing dengan Jane kan? Sungguh...,” bisikan tersebut langsung terdengar seperti kilat di telingaku. Aku mencoba berbalik menuju arah suara tersebut. Diam. Anehnya begitu.

”Lihat saja dari wajahnya, dia tampak seenaknya berciuman dengan Jane kemarin malam, pasti sampai sekarang ia masih menikmatinya... kkkk...” Kali ini aku mendesah dengan cibiran beberapa manusia di kelas yang jelas-jelas menyindirku.

”Dia itu seperti Kiss Gangster.... Luhan is the Kiss Gangster...”

 

”CUKUP!!!! JANGAN BERMAIN BELAKANG PADAKU!” Suara bentakanku spontan membuat seisi kelas semakin terasa sunyi. Sementara Madam Eliza terlihat menatapku dengan cara mautnya seraya membuka kacamata bacanya pelan.

”Luhan-ssi, sebaiknya kau tidak membuat keributan selama pelajaran berlangsung,” terang Madam Eliza kepadaku dengan ucapan dan bibir dengan lipstick merah tebalnya yang membuatku semakin muak untuk menatapnya.

”Memangnya aku peduli?” Ujarku langsung menendang meja dengan sekuat tenaga dan berjalan keluar dari kelas tersebut. Bayangkan saja, aku bahkan tidak mau untuk menginjak satupun ubin di dalam ruangan neraka itu.

”Luhan-ssi! Kau akan ku-score selama seminggu karena sudah berbuat tidak sopan!”

Mendengar ucapan tersebut, aku langsung mengacuhkan ucapan guru nenek sihir itu dengan memasang earphone ke kedua telingaku di depan pintu kelas neraka tersebut dan berjalan tanpa menghadap kebelakang sekalipun.

”Hh... Peduli sekali aku mengurusi teman sekelas dan guru seperti itu, aih.. Tidak.” Mulutku terus saja berkomat-kamit seperti orang yang membacakan mantra sihir yang membuat lidah terbelit untuk membacanya.

Suasana terus membawaku ke ruang kesenian, ruangan yang telah menjadi tempat favoritku di sekolah ini setelah tragedi pertemuanku dengan yeoja.. Ya, mungkin belum bisa dikatakan aku mencintainya, namun setidaknya aku suka dengan semua kepribadian yeoja itu.

 Ruangan ini seperti ruangan kosong dengan peralatan musik tua yang sudah berkarat serta rapuh. Kuedarkan penglihatanku ke semua sisi ruangan ini hingga kudapati sosok yang sangat kukenali, namun sayangnya itu bukan Shinmi. Melainkan Victoria.

Wajahku langsung menekuk melihat siapa yeoja itu, bukan terkesan aku tidak ingin berjumpa dengannya, namun kali ini aku ingin sekali bertemu dengan Shinmi. Setelah tadi malam ia tiba-tiba menghilang dari ballroom.

”Sedang apa kau disini?” Tanyaku sembari memalingkan wajahku langsung kehadapan violin besar dan berjalan ke arah violin tersebut.

”Hhh... Hanya bolos saat pelajaran bahasa, kau sendiri?” Balasnya bertanya tanpa menghadapkan wajahnya terhadapku.

”Aku? Oh... Aku di score selama seminggu. Enak bukan?” Cibirku dengan mulai menggesekkan senar-senar Violin yang beberapa sudah bercopotan. Setidaknya nada yang dihasilkan masih selaras bagiku.

”Neon michyeosseo Luhan-ah,” semburnya pahit, hanya melihat kearahku bentar dan memasang mimik wajah yang sungguh membuatku sedikit risih untuk melihatnya.

”Kyungsoo, eodiya?”

”Hh.. Untuk pelajaran ini aku dengannya sangat berbanting terbalik, dia sangat menyukainya sedangkan aku tidak, dengan hal itu... tentu saja dia ada di kelas,” jelas yeoja itu dengan mencerocos panjang lebar. aku hanya bertanya satu kalimat, sedangkan ia menjawabnya dengan beribu kosakata yang bagiku sebenarnya tidak perlu untuk diutarakan olehnya.

”Terlalu banyak kalimat yang kau ucapkan, terkesan berlebihan!” Rutukku pedas sembari beranjak dari tempat dudukku sembari meletakkan Violin tersebut ke tempat semula.

”Terserah kau saja, Luhan.” Aku kembali menatap yeoja itu, sebenarnya dia baik. Dengan wajah yang seperti angel itu terkadang membuatku tidak tega untuk memperlakukan ia dengan teman-temannya dengan perkataanku yang menusuk hati. Mungkin.

”Mianhae...,” ucapku ringan. Victoria tampak tak bergeming mendengar kata yang kuucapkan sedetik yang lalu.

”Uhmm... Gwaenchanha.”

”Ya... Kau berasal dari China kan? Dimana tempat tinggalmu?” Sambungnya. Aku hanya terdiam berdiri memandang scenery yang indah dari jendela besar, namun dengan sudut yang berbeda tentunya.

”Beijing... Kau?” Balasku cepat sembari membenarkan tali sepatu yang terlepas dan berdiri kembali seperti semula.

”Qingdao.., ah sudahlah.. Lagipula jauh dari kata 'mungkin' kita akan kembali ke sana.”

Aku terdiam membeku. Jauh dari kata 'mungkin' kita akan kembali ke sana? Sangat banyak alasan untuk kembali bukan?

 

”Apa maksudmu, jauh dari kata 'mungkin'?”

 

Victoria hanya menarik nafasnya pelan.

 

”Kita-----”

 

”----”

 

-TBC-

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet