[SongFiction] Part of The List - Ne Yo

Description

Nggak tau kenapa, sebenernya nggak niat bikin akun asianfanfics. Cuma karena emang semua fiksi-ku rata-rata 'Korean Theme' dan terlalu banyak pake bahasa Korea, jadi aku bikin akun ini dadakan buat ngerubah dikit kata--kalimat yang banyak bahasa Korea-nya.

Actually, ikr that my first reader is a Western-Addict. Yeay! 

So I post this Song-Fiction [Western Song] and I hope you'll give u comment!~ Gamsahamnida!!

Foreword

Disclaimer: Love. Memories. It gave you too much pain.

--

 

 

"Sehun mencoba menggilas habis kepedihannya dengan rasa pahit dan panas itu—menggilas habis kenangan akan Jieun yang terus membuatnya mati rasa. Tapi usahanya itu sia-sia. Ia malah merasakan air asin mengalir dari matanya dan menyisip masuk melalui celah bibir—ia menangis sendirian di pantai senja."

Style of your hair
Shape of your eyes and your nose
The way you stare as if you see right through to my soul
It's your left hip and the way it's not quite big as your right
The way you stand in the mirror before we go out at night
Our quiet time, your beautiful mind

Tepi pantai yang berbuih, pasir putih, cakrawala, vodka. Sehun memperhatikan itu semua dengan seksama, menggerakkan mata perlahan dengan hatinya yang terluka. Matahari yag berjarak jutaan tahun cahaya di depannya telah menenggelamkan diri setengah, meninggalkan semburat merah jingga di sekujur langit yang membentangi semesta. Telinga pemuda itu bisa mendengar nyanyian kesepian terselip diantara deburan ombak dan angin—sesuatu yang menyayat hati dan mungkin akan membuatnya menangis. Seperti seseorang yang terperangkap dalam kegelapan sendirian, tak pernah tahu bagaimana hidupnya akan berjalan. Sehun pikir itu adalah nyanyian alam yang ikut bersedih dengannya. Ia tidak pernah tahu bahwa itu adalah nyanyian yang berasal dari dalam jiwanya.

Di depan sana adalah lautan yang pernah menenggelamkan lebih dari separuh hidup Sehun. Terbentang sangat luas seperti tidak berujung. Permukaannya bergejolak, ombaknya berkejar-keran. Sehun memperhatikan bagaimana buih-buih menggelitikki telapak kakinya seperti puluhan jari anak kecil. Lucu, bagaimana ia berpikir bahwa buih-buih itu adalah Jieun yang sedang mencoba menggodanya. Gadis itu mungkin tahu bahwa Sehun sedang murung hari ini—perasaannya sedang diselimuti mendung—jadi ia datang untuk menghibur.

"Kenapa kau murung begitu? Aku bersumpah akan menggelitikimu sampai pipis di celana kalau kau tidak mau senyum". Itu adalah rangkaian kata yang pernah diucapkan Jieun ketika mereka berdiri di atap gedung berdua, belum dewasa, dan masih memakai seragam yang sama. Masalahnya sepele. Sehun mendapat nilai 30 untuk mata pelajaran yang biasanya ia mendapat 90, dan itu membuatnya berniat untuk bunuh diri. Setidaknya, bunuh diri akan menghindarkan ia dari kemarahan orang tua—begitulah otak dangkalnya berpikir. Ia sudah berdiri di pinggir pembatas atap. Yang perlu ia lakukan saat itu hanyalah memanjat pembatasnya dan terjun bebas seperti atlet terjun yang lupa parasutnya, tetapi kemudian Jieun datang dan mengacaukan segalanya. Gadis itu memberondong Sehun dengan pertanyaan tidak penting seperti "Kenapa bunuh diri di sini?", "Kenapa kau mendapat 30? Kenapa bukan 20?" dan"Kenapa kau mengecat rambutmu pirang?" membuat Sehun kesal. Ia berbalik, lalu mendapati seorang gadis berperawakan kecil mungil berdiri dua meter di hadapannya. Kulitnya seputih pualam, rambutnya sehitam eboni, dan bibirnya semerah buah ceri. Satu hal yang langsung terlintas di benak Sehun saat itu: gadis itu pasti puteri salju yang baru saja terlempar keluar dari negeri dongeng, lalu jatuh di atap gedung sekolahnya. Ia mengerjap-ngerjap tidak percaya.

"Siapa namamu?", tanya Sehun canggung. Jieun menunjukkan nametag yang bertengger di baju seragamnya, lalu berkata "Aku Lee Jieun, ketua kelas 11-3".

They're all part of the list
things that I miss
things like your funny little laugh or the way you smile or the way we kiss
what I notice is this
I come up with
Something new every single time that I sit and reminisce

Itu adalah pertama kalinya Sehun mengenal Jieun, dan otaknya tidak mampu mengingat sudah berapa lama sejak hal itu terjadi. Hatinya merindukan kenangan masa remaja mereka yang dipenuhi ketakutan untuk menjadi dewasa, tetapi kini semua itu terdengar menyenangkan. Bagi Sehun, tawa Jieun adalah obat dari segala rasa sakit dan keputusasaan yang sempat merundungi kehidupannya . Gadis itu malaikat. Gadis itu adalah satu-satunya orang yang akan mendengar ceritanya dengan senang hati, lalu memberikan nasihat-nasihat yang mujarab untuk menyelesaikan masalah. Mereka menjadi pasangan paling manis seantero sekolah, dan murid-murid lain akan berbisik iri soal mereka. Bagaimana pun juga, semua itu membuat Sehun bangga.

Tetapi kini, lebih dari separuh bagian kenangan itu telah lenyap tak bersisa. Sehun mendongak, menatap bintang-bintang yang mulai nampak seiring jatuhnya malam. Saat itu juga keadaannya seperti ini. Ia duduk di sini, di atas pasir putih, dan di bawah langit senja. Bedanya, saat itu Jieun menemaninya. Mereka melakukan ciuman pertama di pantai ini dengan malu-malu–dengan jantung yang melompat-lompat sangat bahagia. Kaki-kaki telanjang mereka menciptakan jejak langkah di sepanjang garis pantai, lalu berbelok ke laut, dan sanalah tragedinya dimulai. Jieun menyapukan tangannya di dalam ombak, lalu tiba-tiba memekik "Cincinku hilang!" ketika ia tidak lagi menemukan cincin di jarinya yang basah.

"Jangan khawatir, aku akan membelikan yang baru untukmu nanti", Sehun mencoba menghiburnya dengan sedikit bercanda, tetapi Jieun malah meneteskan air mata.

"Itu cincin peninggalan ibuku satu-satunya", jawab Jieun di tengah-tengah isakan, dan itu membuat hati Sehun pedih.

"Kau tunggu di sini. Aku akan mencarikannya untukmu".

Pemuda itu berjalan memecah ombak, menapak semakin dalam dan semakin dalam. Ia tahu bahwa menemukannya hampir tidak mungkin—seperti mencari sebuah jarum di tumpukan jerami—tetapi setidaknya ia tidak hanya berdiam diri di sana dan melihat Jieun menangis. Ia melakukan sesuatu. Ia mencoba mencari. Tangannya bergerak-gerak di dalam air, matanya menelusuri permukaan, dan kakinya memijaki batu-batu karang yang licin. Langit sudah cukup gelap saat itu. Air laut mulai tinggi dan menenggelamkan separuh pinggangnya.

Sehun menoleh ke belakang. Ia melihat Jieun juga ikut mencari di belakangnya. Air laut sudah menenggelamkan separuh tubuh gadis itu, dan saat itu ia baru menyadari bahwa mereka telah berjalan terlalu jauh dari tepi pantai. Ini sangat berbahaya. Mereka harus segera kembali.

"Jieun, ayo kita kemba…",

Semua itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat—hanya sepersekian detik—dan segalanya seperti direnggut dengan paksa. Batuan laut yang licin membuat kaki Sehun tergelincir, lalu ia jatuh dan tenggelam. Gelombang pasang mengoyak tubuhnya jauh ke lautan terdalam.

The way your sweet smell lingers when you leave the room
Stories you tell as we lay in bed all afternoon
I dream you now, every night, in my mind is where we meet
And when I'm awake staring at pictures of you asleep
Touching your face
Invading your space

Lalu ketika matanya terbutakan dan telinganya tertulikan, Sehun merasakan jari-jari kecil itu menelusup di sela-sela jarinya. Ia mengenali benar jari-jari itu—sesuatu yang terbiasa ia genggam selama ini. Pemiliknya adalah si gadis mungil yang pernah menggagalkan upaya bunuh dirinya di atap sekolah beberapa tahun sebelum hari itu. Lee Jieun…gadis itu sedang berusaha untuk menolongnya, tapi tubuh mereka sama-sama terlalu lemah untuk menghadapi lautan yang bergejolak hebat. Kegelapan mendekap mereka dari segala arah, menekan dari berbagai sisi, dan akhirnya segalanya berubah sunyi.

Sehun terbangun beberapa jam kemudian. Ia membuka mata dan menemukan dirinya sedang berbaring nyaman di atas sebuah kasur hangat di ruangan serba putih. Seorang pria paruh baya yang tidak ia kenal sedang menungguinya dengan muka kusut penuh penyesalan. Pria itu menyampaikan sebuah kabar buruk untuknya—gadis mungil yang tenggelam bersamanya itu gagal diselamatkan.

Bagaimana pun juga, itu adalah kenangan paling menyedihkan dalam hidup Sehun. Pemuda itu menatap lurus ke depan, membiarkan sepoi angin pantai meniup lembut rambutnya. Matanya menguasai laut yang pernah menelan Jieun setahun lalu itu dengan sayu. Sebelah tangannya meraih botol Vodka, lalu menuntaskan isinya dalam satu waktu. Sehun mencoba menggilas habis kepedihannya dengan rasa pahit dan panas itu—menggilas habis kenangan akan Jieun yang terus membuatnya mati rasa. Tapi usahanya itu sia-sia. Ia malah merasakan air asin mengalir dari matanya dan menyisip masuk melalui celah bibir—ia menangis sendirian di pantai senja. Untuk gadis yang hanya tinggal memori selamanya.

They're part of the list
Things that I miss
things like your funny little laugh or the way you smile or the way we kiss
what I notice is this
I come up with
Something new every single time that I sit and reminisce
Oh
Will you live in my memories forevermore I swear
and you live in my memories forevermore I swear

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet