My Tinkerbell [Luhan Ver]

Description

“MY TINKERBELL”

 
Author : Jihan Kusuma
Cast : Han Ai Li , Luhan
Genre : FULL ROMANCE
Rating : PG-15
Legth : ONESHOOT
DESCLIMER : Jihan datang bawa FF baruu! #dimutilasi readers gara-gara ga post sequel tapi malah bikin baru. Semoga saja enjoy dengan fanfic EXO pertamaku. Sumpah aku jatuh cinta ama EXO –yang pada awalnya ngaku ga demen ama EXO. Hihihi, Si Flower Boy Xi Luhan bener-bener mengalihkan duniaku *jiah, sorry author aga lebay X_x. Tapi sumpe demi celana Shindong ukuran S, gue udah kecantol ama EXO *apadeh bahasa gue.
Okelah kalo beg-beg-begituh.. #koprol bareng Warteg Boys *nyungsep
Monggo,

 


ChenKaiD.Ot 


 


 “Kehangatan, perhatian, kasih sayang selembut madu…itulah Cinta”
[Luhan]




Pada awalnya aku memang tak bisa menyangka bisa menjadi kekasihnya. Dan hal ini benar benar membuatku mencubit pipiku berkali kali untuk memaskitan apakah aku sedang bermimpi. Namun, tidak. Sekarang aku benar-benar sudah menjadi miliknya. Xi Luhan, dengan senyum lebut selembut es yang beru saja mencair dan kedua mata indah yang semakin membuatku hampir pingsan ketika memandangnya. Yap, aku sangat bersyukur kepada Tuhan telah menganugerahkan seorang malaikat untuk kucintai seutuhnya.


Aku memeluk pinggang Luhan dari belakang dan menyandarkan kepalaku ke punggungnya yang lebar dan kokoh –yang pastinya sangat diidamkan setiap wanita sebagai tempat berlindung. Aku tidak peduli pada air hujan yang dengan keras terus menghujam tubuhku hingga basah kuyup.


“Pegangan yang kuat, aku akan menambah kecepatannya…” ujar Luhan sambil sedikit menengok kebelakang.
“Baik.” aku hanya mampu menjawab seadanya sambil semakin erat memeluknya.


Luhan menambah kecepatan motor mewah yang sedang kami kenadarai ini. Oke, akan kuceritakan.


Tadi, tepatnya beberapa jam yang lalu kami sedang berkencan di salah satu taman hiburan di Seoul. Kami naik berbagai wahana, makan permen kapas bersama, dan mencetak beberapa pose di photo box. Yap, cukup menyenangkan sampai pada akhirnya hujan turun. Kebetulan sekali Luhan membawa motor dan bukannya mobil jadi beginilah jadinya. Kami basah-basahan. Namun sungguh demi apapun aku menikmati setiap kehadirannya dalam segala situasi.
Luhan menembah kecepatan dan bagaikan membelah jalan dengan jejak berapi kami cepat sampai di apartemen kekasihku ini. [kami bermaksud ke apartemen Luhan karena lebih dekat daripada rumahku].


Aku turun dan Luhan memarkirkan motornya. Seperti yang telah kujelaskan tadi, kalian pasti tahu bagaimana penampilanku saat ini. Kaos hitam yang kupakai telah basah –begitu juga dengan celana jeans. Oh tidak, aku sampai melupakan ponselku!
Segera kugeledah tas kecilku dan benar saja. Oh, androidku.. kau basah juga! Kucoba tekan tombol kunci dan layarnya tidak menyala sama sekali. Aku mulai panik. Luhan yang sudah selesai dengan urusannya menghampiriku dan memperhatikan apa yang sedang kulakukan.
Aku mengetuk ketukkan ponselku ke tangan dan berharap ada air yang keluar dari sana –walaupun itu sangat mustahil. “Akh… rusak..” ujarku sebal.
“Coba sini..” dia merebut ponsel dari tanganku dan mencoba melakukan hal yang sama. Tetap saja tidak mau menyala.
Aku gemetar kedinginan dan bibirku mulai membiru.
Luhan memandangku dan ekspresinya lansung berubah. “Sebaiknya kita segera masuk ke apartemenku. Aku tidak mau melihatmu seperti ini…” ucapnya penuh perhatian dan langsung saja sukses membuatku hampir terbang membentur langit-langit basement –tapi itu sangat tidak mungkin karena kondisiku sekarang.
Luhan merangkulku dan kami berdua segera masuk ke lantai 4 –kamarnya.





“Ini…” Luhan memberiku handuk putih yang tampak tebal dan kering, pastinya lembut dan harum. “Bersihkan dirimu dulu, setelah ini kita minum kopi. Pasti akan hangat.” dia tersenyum lembut. Demi Tuhan, bibir itu sangat manis.
Tunggu, apa katanya? Bahkan kondisi Luhan saat ini masih basah kuyup –tentu saja keadaan kami sama. Sungguh laki-laki ini sangat baik, dia merelakan dirinya untuk aku. AKU!?! –sekali lagi aku ingin terbang menembus plavon apartemen ini.
Aku ragu untuk bergerak dan bingung. Luhan tersenyum lebih lebar lagi. “Haha, aku juga akan mengganti pakaianku…” ucapnya seakan mendengar apa isi pikiranku.
Aku semakin bingung.
“Cepat sana, aku tidak mau kau sakit sayang…” dia mengelus puncak kepalaku dengan penuh kasih sayang.
Dan tentu saja, wanita mana yang tidak tersipu bila melihat kekasihnya semanis ini. “Baiklah jika itu maumu.” balasku juga tersenyum.
Dan aku masuk ke kamar mandi.

Aku sudah selesai membersihkan diri. Dan kusadari akan sesuatu. Bukankah pakaianku basah? Hum, lalu bagaimana? Apakah aku harus merepotkan Luhan untuk membeli pakaian dulu? Jujur, aku sangat kedinginan sekarang.
Kuketuk pintu kamar mandi beberapa kali sambil memanggil namanya.
“Luhan-ah…!” panggilku.
Tidak lama terdengar langkah kaki mendekat.
“Ai Li, kau memangilku?” tanyanya dari luar.
“Ne, aku bingung harus bagaimana? Bajuku basah.” ucapku sedikit takut.
Luhan terdiam sejenak dan tidak kudengar suara dari luar. “Buka pintunya.” pintanya.
Buka pintu? Ya, apa maksudnya? Bahkan aku masih memakai handuk saja. Lagi-lagi aku harus kebingungan.
“Ai Li, kau mendengarku?” tanyanya setelah lama aku diam.
“Ah, ne.” tanpa pikir panjang lagi aku membuka pintu sedikit. Aku yakin bila kekasihku tidak akan menyakitiku. Dan langsung saja sebuah tangan masuk ke kamar mandi untuk menyodorkan pakaian. Aku mengulum senyum saking senangnya. Luhan memang sangat baik hati dan bisa dipercaya. Aku yang salah! Mengapa harus berfikiran negatif pada namja ini.
Kuterima pakaian itu dan sangat bersyukur. bayangkan saja bila benar-benar tidak ada pakaian yang harus kukenakan.
“Ini aku dapatkan dari pelayan apartement.” ucapnya. Bisa kubayangkan saat ini Luhan sedang tersenyum.
“Terimakasih.” balasku singkat lalu menutup pintu lagi.
Kuamati pakaian itu. Pakaian dalam dan kemeja putih yang kuyakini milik Luhan. Yah, mau bagaimana lagi. Aku harus mengenakannya.
Aku keluar dari kamar mandi.
Kulihat Luhan sedang sibuk di dapur. Oh tidak lagi, saat ini apa? Apakah aku terlalu merepotkan?
Kuhampiri dia. Sesibuk itukah Luhan sampai-sampai tak menyadari kedatanganku? Hm, kurasa aku perlu sedikit jahil.
Tanpa sepengtehuannya kupeluk pinggang namja itu dari belakang dan tentu saja dia terkaget.
“Luhan-ah,” ujarku manja sambil menempelkan pipiku di punggungnya. Rasanya hangat dan menenangkan.
“Ai Li-ya, kau membuatku kaget saja…” entah mengapa dia malah tersenyum dan berbalik padaku.
“Hum, kau dingin sekali…” Luhan memegang pipiku dan bisa kurasakan kehangatan dari tangannya itu.
Aku hanya mampu tersipu dan pasti sekarang pipiku memerah. Hanya dengan melihat senyum Luhan hatiku langsung tenang.
Rambutnya yang pirang kecoklatan itu basah namun tetap tampan dimataku. Dia memandang mataku dalam dalam entah apa yang dia pikirkan. Tetapi jantungku berdetak diluar kendali sampai-sampai membuatku nyaris mati berdiri melihat tatapannya yang hangat sekaligus dingin. Oh Luhan, stop membuatku begini.
Detak jam dinding di dapur ini terdengar mendominasi suasana sepi diantara kami. Entah mengapa kami terus berpandangan. Perlahan tangan Luhan turun ke daguku dan dia semakin menundukkan kepala. Begitupun aku yang harus mendongak dan berjinjit. Kami memejamkan mata dan jarak semakin dekat.
“Piiip……” bunyi teko diiringi uap yang meletup keluar dari corong pertanda air sudah mendidih memecahkan suasana beigitu saja.
‘Padahal hampir saja kami berciuman…!’
“Ah, sial! Mengganggu saja!” cetusnya. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang sudah keluar batas tadi –yang sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama.
Luhan menuju kompor dan mengangkat teko itu.
“Um, memangnya apa yang sedang kaulakukan?” aku mendekat.
“Kau suka kopi kan? Pasti sangat nikmat bila dihari hujan begini kita minum kopi bersama..” dia menuangkan sesendok gula ke cangkir. “Oh ya, coba cari biscuit yang ada di rak itu!” perintahnya sambil menunjuk ke rak putih yang ,menempel di dinding dapur.
Aku mengambil sesuai keinginannya dan menaruhnya ke meja. “Hm, aku suka biscuit cokelat..” gumamku yang ternyata terdengar sampai ke telinga Luhan.
Dia tersenyum kecil sambil memandangku.
Kutuangkan beberapa biscuit ke toples dan mengembalikan sisa biscuit itu ke-rak tadi.
“Ayo kita bawa kedepan ruang TV .” ucapnya sambil membawa nampan yang diatasnya sudah ada dua cangkir berisi seduhan kopi. Kami menaruh biscuit dan kopi itu di depan TV di ruang tengah. Aku duduk di sofa merah yang ada di depan TV sedangkan Luhan mematikan AC yang ada di sana.
“Ini pakailah.” katanya seraya memberiku sebuah selimut warna cokelat yang tampak tebal dan lembut. Ah, pasti hangat.
Aku menerimanya dan memakaikannya pada tubuhku –yang hampir membeku. Luhan duduk disampingku dan menyalakan TV.
“Jeder…!” langit malam yang gelap memancarkan cahaya silau beberapa detik dan terdengar bunyi tabrakan antar benda lagit, dan hal itu berhasil membuatku hampir terlonjak dari sofa karena kaget.
Luhan yang mengetahui hal itu langsung memeluk pundakku yang masih gemetaran. Aku memandangnya dengan tatapan lemah. Dan dua mata kecil itu menyimpit, sungguh tampak manis ketika dia tersenyum hangat”Itu hanya petir.” ujarnya menenangkan. “Aku sangat kaget…” balasku yang juga tersenyum.
“Kau sangat dingin, ini minumlah.” dia memberiku secangkir kopi panas yang kucurigai rasa moca –dilihat dari warannaya yang caramel.
“Terimakash Luhan, kau sangat baik padaku hari ini.” aku menerima kopi pemberiannya yang mulai menyesap kopi itu pelan-pelan.
“Bukankah itu sudah tugasku untuk melindungimu dari apapun yang telah terjadi sayang, kau milikku.” ucapnya seolah dia orang yang paling bertanggung jawab atas diriku.
Aku tersenyum dan menyandarkan kepala di pundak Luhan, dengan senang hati dia menerimanya.
Luhan mengganti chanel TV dan tidak ada satupun chanel yang jernih –mungkin karena sedang badai. “Ah, ternyata badai cukup hebat sampai tidak ada satupun acara yang bisa ditonton.. Um, bagaimana jika kita menonton film saja? Sepertinya aku punya beberapa film..”
“Hum, baiklah tak masalah..”
Dan pada akhirnya kami menonton film berdua. Film yang Luhan punya adalah film China, dan sepertinya horror. Ah, aku suka film horror.
Kami mulai menonton berdua. Aku tidak takut karena memang sudah terbiasa menonton film sejenis ini, aku malah memfavoritkan. Begitupun Luhan yang tahu bila aku bukanlah wanita yang penakut jadi dia tetap tenang karena sudah tahu bila aku tidak akan ketakutat setelah menonton film horror.
“Hantunya konyol sekali.. sama sekali tidak menakutkan.” celetukku di tengah film.
Kurasakan bahu Luhan bergetar dan ternyata benar duagaanku, dia tertawa. “Hey, mengapa aku malah tertawa?” tanyaku kebingungan.
“Tidak papa, hanya saja ucapanmu itu sangat langka bagi seorang wanita. Pertama kali aku menonton film ini bersama Chen aku sangat takut sampai tidak bisa tidur..” Luhan menahan tawa –bermaksud menertawai diri senidiri.
“Jadi, karena ucapanku tadi kau tertawa?” tanyaku lagi sambil menaruh cangkir ke meja.
“Iya, sayang….” dia membelai kepalaku.
Aku memeluk pinggangnya yang entah mengapa terasa sangat hangat. Kupejamkan mataku dan menikmati segala kehangatan yang kurasakan. Aku merasa sedikit tenang. Sampai-sampai aku mampu mendengar dentuman jantung Luhan yang terdengar teratur layaknya sebuah musik pengiring tidur.
“Lihatlah jarimu…” Luhan meraba tanganku yang keriput karena dingin.
“Oh, iya.. sebenarnya aku mau memakai kutek warna biru muda.. namun hanya ada warna bening yang kumiliki…”
“Bukan, bukan itu.” potongnya. Luhan memegang taganku. “Kau masih kedinginan?” tanyanya sambil menatapku penuh kasih. Oh Tuhan, terimakasih atas malaikat yang telah kau kirimkan padaku ini.. Aku berjanji akan terus mencintai Luhan sampai akhir hayatku.
Dengan perlahan Luhan mengecup telapak tanganku yang dingin. Tiba-tiba saja rasa hangat menjalar diatas kulitku. Aku ingin menangis memandang semua ini sekaligus ingin moment ini tidak segera berakhir. Begitu mengharukan. Sangat menyentuh.
“Kau merasa nyaman?” tanyanya dengan lengkungan indah yang menghiasi bibirnya.
“Hm,” aku mengangguk cepat sambil mengulum senyum.
Kupeluk kekasihku itu sambil bersandar di tubuhnya. Kini aku benar-benar merasa hangat dan terlindungi. Luhan bagaikan toples kaca pelindung yang didalamnya tersimpan sekuntum bunga mawar yang bisa rapuh kapan saja, bagiku. Yap, Luhan sayangku…
Luhan memandangku lagi. Di kedua bola cokelat gelapnya bisa kulihat secuil rasa khawatir. Apakah dia masih takut bila aku masih kedinginan?
Tiba-tiba dia menyibakkan rambutku.
Pada awalnya aku merasa dia akan menciumku –melihat dari caranya memandangku yang bisa dibilang sangat menghayati. Dan aku hanya diam menunggu apa yang terjadi.
Luhan tersenyum sekilas lalu menenggelamkan kepalanya di leherku.
“Hufft…” ditiupnya leherku dan dalam sekejap rasa dingin dalam tubuhku hilang entah kemana. Disisi lain aku merinding merasakan sesuatu. Jadi kuremas pakaian yang dia kenakan.
Selanjutnya Luhan mulai mencium tengkukku sampai-sampai tubuh ini lunglai bagai tanpa tulang. Getaran yang hangat terasa disekitar kepalaku dan mulai keseluruh tubuh. Akupun tidak tahu apa yang telah terjadi pada tubuhku sehingga bisa patuh pada segala yang Luhan perbuat.
“Luhan-ah…” panggilku lirih.
Luhan yang mendengar panggilanku langsung berhenti dan menatapku takut. Mungkin dia takut aku tersinggung akan apa yang dia lakukan. Padahal itu sangat nikmat dan aku nyaman dibuatnya.
“Maaf Ai Li, bukan maksudku..,”
“Aniya, kau membuatku hangat Luhan-ah.” potongku sebelum dia selesai berkata.
Sekali lagi aku melihat senyuman malaikat itu dan dia kembali menenggelamkan kepalanya di tengkukku. Kali ini terasa lebih berani dan bebas. Bibir Luhan mengecup tengkukku sampai aku geli dan dia mengeluarkan lidahnya. Jujur tubuhku menjadi hangat –bahkan sekarang panas.
Tanganku yang semula melingkar di pinggangnya naik ke punggung dan meremas kemeja yang Luhan kenakan. Aku merasa sangat geli sekaligus panas, tapi demi apapun aku menikmati ini. Melihat reaksiku Luhan memperdalam ciumannya pada tengkukku.
Aku menikmatinya sampai-sampai kedua mataku terpejam. Kepalaku yang melemah tiba-tiba tertunduk dan aku mulai mengantuk. Tentu saja, karena hari ini kami telah mengelilingi kota Seoul berdua sampai lelah.
Aku tertidur ditengah-tengan kegiatannya.
Setelah Luhan menyadari aku meninggalkannya lebih dulu ke alam mimpi dia berhenti. Luhan benar-benar namja terbaik yang pernah hadir dalam hidupku.
Dia mengangkat tubuhku dan membawaku kekamarnya. Membaringkanku di ranjang putihnya dan menutup tubuhku dengan selimut sampai sebatas leher.
Dia mengecup keningku dan tersenyum. Tapi ketika Luhan hampir malangkah pergi segera saja kutahan. Kugenggam tangannya.
Luhan tampak kaget.
“Temani aku sayang…” ucapku lirih.
Luhan tersenyum lagi dan mungkin sedikit tertawa.
“Ah, sayangku ini manja sekali. Hum, baiklah.. tapi ada satu syarat!”
Keningku berkerut heran, “Apa syaratnya?”
Luhan menunjuk pipinya dan mendekat.
“Ah, dasar!” aku tertawa. Dan beberapa detik kemudian aku mengecup pipinya.
“Kita tidur bersama ya?” mohonku lagi.
“Oke, jika itu keinginanmu...” Luhan menggerling.
Luhan naik ke ranjang dan berbaring di sampingku. Kami berselimut berdua. Dia memeluk pinggangku dari belakang dan lalu… kami menutup mata untuk tidur.





~FIN~


Ah, akhirnya selesai juga..
Hm, author ngarang sambil nge-fly sendiri ><. Hedeh, ya mau gimana lagi? Luhannya kaya begitu. Hihihi, reders gimana? Pasti plavonnya juga udah pada jebol. Yaudah, demi sempak gambar silormoon punya Soo Man, author udah capek.

Buat yang kepengen lebih dekat follow @jihannation

Gue engga cari followers, tapi cari teman :)

Oke, selamat bertemu lagi di ff gw selanjutnya.. Pai Paii 


#lompat tali ama Ddangkoma

Foreword

 “Kehangatan, perhatian, kasih sayang selembut madu…itulah Cinta”
[Luhan]

 

“Luhan-ah…!” panggilku.
Tidak lama terdengar langkah kaki mendekat.
“Ai Li, kau memangilku?” tanyanya dari luar.
“Ne, aku bingung harus bagaimana? Bajuku basah.” ucapku sedikit takut.
Luhan terdiam sejenak dan tidak kudengar suara dari luar. “Buka pintunya.” pintanya.
Buka pintu? Ya, apa maksudnya? Bahkan aku masih memakai handuk saja. Lagi-lagi aku harus kebingungan.
“Ai Li, kau mendengarku?” tanyanya setelah lama aku diam.
“Ah, ne.” tanpa pikir panjang lagi aku membuka pintu sedikit. Aku yakin bila kekasihku tidak akan menyakitiku. Dan langsung saja sebuah tangan masuk ke kamar mandi untuk menyodorkan pakaian. Aku mengulum senyum saking senangnya. Luhan memang sangat baik hati dan bisa dipercaya. Aku yang salah! Mengapa harus berfikiran negatif pada namja ini.
Kuterima pakaian itu dan sangat bersyukur. bayangkan saja bila benar-benar tidak ada pakaian yang harus kukenakan.
“Ini aku dapatkan dari pelayan apartement.” ucapnya. Bisa kubayangkan saat ini Luhan sedang tersenyum.
“Terimakasih.” balasku singkat lalu menutup pintu lagi.
Kuamati pakaian itu. Pakaian dalam dan kemeja putih yang kuyakini milik Luhan. Yah, mau bagaimana lagi. Aku harus mengenakannya.
 

>>>>

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet