[FF] D'Cailin Scath [Chapter 2]

Description

Title : The Shadow (Chapter 2)

Authors : Panda ABstyle

Cast :

Xi Luhan

Bae Shin Mi (OC)

Support Cast :

Song Qian a.k.a f(x)’s Victoria

Do Kyung Soo

Jane Willington (OC)

EXO

NB: Casts will be increase in some parts.

Length : Chaptered

Genre : Fantasy, Supernatural Romance., Mystery, Young Adult Fiction.

Rating : R (Restricted) [PG-17]

Warning : Sorry if we had a typo or mistake for this fan-fiction.

><><><><>< 

 

*Xi Luhan's PoV*

 

“Hei! Gara-gara kalian Shinmi jadi pergi!!” rutukku tidak jelas, sementara pelayan hanya mengantarkan burger extra big yang kupesan. Victoria dan Kyungsoo hanya diam memandangku seperti orang bodoh. Kali ini apa lagi yang akan mereka lakukan? Mengintimidasiku kembali?

“Shinmi? Bukannya sedari tadi kau sendiri?”

”Sendiri? Hey teman.. Kalian tidak lihat aku bersama Shinmi daritadi?” Sosok tubuh jakung tiba-tiba datang menyeruak dan menerobos Kyungsoo dan Victoria. Siapalagi kalau bukan Chanyeol, Jongin, dan Baekhyun? Tiga sejoli yang membuat siapa saja harus menyiapkan sebuah tali dan perekat untuk meredamkan frekuensi suara mereka yang melebihi supersonic sekalipun.

”Teman! Mengapa kau memenangkan pertandingan?” Keluh Jongin dengan menyiram rambutnya dengan botol berisi air mineral yang dibawanya.

Mataku langsung melirik sosok namja berkulit bronze&tan itu dengan tajam. ”Apa salahnya memenangkan pertandingan? Itu adalah tujuan dari permainan bukan?” Mereka langsung tertawa keras mendengar ucapanku.

”Rasakan saja dampak dari kemenangan permainan itu malam ini, Oh ya! Jangan lupa malam nanti jam 8 malam ada pesta bir di ruang ballroom, kau tahu.. Perayaan hari asrama.” Victoria langsung menepuk pundakku. Dan Baekhyun yang mengusap rambutku seperti anak anjing.

”Aku tidak mau datang ke pesta itu dan aku tidak akan mengalahkan pertandingan!” Rutukku kesal. Apa tidak ada rasa terima kasih padaku sebagaimana halnya aku telah memenangkan pertandingan?

”Dengar saja perkataan uri leader Victo Sunbae tercinta ini!” Baekhyun melanjutkan percakapan antara aku dengan anggota geng aneh itu dan menepuk pundakku pelan.

”Bye.. Luhann!!” Teriak Kyungsoo diikuti dengan sorakan-sorakan tidak berguna. geng aneh mereka yang dapat kutebak adalah, geng paling aneh dengan jumlah manusia yang melebihi kadar normal hingga mencapai radius tinggi jika mendekatinya. Siap-siap saja termometer panas harus naik setiap detiknya untuk mengukur suhu tubuh jikalau dekat dengan mereka. Menyusahkan...

>>><<< 

 

*Author's PoV*

 

Tanpa bayangan hitam yang menghiasi, seseorang berjalan dengan lembut, hanya mengenakan baju rajutan yang selalu dikenakannya, rambut digerai panjang dan rapi, serta pancaran bola matanya seperti rembulan sedang mengalami gerhana total.

Gelap gulita.. Gadis itu hanya berjalan seperti melayang menuju ruangan sepi tepat dimana seorang namja duduk dan membaca buku tebal. Hanya ditemani sebuah lampu baca bermuatan 10 watt yang mulai meredup. Bola matanya bersinar, menatap baris demi baris tulisan yang terpampang rapi di kertas tua yang sudah menguning.

”Chogi...,” gadis itu mengucapkannya dengan lembut, hampir bersamaan dengan helaian kain sutera yang menyentuh kulit. Seperti embun yang membasahi pagi dengan malam yang berkabut.

Namja itu mengedarkan penglihatannya menuju sosok yang berada di ambang pintu besar perpustakaan yang sunyi senyap. Suara jangkrik dan kuakan burung hantu setia menemani ditambah dengan rembesan air yang tidak diketahui asalnya. ”Shinmi?” Gadis itu mendekat. Terlebih ketika nama gadis itu terucap dari bibir manis namja yang setia memakai kacamata bacanya itu.

Namja itu menarik gadis itu dan membawa gadis itu duduk di sebelahnya. Memandang coretan tulisan tangan yang termakan usia di buku yang dicetak 70 tahun yang lalu. Tepat di tahun 1858.

Mata mereka memandang satu sama lain, bak cahaya dibalik masing-masing retina kedua insan itu seakan saling bertumpu. Perlahan tangan namja itu menyentuh dan menggenggam tangan pucat dari gadis itu. Namja itu belum pernah merasa kehilangan yang begitu berarti hingga membuat antrium dan ventriumnya berhenti berkontraksi. Namun aura wajahnya berkata, ia akan menjadi seperti itu jika ia harus kehilangan Shinmi? Atau memang Shinmi akan menghilang dari hidup namja itu?

”Ah... Mian.., Shinmi-ah ada apa kau kemari?” Gadis bernama Shinmi itu menarik nafas dalam, ia memandang wajah namja yang tepat beberapa centimeter dari wajahnya. Seperti bayangan masa lalu langsung terpatri di depan bola matanya. Disaksikan di ruangan kedap suara dan hanya ia satu-satunya penonton.

”Ah.. Aniyo, hmm.. Luhan-ssi.. Mengapa kau tidak ikut pesta bir di ballroom?” Namja itu langsung menggerakkan tangannya untuk menutup buku tebal yang dibacanya dan menggenggamnya cukup erat. Suara gema yang ditimbulkan karena namja itu menutup bukunya cukup keras itu, hanya memantul beberapa kali tergantung dengan frekuensi dan kuat tidaknya namja itu menutupnya dengan paksa.

”Apakah itu hal yang asyik?” Yeoja itu mengangguk cepat. Rambutnya terbang diterpa angin malam yang menghembus dingin melalui celah-celah jendela yang pecah termakan usia.

”Kita akan minum Vodka, bagaimana?” Namja bernama Luhan itu mengangguk cepat. Mematikan lampu baca disekitarnya. Mungkin nafsu yang mendorongnya untuk mengonsumsi minuman alkohol itu sedang tinggi.

”Geundae.. Aku sedang tidak ingin mabuk malam ini,” suara namja dan langkah kaki mereka mengerling di lorong gelap seperti gua. Memantul dengan frekuensi ultrasonik serta gaung dan gema yang saling bersahut-sahutan. Maklum.. Lorong ini mempunyai daya pantul yang sangat kuat.

Dengan cahaya lampu obor yang menerangi lorong asrama itu. Serta kelelawar yang berlalu lalang diatas kepala mereka membuat kesan seram mendalam asrama ini semakin terasa. Sarang laba-laba juga kerap membuat keduanya harus menyisihkan setiap benang-benang yang tersangkut di pakaian mereka.

”Apa kau yakin Shinmi? Fikiranku masih kacau sebab pembicaraan Victoria dan teman-temannya denganku siang tadi,” yeoja itu langsung menatap ke arah sumber suara yang dikenalinya. Seraya membersihkan sepatunya dari sarang laba-laba yang menempel ia terus memperhatikan wajah namja itu tanpa terlewat.

”Oleh sebab itu, kau tidak ingin berpesta malam ini? Marhajwo..,” Luhan mengangguk dengan ringan, ruangan penuh dengan karbon dioksida akibat tidak adanya penyaringan udara ke bentuk oksigen, membuat Luhan harus berulang kali menahan sesak.

Perlahan air merembes menetesi kepala Luhan, serta lumut yang menjalar pada sisi tembok membuat Luhan harus mengedarkan pandangan jijik kepada semua hal yang diasrama ini kecuali Shinmi.

Suara decitan pintu ballroom besar itu terbuka. Semua beralas red carpet, dengan jajaran minuman dan makanan mewah seperti pesta bangsawan. Perlahan ia mengalihkan penglihatan ke semua sisi dengan buku yang masih ia genggam, terkadang kerap membuatnya sedikit susah untuk meraih benda satu dengan tangan yang tidak dipergunakan untuk memegang apapun.

Gema musik kerap terus terdengar menembus organ pendengaran serta telinga bagian dalam. Sementara itu, siswa lain yang bergaul satu sama lain, ada yang berpacaran serta kissing di muka umum, atau sedang minum bersama, ada yang hanya duduk dan menyantap semua sajian seperti halnya Baekhyun, Chanyeol, Jongin, Kyungsoo dan Victoria.

”Luhan-ssi.. Aku akan mengambil dua gelas vodka untuk kita. Sebentar ya,” tanpa melihat wajah yeoja itu Luhan mengangguk dengan hal yang masih setia dilakoninya.

”Hei.. Teman-teman semuanya... Aku adalah Jane Willington... The Princess of Dormitory right? Dan dia.. Luhan.. Seorang pemain basket yang memenangkan pertandingan pagi tadi, dan dia termasuk icon di sekolah ini.” Sorakan mendukung itu seakan memekakan telinga Luhan dan beberapa orang yang memang tidak suka menganggap Jane itu ada. Hanya siswa namja dan yeoja yang terlalu terobsesi dengan pengaruh zaman itulah yang menjadi sahabat Jane dengan nilai materalistis yang tinggi.

Sementara tubuh kurus Jane terus melangkah dekat-demi-dekat dan terus mendekat ke Luhan...

 

Dan...

 

”Ini hadiah untuk kemenanganmu Luhan...”

 

Bruk...

 

Buku tebal itu spontan jatuh, membuat seisi ballroom menggema keras. Semua langsung terpaku melihat pemandangan itu. Luhan langsung memejamkan matanya, dirasakannya bibir Jane terus menyentuh bibirnya juga.

”Apa yang kau lak---” Jane menjauhkan bibir penuh dengan red lipstick itu ke Luhan, jemari telunjuknya lalu menyentuh bibir Luhan.

Perlahan ia mengarahkan mulutnya ke telinga namja itu dan berbisik, ”Kau... Harus mengikuti semua yang kukatakan atau orang-orang kesayanganmu akan habis!” Suara bengis itu terdengar seperti petir dan kilat menyambar di telinga Luhan.

Yeoja bernama Jane itu menarik Luhan dan melingkarkan tangannya ke pinggang Luhan dan bersandar tepat di pundak namja populer itu. Sementara semuanya masih terdiam seperti patung. Luhan... Ia mengedarkan penglihatannya. Shinmi? Aniyo..

'Shinmi... Neo eodiga??' Kekhawatiran Luhan terus menjadi, dengan kondisi yang sudah balik ke keadaan biasa. Lampu berwarna-warni itu harus membuat mata Luhan menahan silau dan sakit. Hatinya terus berkecamuk tidak menentu.

”Hei Luhan!!!” Tangan kecil itu langsung menarik Luhan seperti tali tambang yang mengikat tangan seseorang dan melemparnya ke lautan hiu.

”Ikut aku!” Namja kecil itu menarik Luhan paksa dengan dibantu oleh Victoria. Hal itu membuat Jane harus menggerutu, Ia tidak akan melawan karena jika ia melawan namja kecil itu, Ia akan habis dicerca oleh segerombolan geng aneh layaknya Victoria dan teman-temannya. Namja kecil itu seperti psikopat berjalan yang membunuh batin dan naluri manusia siapapun yang bengis di dunia ini.

Tangan Victoria terus menyeret Luhan ke sebuah ruangan yang hampir tak terjamah oleh mata memandang di penjuru Ballroom asrama ini. Toilet seram yang berada di penghujung lorong tempat adanya ballroom tersebut.

”Apa kau sengaja melakukan hal itu dengan Jane?” Suara keran air itu kerap hidup dan membuat suara gemercik seram yang menakutkan, tidak peduli dengan hal itu melainkan pertanyaan yang ditujukan Victoria. Akan tetapi apakah Kyungsoo akan mengintimidasi selanjutnya.

”Jebal.. Percaya denganku.. Jane memulainya lebih dulu.” Pembelaan Luhan terus keluar dari patri mulutnya. Menahan kaku untuk harus membuat benda itu melebur.

”Aku tidak tahu, ternyata kau seperti itu,” Luhan menghela nafasnya pasrah terlebih mendengar ketusan Kyungsoo, ia mengacak rambutnya frustasi. Sementara gemercik air keran terus mengalir memenuhi wastafel yang hampir bertumpahan disertai dengan Kyungsoo dan Victora yang berjalan menjauh dari Luhan.

”Jebal....,” suara lirihan pelan itu refleks membuat tubuh Victoria berbalik, Victoria juga menahan lengan Kyungsoo untuk berhenti.

Yeoja.. Victoria adalah yeoja, bagaimanapun ketusnya ia pada Luhan, tetap saja dia tidak bisa kalau melihat pemandangan seperti ini.

”Kau... Sahabatku, Sahabat Kyungsoo, serta sahabat teman-teman baikku, ya.. Mengapa kau melakukan hal seperti ini?” Sosok lembut Victoria keluar, ia berjalan menghampiri Luhan yang terduduk frustasi. Suara gemercik air disertai langkah pelan Victoria, membuat suasana semakin melankolis.

”Apa aku sahabat kalian? Kalian terus mengintimidasiku, mengikutiku layaknya ingin mencari tahu semua tentangku?” Luhan mendengus dan kembali mengacak rambutnya dengan kasar. Namun kali ini Kyungsoo berjalan ke arah namja yang tengah frustasi itu.

”Itu tandanya kami perhatian denganmu,” dengan masih posisi berdiri yand dilakoninya, perlahan Kyungsoo mengulurkan tangannya ke arah Luhan bermaksud untuk membantu Luhan untuk berdiri.

Luhan menerima dan berdiri atas uluran Kyungsoo tersebut. Luhan tersenyum paksa atas semua yang diperbuat Kyungsoo atau Victoria.

”Ayolah...,” Victoria menepuk pundak Luhan pelan dan tersenyum ke arahnya.

'Semoga saja mereka memang benar-benar mengatakan hal itu' fikir Luhan singkat sembari berjalan bersama kedua orang tersebut.

 

>>><<< 

 

*Author's Pov*

 

Alunan piano berbunyi mengalunkan nada- demi nada- hingga menghasilkan melodi tak beraturan. Mungkin bagi beberapa orang, semilir angin tersebutlah yang dapat membuat tuts-tuts piano usang itu berbunyi dengan sendirinya.

Grek...

Suara decitan pintu itu terbuka. Berbagai debu berterbangan hingga menimbulkan kabut yang menghalangi pandangan mata. Bahkan jarak pandang tidak mencapai 1 meter.

Sosok yeoja tinggi dengan porsi tubuh idealnya tersebut masuk dengan langkah pasti. Ditambah suara yang ditimbulkan oleh high heels merah pekat.

Siapapun yang melihat high heels itu passti akan langsung menatapnya dengan death glare mereka masing-masing. Apalagi yang memakainya adalah sosok populer di asrama. Bridge D'Varco yaitu Jane. Putri seorang pemilik sekolah terpopuler saat ini, kecuali asrama C. Tempat siswa-siswi paling berulah dan tidak bermoral. Namun jika siapapun yang melihat dari dalam asrama itu. Justru murid asrama C paling bermutu dan paling sering menjuarai apapun daripada asrama yang jauh lebih baik. Yaitu asrama A dan asrama B yang hanya mengandalkan uang dan ketenaran.

Alunan piano tersebut langsung terhenti akibat suara decitan pintu yang cukup keras. Masih dengan posisi yang semula, perlahan yang tadinya hanyalah fana, mulailah bayangan itu muncul hingga utuh seperti sosok yeoja yang tengah duduk dengan jemari-jemari tangannya yang berhenti menekan tuts-tuts piano tersebut.

”Sudah beberapa tahun lamanya, kejadian itu selalu terpatri dalam pikiranku...” Ucap yeoja yang baru saja masuk ke ruangan kesenian itu terpotong. Langkah yeoja itu terus bertambah hingga ia tepat di samping piano yang berbunyi tersebut.

Perlahan yeoja itu mengelus tuts piano tersebut dari ujung hingga terhenti sebentar. Hanya dalam 2 detik kemudian, tangannya kembali mengelus hingga ujung piano tersebut kembali bertemu.

”Kau tahu? Merasa kehilangan itu wajat bukan? Seorang yeojachingu namja yang kusukai dahulu telah tiada, dan guess what? Dia meninggal karena terbunuh oleh pacarnya sendiri. Dan sekarang namja itu menjadi pecundang dan pemurung karena dirinya sendiri. Betapa bodohnya dia. Tidak.. Tidak.. Dia bukan bodoh, dia sudah gila!”

Perlahan bayangan tersebut seakan utuh dan terdiam, bayangan itu mendengar semua yang diutarakan gadis berambut blonde itu. Itu percis yang terjadi dalam kehidupannya untuk terakhir kalinya.

”Hari ini tanggal 25 Mei 1928 tepat 3 tahun yang lalu ia meninggal. Tragis. Ia terbunuh tepat saat ia sedang bermain piano seperti saat ini!”

 

Jreng....

 

Yeoja bernama Jane itu langsung menekan piano tersebut dengan kesepuluh jari tangannya bersamaan membuat suara piano tersebut semakin terkesan seram.

Bayangan tersebut mengeluarkan bulir-bulir air mata yang jatuh dari pelupuknya. Perkataan yang diutarakan seakan memberikan sebuah bara panas yang ingin mencelupnya saat ini juga.

”Dan sebenarnya ini yang paling penting. Lari dari pembicaraan sebelumnya memang, namun... Ini harus kau tahu..., seorang namja yang baru saja menginjakkan kakinya di sekolah ini sebulan yang lalu. Luhan... Namja populer yang siang tadi memenangkan pertandingan basket antar asrama. Dan guess what again? Pacar yeoja yang tadi kuceritakan, juga memenangkan pertandingan tepat 3 tahun yang lalu sebelum ia membunuh yeoja chingunya sendiri. 25 Mei 1925! Tanggal menakjubkan!”

Yeoja berambut blonde itu langsung melirik ke arah gadis yang terbunuh beberapa tahun lalu itu terbunuh. Tepat di bercak darahnya yang masih berbekas di bawah kursi piano.

”Luhan... Luhan... Ya aku mungkin menyukainya, cukup untuk menjadi peganganku untuk beberapa bulan ke depan! Ya kau tahu, mana mungkin aku menyukainya dari dalam hatiku? Aku hanya memanfaatkannya sama seperti dulu!”

Bayangan tersebut langsung terhenyak mendengar ucapan sadis yang keluar dari bibir yeoja berambut blonde itu. Ia kembali menangis. Sadis. Ini semua terjadi di hidupnya dan saat dia juga sudah meninggal.

”Dan tinggal tunggu beberapa hari saja aku akan mendapatkan------"

 

Brakkkk....

 

Suara dobrakan pintu itu spontan mengagetkan yeoja itu. Bayangan tersebut menghilang tanpa bekas. Hingga yeoja berambut blonde itu memutar tubuhnya ke belakang

 

dan....

 

”....”

 

-TBC-

  Next >>

(change layout or remove)

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet