Final

Miracles In December

 

I'm searching for the one I can't see anymore

I'm listening for the one I can't hear anymore

I can see the things I couldn't see

Can hear the things I couldn't hear

You've given me this power ever since you left me right here

 

BEEP BEEP BEEP

Suara jam alarm yang berbunyi mengawali hari seorang pemuda tampan yang masih setia berbaring di tempat tidurnya dan tetap menutup matanya meskipun suara jam yang berdering nyaring itu mengganggunya.

"Ayo cepat bangun, pemalas" dia mendengar suara itu, suara yang selalu ia dengar setiap harinya. Suara dari seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.

"Hei, apa kau tak mau bangun?" dia mendengarnya lagi, kali ini dapat ia rasakan jika pemilik suara itu sedang kesal.

Akhirnya pemuda itu menyerah, dengan helaan nafas panjang dia membuka matanya, sekali lagi mencoba menerima kenyataan yang membuat dadanya sesak dan menolehkan kepalanya ke samping.

"Selamat pagi," sesosok pemuda berwajah manis menyapanya dengan senyuman yang selalu ia dapatkan, senyuman yang hanya diberikan untuknya, oleh sosok pemuda manis di sampingnya, Kim Sunggyu, pemuda manisnya.

"Selamat pagi" ucap Nam Woohyun, nama dari pemuda tampan itu dan membalas senyuman itu dengan senyuman tipis, senyum yang ia paksakan.

Matanya terasa panas, selalu saja seperti itu. Dia mengedipkan kedua matanya beberapa kali, mencoba mencegah air matanya yang hampir saja keluar. Dan saat itu juga, sosok pemuda manis yang berbaring di sampingnya tadi menghilang entah kemana, menyisakan ruang kosong di tempat tidur berukuran king size itu. Tangan Woohyun terulur untuk menyentuh sisi tempat sosok pemuda tadi berbaring. Dingin, itulah yang tangannya rasakan.

Cukup lama dia terdiam sebelum bangkit dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Woohyun membasuh wajahnya dan menatap ke arah cermin. Dia melihat sosok pemuda manisnya tengah sibuk dengan aktifitas menggosok giginya, aktifitas yang selalu ia lihat di pagi hari. Woohyun sekali lagi membasuh wajahnya dan menatap ke arah cermin di depannya. Sekali lagi, pemuda manis itu menghilang dan menyisakan Woohyun sendirian di sana.

"It's so lonely here, without you"

.

.

.

.

Before, I was selfish and I didn't care about you

I didn't understand your heart, I was a fool

Right now, I tried to change who I am

And I know you're not by my side, but it's because of your love that I'm trying to change

 

Woohyun melangkahkan kakinya ke arah dapur sebelum membuka kulkasnya, mengambil beberapa bahan makanan. Matanya menatap sayu pada kertas-kertas yang tertempel di pintu kulkas itu, memo singkat yang diberikan Sunggyu selama ia berada di rumah mereka. That's right, their house. Rumah yang mereka tempati sejak 5 tahun terakhir sebelum Sunggyu meninggalkan tempat itu, meninggalkan Woohyun dengan kehampaan ketika ia sadar jika pemuda manis itu sudah tak berada di sisinya lagi.

‘Why are you leaving me?’

Pemuda itu memulai aktifitas memasaknya diiringi dengan musik yang ia sukai akhir-akhir ini, 60 seconds. Setelah beberapa lama tenggelam dalam aktifitasnya, Woohyun membawa makanan yang ia masak tadi menuju ruang tamu, bermaksud untuk menyantapnya sambil menonton tv. Jika saja Sunggyu mengetahui hal itu, pemuda dengan mata sipit itu pasti akan memarahinya habis-habisan. Ya, jika saja.

.

.

.

.

Woohyun membuka lemari pakaiannya dan mengambil beberapa potong pakaian yang akan dia pakai nantinya sebelum membuka lemari pakaian di samping miliknya. Dia membuka pintu kayu bercat putih itu dan menatap pakaian yang tertata rapi di dalamnya, pakaian-pakaian milik Sunggyu yang tak ia bawa pergi bersamanya.

Dia menarik nafasnya dalam sebelum menghembuskannya pelan-pelan ketika matanya mulai terasa panas lagi. Setidaknya demi janjinya pada Sunggyu, dia tak akan menangis. Woohyun lalu meraih pakaian yang tadinya ia letakkan di atas tempat tidurnya dan mulai mengenakannya.

Pemuda bermarga Nam itu lalu memgambil tas kerjanya dan melangkah keluar dari kamarnya. Dia melirik sebuah bingkai foto berukuran cukup besar yang tertempel di dinding ruang tamunya dan tersenyum tipis.

"Aku berangkat dulu," ucapnya sebelum berjalan menuju pintu depan rumahnya.

 

"=_="

Woohyun memacu mobilnya menuju sebuah toko bunga yang tak jauh dari perusahaan tempat ia bekerja. Dia menuruni mobilnya dan langsung disambut oleh seorang pemuda berperawakan jangkung yang tersenyum ramah.

"Kau datang lebih pagi dari biasanya" ucap Sungyeol, pemuda jangkung itu.

"Hari ini aku ada rapat, jadi aku harus berangkat pagi" jawab Woohyun sambil mengamati bunga-bunga yang terpajang di depan toko itu.

"Masuklah ke dalam, aku akan menyiapkan bunganya untukmu" ajaknya masih dengan senyumannya.

Woohyun membalas senyuman itu dengan senyum tipis dan mengikuti Sungyeol yang sudah masuk ke dalam tokonya. "Bisakah kau menambahkan mawar putih di dalamnya?"

"Tentu saja"

Mata Woohyun menangkap sebuah lukisan dari sekian banyak lukisan yang terpajang di dinding toko bunga yang diberi nama 'Paradise' itu dan memandangnya nanar. Sebuah lukisan yang dilukis oleh pemuda yang sudah meninggalkannya.

Sungyeol menoleh sebentar ke arah Woohyun dan mendapati pemuda tampan itu tengah terlarut dalam lamunannya. "Kau tahu?" Sungyeol membuka suaranya, yang membuat Woohyun terbangun dari lamunannya. "Kepergiannya bukanlah kesalahanmu, jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri" ucap Sungyeol, senyuman yang terukir di wajahnya tadi menghilang entah kemana.

Bagaimana mungkin ia tersenyum ketika mengingat tragedi tragis yang terjadi pada Sunggyu, dan juga yang melibatkan kekasihnya 2 tahun yang lalu itu? Kejadian yang merubah dunianya yang semula berwarna cerah berubah menjadi kelam. Namun dia tahu jika Woohyunlah yang paling merasakan kehilangan di antara mereka berdua.

Woohyun kembali memalingkan pandangannya ke arah lukisan yang sedari tadi ia perhatikan. "Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya? Jika saja aku tidak memaksanya untuk cepat datang waktu itu, dia pasti masih berada disini, di sisiku"

Sungyeol terdiam. Jawaban Woohyun memang benar. Jika saja Woohyun tak memaksa Sunggyu untuk lekas datang ke tempat mereka akan bertemu, pasti mereka akan selamat dari kecelakaan maut yang merenggut nyawa Sunggyu dan Myungsoo, kekasihnya. Sungyeol juga menyalahkan Woohyun atas kejadian itu, namun kemudian dia berpikir jika semua itu sudah merupakan takdir mereka berdua, Tuhan terlalu menyayangi mereka sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka. Namun tetap saja. Sungyeol masih tak bisa menerima kenyataan pahit itu, begitupun juga dengan Woohyun.

Keduanya terdiam. Tak sepatah kata pun yang terucap bahkan ketika Sungyeol menyerahkan sebuket bunga berisi bunga plumeria dan mawar putih. Woohyun beranjak pergi dari toko bunga tersebut namun sebelum dia menaiki mobilnya, pemuda tampan itu berbalik pada Sungyeol.

“Kau harus berlibur dan kunjungi kekasihmu” Woohyun berucap dan memasuki mobilnya.

“Yah, sepertinya aku memang harus berkunjung” gumam Sungyeol sambil menatap mobil hitam itu melaju menjauh dari tokonya.

.

.

.

.

If I could freeze the time, I’d go back to you

I open this book and see the picture of us two

On that page, you and I..

Back then when there was “you and I”

 

Woohyun menyandarkan tubuh lelahnya di kursi kerjanya dan memijat keningnya. Meskipun dia sering menghadiri rapat namun tetap saja berdebat dengan para pebisnis membuat kepalanya terasa pusing.

“Kau tak pulang?”

Woohyun mengangkat kepalanya dan mendapati Howon, sekretarisnya, tengah merapikan dokumen-dokumen yang berserakan di meja kerjanya.

“Aku ingin istirahat sebentar sebelum pulang”

Howon mengangguk dan meletakkan secangkir kopi yang dibawanya di hadapan Woohyun. “Para karyawan sedang mengadakan pesta, kau mau ikut?”

Woohyun menggelengkan kepalanya. “Maafkan aku tapi ada tempat yang harus kudatangi setelah ini”

Howon sekali lagi mengangguk sebelum pamit pada Woohyun. “Kalau begitu aku pulang duluan”

Pemuda tampan itu menatap sebuah bingkai foto kecil yang sengaja ia pajang di meja kerjanya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Sebuah foto yang diambil tepat seminggu sebelum kejadian mengerikan itu terjadi, foto terakhir Sunggyu dan Woohyun. Matanya lalu beralih menatap kalender dan pada angka yang ia lingkari, tepatnya pada tanggal hari ini, 25 Desember.

Woohyun lalu menyeruput kopi yang diberikan Howon tadi sebelum beranjak bangkit dari duduknya dan berjalan menuju jendela besar di ruang kerjanya. Dia menengadahkan kepalanya untuk menatap langit malam yang saat itu tak dihiasi apapun, hanya kegelapan.

“Apa kabarmu disana? Aku harap kau terus tersenyum disana,”

 

“=_=”

Woohyun menghentikan mobilnya di sisi jalan setelah sampai di tempat yang ingin ditujunya, sebuah tempat yang dimana seharusnya ia dan Sunggyu bertemu 2 tahun yang lalu.Dia lalu turun dan melangkah menuju sebuah taman yang tak ada seorangpun disana, tidak akan ada orang yang mau melewatkan malam istimewa di tempat seperti ini. Pemuda itu menemukan sebuah bangku dan duduk disana tanpa melakukan apapun dengan pandangan lurus ke depan.

“Kau datang lagi,”

Woohyun mengulas sedikit senyum tanpa menoleh untuk mencari tahu dengan siapa dia berbicara. “Tentu saja, aku datang untuk menepati janjiku”

“Sudah 2 tahun, ya?”

Pemuda berparas tampan itu mengangguk, senyum yang tadi menghiasi wajahnya sedikit pudar. “Ya, sudah 2 tahun”

“Aku sangat bersyukur karena kau bisa bertahan, teruslah seperti itu sampai kau dapat melupakanku”

Senyum Woohyun sepenuhnya menghilang, setetes air mata jatuh dari matanya saat dia memalingkan wajahnya pada lawan bicaranya itu. “Aku tak bisa… Sunggyu, aku sudah tak sanggup lagi...”

Sunggyu, yang duduk di sampingnya, tersenyum kecil. “Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak menangis?”

“Maafkan aku tapi.. aku sudah tak sanggup.. aku tak sanggup jika kau tidak bersamaku..”

Tangan Sunggyu perlahan memukul kepala Woohyun. “Dasar bodoh! Berhentilah menjadi orang yang cengeng. Bukankah sudah kubilang jika aku selalu bersamamu?” omel Sunggyu dan membuat senyum Woohyun kembali muncul.

“Dan juga,” Sunggyu meraih tangan kiri pemuda tampan itu dan menyingkap sedikit lengan bajunya, memperlihatkan sebuah bekas luka memanjang di pergelangan tangannya. “Jangan pernah lakukan hal seperti ini lagi”

Woohyun ikut menatap tangannya yang sedang digenggam Sunggyu dengan tatapan sedih. His hand… is cold.

 

“Berjanjilah padaku, berjanjilah sekali lagi” ucap Sunggyu dan menatap lekat mata Woohyun.

“Aku… tak bisa melakukannya. Kumohon, bawa aku bersamamu..”

Sunggyu menghela nafasnya sebelum bangkit berdiri, pemuda berwajah tampan itu hanya dapat mengikuti pergerakan kekasihnya yang mulai berjalan menjauh namun berhenti setelah beberapa langkah.

“Kau yakin?” tanya pemuda bermata sipit itu tanpa berbalik menghadap Woohyun.

“Aku sangat yakin, jika untuk bersamamu.. maka tak ada yang perlu kuragukan lagi”

Sunggyu berbalik, air matanya yang sejak tadi ia tahan akhirnya berhasil menerobos keluar. Tanpa berkata apapun, dia mengulurkan tangannya ke arah Woohyun sambil tersenyum. Pemuda tampan itu segera bangkit dan melangkahkan kakinya mendekati Sunggyu, sebelum menggenggam tangan Sunggyu yang menunggunya.

"Let’s go home"

 

Mereka berjalan berdampingan sambil tersenyum. Woohyun tak tahu Sunggyu akan membawanya kemana, tapi dia tak mempermasalahkan hal itu. Yang penting baginya sekarang hanyalah keberadaan Sunggyu yang sekarang di sisinya lagi, Woohyun sudah tak memperdulikan hal lain selain pemuda yang ada di sampingnya. Dia memalingkan wajahnya saat mendengar suara klakson yang sangat keras lalu yang dilihatnya hanyalah cahaya putih yang benar-benar terang sebelum semuanya menjadi gelap.

"That’s right, let’s go home"

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kay_yayah #1
Its hurt...
Really hurt...
Oh.. I miss my late nephew...
Seminit yg lalu kita pikir dia masih hidup...
Seminit yg ke depan,dia sudah ga ada bersama kita...
PrincessGyu
#2
Chapter 1: ssoo.... sad.. ;_;
I really like it though! ^^
onlyforone
#3
Chapter 1: wow ;n;

i can picture this as an mv, seriously...

good job!