ONE DAY IN THEIR MORNING

COME ON A MY HOUSE

Author’s POV

 “Chiiiiii….. bangunnnnn!!! Jangan tidur didalam kamar mandi! Mama memanggilmu!” teriak Tami yang sudah memakai seragam sekolahnya dipadu dengan Apron warna pink dan merah dengan motif strawberry. Tangan kanannya masih terus menggedor-gedor kamar mandi dimana diduga ada Chinen didalamnya, sedangkan tangan kanannya masih memedang spatula warna merah limited edition keluaran Debenhams. “Chiiiiiiiii……” teriakan Tami semakin kencang.

“Tami-chan… pagi-pagi sudah berisik.” Tegur Inoo, “Mau jadi perempuan seperti apa kamu nantinya?” tambahnya. Tami menoleh kepada kakak perempuannya yang sudah berdiri dibalut dengan gaun cream selutut keluaran Valentino karena ada aksen emas yang membentuk siluet pinggangnnya. Wajah Tami memberengut, “Chi nichan yang lama, neechan. Mama memanggilnya.”

Inoo tersenyum kemudian jari-jarinya yang lentik langsung membuka kamar mandi yang sedari tadi dikedor Tami. Ceklik pintu terbuka dan nampak Chinen yang tengah telanjang sedang melakukan sesuatu yang tidak pantas dibahas disini. “Ahhhhh niichannnnnnn…” Tami berteriak melihat apa yang dilakukan Chinen tangannya spontan menutup kedua matanya dan wajahnya sekalian. Sedangkan Inoo hanya tertawa sambil menjitak kepala Chinen. “Hei bodoh! Kau ini pagi-pagi sudah melakukan itu. Dipanggil Mama! Cepat selesaikan.” Ujar Inoo menegur Chinen. Wajah Chinen berubah menjadi merah karena malu.

“Neechan!!!” teriak Chinen histeris sambil membanting pintu kamar mandinya. Sedangkan Tami masih berdiri kaku menutup wajahnya. Kemudian Yuto menghampiri Tami, memeluknya dari belakang dan membawanya kearah dapur. “Jangan diingat-ingat lagi apa yang dilakukan Chii tadi. Lupakan ya.” Ujar Yuto lembut. Tami membuka wajahnya yang masih memerah sambil memandangi Yuto, kepalanya mengangguk, “Iya niichan.” Ujarnya. “Yuk, kita bantu Mama memasak.” Ajak Yuto.

“Tapi niichan bukannya ada ujian hari ini? Nanti terlambat. Aku sudah menyiapkan bento dengan ekstra buah strawberry.” Ujar Tami. Yuto tergelak kemudian mencubit pipi Tami yang tembam menggemaskan lalu menghadiahkan kecupan dikening Tami yang sukses mebuat pipi Tami semerah strawberry buah kesukaannya.

“Hei!!! Apa yang kalian lakukan?” tegur Mori dari arah kamarnya. Meskipun kembar, Mori dan Tami menolak sekamar bersama, terutama Mori. Spontan Yuto melepas ciumannya pada Tami. “Tidak apa-apa. Memang tidak boleh kakak mencium adiknya?” tanya Yuto sambil berkedip menggoda Mori. “Ihhhh menjijikkan sekali kau Yuto.” Ujar Chinen yang sudah keluar dari kamar mandi dengan setengah telanjang. Hanya menggunakan handuk yang dililitkan dipinggangnya. Melihat keadaan Chinen wajah Tami kembali memerah karena ingat kejadian beberapa saat yang lalu.

Yuto menyadari perubahan sikap Tami kemudian berinisiatif mendorong Tami kearah ruang makan, “Mana bento buatanmu Tami? Akan aku bawa ke kampus. Chii, hari ini aku bawa mobil sendiri.” Ujar Yuto. Chinen mengangguk, “Asik, berati aku bisa berkencan dengan Nina. Yatta.” Ujarnya. Yuto dan Tami sudah berlalu sedangkan wajah Mori sekarang yang merah padam.

“Siapa Nina, niichan?” tanya Mori. “Ehh… ituuuu…” ujar Chinen sambil menggaruk kepaanya yang tidak gatal. “Siapa niichan??” ulang Mori dengan pertanyaannya.

“Pacar barunya Mori. Kau sudah terkalahkan.” Goda Yuya sambil mengacak-acak rambut Chinen sambil lewat lorong dimana Chinen dan Mori berdiri. Mori memukul-mukul dada Chinen yang bidang karena otot hasil latihan Aikido bertahun-tahun, Chinen bisa saja menghindar, namun dengan Mori dia selalu lemah. “Hei… Moriiiii… kenapa marah?” tanya Chinen menggoda Mori membuat Mori semakin kesal.

“Aku benci niichan.” Ujar Mori sambil berlalu kearah ruang makan. Chinen hanya nyengir melihat kelakuan adik kesayangannya, “Kalau bukan adikku sudah kucium kau dari tadi.” Ujar Chinen pelan. “Cium saja. Toh sebenarnya dia bukan adik kita.” Ujar Keito yang berdiri dibelakang Chinen sambil melipat tangannya didepan dada.

“Niichan! Bukankah sudah sepakat kalimat itu tidak akan terdengar dirumah ini.” Sergah Chinen. “Sshhh… kau yang berisik, pendek!” ujar Hikaru yang menyusul dibelakang Keito. “Keito, jangan ulangi ucapanmu tadi. Mori tidak boleh tau. Terutama Mori.” Ujar Hikaru bijak. Keito hanya mengangguk, dia paling takut dengan Hikaru dibandingkan dengan Yuya. “Dan Chinen, cepat gunakan pakaianmu. Jangan dibiasakan melakukan ‘itu’ dikamar mandi tamu. Gunakan kamar mandimu sendiri.” Tegur Hikaru.

Chinen hanya nyengir, “Tadi Yuto pakai kamar mandiku, karena kamar mandinya masih bermasalah.” Ujarnya sambil berlalu menuju kamarnya sendiri. Hikaru, Keito, dan Yuya berjalan beriringan menuju ruang makan utama. Dimana sudah nampak Mama Dai dan Papa Kota. Mama Dai nampak sedang memotongkan sandwich isi daging bacon kepiring Papa Kota. “Ohayyo… Papa.. Mama..” sapa Yuya sopan sembari menarik kursinya persis didepan Mama Dai.

“Ohayoo Yuya, Ohayyo Keito, Ohayyo Hika.” Sapa Mama Dai, meletakkan pisau yang dipegangnya lalu tangan lentiknya memberikan kode pada salah satu pembantu untuk meletakkan makanan ketiga putranya. “Ohayyo minna.” Ujar Inoo sambil membawa seteko penuh ocha dengan perasan lemon, dibelakangnya nampak Tami yang masih menggunakan apron motif strawberry membawa kotak bento dan meletakkannya didepan Yuto yang tak kunjung duduk.

“Yosh!! Ittekimasu.” Ujar Yuto sambil mencium Tami, Mori, Inoo dan Mama Dai. “Hati-hati dijalan sayang.” Ujar Mama Dai sambil menepuk kepala Yuto. “Iya Mama..” balas Yuto sambil beranjak meninggalkan ruang makan. Inoo menarik kursi didepan Hikaru atau tepatnya disamping Mama Dai. “Mama, nanti malam aku pulang terlambat. Ada show Oscar de La Renta. Aku akan melihat. Dan mungkin membeli beberapa.” Ujar inoo sambil memakan sandwich isi kacangnya. Mama Dai tersenyum, “Bawakan Mama sepatu limited edition yang kita lihat kemarin lusa ya sayang… malam ini ada lelangnya kan ya?” Inoo mengangguk.

“Cihhh… neechan selalu berbelanja menghabiskan uang.” Ujar Keito yang mulutnya penuh dengan sandwich isi coklat. Inoo melotot dan melempar serbet dipangkuannya pada Keito yang hanya dibalas gelak tawa. “Biar saja inoo-neechan mengoleksi baju, sepatu dan tas itu. Dia kan meskipun berpakaian gemerlap tetap saja tak ada yang naksir.” Suara Chinen mengejutkan dan membuat Inoo murka. Dihampirinya Chinen lalu dijewer kuping Chinen sampai memerah. “Itaiiiii itaiiiiii… neechannnn gomennnnnn….”

“Sudah-sudah berhenti.” Suara Papa Kota akhirnya pecah setelah beberapa menit tadi hanya focus dengan korannya. “Chinen, kalau ngomong dijaga. Inoo bukannya tidak ada yang naksir, tapi papa yang memerintahkan dia untuk focus bekerja di perusahaan atau karirnya. Papa yang akan menyiapkan jodohnya. Keluarga Kazunarilah yang pantas mendampingi putri terbaik papa.” Ujar Kota sambil tersenyum simpul pada Inoo dan Chinen. “Eh? Kazunari?” tanya Inoo. Papa Kota mengangguk, “Bagus kalau malam ini Inoo ke show Oscar de La Renta, sekalian Nanti Kazunari Ninomiya yang akan menjemputmu.”

 “Papa! Bukankah kita perlu membicarakan soal perjodohan ini dengan Inoo?” potong Mama Dai. Papa Kota menoleh ke istrinya, “Tidak ada yang perlu dibicarakan, papa percaya Inoo akan menurut. Sesuai tradisi keluarga. Pernikahan pertama harus putri pertama baru anak laki-laki. Keluarga Kazunari yang paling tepat. Dan Yuya, kau harus mulai membuka diri pada Isihara Satomi. Dia tepat menjadi istrimu. Perform perusahaan keluarganya sangat bagus. Akan berdampak baik pada perusahaan kita.”

Yuya menghentikan makannya demi mendengar ucapan Papa Kota. Terlebih Inoo, sekarang dia sudah berdiri mematung. Air matanya mengumpul. “Jadi, siapa Kazunari Ninomiya? Perusahaan apa yang dipegangnya?” ujar Inoo. Suaranya bergetar. Semua mata kini menatap Inoo. Mama Dai prihatin melihat raut wajah putrinya. Dia tahu kalau putrinya sedang marah dan kecewa. Papa Kota tersenyum, “Dia pengusaha jaringan telekomunikasi. Saingan berat kita. Inoo pasti tahu perusahaan apa yang papa maksud kan? Papa senang kalau Inoo menerima perjodohan ini.” Jawab Papa Kota ringan.

“Jadi… aku, kami, tak lebih dari sebagai alat untuk mensukseskan dinasti kekuasaan papa di perusahaan? Aku tak lebih dari sebuah asset?” ujar Inoo. Kemudian dengan cepat Inoo sudah menyambar tas tangannya dan bergegas meninggalkan ruangan. “Inoo….” Panggil Mama Dai, namun diabaikan oleh Inoo. Yuya meletakkan alat makannya dan bangkit berdiri, “Aku pikir, mungkin Inoo neechan juga berpikir yang sama, kalau kami pada akhirnya bebas memilih dengan siapa pernikahan kami nanti.” Lalu berlalu meninggalkan ruangan.

“Yuya…” mama Dai berusaha memanggil. Tapi Yuya tidak berbalik. “Biarkan saja, mama. Nanti mereka yang akan berterima kasih pada papa karena memberikan mereka jodoh yang baik.” Ujar Papa Kota percaya diri. “Semuanya makan.”

“Aku jadi tidak nafsu makan.” Ujar Hikaru yang juga bangkit meninggalkan ruangan. “Aku juga.” Keito ikut berdiri dan berlalu pergi. Chinen masih mematung namun akhirnya memutuskan pergi tanpa berkata apapun. Menyisakan Tami dan Mori, sibungsu. Mama Dai bangkit merapihkan piring-piring yang tak terpakai. Sebelum meninggalkan ruang makan dia berkata, “Seharusnya papa tidak gegabah. Seharusnya papa memberitahukan secara personal pada Inoo dan Yuya. Kalau papa melakukannya tentu tidak akan begini. Berani bertaruh, semua anak kita nantinya akan mencontoh Inoo dan Yuya.”

Papa Kota terdiam. “Umm papa, kami berangkat dulu. Yuk Tami.” Ajak Mori sambil menarik kembarannya. “Papa, ittekimasu.” Ujar Tami sambil melambai.

“Ah… pagi yang berantakan ya Mori?” ujar Tami. Mori hanya mengangguk. Pikirannya benar-benar dipenuhi pertengkaran keluarga mereka  pagi ini. Mereka jarang adu argument, mereka selalu kompak. Keduanya masuk kedalam mobil hitam yang akan mengantarkan mereka ke sekolah. Ittekimasu. Batin Mori.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
AiraPark0121
#1
?????????????????????????????????