3

Miracle In December

Ini hari pertama Yifan akan berangkat bersama dengan Jongdae ke sekolahnya setelah 7 tahun ia lewati tanpa berangkat bersama teman kecilnya itu. Yifan begitu bersemangat mengingat pagi ini ia akan menjemput Jongdae di rumahnya.

Rumah mereka bersebelahan, bahkan mereka selalu bersekolah di sekolah yang sama. Tapi, selama 7 tahun berturut-turut, tak ada yang pernah melihat seorang Wu Yifan dan Kim Jongdae pergi atau pulang sekolah bersama. Yifan pernah berpikir karena kejadian 7 tahun yang lalu itu, ia dan Jongdae tak akan pernah lagi berangkat ke sekolah bersama. Beruntung, pemikirannya bisa terbantahkan hari ini.

Yifan terlalu bersemangat, sehingga ia membuat sedikit kegaduhan saat ia menuruni tangga rumahnya. Membuatnya disambut omelan sang hyung yang tengah memakan sarapannya di meja makan.

“Ya, kau mau membuat rumah tercinta ini hancur jika kau membuat gempa bumi di pagi hari?!” Yifan hanya memutar bola matanya mendengar omelan sang hyung.

“Sudahlah Yixing, cepat selesaikan sarapanmu agar kau tak terlambat ke kampus. Dan Yifan, cepat mulai sarapanmu. Kau tak mau membuat Jongdae menunggu lama kan?”

Mendengar ucapan eommanya membuat Yifan bergegas menghampiri keluarga kecilnya dan bergabung di meja makan. Duduk di seberang sang appa yang sesekali menyeruput kopi hitam sambil membaca Koran. Yifan membiarkan sudutnya membuat lengkungan lebar. Setelah semalam bercerita pada eommanya, mendengar ucapan eommanya membuatnya benar-benar tak sabar. Bahkan ia ingin melewati sarapan ini agar tak membuat Jongdae menunggu lebih lama. Tapi Yifan tau, eommanya tak akan setuju.

“Jongdae? Kenapa dari kemarin aku selalu mendengar kabar tentang Jongdae? Dan kenapa eomma bilang Jongdae menunggu lama? Kau akan berangkat ke sekolah bersama Jongdae? Kalian sudah berbaikkan?”

Yifan menatap hyungnya horror mendengar pertanyaan beruntun darinya. Sementara otaknya berpikir, pertanyaan mana dulu yang sebaiknya ia jawab.

“Aku tak bertengkar dengan Jongdae.” Akhirnya, dari sekian pertanyaan yang Yixing tanyakan, hanya pertanyaan terakhir yang terjawab.

“Lalu 7 tahun terakhir ini?”

“Aku dan Jongdae tak kenapa-napa selama 7 tahun terakhir. Aku tetap berbicara dengannya, tersenyum ketika berpas-pasan dengannya.”

“Tapi ia tidak pernah membalas semua ucapanmu dan tak pernah membalas senyummu. Lagipula, bukankah akhir-akhir ini kau merasa frustasi didiamkan terus oleh Jongdae sampai kau mau menyelinap ke- hmppth!”

Yifan buru-buru menutup mulut cerewet hyungnya. Yifan tau kemana arah pembicaraan sang hyung. Jika kedua orang tuanya mendengar ucapan Yixing, bisa-bisa Yifan habis dimarahi setelah ini.

“Sudahlah Yixing, Yifan, cepat habiskan sarapan kalian.” Kali ini ucapan tegas yang dikeluarkan sang eomma.

Yifan dan Yixing mengangguk patuh. Yifan melepaskan telapak tangannya dari depan mulut hyungnya. Ia mulai menyendokkan suapan pertama nasi goreng yang dibuat eommanya. Sementara Yixing kembali melanjutkan sarapannya yang tertunda. Mereka berdua mulai tenang, seolah tadi tak terjadi apa-apa.

 

“Oh ya, kalian bisa menjaga rumah selama seminggu ke depan kan?” sang appa akhirnya membuka mulutnya untuk memecah keheningan yang baru tercipta. Ia sedikit membetulkan posisi kacamatanya, melipat Koran yang ia baca dan menatap kedua anak lelakinya bergantian.

“Appa dan eomma akan kembali ke China?” appanya mengangguk menjawab pertanyaan Yixing.

“Appa tidak akan menyuruh Luhan untuk datang mengontrol kalian. Akhir-akhir ini ia sibuk dengan tugas sekolahnya. Jadi Wu Yifan, Wu Yixing, kalian harus menjaga rumah ini seperti menjaga rumah yang sebenarnya, mengerti?”

Yifan dan Yixing meringis kecil mendengar ucapan sang appa. Ucapan sang appa terkesan menyindir mereka, yang memang tak bisa dipercaya jika harus ditinggal di rumah hanya berdua. Kedua bersaudara itu hanya menganggukkan kepalanya dan berpura-pura sibuk dengan makanan di hadapan mereka.

 

Yifan dan Yixing tak bisa melewatkan semenit saja untuk tidak adu mulut jika sudah bertemu satu sama lain. Mungkin untuk orang-orang di sekitar mereka akan merasa terganggu dan meminta mereka untuk berhenti beradu mulut. Tapi, bagi kakak-beradik itu hal itu adalah satu-satunya mempererat hubungan saudara mereka.

Yixing selalu menggunakan adu mulut sebagai bahan untuk membully adiknya itu. walau terkesan kasar jika disangkut pautkan dengan kata bully, tapi sesungguhnya itu adalah ajang balas dendam Yixing yang tak terima adiknya terlahir lebih tinggi darinya yang lebih tua 3 tahun dari seorang Wu Yifan.

Luhan adalah sepupu China yang tinggal di Korea kedua Wu bersudara itu. Luhan dua tahun diatas Yifan, dan satu tahun dibawah Yixing. Jika kedua orang tua Wu bersaudara itu akan kembali ke China, maka Luhan lah yang selalu datang ke rumah mereka untuk mengontrol kedua sepupunya. Sebagai kepala keluarga Wu, sang appa tak mau jika ia pulang bersama istrinya dan menemukan rumah mereka sudah hancur menjadi puing-puing seperti habis terkena gempa bumi atau bahkan tsunami.

 

“Eomma, aku sudah selesai makan!”

Yifan menaruh sendok dan garpunya dan segera mengambil gelas tinggi berisi susu yang disiapkan eommanya. Sementara Yixing menatap tak percaya adiknya itu.

“Kau lapar? Kenapa kau lebih dulu selesai daripadaku?”

“Kau yang makannya seperti siput. Sudah ya eomma, appa, aku berangkat duluan. Anyeong~” Yifan memberi flying kiss kepada keluarganya, dan hanya sang eomma yang dengan senang hati membalas. Sang appa kembali sibuk dengan Koran bisnisnya, sementara sang hyung tengah sibuk mengumpat tak jelas akibat ucapan Yifan sebelumnya.

Yifan tak terlalu peduli dengan hyungnya dan segera berlari keluar rumah. Ia merogoh saku jasnya untuk mengambil kunci motornya. Yifan membuka pintu garasi dan menghampiri motor ninja merah yang terparkir indah di sudut kanan garasi.

Yifan menyalakan mesin motornya dan mulai melajukan motornya. Lalu menghentikan laju motornya tepat didepan rumah besar bercatkan coklat gading yang berada di sebelah rumahnya.

“Pagi ahjumma Nam~” Yifan menyapa hangat pembantu rumah itu yang tengah menyiram tanaman di halaman rumah.

“Ah, tuan Yifan. Ada apa tuan?”

“Bisa tolong panggilkan Jongdae, ahjumma? Aku dan Jongdae akan berangkat ke sekolah bersama.”

“Tuan muda Jongdae? Tapi baru saja tuan muda Jongdae berangkat.” Yifan menatap ahjuma Nam tak percaya.

“Nde? Sendiri ahjumma?”

“Iya, menggunakan sepedanya seperti biasa. Apa tuan Yifan benar-benar sudah membuat janji dengan tuan muda Jongdae?”

“Hhh..” Yifan menghela nafas pelan. “Mungkin ia terlalu lama menungguku dan berangkat duluan karena tak mau telat. Kalau begitu, aku permisi dulu ahjumma Nam..”

Yifan mulai melajukan kembali motornya. Sedikit demi sedikit ia menambah kecepatan motornya.

 

“Ternyata kau memang belum kembali, Jongdae..”

 

 

 

 

“Kakak?”

Yifan membuka kedua kelopak matanya saat merasa ada tepukan pelan di bahunya. Yifan melepas kedua earphonenya lalu menatap sosok yang menepuk pundaknya. Sedikit terkejut saat menemukan anak lelaki jangkung yang tadi ia ikuti tengah berdiri didepannya sekarang.

“Kakak sedang apa? Kenapa kakak tidak pulang?”

Yifan mengernyitkan dahinya mendengar aksen bicara anak itu. aksen Koreanya tak terdengar begitu jelas, membuat Yifan mengambil kesimpulan bahwa anak itu bukan asli Seoul. Mungkin ia pendatang disini.

“Aku sedang ingin menikmati malam natal saja.” Yifan tersenyum hangat pada anak itu.

“Boleh aku duduk disamping kakak?” Yifan menautkan kedua alisnya mendengar pertanyaan anak itu, tapi kemudian buru-buru tersenyum dan menganggukkan kepalanya. si anak jangkung pun menaruh bokongnya di samping Yifan.

“Kenapa kakak tidak menikmati malam natal di rumah kakak? Bersama keluarga kakak?” Yifan tertawa kecil mendengar dari tadi pertanyaan-pertanyaan terus terlontar dari mulut anak itu.

“Keluarga kakak tidak berada disini sekarang. Kakak kesini hanya ingin melepas rindu dengan kota ini.” Yifan tersenyum lebar sambil menengadahkan kepalanya. menatap langit-langit gereja yang terlihat begitu jauh dari pandangannya.

“Ah.. aku mengerti.” Anak itu mengagguk-anggukkan kepalanya setelah itu sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Hei, lalu bagaimana denganmu?” Yifan beralih menatap anak itu. “Kenapa kau tak pulang ke rumahmu dan merayakan natal bersama keluargamu? Bukankah anak-anak sangat suka merayakan malam natal untuk mendapatkan banyak hadiah?”

Si anak jangkung itu tiba-tiba melompat dari posisinya dan berdiri di hadapan Yifan. Sambil menampilkan senyuman yang menunjukkan deretan giginya, si anak berkata, “Aku sedang menunggu calon pacarku!”

“Huh?”

“Itu dia! Sehunnie~”

Yifan membalikkan badannya untuk menatap kea rah si anak jangkung menunjuk. Kedua bola matanya membulat saat melihat siapa yang dimaksud oleh si anak jangkung. Anak itu.. anak yang tadi berlari keluar gereja dan menangis di tengah salju, yang berakhir dengan si anak jangkung yang sebelumnya memperhatikannya memeluknya untuk menenangkannya.

 Anak yang dipanggil Sehunnie itu tersenyum tipis saat melihat si anak jangkung melambai antusias kearahnya. Sementara di sampingnya, sang pastur berjalan sambil menampilkan senyum hangatnya, menatap mata Yifan yang tak sengaja bertemu dengan kedua mata sang pastur. Yifan segera berdiri dari duduknya dan membungkukkan badannya. Menyapa sang pastur.

“Sudah lama sejak kau kesini, Yifannie?” sang pastur yang masih tersenyum hangat itu menepuk-nepuk pundak Yifan.

“Huh? Pastur kenal kakak ini?” si anak jangkung lagi-lagi mengeluarkan pertanyaannya.

“Kakak ini, dulu ia juga sepertimu, Tao. Ia salah satu anggota grup choir gereja ini.”

“Huah…. Kakak dulu anggota grup choir gereja ini juga?!” Yifan hanya tersenyum kikuk membalas tatapan takjub yang ditunjukkan Tao.

“Oh ya, kau janji pulang bersama Sehunnie kan? Sebaiknya kalian segera pulang sebelum malam semakin larut. Kalian tak mau ketinggalan perayaan natal di rumah kalian kan?”

Yifan menatap kedua anak itu mengangguk bersamaan. Setelah itu si anak jangkung yang dipanggil Tao oleh sang pastur sebelumnya meraih tangan Sehun. Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Yifan dan sang pastur, Tao mulai berlari bersama Sehun yang sedari tadi hanya diam dan mengikutinya dari belakang.

 

“Jadi, kau merindukannya lagi, Yifan?” Yifan membalikkan badannya untuk menemukan wajah serius sang pastur. Senyum hangatnya hilang. Membuat wajah Yifan menjadi mendadak kaku. Wajahnya juga kehilangan senyuman yang sedari tadi ia pasang untuk kedua anak itu.

Yifan menatap panggung yang masih sama seperti 12 tahun lalu, sebelum beralih pada pohon tinggi di pojok kanan panggung itu. sebuah helaan nafas berat lolos dari bibirnya.

 

“Iya..”

 

 

 

 

Tubuh Yifan tersentak saat mendengar suara bel pulang yang terdengar begitu nyaring. Suara riuh teman sekelasnya yang langsung disibukkan dengan buku-buku yang akan dimasukkan ke dalam tas terdengar setelahnya. Yifan menatap sekelilingnya sesaat, sebelum ikut memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya.

 

Selama pelajaran berlangsung, dari jam pertama hingga jam terakhir otak Yifan tak bisa berpikir jernih. Entah sudah berapa kali ia ditegur guru, bahkan sampai dipanggil ke depan untuk mengerjakan soal. Hanya karena satu hal. Yifan memikirkan apa alasan Jongdae berangkat tanpa menunggunya.

Yifan memutar tubuhnya mengingat ada hal yang harus dilakukannya bersama Jongdae setelah ini. Menatap sosok yang tengah memasukkan bukunya satu persatu. Yang langsung terhenti saat merasa dirinya tengah diperhatikan oleh seseorang.

“Apa kau mau bertanya alasan kumeninggalkanmu tadi pagi lagi?”

Yifan meringis mendengar ucapan Jongdae. Yah, selama Yifan bertemu Jongdae pagi ini sampai sekarang yang selalu ditanyakannya hanya satu hal. Alasan Jongdae berangkat duluan dan tak menunggunya. Dan jawaban yang ia terima selalu sama. Sama seperti 7 tahun lalu.

“Sebenarnya ada hal lain, Jongdae. Eng.. mengenai..” dari sudut matanya Yifan dapat menangkap sosok Chanyeol dan Baekhyun yang membisikkan kata ‘Hwaiting!’ untuknya. Yifan tersenyum kikuk. “Mengenai kau yang bergabung menjadi anggota grup choir. Jadi.. bisakah kita menemui Joonmyeon sekarang?”

“Oh. Ya, aku sudah selesai. Kita bisa kesana sekarang.” Jongdae berdiri dari kursinya, menyampirkan tasnya di bahu kanannya lalu melangkah keluar kelas duluan.  Sementara Yifan masih terpaku di tempatnya. Membuat Jongdae yang hampir keluar dari ruang kelas menoleh kembali kea rah Yifan.

“Kau tak pergi?”

“Ah, i-iya.” Yifan buru-buru berdiri dari kursinya lalu menyambar asal tasnya. Menyusul Jongdae yang sudah berjalan keluar kelas.

 

Sepanjang perjalanan menuju ruang latihan Yifan tak menemuka bahan pembicaraan yang tepat untuk memecah keheningan antara ia dan Jongdae. Sudah berbagai lelucon muncul di kepalanya, tapi tak pernah keluar di mulutnya. Karena Yifan yakin, Jongdae tak akan tertawa mendengar leluconnya. Seperti yang ia lakukan selama ini.

Tapi ternyata diam di samping Jongdae tak seburuk yang Yifan kira. Yifan selalu ingin mencairkan suasana saat bersama Jongdae maka ia selalu mengajak Jongdae berbicara duluan. Walau berakhir ia yang harus tak mendapat jawaban apa-apa. Tapi entah kenapa, sekarang, Yifan merasa tak buruk jika berada di samping Jongdae tanpa harus membuat dirinya terlihat bodoh didepan namja itu.

“Ah, itu Joonmyeon.” Yifan akhirnya mengeluarkan ucapan pertamanya selama perjalanan menuju ruang latihan saat ia melihat Joonmyeon tengah berdiri di depan ruang latihan vocal. Menyadari kehadiran Yifan, Joonmyeon tersenyum kearahnya dan melambaikan tangannya kepada sosok jangkung itu.

“Hei, kau datang juga. Sudah membawa anggota barunya?”

“Yah, tidak sulit menemukan orang berbakat sepertinya.” Yifan tersenyum sambil melirik Jongdae yang memilih menatap lurus ke dalam ruang latihan. Dimana anggota yang lain tengah melakukan pemanasan vocal.

“Jadi…” Joonmyeon menatap Yifan. Tatapan matanya seolah mengatakan ‘Cepat perkenalkan namja ini padaku.’ Yifan yang untungnya mengerti segera membuka suara.

“Dia Kim Jongdae. Teman sekelasku. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, ia adalah anak yang berbakat. Ia pernah menjadi anggota choir di gereja dekat rumahku dulu. Lalu, bagaimana Joonmyeon? Dan setahuku, posisi dia dan Woohyun sangat cocok. Yang kau cari seorang tenor bukan?”

Joonmyeon tak mejawab pertanyaan Yifan. Kedua matanya sibuk menatap sosok Jongdae dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Membuat Jongdae yang sedari tadi memperhatikan anggota choir yang sedang latihan mengalihkan pandangannya pada Joonmyeon. Merasa risih ketika ia harus dihujani dengan tatapan seperti itu.

“Maukan kau melakukan check sound dulu?”

“Huh? Check sound? Bukannya kau akan menerima siapa saja yang akan kubawa untuk pengganti Woohyun, Joonmyeon-ah?”

Yifan mengeluarkan protes mendengar ucapan Joonmyeon. Jika Joonmyeon mengusulkan untuk Jongdae agar check sound terlebih dahulu, itu artinya Joonmyeon meragukan kemampuan Jongdae. Dan itu artinya namja itu bisa saja menolak Jongdae untuk masuk ke anggota choir. Yifan bisa mati jika Jongdae ditolak. Kemungkinan besar namja itu akan memusuhinya seumur hidup.

“Tapi mau tidak mau kita harus melakukan check sound, Yifan. Agar bisa menentukan Jongdae sesuai atau tidak dengan posisi Woohyun sebelumnya.”

Tubuh Yifan melemas. Namja jangkung itu menatap Jongdae berharap namja itu tak sedang menatapnya penuh dengan tatapan membunuh. Beruntung Yifan hanya menemukan Jongdae tengah menatap kosong kearah Joonmyeon.

“Baik. Bisa kita lakukan sekarang dan berhenti membuang waktu?” Yifan dan Joonmyeon sama-sama terkejut mendengar ucapan Jongdae. Joonmyeon mungkin terkejut karena baru pertama kali ini mendengar nada bicara Jongdae yang terkesan dingin. Tapi Yifan terkejut karena ia tak menyangka namja itu akan menerima ucapan Joonmyeon begitu saja.

“Ekhem,” Joonmyeon membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. “Silahkan masuk, Jongdae-ssi. Aku akan memperkenalkanmu dengan ketua grup choir. Ia yang akan mengarahkan check soundmu.”

Saat Joonmyeon menggiring Jongdae masuk, Yifan hanya bisa berdiri terpaku didepan pintu ruang musik.

 

“Ini Kim Ryeowook sunbaenim. Ia ketua angota choir kita.” Joonmyeon menunjukkan sosok pria manis bertubuh mungil yang langsung memberikan senyuman hangat pada Jongdae saat melihatnya.

“Jongdae-ah! Akhirnya.. apa kau yang akan menggantikan posisi Woohyun?!” Ryeowook, ketua grup choir itu tampak begitu antusias melihat Jongdae. Sementara Jongdae hanya tersenyum tipis dan membungkukkan badannya.

“Hyung sudah mengenalnya?” pertanyaan Joonmyeon lah yang membuat Jongdae kembali menatap Ryeowook. Kedua bola matanya disambut dengan kedua bola mata yang bersinar terang dan seolah tersenyum. Sangat bertolak belakang dengan miliknya.

“Dia adalah anggota choir yang terbaik yang pernah aku kenal, Kim Joonmyeon! Dia adalah anggota choir gerejaku! Dan hey, bukan hanya aku yang mengenalnya disini. Kyungsoo, Baekkie, Channie, mereka semua kenal dengan Jongdae. Benarkan semua?”

Yang merasa namanya disebut langsung mengiyakan sang ketua. Yang sedikit pun tak melepaskan pandagannya dari Jongdae.

“Eung.. hyung.. jadi, kita mulai saja check soundnya?”

“Check sound apanya? Aku tak akan melakukannya. Aku sudah tau kemampuan Jongdae. Ia bisa bergabung mengisi kekosongan Woohyun. Dan jika Woohyun sudah sembuh, aku yakin jika mereka disatukan, grup choir sekolah kita akan tambah maju!” Ryeowook yang terlalu bersemangat sampai tak sadar bahwa dirinya tiba-tiba bertepuk tangan sendiri.

“Tapi hyung..”

“Joonmyeon-ah, bisakah kau tak mengikuti prosedur kali ini saja?” Chanyeol memotong Joonmyeon yang mungkin akan mengeluarkan protesnya. Dan sukses membuat namja itu berakhir dengan mempoutkan bibirnya.

“Jja, Jongdae-ah~ biar hyung kenalkan dengan anggota lainnya.” Sementara Ryeowook mulai sibuk dengan Jongdae. Kedua tangannya memegang pundak Jongdae. Dan mulutnya mulai menyebut satu persatu nama anggota choir yang ada disana.

“Yang sipit itu Kim Sunggyu. Ia-“

“Hyung! Sudah berapa kali kubilang berhenti menyebutku seperti itu!”

“Ah, mianhe Gyu-ah. Lalu Jongdae, yang beralis tebal itu Lee Howon. Kau pasti tak asing dengan si atlet itu kan? Lihat, selain seorang atlet suaranya juga sangat indah.”

“Hyung tak adil! Giliran Howon saja dipuji!”

“Mianhae Dongwoo-ya. Nah, yang protes tadi yang berwajah dino itu adalah Jang Dongwoo. Dia selalu menempel kemanapun Hoya pergi. Yeah, ia juga seorang atlet, anggap itu memudahkanmu untuk mengingatkannya.”

 

Saat Ryeowook masih sibuk menyebutkan satu persatu nama anggota choir, Yifan yang masih berdiri di tempatnya semula terkekeh kecil melihat kejadian itu. sampai sebuah tepukan pelan membuatnya menoleh, dan menemukan Joonmyeon sudah berdiri disampingnya. Satu alisnya terangkat seolah bertanya ada apa.

“Aku yang seharusnya bertanya, Wu Yifan. ada apa dengan senyummu itu?”

Mengerti yang dimaksud Joonmyeon, Yifan kembali menatap kearah ruang latihan dan memasang senyum itu lagi.

“Ya~ jawab girin pabo! Kau membuatku penasaran!”

 

Saat itu telinga Yifan seperti tuli sehingga ia tak mendengar teriakan protes dari Joonmyeon. Sosok Jongdae yang terlihat kebingungan didalam sana.. itu lah yang membuat Yifan tak bisa menahan senyumnya. Jujur, Yifan tak pernah menemukan ekspresi itu di wajah Jongdae. Selama ini, hanya ekspresi datar dan dingin yang ia temukan.

Yifan sedikit berterimakasih pada Ryeowook sunbae yang berhasil melarutkan suasana didalam sana. Ryeowook sunbae mungkin bisa membawa Jongdae masuk kembali ke dalam dunia, dimana Jongdae pernah berada sebelumnya. Dunia vokal.. yang sudah 7 tahun ia lupakan.

 

Setidaknya Yifan tak perlu khawatir sekarang. Tampaknya Jongdae bisa berbaur dengan mudah karena ada beberapa ‘teman lama’ yang Jongdae kenal disana..

 

 

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^