[FF] D'Cailin Scath [Chapter 1]

Description

Title : The Shadow (Chapter 1)

Authors : Panda ABstyle

Cast :

  • Xi Luhan
  • Bae Shin Mi (OC)

Support Cast :

  • Song Qian a.k.a f(x)’s Victoria
  • Do Kyung Soo
  • Jane Willington (OC)
  • EXO

NB: Casts will be increase in some parts.

Length : Chaptered

Genre : Fantasy, Supernatural Romance., Mystery, Young Adult Fiction.

Rating : R (Restricted) [PG-17]

Warning : Sorry if we had a typo or mistake for this fan-fiction.

><><><><>< 

 

*Xi Luhan’s PoV*

[Bridge D’Varco Dormitory. 1928]

Cahaya mentari meredup, perlahan menenggelamkan dirinya pada samudera jagad raya di ufuk barat, bagaikan bola dunia berputar pada poros oval, bergantung dengan titik simetris yang tidak dapat dihitung maupun oleh segi geometris dari garis ujung, sampai titik akhir dari tumpu tersebut.

Rembulan mulai memancarkan sinarnya kembali, suara merpati hitam mulai berkuak berkolaborasi dengan gagak hitam yang setia memanggil, hujan mulai merintik seperti awan hitam bersedih, musim gugur menerpa dihiasi dengan daun redwood yang menguning, mulai rontok bertabur di atas tanah nan lembab.

Angin bergelayut manja membelai wajahku, dingin dan membiru.. menembus rongga pori-pori hingga melalui relung tulang-belulang. Ruangan penuh dengan besi berkarat ini selalu tembus oksigen dengan zat kimia bercampur menimbulkan setiap tetesan-tetesan air dari asbes yang mulai menguning, hanya tinggal menunggu tanggal robohnya saja.

Organ tubuh selalu berkontraksi dengan keadaan yang mencekam, sebuah ruang dengan persegi lima kali lima, tanpa adanya pendingin ataupun penghangat ruangan ditambah balok-balok bata yang bersusun di sisi-sisi layaknya penjara hukuman mati mulai datang pada detik ini juga.

Jam classic sudah berdentang lebih dari dua belas kali, suasana tengah malam tanpa adanya cahaya bintang dengan tatapan kosong berwarna hitam legam seperti black hole menghisap mangsanya yang disebabkan gravitasi terlalu berbentuk vertikal. Garis sumbu berukuran 90o pun siap menghisap layaknya pipa sedotan yang terdapat pada gorong-gorong bawah tanah.

Boneka di sisi pintu masuk tampak meringkuk, matanya berwarna merah darah, dengan kondisi lusuh. Tidak ada yang menjamah boneka itu terkecuali aku. Pernah menyentuhnya, hanya untuk memindahkannya dari ranjangku ke sudut belakang pintu.

Suara decitan pintu terdengar membuat bulu roma naik dengan getaran lebih cepat dari frekuensi biasanya. Aku mulai memejamkan mataku dan mencoba mencerna apa yang kulihat di dunia kelam tutupan mata. Hitam, mulai dengan garis garis abstrak berwarna-warni, hingga bayangan berjalan.

“Luhan-ssi… sekarang waktunya makan malam. Aku akan tunggu dalam waktu satu menit. jika kau tidak keluar, maka tidak ada jatah makan malam untuk hari ini!” mataku terbuka dengan cepatnya ketika mendengar suara menggelegar dari Madam Kate dengan marga McThompson. Bola mata yang mulai bergetar diikuti irama tubuh yang mulai merasakan adanya ketidak pastian dalam asrama ini. Langkah lemas membawaku ke sebuah ruangan seperti neraka. Ruang makan namun dihiasi dengan hiasan tengkorak manusia asli yang sudah meninggal dan perapian yang mulai berkarat termakan usia.

***

Aku memandang hiruk pikuk seluruh penjuru ruangan beserta kursi-kursi kayu yang lapuk terbentang di meja panjang yang mengandung rayap di setiap rongga-rongganya. Tanpa beralas kaki, ruangan berlantai papan dengan paku yang menonjol keluar siap-siap saja untuk terkena infeksi. Jangan harap, pihak asrama mau mengobatinya walaupun terdapat ruang kesehatan tidak terurus ditambah dengan obat-obatan yang kadaluarsa.

“Annyeong, Kyungsoo-ssi,” namja ‘wide sclera’ itu menatapku tajam dengan eyeliner tebal yang dipakainya, rambut hitam teracak itu sungguh membedakan 3600 dengan baby face yang dimilikinya. Sesaat Kyungsoo tersenyum mempersilahkanku duduk tepat didepannya.

Ia tampak mengeluarkan suatu benda aneh, waktu 5 tahun berada di asrama ini mungkin membuat fikirannya sedikit abstrak dengan garis curva yang sudah melenceng. Terhitung baru satu bulan yang lalu aku memasuki penjara neraka ini hanya dengan kesalahan memecahkan botol vodka dan membuangnya di perempatan jalan.

“Lembah hantu akan beraksi malam ini, bersiap-siap saja. Dengan waktu makan malam pada larut malam menjelang pagi ini sungguh mengacu adrenalin… aww!!”  yeoja berambut cokelat bergelombang dan memakai kacamata tanpa lensa itu menubruk ujung kursi yang kududuki.Langsung saja ia mengalihkan buku tebal misterius yang selalu dibawanya kemanapun. Rok sepaha-nya itu spontan membuat kaki putih jenjang yeoja ini terekspos sempurna. Terkenal dengan miss flexible di asrama ini. Walau tidak ada dari kami yang mengenal satu sama lain.

Aku menyunggingkan death smirk-ku ke arahnya, “Mianhae, mungkin kursiku terlalu terletak pada sisi jalan,” ucapku santai dengan menatap mata tajam yeoja ini yang menggunakan thick eyeliner, setiap siswa disini apakah diwajibkan mengenakan eyeliner sebagaimana diriku? Bayangkan saja harus menahan perih ketika mengenakannya dan siap-siap menahan malu jika eyeliner itu terlalu tebal dan mencolok seperti siswa bernama James beberapa hari yang lalu.

Nama ‘Song Qian’ pada tag name yang berada pada almamater hitam itu menggantung membuat kepalaku mengangguk tanpa alasan. “Wae? Kau mengangguk tanpa alasan begitu.. apa yang kau lihat dariku?” yeoja itu melepas kacamatanya dan mengambil kursi disampingku. Bisa ditebak yeoja itu langsung mendaratkan tubuhnya tanpa ada keanggunan sedikitpun.

“Miss Flexible… Song Qian senang bertemu denganmu.” Ujarku melayangkan smirk dan death glare yang terkesan menantang. Yeoja itu menatapku sinis, seperti mulutnya mencibir perkataanku. Mudah saja…

“Victoria…, namaku Vic-to-ri-a dan berhenti memanggilku Song Qian, walaupun aku tahu kau juga orang Chinese sama sepertiku rusa kecil!” ia membanting buku tebal itu kemudian berkutat dengan Kyungsoo. Memanggilku dengan rusa kecil? Ne.. itu arti namaku. tidak ada yang salah..

Tak lama piring kayu nan lapuk beralas daun tua dengan spaghetti lada hitam dan beberapa daun mint, berporsi sangat sedikit langsung terhidang diatas meja. Diantar dengan koki yang berkantung mata sangat tebal, bisa dipastikan ia sering tidak tidur mempersiapkan makanan bagi kami di jadwal dinner yang seharusnya pukul 20.00 KST diganti dengan pukul 01.00 malam. Seperti belatung menggerogoti makanan busuk, dan kelelawar yang lalu lalang di atas kepala semua murid di asrama Bridge D’Varco ini.

Kakiku langsung keluar dari ruang makan seram ini, berjalan menuju kamar penjara dengan langkah ditemani suara tetesan air yang merembes pada sisi-sisi permukaan dinding yang sudah melumut. Ditambah dengan hamparan graveyard di samping gedung tua ini. Music classic bergenre seram selalu berdenting menghampiri siapa saja yang lalu lalang di lorong tua ini. Tidak ada yang memainkannya maupun alatnya. Lorong ini bahkan cukup jauh dari ruang kesenian.

***

Bintang hanya memperlihatkan satu tubuhnya. Hanya berjarak beberapa kilometer dengan bulan purnama yang sangat besar, Supermoon memperlihatkan wujudnya sekarang. Sejenak mengikutiku dibawah lahan perkuburan prajurit perang saudara pada masa kejayaan kerajaan masa lalu.

Hingga sampai langkahku ke depan sebuah pintu besar berdebu. Suara pintu terbuka menyambut dengan hawa mencekam dan kabut yang menyelimuti. Suasana seram kini membuat romaku merinding tanpa sebab, seperti ada rasa berbeda berada di ruang kesenian.

Petir dan kilat menyambar membuat tirai usang putih di jendela berterbangan. Aku menutup mataku, hingga angin mulai mereda dan bersahabat. Walaupun petir dan kilat masih melakukan aktivitas yang masih setia dilakoninya.

Yeoja...

Sosok yeoja berambut panjang dengan jubah gelap yang dikenakannya. Raut wajahnya menekuk, matanya sayu dan terdapat kantung mata yang berada di sekitar bundaran matanya. Tubuhnya yang kurus seperti kulit membalut tulang terus menghiasi dirinya yang pucat.

Melodi piano langsung berbunyi. Dengan irama menyeramkan terus menenggelami suasana kabut. Tuts-tuts piano menekan begitu saja tanpa ada seorangpun yang memegangnya. Sementara yeoja pucat itu melangkahkan kakinya layaknya terbang tanpa kaki dengan raut pucatnya. Pemandangan mengerikan ini jauh lebih mengerikan daripada boneka seram yang tergeletak di ranjang kamarku beberapa bulan yang lalu dan sekarang kuletak di sudut kamarku.

“Jangan takut….” Benakku tersentak, seperti hidup, yeoja itu berbayang. Ia melepas jubah yang dikenakannya membuat baju rajutan yang dikenakannya sangat familiar bahwa tidaklah dirinya menunjukkan kesan seram yang mendalam.

“Aku Shinmi…” yeoja itu menyibakkan rambutnya membuat parasnya terlihat sempurna. Aku berusaha menjabat tangannya namun ia menghindar, “Mianhae.. aku.. aku Luhan, bangapseumnida.” Yeoja itu tersenyum, dengan kesan seram yang masih terlihat dari dirinya. Bak mentari hendak menyongsong, jam sudah menunjukkan pukul 02.00 pagi. Sementara kabut dan rintik hujan masih menyelimuti malam kelam tanpa ujung.

“Sedang apa kau disini?” Yeoja itu tersenyum menggeleng, aneh.. tidak ada rona kehidupan dari rambut hingga jari kaki yeoja tinggi itu. “Kau sekolah disini?” yeoja itu kembali menggeleng, sepintas memoriku kosong, selalu menangkap semua realitas seperti mimpi yang terobsesi dengan suatu drama ataupun cerita ficlet lainnya.

Mataku kembali memandang ke arah luar jendela, rembulan masih saja redup dengan hujan yang senantiasa menimbulkan hawa dingin menusuk tulang. Seperti aurora di kutub utara maupun selatan dengan pancaran lidah api yang mencapai atmosfer bumi, malam ini begitu indah. Hanya saja ruangan seni yang dipenuhi oleh alat-alat musik tua. Dahulu gedung ini adalah gedung kesenian dari prajurit perang Portugis yang masih ditinggalkan. Tidak ada yang bisa dibanggakan selain alat music yang mulai merapuh dan senar gitar yang berlepasan.

“Luhan-ssi, seperti supermoon yang terus bersinar, bintang jatuh sepertinya tidak terlihat dikelam oleh kabut di langit, kau tahu seperti apa?” aku berdecak dengan pertanyaan yang dimaksud Shinmi. Perkataan berat terasa tidak bermakna. Tubuh tinggi yeoja ini sangat disayangkan dengan penampilannya yang pucat.

Bercak darah berada tepat di bawah kakinya. Kering sudah berubah menjadi kecoklatan. Tidak menyebabkan bau apapun. Walaupun setiap tikus lewat, decitan suaranya hampir tidak terdengar oleh telinga.

“Tidak ada gairah yang menunjukkan pada aura di diri kita masing-masing. Seakan semua abstrak dengan garis khayal equator di muka bumi ini. Mega angkasa juga tidak menampakkan sinarnya di malam menjelang pagi ini. Iya bukan?” yeoja abstrak itu mulai bangkit duduk di sisi kusen jendela besar yang terdapat diruang kesenian anker ini. “Kau lihat taman surga itu?” Shinmi menunjuk ke area perkuburan yang terdapat tepat di depan penglihatan mataku sekarang juga. Sejenak terdapat patung-patung dewa tinggi dan nisan yang bertebaran tidak beraturan.

“Itu bukannya areal pemakaman prajurit masa kerajaan dahulu?” yeoja bernama Shinmi menggeleng. Selama ini dugaan pada otak yang mengalir dari vena, nadi dan aliran darah yang terhenti sejenak namun terorganisir kembali hingga sum-sum tulang belakang.

“Tidak. Itu hanya lahan pemakaman masyarakat umum.” Aku mengangguk pasti, walaupun selama ini aku menahan dugaan yang sama sekali melenceng dari pemikiran dan realitas aslinya. Ah… tapi sudahlah.. selama antrium dan ventrium-ku masih bekerja. Aliran darah masih tetap berdesir dengan normalnya.

***

Pintu dibanting itu seakan seperti suara meteor jatuh di pelataran halaman belakang, asap kabut menyelimuti sosok yang membuka pintu itu. aku mengadahkan penglihatanku, Shinmi? Dia tidak ada disini? Apakah dia menghilang?

“HEI!! Rusa kecil yang imut, sedang apa kau berbicara sendiri di ruang kesenian seperti ini?” yeoja tinggi bernama Victoria itu berjalan ke arahku. Didepannya juga ada Kyungsoo, orang  yang selama ini memberikan perhatiannya kepadaku, tidak dapat kupastikan mereka akan terus mengintaiku sejauh ini.

“Mungkin karena kau anak baru, otakmu belum teroganisir!” cetusan pedas dari Kyungsoo keluar sesaat menahan seperti bulgogi spicy yang langsung menghantam mulut dan lidah siapapun yang menyantapnya ditemani dengan rembesan hujan yang mulai membuat dinding berlumut dan berjamur.

Aku tidak menjawab, kulangkahkan kakiku langsung keluar melewati dua sosok yeoja-namja yang hampir bersamaan tingginya itu. mereka mungkin hanya melihatku aneh seperti burung hantu ditemani angin semilir yang perlahan harus menahan tetesan darah dari langit yang menghujan, layaknya batu terus menghantam setiap pemukiman serigala seperti dongeng lama, yang tidak terjamah apakah makna dari ceritanya tersebut.

Dapat kudengar langkah kaki Kyungsoo dan Victoria berjalan dibelakangku dan menutup pintu ruangan kesenian tua itu. Tatapan aneh mereka selalu ditujukan kepada diriku, apakah pandangan mereka selalu seperti laser hijau yang siap menembak siapapun dengan teknologi canggih seperti apa yang diramalkan oleh paranormal berulang-kali?

“Sedang apa kalian mengikutiku?” perlahan tubuhku berbalik, menatap kedua sosok namja dan yeoja itu dengan tatapan death glare yang tidak bisa juga disebut death glare. Hanya tatapan aneh ditambah rasa keingintahuan yang besar hingga urat nadi ini terus mencekam dan liver akan memaksanya untuk mengetahui sebagaimana detakan jantung yang detik demi detik semakin cepat berkontraksi.

Tidak ada jawaban selain Victoria dan Kyungsoo saling berhadapan, ralat! Saling berpandangan dengan raut bingung satu sama lain, apakah tidak ada alasan yang wajar bagaimana mereka ingin mengikutiku sejauh ini? Bahkan karena aku masuk ruangan kesenian yang hampir tak terjamah oleh mata memandang itu?

“Kau aneh,” hanya dua kata yang keluar dari mulut Victoria disertai anggukan semangat Kyungsoo. Lampu sorot asrama hanya hidup menyorot angkasa yang termakan kabut dingin, sementara Sirine terus berbunyi layaknya petugas pemadam kebakaran.

“Igo Mwoya?” benakku berdesir kaget. Sementara Kyungsoo dan Victoria hanya berlari ke ruangan asrama mereka masing-masing. “Ya! Wae Geurae?” Kyungsoo spontan menarik tanganku kuat. “Kyungsoo-ya!! Ada apa ini? Ya! Lepaskan aku.” Kyungsoo langsung melepaskan tangannya dan menatapku tajam layaknya seretan pisau yang menusuk paha seseorang dengan sadis tanpa perikemanusiaan yang berarti.

“Pemeriksaan ruangan, jika kau menyimpan benda-benda atau macam-macam hal yang tidak berkenan mudah saja mereka menyita itu dan menyuruhmu untuk membersihkan areal pemakaman!” Aku mengangguk mengerti, walaupun pemeriksaan ini dilaksanakan di waktu malam menjelang pagi sejauh ini tidak ada barang-barang yang berbahaya ataupun majalah-majalah yang tidak senonoh.

“Ruanganku aman, sebaiknya aku pergi.” Dengan spontan aku langsung berbalik dari arah Kyungsoo yang berada tepat di belakangku. Tipe-nya yang cuek bebek, pasti dia langsung pergi ke kamarnya. Itu pasti, karena aku mendengar langkah kakinya yang cepat menuju ruangan paling ujung di penghujung lorong-lorong berlumut dan lembab ini.

***

Malam itu mulai merangkak menunjukkan sinarnya. Pukul 04.00 pagi, sementara suhu masih normal sekitar 16 derajat celcius pada waktu setelah hujan berhenti beberapa menit yang lalu. Tanah basah mengitari lingkungan asrama sekarang walaupun sepatu yang disediakan hanyalah boot lusuh yang kali ini saja aku bisa menganggapnya masih layak pakai.

Dengan melompati jendela besar yang pecah itu, aku berhasil keluar. Tepat di depanku adalah areal pemakaman yang baru saja kubicarakan dengan yeoja misterius yang tak lain adalah Shinmi. Langkah kakiku bergesekan di atas rumput basah berlumpur. Semakin lama tanpa menambah frekuensi kecepatan langkahku yang bisa dibilang slowmotion. Lampu penerangan jalan tidak bekerja seperti biasanya, terkadang lampu itu harus hidup lalu mati membuat bulu romaku sedikit naik perlahan-lahan membuat rasa merinding itu berkuak di dalam diriku.

“Shin…Mi?” tubuh kurus yeoja itu langsung berbalik menatapku. Hanya saja, satu hal yang ganjil selalu menyangkut di otakku, untuk apa sosok yeoja cantik seperti dia berkeliaran di areal pemakaman seperti ini?

“Kenapa kau berada di sini?” Yeoja itu berjalan mendekatiku, semakin dekat hingga ia sedikit berjinjit dan meremas pundakku pelan. “Aku disini, karena kau percaya bahwa aku memang benar ada disini,” tanpa terasa kepalaku dengan enaknya mengangguk, serasa dihipnotis dengan segitiga dan garis berbentuk jarum jam yang terus berdetak ke samping kanan-kiri membuat mata dan fikiran hanya terfokus pada satu maksud. Walaupun maksud dari perkataan Shinmi belum bisa kucerna dengan fikiran jernih.

“Aku pergi dulu.” Shinmi berpaling ke arahku, berjalan menuju areal pemakaman dan menelusurinya lebih dalam lagi. Aku tidak mengerti akan keberadaannya disini, dimulai pertemuan kami yang sangat misterius. Bagaimana bisa dia menghilang ketika Victoria dan Kyungsoo memergokiku di ruang kesenian dan membuka pintu ruangan itu secara paksa. Serasa mengintimidasi dengan pernyataan dan interogasi yang mereka tujukan padaku. Itu semua serasa berbayang lagi maya bagiku. Namun hanya satu yang aku tak mengerti, bagaimana yeoja secantik Shinmi berkeliaran di areal pemakaman?

***

Berjalan dengan langkah gontai, kembali kutelusuri dengan melenggang paksa ke kamar asramaku. Selama tidak ada yang kusimpan secara macam-macam. Tidak ada yang perlu diragukan. Aku membuka sebuah rak yang berada di balik bata, dengan membuka batu itu satu per satu. Terdapat beberapa botol vodka yang belum kadaluarsa. Setidaknya minuman itu masih bisa menetralisir semua kepenatan di otakku di pagi yang masih dalam keadaan gelap.

Suara vodka diteguk itu terdengar sebagai alunan music murni di telingaku. Dahaga dan keringat yang tampak mengalir dari leherku sungguh kupastikan karisma diriku akan bertambah dengan adanya tatapan dan sikap jaim yang kumiliki walaupun ya, mungkin saja aku bisa menjadi naïf dan gila seperti ini.

Aku menatap pemandangan luar dari jendela kamar asrama menyeramkan ini, bahkan ranjang yang keras serasa berduri ketika aku merebahkan diriku di atasnya. Kuedarkan penglihatanku dengan posisi tidur di ranjang yang menghadap jendela itu. ini sudah pagi, dan sekitar pukul 08.00 akan ada ujian basket melawan asrama B yang menurutku dari segi bangunan maupun fasilitas jauh lebih bagus dan berkualitas. Apalagi asrama A yang mendapat akreditasi terbaik? Sangat disayangkan karena aku masuk di asrama C yang tidak bisa dibanggakan sama sekali. Bayangkan saja seperti jam pasir terus berjalan, dan matahari terus berada pada titik di pusat tata surya dan planet lain akan mengorbitnya. Itu semua indah bukan? Tetapi sayang tidak terjadi pada nasibku setelah aku menginjakkan kaki di asrama menyeramkan ini.

Akhirnya dengan waktu yang beberapa jam lagi, mataku mulai meredup hingga tertidur pulas beralas ranjang seperti baja dan duri bercampur seakan menusukku lebih dalam lagi.

***

“Luhan-ssi.. kau masuk tim C bersama Kyungsoo!” Sir Joseph dengan lantangnya dan menolakku hampir terjatuh ke arah Kyungsoo. Tubuhnya yang tegap, besar seperti jelmaan raksasa itu hampir membuat seluruh anak di asrama ini takut hanya pada satu tatapan tajam yang dipancarkan oleh guru paling terkenal akan kegalakannya.

“Luhan-ssi, bersiap-siaplah… jika kau memenangkan pertandingan ini, ada hal yang membuatmu terkejut kemudian.” Aku melirik kearah Kyungsoo. Hal yang membuatku terkejut? Apalagi kegilaan yang ditimbulkan setelah ini? Tanpa kufikirkan lebih lanjut, mataku menangkap sosok putih yang berada tepat dikerumunan supporter pertandingan basket ini. Shinmi. Ia tersenyum manis ke arahku membuatku harus menyunggingkan senyumanku tanpa alasan.

“Berhati-hatilah dengan Jane Willington, kau akan habis dibuatnya jika terus memperhatikannya seperti itu!” seorang namja berkulit gelap itu memukul pundakku dan membisikkan kalimat yang terpatri di mulutnya ke telingaku. Jane? Aku memperhatikannya, ia tepat bersebelahan dengan Shinmi, rambut blonde bergelombang dan eyeliner tebal serta dua orang yeoja sebaya sedang mengipasi alias memberi udara melalui kipas dan menyodorkan minuman ke-arahnya layaknya seseorang dayang-dayang kerajaan.

Tanpa berbasa-basi aku melupakan pesan Kyungsoo, terus saja aku merebut bola, mendribble dan menshootkannya hingga hampir seluruh skor tercatat namaku yang mencetaknya. Luhan! You’re a manly guy right?

“LUHAN-SSI!!! BERHENTI UNTUK MEMENANGKAN PERMAINAN!!!” aku mencari sumber suara itu, terdengar suara itu seperti suara berat Chanyeol yang Khas. Aku terus berputar ke arah belakang dengan bola basket yang masih tergenggam di tanganku.

            Aku tidak mendengarkan semua teriakan yang diutarakan Chanyeol, Jongin, maupun Kyungsoo yang sedari tadi memperingatkanku, bahkan Xiumin seorang teman yang menurutku skill-nya tidak terkalahkan dan merupakan sainganku juga berkata begitu. Apakah ada keanehan di sekolah ini? Mencari tim yang kalah untuk dijadikan pemenang? Tidak ada gunanya.  

            Suara peluit dibunyikan. Pertanda pertandingan harus terselesaikan detik ini juga. aku melempar bola basket dan berlari menuju Shinmi, ia tersenyum kearahku membuat jantungku spontan berdegup kencang tidak seperti biasanya. Aku menarik lengannya, aneh… baru kali ini dia tidak menolak untuk kusentuh atau kujabat. “Sudah kubilang bukan, aku ada jika kau percaya aku memang ada disini.” Kepalaku menoleh dan tersenyum, aku senang karena memenangkan pertandingan ini walaupun semua tim menyorakiku untuk mengalahkan permainan. Apa gunanya untuk menjadi seorang pecundang?

            “Kau bisa merasakanku, jika kau memang percaya aku bisa kau rasakan.” Ucapan lembut itu kembali membuatku bingung walaupun aku harus mencoba untuk tidak memikirkannya. “Ne… aku percaya.. semua tentangmu.. aku mempercayai hal itu.”

            Aku menduduki bangku di kantin berukuran 20x20 meter itu dengan Shinmi dihadapanku. “Gomawo kau sudah percaya akan adanya aku disini Luhan,” aku tersenyum dan mengangguk. Belum pernah aku merasakan sekontras ini dengan lawan jenis yang membuatku harus memandang ia lebih dalam lagi.

            “YAAA!! LUHAAANN!!!” sosok yeoja tinggi itu datang mengagetkanku kembali. Membuatku harus membalikkan tubuhku untuk menghadapnya. “Bukankah Kyungsoo dan tim-mu mengatakan jangan memenangkan pertandingan?” cerocosan yang keluar dari mulut Victoria itu membuatku spontan harus menutup telingaku sekuat tenaga. Apalagi ia adalah yeoja.

            Aku bergidik, sementara Victoria hanya mendesah nafas pasrah dan Kyungsoo yang langsung memutar kedua bola matanya sinis. Aku kembali menghadap diriku ke depan. Shinmi? Dia menghilang? Kemana lagi yeoja itu pergi?

            “Hei! Gara-gara kalian Shinmi pergi!!” rutukku tidak jelas, sementara pelayan hanya mengantarkan burger extra big yang kupesan. Victoria dan Kyungsoo hanya diam memandangku seperti orang bodoh. Kali ini apa lagi yang akan mereka lakukan? Mengintimidasiku kembali?

            “Shinmi? Bukannya sedari tadi kau sendiri?”

-TBC-

Stay tune for next chapter ya.. dont bash and dont forget to RCL readers;)

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet