Execution

Wanted

“Hei, chicken…”

 

Predator.

 

Wooyoung hanya bisa mengucapkan kata itu saat seseorang memanggilnya dari belakang. Punggungnya seperti ditusuk dengan pandangan tajam yang membuatnya makin menunduk.

 

Apa yang pemuda ini inginkan? Wooyoung bertanya dalam hatinya.

 

Jejak kaki Nichkhun yang mendekat seolah menjadi backsound mimpi buruk bagi Wooyoung. Seingatnya, Wooyoung tidak melakukan kegiatan mencolok yang mengganggu ruang pandang pemuda itu. Jika kebetulan Nichkhun terbangun dan terganggu oleh aktivitas yang tengah ia tekuni, Wooyoung akan meminta maaf sambil berbungkuk sembilan puluh derajat. Kalau perlu ia memohon-mohon agar Nichkun memaafkannya. Namun Nichkhun tidak akan semudah itu melepaskannya, bukan? Nichkhun bukan cowok gampangan yang akan melepaskannya hidup-hidup. Nichkhun tidak punya hati untuk melakukan itu.

 

“Hei chicken, kau dengar tidak?” ulang Nichkhun sambil terus mendekat. Wooyoung semakin menunduk dan mengeratkan pegangannya pada jemari. Bibirnya terkatup rapat meski hatinya berteriak keras sekali. Jangan hiraukan aku… jangan arahkan matamu padaku. Aku bukan laki-laki pemuas napsumu. Aku bukan laki-laki seperti itu! Menyingkirlah…

 

Tsk. Kau tidak punya mulut, ya?” Nichkhun sudah menempatkan diri di hadapan Jang Wooyoung. Dia menarik kursi terdekat dan mengawasi si ayam dengan mata cokelat yang dingin.

 

Nichkhun tidak pernah tahu kalau ayam ini salah satu teman kelasnya. Mengejutkan sekali. Selama ini dia tidak pernah repot mengingat siapa saja teman-temannya. Paling-paling semuanya sama saja; hipokrit, penjilat, cuma mau uangnya saja. Semuanya terlihat menggelikan bagi Nichkhun. Pemuda ini menganggap status teman hanya sebatas sekumpulan orang bodoh yang berkumpul atas dasar kebutuhan semata. Ujung-ujungnya selalu melibatkan keinginan; selalu soal self-interest. Jika sudah di luar itu, tidak ada lagi sebutan teman dalam kamusnya. Tidak ada lagi istilah murahan seperti ‘teman sekelas’ saat dia sedang nongkrong di klub malam atau menggagahi jalang-jalang di atas kasur dengan Taecyeon dan Chansung yang sibuk mengamatinya. Lagi pula lingkar pertemanannya hanya terpaut pada Taecyeon dan Chansung saja. Yang lainnya dihiraukan—diabaikan—atau baru dianggap eksistensinya saat kelasnya kedapatan tugas kelompok, yang mengharuskannya mencari orang lain yang lebih kompeten dibandingkan dua bajingan itu.

 

“Kau sengaja diam supaya aku membuka mulutmu dengan mulutku?” Nichkhun terlihat sebal diacuhkan seperti itu. Dia memajukan wajahnya untuk memeriksa keadaan si ayam.

 

Ayam itu makin menunduk, malahan dia menjauhkan wajahnya karena merasa takut sekali. “A-apa yang kau inginkan?”

 

“Hn.” Nichkhun menjawab malas. Ia melipat tangannya sambil mengawasi si ayam dari ujung kaki sampai kepala. Matanya bekerja seperti mesin penyaring gambar dan berhenti sedikit lama dipanggulnya. . Seumur hidup Nichkhun tidak pernah melihat bentuk tubuh seperti itu. Berbeda sekali dengan perempuan terakhir yang dia tiduri kemarin malam. “Kau bicara. Itu bagus.”

 

“K-kenapa kau ingin bicara denganku?” tanya Wooyoung tergagap-gagap.

 

“Kenapa kau bicara gagap?”

 

Bagus sekali, Jang Wooyoung. Kau jadi kelihatan bodoh di depan Nichkhun. Tebak, selanjutnya pemuda itu pasti akan melaporkan hal ini pada Taecyeon dan Chansung, dan mereka bertiga akan menertawai kebodohannya sambil merencanakan sesuatu untuk membuatnya tersedak karena kegagapannya.

 

“Tidak menjawab lagi? Lebih suka membuka mulut karena mulutku yang melakukannya?” Nichkhun menyeringai, memperhatikan reaksi Wooyoung. “Kau tahu, aku memang bukan penjahat kelamin seperti Taecyeon, tapi aku cukup baik jika melakukannya…”

 

“TI-TIDAK!!” Wooyoung berteriak spontan. “Ja-jangan lakukan itu, Nichkhun-ssi…”

 

Membayangkan mulut Nichkhun bergerak menjelajahi rongga mulutnya membuat Wooyoung sulit menghirup udara. Jika Ok Taecyeon adalah alat kelamin berjalan yang bersedia meniduri siapa saja, Nichkhun Buck Horvejkul merupakan sekumpulan mimpi buruk yang tidak pernah Wooyoung bayangkan sebelumnya. Wooyoung tahu pemuda itu jarang berdekatan dengan cewek-cewek murahan yang menjajakan perhatiannya secara gratis. Namun dari berita yang dia ketahui sebelum ini, Nichkhun pernah berkencan dengan seorang diva kampus dan memutuskannya setelah Nichkhun menidurinya di hotel elit kenamaan Korea Selatan. Esok harinya Universitas Kirin dihebohkan dengan hal itu. Mantan kekasih Nichkhun tidak terima dicampakkan begitu saja; dia mendatangi fakultas seni dan menuntut penjelasan Nichkhun saat pelajaran tengah berlangsung. Dihadapan mahasiswa yang mendengarkan pembicaraan mereka, Nichkhun dengan entengnya menjawab bahwa dirinya tidak suka wanita bekas. Dia membenci wanita second-nya! Nichkhun lekas mengusirnya pergi, dia bahkan melemparkan uang dalam jumlah banyak pada wanita itu dan memintanya untuk tidak menemuinya lagi.

 

Sejak saat itu lah Wooyoung menganggap bahwa Nichkhun Buck Horvejkul adalah bajingan nomor satu yang harus dibumi-hanguskan. Terlepas dari perilaku Ok Taecyeon dengan budaya free -nya, Nichkhun Buck Horvejkul lebih bejat dibandingkan pemuda itu! Kejadian seperti itu lah yang membuat Wooyoung kehilangan kendali dirinya dihadapan Nichkhun. Namun tidak seharusnya dia seperti itu, bukan? Kemarin Nichkhun menyelamatkannya. Demi Tuhan! Pemuda itu menyelamatkannya dari tangan mumpuni Ok Taecyeon. Apa Nichkhun telah berubah sekarang?

 

“Bicaralah,” ujar Nichkhun singkat. Suaranya lebih terdengar memerintah daripada meminta Wooyoung mengeluarkan suaranya. Wooyoung hanya terdiam mengamati ujung sepatunya. Rasanya Nichkhun yang ia kenal tidak bakalan seperti ini. A-atau mungkin dia mabuk?

 

“K-kau ingin aku bicara apa?”

 

“Apa saja.”

 

“A-apa kau mabuk?”

 

“Tidak,” ujar Nichkhun dengan suara beratnya. Ia tampak ragu-ragu sejenak, dan Wooyoung segera yakin bahwa pemuda itu benar-benar menghabiskan minuman keras dalam jumlah banyak hari itu.

 

“K-kau mabuk, Nichkhun-ssi. Sa-sangat positif.”

 

“Keras kepala,” geram Nichkhun kasar. Nichkhun menggertakan giginya namun kepalanya mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya. Ia memang menenggak sebotol bir yang diseludupkan teman-temannya. Bir yang Chansung bawa berasal dari gudang anggur keluarga Hwang. Dan kalau tidak salah, dosis alkoholnya terbilang tinggi. Mereka berpesta minuman keras satu jam sebelum kelas dimulai. Setelah itu, Nichkhun mengingat bahwa dirinya menghisap heroin sambil memperhatikan lapangan parkir dari atas atap dan dia tidak mengingat apa-apa lagi. Geez, jadi dia ini beneran mabuk, ya?

 

 “A-apa yang kau minum atau makan pagi ini?”

 

Chips, beer,” Nichkhun mengerutkan keningnya, “heroin?”

 

“H-heroin?” ulang Wooyoung memastikan pendengarannya. “K-kau menghisapnya di lingkungan kampus?”

 

“Ya.”

 

Dasar gila! Pantas saja kau tampak kalem sekarang. Nichkhun yang aku kenal tidak akan jinak seperti ini!

 

Wooyoung menggigit bibir bawahnya. Wajahnya merah padam sedangkan Nichkhun masih memantau dengan mata elang yang siap menerkamnya kapan saja Wooyoung lengah. Wooyoung tidak sanggup lagi menanyakan pertanyaan beruntun kepada pemuda itu. Dia benar-benar tidak sanggup mendengarkan pengakuan Nichkhun tentang agendanya pagi ini—tidak tahan  mempertontonkan kecerdikan Nichkhun yang baru saja membodohi aturan kampus.

 

Menghisap heroin di atas atap, katamu? Dan Dewan Fakultas tidak mengetahuinya?! Benar-benar dahsyat, Nichkhun Buck Horvejkul!

 

Keheningan yang panjang menjerat mereka berdua dalam kebisuan tidak berujung. Hingga pada akhirnya, dering ponsel seseorang membuat mereka berdua sama-sama terkejut. Wooyoung dengan kikuk sibuk mencari-cari keberadaan ponselnya, sementara Nichkhun yang familiar dengan ringtone tersebut segera merogoh sesuatu dari sakunya.

 

“Hallo.”

 

“Taecyeon akan mengeksekusi Kwangsoo,” kata suara maskulin di ujung telepon. Suara itu tidak berbasa-basi. Tanpa diberitahu identitas penelponnya, baik Nichkhun maupun Wooyoung sudah tahu bahwa suara itu milik Chansung.

 

“Aku tahu,” suara berat Nichkhun menjawab.

 

“Kemari lah sebelum kau kehilangan moment terbaik.”

 

Nichkhun mendadak terkekeh di teleponnya. “Taecyeon akan membunuhnya?”

 

Who knows. Aku berharap dapat tontonan menarik…” Chansung menjawab dari seberang sambungan.

 

“Aku akan ke sana.”

 

Klik.

 

Sambungan telepon terputus.

 

Wooyoung berusaha mencerna pembicaraan Nichkhun yang baru saja dia dengarkan.

 

Ok Taecyeon akan mengeksekusi Lee Kwangsoo? Memangnya dia siapa?! Hakim?

 

Kerongkongannya seperti terganjal batu besar yang menghambat sirkulasi udara pada pipa suaranya. Lututnya mati lemas sejak pertama kali mendengarkan pembicaraan Nichkhun. Tak adakah manusia normal yang hidup di kampus ini? Atau hanya aku sendiri yang menganggap bahwa pembunuhan adalah topik tabu yang tak boleh sembarangan didiskusikan?

 

Dalam sekejap figur solid Nichkhun telah enyah dari pandangan Wooyoung. Ia lekas mengangkat wajah dan memperhatikan bagaimana sang predator memperpanjang jarak. Angkuh—sudah pasti. Cara Nichkhun berjalan terlihat seperti seorang raja dari belakang. Punggung Nichkhun yang menjauh seakan-akan menyadarkan Wooyoung dari asumsinya yang spekulatif. Bahwa di dunia dewasa ini, perhitungan moralitas seseorang telah terpangkas oleh perkembangan jaman dan super-ego di dalamnya. Tidak ada lagi norma-norma yang ditegakan. Tak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup bersamanya.

 

∞∞∞

 

Sementara itu, tidak jauh dari lokasi di mana Taecyeon menggerayangi laki-laki berpakaian ayam kemarin siang, Hwang Chansung baru saja mematikan ponselnya dan melemparnya ke dalam saku. Pemuda itu terkekeh pelan sambil melihat ke arah lapangan. Persiapan eksekusi hampir selesai. Tiang berpasak kuat dengan tambang tebal telah disiapkan di tengah-tengah. Satu persatu mahasiswa mulai memenuhi beberapa titik di sisi lapangan. Dan itu artinya, sebentar lagi Universitas Kirin akan melihat representatif kebijakan keadilan yang dirancang oleh Ok Taecyeon.

 

Di antara sekian banyak mahasiswa yang beraktivitas di kampus hari itu, tidak banyak memang yang mengelu-elukan kebijakan tersebut, dan tidak sedikit pula yang menentang kebijakan sepihak Taecyeon.

 

Dan diantara satu persekian pihak yang menentangnya, orang itu salah satunya.

 

“Dasar brandalan,” umpat Lee Junho pelan. Ia sedang disibukan dengan buku-buku tebal dan kertas-kertas penting di atas pangkuannya yang membuatnya kurang peduli dengan kegiatan Taecyeon. Mahasiswa pintar tersebut sedari tadi duduk di belakang Chansung dan mendengarkan dengan jelas pembicaraan ‘tabu’ predator itu.

 

Chansung yang mendengar umpatan itu segera menoleh. Dikiranya, suara itu ditujukan untuk mengata-ngatai pekerjaan masif teman-temannya. Dan memang benar, berdasarkan pengalamannya sejak bergabung dengan genk besutan Taecyeon, umpatan dan makian tidak pernah lepas dari kehidupan mereka. Hal tersebut merupakan paket lengkap yang telah melekat dalam diri tiga predator, dan tidak jarang makian tersebut berasal dari anak-anak berotak besar yang sedikit melek terhadap hukum. Termasuk pemuda itu.

 

“Brandalan,” Junho merepetisi ucapannya. Pandangannya masih berarah pada pekerjaannya dan sadar benar bahwa Hwang Chansung mengamatinya. Dia kemudian mengangkat wajahnya, melihat bajingan itu. Pandangannya bermaksud menegaskan bahwa ucapannya memang ditujukan untuk pemuda yang bersangkutan. “Kau dan teman-temanmu.”

 

Yeah?” sahut Chansung sengak. “But you love this bad boy, don’t you?

 

Chansung memberikan seringainya yang paling baik.

 

Yeah, Lee Junho si nomor satu kampus. Nilai ujiannya selalu nomor satu di Universitas Kirin, peringkat tiga besar di kancah nasional. Setiap hari selalu pergi ke perpustakaan meminjam literatur ilmiah, tidak pernah melibatkan diri dalam ketersesatan iklim lingkungan kampus. Dianggap sebagai jenius yang aneh. Namun setiap hari pemuda itu selalu terlihat berada di dekat Chansung.

 

Another stalker? Pikir pemuda keturunan Hwang dangkal. Tadinya Chansung pikir Junho hanya-lah sekelumit partikel kecil orang-orang aneh yang hidup di kampus ini. Namun suatu hari Chansung menyadari bahwa pemuda aneh itu selalu berada di sekitarnya. Bagi orang-orang awam yang telah kenal rumus kekejaman dunia seperti Chansung, tidak sulit untuk menebak motif orang-orang sejenis ini. Mengekori dan memperhatikannya dari jauh. Apalagi namanya kalau bukan ketertarikan?

 

“Love you? Me?” Junho tertawa mengejek. “In your wildest dream, people. Aku lebih suka lajang seumur hidup daripada jatuh cinta padamu.”

 

Bukan. B-bukan begitu sebenarnya… Junho menjerit dalam hatinya. Pemuda itu meremas kertas-kertas ilmiahnya dan memasang wajah yang dia harap tanpa keraguan sedikitpun pada predator itu. Gawat! Bagaimana dia bisa tahu perasaanku?

 

Yeah?” ulang Chansung dengan nada menyebalkan yang sama. Pemuda itu berjalan ke arah Junho. “Berusaha lah lebih baik lagi untuk enyah dari sekitarku, then. Tingkahmu… kelihatan sekali, tahu?”

 

Cih.

 

Hwang Chansung tertawa ringan sebelum memasang ekspresi datar seperti biasa. Sang predator pergi meninggalkan Lee Junho yang terkejut dalam lamunannya.

 

Rasanya Junho selalu berhati-hati agar gerak-geriknya tidak mencolok. Dia mengamuflasekan dirinya agar tidak begitu terlihat mengokori Hwang Chansung. Kini pemuda itu mengetahui perasaannya? Pemuda itu pasti menganggapnya freak sekarang!  Junho tidak bisa memikirkan bagaimana dia bisa seceroboh itu membuat Chansung menyadarinya.

 

Dia benar-benar tidak ingin pemuda itu tahu.

 

Tidak ingin Hwang Chansung memberikan jawaban atas perasaannya.

 

Karena jawabannya tidak mungkin positif.

 

∞∞∞

 

Kapten kesebelasan football fakultas seni telah diikat ke tiang pasak. Wajahnya penuh luka lebam, matanya merah. Pakaiannya masai, bekas tercabik-cabik oleh sesuatu yang brutal. Darah merembas ke bagian depan bajunya, ada luka cukup serius di dadanya. Pemuda itu terkulai lemah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Tangannya yang diikat kesemutan, badannya gemetaran.

 

Di hadapannya, Taecyeon, Nichkhun dan Chansung berdiri dengan wajah bengis yang tidak pernah luntur. Kwangsoo pikir hari itu adalah hari kematiannya. Matanya berputar melihat sekitar. Bergerak acak. Ramai sekali. Banyak yang bersorak untuk Ok Taecyeon, banyak juga yang tampak tak sanggup melihat kegiatan eksekusinya. Mata sang kapten bertubrukan dengan mata panda milik seseorang. Seseorang yang kemarin dia pertaruhkan dengan Ok Taecyeon. Orang yang membuatnya menderita seperti ini.

 

Kim Minjun.

 

Pemuda itu berdiri jauh dari lingkaran massa yang berebutan mempertontonkan aksi brutal kepala suku Universitas Kirin. Minjun berdiri di barisan paling belakang dengan wajah murung. Maafkan aku, maafkan aku... Aku tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan ini. Kwangsoo bisa merasakan pandangan Minjun berkata demikian. Lalu pandangannya bergeser pada sekelompok orang hingga berhenti pada mahasiswa pintar di kampus mereka. 

 

Lee Junho.

 

Kwangsoo tidak begitu mengenalnya. Pemuda itu diam-diam melihatnya antusias namun tidak terlihat akan mengambil tindakan untuk menyelamatkannya.  Demi Tuhan, tidak ada kah yang bisa dia andalkan untuk menghentikan kegilaan ini? Kwangsoo menghela napas berat. Wajahnya frustasi. Dia tidak punya harapan lagi. Tenaganya sudah habis...

 

Aku akan mati, orang-orang. Apakah kalian akan membiarkanku mati sekarang? Bagaimana dengan football kita? Kalau aku mati, siapa yang akan mengurusnya?

 

Pikirannya sudah melayang entah kemana. Matanya semakin berat. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya perlahan menghilang. Gambaran orang-orang di sekelilingnya mengabur. Kesadarannya perlahan-lahan terenggut. Samar-sama Kwangsoo hanya bisa mendengar suara berat Taecyeon.

 

“Kata-kata terakhir, Lee Kwangsoo?"

 

Dia pikir dia sudah mati sekarang.

 

 

...to be continued.

 

LIMA BULAN! Demi Merlin, sudah lima bulan aku nggak produktif update tulisanku di aff. Oleh karena itu, maaf ya readers. Karena satu dan banyak hal, aku nggak bisa update fanfic ini sekilat author-author lain di forum ini ;A; Alasan bohongnya sih, aku lagi suka banget di forum roleplay berbasis text New Indohogwarts. Alasan jujurnya, masih sama, organisasi lagi padat-padatnya dan sekarang sebenarnya aku lagi terjepit di masa-masa UAS. Tapi karena aku kangen menulis, jadi aku buka lagi arsip fanfic ini dan meneruskan ceritanya. Well, aku nggak tahu harus bilang apa lagi. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk pengembangan cerita ini. Terimakasih. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tina0608
#1
Chapter 6: Lanjut dong,penasaran setengah idup ne. . .
Apa lg aq channuneo shiper,pleaseeeeee lanjut dong. . .
adeloveskyu #2
Chapter 6: aaaahhh mau channuneo nya lagiii authornim ^^ please update soon.. ga sabar nunggu kelanjutannya terutama channuneo nya ^^ thankyou authornim
Twuland421 #3
Chapter 6: Oohh senangnya author update.. jadi terharu ak.. hehe
Semangat Thor buat chap selanjutnya.. ku tunggu..
hwootestjang #4
Chapter 6: Whoooaaa.. udah lama sih ditunggu. Yeay, khunwoo moment semakin hot.
Chanuneo juga makin evolve ni..
thank you for the story
yeppopjy
#5
Chapter 6: Akhirnya authornim update juga.. Aku udah baca berkali2 tapi masih sebel cerita nya gantung. Hehehe. Momen Khunwoo nya di tambah lebih banyak lagi dan si miss hwang nya segera di hilangkan dari peredaran. Hehehe. Jangan bosen update yah authornim. Fighting!
0430nayoung #6
Chapter 5: Arrrggghhh thor-nim
Akhir akhir ini suka lupa bukan aff
Berhubung satu dan lain hal hiks :'(


Btw tetap suka ceritanya ><
Plisss update secepat cepatnya,jangan kelamaan hiatus
Pada banyak yg nungguin nihh
Hohohoho
oshalalala #7
Chapter 5: Annyeong author-nim. Saya baru baca ini ff. Dan sejujurnya, saya juga ngikutin ff lawless'nya shioonrin-chan yg di ffn. Saya suka bgt penggambaran karakternya disini. Karakter sasuke di lawless tergambarkan dgn baik disini. Juga karakternya gaara.
Oh iya, kalo ini based on lawless, semua tokoh di lawless ada semua ga? Ato memang ada sedikit perubahan? Kalo sama semua, saya ga sabar nunggu siapa yg bakalan jadi neji sama shika. Hehe.. Oh iya, satu req dr saya, porsi channuneo rada dibanyakin ya thor. Yah, walopun mrk cuman pendukung, tp saya berharap ada porsi lebih. Hehe....
Sekian dari saya. Lanjutkan berkarya author-nim ^^
Afhazza #8
Chapter 5: Lanjutkan Thorrr ^_^ gak sabar nungguin kelanjutannya ^_^
Mrs_Jang #9
Chapter 5: Ku pen liat kelanjutannya.... g sbar, cpet update ya author nim.. :D
LenkaChakhi
#10
Chapter 5: Huua kayaknya aku ketinggalan yah ? Udah chap 5 aja .
Ma'af, onnie baru comment
Huaaa i need more . Pokoknya update lagi ayokk