Bloody Romance (B)

Bloody Romance..

PART B

 

~~~

Junho berdiri mematung, menggenggam trali besi di hadapannya dengan kedua tangannya. Sementara matanya menatap sendu yeoja di depannya melalui celah trali besi itu. Sesekali ia mendongakkan kepalanya, menahan agar air mata tak sampai meluncur turun dari balik kantung matanya.

Di sampingnya, Wooyoung sedang berjongkok dan melakukan hal yang hampir serupa dengan Junho. Bahkan bibir Wooyoung lebih terlihat melengkung ke bawah dan sesekali bergetar menahan tangis.

“Eomma..” panggil Wooyoung dengan nada lirih yang terdengar begitu menyedihkan. “Neomu bogoshiposeo..” lanjutnya dengan suara yang bergetar.

Melihat hal itu, Junho langsung berjongkok dan memeluk Wooyoung, membagi kasih sayangnya untuk sedikit menenangkan perasaan dongsaengnya itu.

“Eomma juga pasti merindukanmu, Udong-ah.” Ucap Junho, seakan mewakili sang eomma yang saat ini tidak bisa menyampaikan kata-kata itu pada Wooyoung, pada mereka.

Wooyoung terisak kecil, membuat Junho memeluknya lebih erat lagi. “Jangan menangis, kau ini sudah besar.” Kata Junho sambil menepuk-nepuk punggung Wooyoung. Beberapa menit mereka tetap dalam posisi seperti itu.

Setelah isakan Wooyoung mulai mereda, Junho melepaskan pelukannya. Ia lalu menangkup kedua sisi pipi chubby Wooyoung dengan kedua tangannya. Ibu jarinya perlahan bergerak untuk menghapus jejak sungai kecil yang sempat tercipta di wajah dongsaengnya.

“Lebih baik kita pulang sekarang, Khun-hyung sudah menunggu kita. Kajja!” ajak Junho yang dibalas anggukan kecil oleh Wooyoung. Ia lalu membantu Wooyoung berdiri, kemudian mereka berjalan keluar ruangan itu dengan Junho yang merangkul bahu Wooyoung.

“Hah, sekarang aku sudah tidak bisa menggendongmu lagi. Tubuhmu lebih besar dariku, dan kau akan terus tumbuh menjadi namja dewasa Udong-ah.” Kata Junho yang tiba-tiba teringat akan masa kecil mereka. Saat itu Junho sering sekali menggendong Wooyoung.

Wooyoung mengangguk dan tersenyum kecil menanggapi perkataan Junho, “Kau juga akan terus tumbuh menjadi namja yang baik, hyung.” Ujarnya, memuji Junho secara tidak langsung.

Junho ikut tersenyum. Ada sesuatu yang bergetar di hatinya saat Wooyoung memanggilnya ‘hyung’ dengan cara seperti ini. Maklum saja, Wooyoung jarang sekali mau memanggil Junho dengan embel-embel ‘hyung’, karena usia mereka yang hanya terpaut setahun.

Jangankan menyebut hyung, menyebut nama Junho dengan benar saja Wooyoung tidak bisa. Biasanya Wooyoung akan memanggil Junho dengan nama Juno. Junho sudah berulang kali mengingatkan Wooyoung, namun semuanya sia-sia dan pada akhirnya Junho menyerah untuk mengingatkan Wooyoung. Biar sajalah, mungkin itu panggilan sayang yang diberikan oleh adiknya, pikir Junho.

“Sudah selesai?” tanya Nichkhun saat Junho dan Wooyoung sudah keluar dari ruangan itu dan berdiri di hadapannya.

Junho dan Wooyoung mengangguk serempak menjawab pertanyaan Nichkhun. Nichkhun mengamati wajah Wooyoung yang sedikit sembap, tanpa bertanya, ia tahu Wooyoung habis menangis. Bukan hal yang baru lagi bagi Nichkhun, Wooyoung memang selalu begitu setiap menjenguk eomma-nya.

“Sudah waktunya makan siang. Hyung akan mentraktir kalian makan pizza, kajja!” ajak Nichkhun bersemangat, membuat senyum lebar terkembang di wajah Junho dan Wooyoung. Nichkhun memang selalu bisa membuat kakak beradik itu tertawa bahagia.

~~~

Malam harinya, lagi-lagi Junho kedatangan namja aneh bernama Chansung. Kemarin malam Junho kan memang mempersilahkannya untuk datang lagi. Jangankan dipersilahkan, tidak dipersilahkan pun Chansung akan datang dengan sendirinya.

Tak seperti malam-malam sebelumnya, kali ini Chansung datang dengan mengetuk jendela kamar Junho yang selalu terbuka itu, Junho hanya menutupnya saat menjelang tidur.

“Kau sedang apa?” Chansung menatap Junho dengan ekspresi kebingungan.

Junho menoleh sekilas, “Memangnya kau tidak lihat? Aku sedang menyelam mencari Nemo.” Jawab Junho masih sembari sibuk dengan kegiatan menyelamnya.

Chansung sweatdrop seketika. Bagaimana tidak? Ia hanya bisa melihat Junho yang hanya mengenakan kolor dan kacamata renang, tidur tengkurap di ranjangnya, dan menggerak-gerakkan tubuhnya tidak jelas. Apa seperti itu yang disebut menyelam? Setahu Chansung, menyelam itu di dalam air, lautan yang dalam, bukan di atas kasur.

“Apa?” tanya Junho saat mendapat tatapan aneh dari Chansung.

“Ani.” Jawab Chansung singkat.

Junho bangun dari posisi tengkurapnya, lalu duduk di atas kasurnya, menghadap Chansung yang sudah duduk di atas meja belajarnya seperti biasa.

“Ah, mian. aku memang suka berimajinasi, hanya untuk sekedar menghibur diriku sendiri.” Aku Junho. Ia lalu berdiri, membuka lemarinya, mengambil t-shirt dengan asal lalu memakainya.

“Gwaenchana.” Chansung tersenyum lembut.

“Ngomong-ngomong, turunlah dari meja belajarku.” Tunjuk Junho pada meja belajarnya yang sedang diduduki Chansung.

Chansung langsung melompat turun dari meja belajar Junho. “Lalu aku harus duduk di mana?” tanya Chansung bingung.

“Duduk saja di kursinya, jangan di mejanya!” perintah Junho. “Kau juga selalu menginjaknya saat datang dan pergi. Aishh.. lain kali ingatkan aku untuk menggesernya, kalau tidak, meja belajarku bisa cepat rusak!” gerutu Junho kesal.

Menuruti perintah Junho, Chansung lalu duduk di kursi belajar milik Junho.

“Tunggulah di sini sebentar, aku akan mengambilkanmu minuman.” Kata Junho seraya keluar dari kamarnya.

Setelah Junho keluar, Chansung mengamati kamar Junho lalu tersenyum puas.

~~~

Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini Chansung kembali mendatangi Junho. Namun tidak seperti biasanya, malam ini Junho tidak berada di kamarnya.

Chansung duduk termenung sendiri di kamar Junho, membayangkan sosok pemilik kamar itu. Chansung juga mengamati benda-benda di kamar Junho, sementara otaknya masih terus berpikir dengan penuh pertimbangan, sampai pada akhirnya ia memutuskan sesuatu tepat pada saat Junho membuka pintu kamarnya.

 “Dari mana saja?” sapa Chansung saat Junho memasuki kamarnya.

“Mengantar Udong membeli ramyeon.” Junho membuka jaketnya dan menggantungnya di belakang pintu. “Kenapa semalam kau pergi saat aku sedang mengambilkanmu minum?” tanyanya penasaran.

“Aku ada urusan mendadak.” Jawab Chansung sekenanya.

“Oh.. Gomawoyo..” Ucap Junho sambil duduk di pinggiran kasurnya, menghadap ke arah Chansung yang duduk di kursi belajar Junho.

“Untuk apa?” tanya Chansung bingung.

“Memindahkan meja belajarku dari depan jendela.” Junho menunjuk meja belajarnya yang sudah bergeser dari depan jendela ke samping tempat tidurnya.

Chansung mengangguk pelan, “Ne~ cheonma.” Lalu tersenyum lembut.

“Ah, tunggu di sini, aku akan mengambilkanmu minum. Kali ini kau tidak boleh pergi!” pesan Junho memperingatkan. Namun baru saja Junho berdiri, Chansung menahannya dengan menggenggam pergelangan tangan Junho.

Junho sedikit tersentak merasakan hawa dingin dari sentuhan tangan Chansung. Ia lalu menatap Chansung dengan pandangan terkejut. Menyadari hal itu, Chansung langsung melepaskan genggamannya pada Junho.

“Junho-sshi, ada yang ingin kubicarakan denganmu!” ucap Chansung dengan raut wajah serius.

~~~

 

Wooyoung meringis merasakan pergelangan tangannya yang sedikit sakit karena genggaman tangan Junho yang erat, belum lagi tarikan yang Junho lakukan, membuat tangannya terasa semakin sakit.

“Juno-yah, ada apa sih?” tanya Wooyoung kesal pada hyung-nya yang sedang menariknya. Entah apa yang terjadi pada Junho, beberapa menit yang lalu, Junho menarik paksa Wooyoung yang sedang asyik menonton tv di lantai dasar rumah mereka. Mungkin saja saat ini Junho sedang berimajinasi lagi, tapi sadarkah dia kalau tindakannya itu menyakiti dongsaengnya?

“Pokoknya kau harus lihat!” tegas Junho masih sambil menarik tangan Wooyoung menaiki tangga, menuju kamarnya sendiri.

Sesampainya di depan kamar, Junho langsung saja membuka pintu di hadapannya itu dengan keras, lalu menyeret Wooyoung masuk.

“Udong-ah, dia hyung kita!” kata Junho lantang sambil menunjuk Chansung yang sedang duduk di kursi belajar Junho seperti biasa.

Chansung yang ditunjuk hanya melongo, begitu juga Wooyoung.

“D-dia.. hyung kita?” Wooyoung mengkonfirmasi ucapan Junho sambil menunjuk Chansung tepat di wajahnya.

“Ne!” jawab Junho yakin sambil tersenyum sumringah.

“Ehemm..” Chansung berdehem, kembali dari keterkejutannya. “Iya, aku ini hyung kalian!” aku Chansung, seperti pengakuannya pada Junho beberapa menit yang lalu.

Tanpa diberi aba-aba, Wooyoung langsung memeluk Chansung dengan erat, “Hyuuungg~” panggilnya manja.

“N-ne Udong-ah..” jawab Chansung sedikit terbata.

Wooyoung melepaskan pelukannya pada Chansung dan mundur beberapa langkah, “Kenapa tubuhmu dingin sekali hyung?” tanya Wooyoung sambil memeluk dirinya sendiri, mencari sedikit kehangatan.

“Itu karena dia habis dari luar dan kedinginan. Dia tak tahan pada udara dingin.” Jawab Junho sebagaimana yang dikatakan Chansung padanya tadi.

Wooyoung lalu memeluk Chansung lagi.

Wooyoung melepaskan pelukannya lalu meneliti wajah Chansung, “Tapi dia berbeda dengan kita, Juno-yah!” ia lalu memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, meneliti wajah Chansung lebih detail lagi.

“Berbeda bagaimana?” Junho ikutan-ikutan mendekat untuk mengamati wajah Chansung.

“Lihat! Matanya besar, dia juga memiliki lipatan kelopak mata, tidak seperti kita.” Jari telunjuk Wooyoung teracung di depan mata Chansung, lalu turun ke bagian hidungnya. “Hidungnya juga besar, tidak seperti hidung kita. Omo! Lubang hidungnya lebih besar lagi!” tunjuk Wooyoung dengan tidak sopannya.

Chansung mendengus.

“Iya benar, bibirnya juga berbeda dengan milik kita. Semua yang ada padanya serba besar!” sahut Junho takjub. “Apa benar kau ini hyung kami?” tanya Junho curiga.

“Yach! Memangnya kakak beradik itu harus selalu mirip? Kakekku dengan hyung-nya saja tidak mirip!” kata Chansung yang tiba-tiba teringat pada kakeknya, membuat Junho dan Wooyoung terdiam. “M-maksudku, kakek angkatku, orang yang telah merawatku selama ini.” Ralat Chansung.

Junho dan Wooyoung masih tetap terdiam.

Chansung lalu merogoh saku di balik jasnya dan mengeluarkan sesuatu, “Kalian masih tidak percaya? Bagaimana dengan ini?!” Chansung menunjukkan foto di genggamannya pada Junho dan Wooyoung.

Selembar foto yang sama yang dimiliki oleh Junho dan Wooyoung, yang juga dimiliki oleh hyung mereka yang telah lama terpisah dari mereka. Foto yang menggambarkan sosok mereka bertiga, bersama eomma dan appa mereka.

“B-benar, ini foto yang diberikan eomma dan appa pada ketiga anaknya. Dia hyung kita Juno-yah!” ucap Wooyoung dengan mata berbinar.

Junho mengangguk setuju, matanya juga memancarkan binar-binar kebahagiaan. Junho dan Wooyoung lalu memeluk Chansung dengan kompaknya. Mereka bertiga pun berpelukan.

~~~

“Hyung, bangun~” Wooyoung menggoyang-goyangkan tubuh Chansung yang tergeletak di lantai dengan mata yang masih terpejam.

Namun sentuhan Wooyoung tak berarti apa-apa bagi Chansung, ia hanya sedikit menggeliat, lalu tertidur kembali dengan posisi tidur yang berbeda.

“Aiiissh.. kau ini malas sekali hyung, tidak seperti dongsengmu yang rajin-rajin.” Omel Wooyoung, mengingat dirinya dan Junho yang selalu rajin bangun pagi.

Wooyoung lalu memutuskan untuk membiarkan Chansung tidur lebih lama, sebelum dirinya dan Junho pergi ke sekolah. Mungkin Chansung masih mengantuk karena semalam tadi mereka mengobrol sampai lewat tengah malam, sampai akhirnya mereka bertiga tertidur di depan tv dengan beralaskan kasur lantai.

Wooyoung beranjak dari sisi Chansung, berjalan ke arah jendela di dekatnya untuk membuka jendela itu agar sinar mentari pagi yang hangat dapat masuk ke rumah mereka. Terlebih lagi Wooyoung sangat menyukai sinar matahari pagi.

“Aaaarrrggghhhh..!!!” Chansung mengerang keras saat Wooyoung baru saja sedikit membuka tirai jendelanya, membuat secercah sinar matahari menerangi ruang tv itu.

“Ada apa?!” teriakan Chansung membuat Junho yang sedang menyiapkan sarapan di dapur berlari panik menghampirinya.

Chansung beringsut menuju pojok ruangan yang tidak terkena sinar matahari, sementara Wooyoung hanya memandang bingung dengan apa yang terjadi pada hyung mereka itu.

“A-aku alergi matahari!” jawab Chansung sambil memegangi pergelangan tangannya yang tadi sempat terkena sinar matahari.

Wooyoung melongo sesaat sebelum akhirnya ia bergerak untuk segera menutup tirai yang tadi sempat dibukanya. Sementara Junho berlari menghampiri Chansung di pojok ruangan.

“Ah, tanganmu sedikit memerah. Seperti luka bakar.” Junho lalu menggenggam tangan Chansung dan meniup-niup bercak kemerahan di lengannya.

Wooyoung menghampiri kedua hyung-nya, “Mianhae hyung..” ucap Wooyoung pada Chansung dengan mata yang mulai berkaca-kaca karena merasa bersalah telah melukai hyungnya.

Chansung tersenyum tulus sambil membelai pelan kepala Wooyoung, “Gwaenchana Udong-ah, kau kan tidak sengaja.” Ucap Chansung lembut.

Wooyoung langsung memeluk Chansung erat, “Hyuuunggg~” panggilnya dengan nada manja.

Chansung tersenyum senang, begitu juga dengan Junho yang melihat kebahagiaan kecil di hadapannya.

Baru beberapa jam saja aku sudah mulai menyayangi mereka. Gumam Chansung dalam hati.

~~~

Nichkhun memijat pelipisnya sambil sesekali menghela napas melihat beberapa lembar kertas yang sedikit berserakan di atas meja kerjanya. Semua itu file-file yang berhubungan dengan pekerjaannya di bidang asuransi jiwa.

“Bulan ini banyak sekali orang yang meninggal,” gumamnya sambil meneliti selembar kertas di tangan kirinya yang berisi laporan klaim asuransi jiwa kliennya bulan ini.

Tangan kanannya mengangkat cangkir kopi di sisi kanan meja kerjanya, menyeruputnya sedikit, lalu meletakannya kembali. Pandangannya lalu beralih pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

“Sudah jam istirahat, apa mereka sudah makan?” tanya Nichkhun pada dirinya sendiri. Ia merogoh ponsel di saku kemejanya, menekan beberapa digit angka untuk menghubungi seseorang.

“Yeoboseyo..” sapa Nichkhun saat panggilannya telah tersambung dengan seseorang di seberang sana. Nichkhun tersenyum saat orang itu membalas sapaannya.

“Apa kau sudah makan Udong-ah?” Nichkhun tersenyum lagi mendengar jawaban dari Wooyoung, “Bagus. Bagaimana dengan hyung-mu?” kali ini Nichkhun bertanya tentang Junho.

Sambil mendengarkan ocehan dari Wooyoung diseberang sana, Nichkhun mengambil kalender meja dan mengamatinya sambil mempertimbangkan sesuatu.

“Hari ini hyung sibuk Udong-ah, hyung harus bekerja sampai malam. Bermainlah dengan hyung-mu dulu, nanti kalau ada waktu hyung pasti akan mengajakmu jalan-jalan.” Jelas Nichkhun pada Wooyoung yang mengajaknya jalan-jalan.

Nichkhun lalu meletakkan kalender di hadapannya ke posisi semula, “Mungkin minggu ini.” Sahut Nichkhun saat Wooyoung bertanya kapan ia akan mengajaknya jalan-jalan. “Baiklah, sekarang hyung harus menyelesaikan materi untuk rapat nanti. Kau jangan nakal ya, menurutlah pada Junho, nanti hyung akan membelikan komik kesukaanmu, edisi terbarunya baru saja keluar hari ini.” Rayunya agar Wooyoung mau mendengarkan perkataannya. Nichkhun lalu tersenyum lebar mendengar sorakan gembira dari Wooyoung yang cukup memekakkan telinganya. Sambungan teleponnya lalu diputus oleh Wooyoung setelah ia mengucapkan terimakasih pada Nichkhun.

Lagi-lagi Nichkhun tersenyum lebar, kali ini bukan karena sorakan dari Wooyoung. Ia benar-benar merasa senang karena mampu memberi sedikit kebahagiaan pada bocah manja itu, juga pada kakaknya, Junho. Walaupun untuk semua itu Nichkhun harus bekerja keras demi dapat mencukupi kebutuhan hidup Wooyoung dan Junho, serta dirinya sendiri tentunya.

Aku akan membuat kalian bahagia. Aku akan mengganti kebahagiaan yang pernah diambil dari hidup kalian, aku berjanji. Ucap Nichkhun bersungguh-sungguh dalam hatinya.

~~~

“Apa kau ini albino hyung? Mengapa kulitmu putih dan pucat sekali?” tanya Wooyoung pada Chansung yang sedang asyik menonton tv.

“Bukan, kulitku memang seperti ini. Waktu umurku 6 tahun, aku tak sengaja meminum cairan kimia, entah apa namanya itu. Kulitku lalu menjadi seperti ini dan akan terbakar jika terkena sinar matahari.” Jelas Chansung panjang lebar agar Wooyoung mengerti.

Wooyoung mengangguk cepat, mengerti apa yang diucapkan Chansung.

“Lalu, apa kau sekolah hyung?” tanya Wooyoung lagi.

Chansung menggeleng, “Ani. Kakekku tak mengijinkanku keluar rumah di siang hari, karena keadaanku yang seperti ini. Sebagai gantinya, aku mengikuti home schooling, kau tahu kan apa itu?”

Wooyoung menggeleng.

“Jadi, seorang guru privat akan datang ke rumah dan mengajariku pelajaran-pelajaran seperti yang diajarkan di sekolah.” Chansung tersenyum di akhir kalimatnya.

“Ooh..” Wooyoung manggut-manggut mengerti.

“Tada!” Junho muncul tiba-tiba dari pintu depan, membawa kotak makanan yang cukup besar. Ia berjalan menghampiri Chansung dan Wooyoung yang tadinya sedang asyik mengobrol. “Makanlah dulu, kau kan dari semalam belum makan. Apa kau tidak lapar Chansung-ah?” Junho menyodorkan kotak makannya pada Chansung.

Chansung menerimanya, lalu membuka kotak makan itu yang berisi nasi, ayam goreng, serta sop kimchi.

“Juno-yah, kenapa kau tak memanggilnya dengan sebutan ‘hyung’? Dia kan hyung kita.” Protes Wooyoung.

“Kau juga tak memanggilku ‘hyung’, padahal aku kan hyung-mu.” Kilah Junho membalikkan kata-kata Wooyoung.

“Aiishh! Tapi dia lebih tua dua tahun darimu” Wooyoung mendesis kesal.

“Gwaenchana Udong-ah. Dia boleh memanggilku apa saja.” Jawab Chansung, membuat pembelaan Wooyoung barusan menjadi sia-sia.

“Jinjjayo?” jawab Junho bersemangat, matanya lalu terlihat menerawang ke langit-langit ruang tv rumahnya, seperti sedang memikirkan sesuatu, “Hmm.. bagaimana kalau.. Chan.. nie.. Channie!” putus Junho sambil menjentikkan jarinya.

Chansung tersenyum senang, “Manis sekali. Kalau begitu aku akan memanggilmu.. Jun.. Juneo!” putus Chansung menirukan gaya Junho barusan.

“Kenapa Juneo?” Junho kebingungan, dari mana Chansung mendapatkan nama panggilan semacam itu?

“Tak apa.  Kau kan boleh memanggilku apa saja, begitu pula denganku.” Chansung tersenyum puas sementara Wooyoung menyeringai senang melihat wajah kesal Junho.

“Terserah kau sajalah.” Junho mengibaskan tangannya di udara, “Cepat makanlah, jangan sampai tubuh besarmu menyusut sepertiku.” Pesan Junho sebelum pergi menaiki tangga.

“Apa dia marah?” tanya Chansung pada Wooyoung saat sosok Junho sudah menghilang di balik sudut tangga.

“Mungkin. Dia itu gampang ngambek hyung.” Ujar Wooyoung tentang sosok Junho yang memang gampang ngambek.

Chansung tersenyum lalu mengacak pelan rambut Wooyoung, “Kau pergi tidurlah, ini sudah malam. Aku akan menghabiskan makanan ini dulu lalu menyusul Juneo ke kamarnya.”

Wooyoung mengangguk patuh, “Ne, hyung.” Lalu berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berhadapan dengan kamar Junho.

Setelah memastikan Wooyoung kembali ke kamarnya, Chansung mematikan tv lalu beranjak keluar rumah sambil membawa kotak makan yang tadi diberikan Junho.

“Mianhae Juneo-yah,” katanya dengan wajah menyesal sambil membuang isi kotak itu ke tempat sampah.

~~~

Hari minggu yang cerah, tak terasa sebulan sudah semenjak Chansung tinggal bersama Junho dan Wooyoung. Chansung dan Junho sedang menikmati acara bermalas-malasan mereka saat Wooyoung tiba-tiba datang ke kamar Junho dan membuat suasana menjadi sangat ribut.

Wooyoung menyibakkan selimut, mengambil bantal, menarik guling, mengacak-acak sprei, menimpuki Junho dan Chansung dengan gumpalan kertas, dan melakukan apa saja yang dapat membuat kedua hyung-nya beranjak dari tempat tidur dan mengakhiri acara bermalas-malasan mereka.

Semua itu dilakukan Wooyoung hanya untuk satu tujuan, mengajak Junho dan Chansung jalan-jalan. Namun kedua hyung-nya itu menolak ajakan Wooyoung mentah-mentah.

“Aku tidak mau, kau pasti akan mengajakku ke taman bermain lagi, aku bosan!” tolak Junho sambil menarik kembali selimut yang sempat disibakkan Wooyoung, membuat Wooyoung merengut.

“Kalian kan masih merahasiakan keberadaanku darinya! Lagipula aku kan alergi matahari, jadi aku tidak akan bisa ikut.” Jawab Chansung mengingatkan, membuat Wooyoung menepuk jidatnya karena sudah melupakan dua hal penting itu, padahal minggu lalu saat Chansung tidak bisa ikut menjenguk eomma mereka, ia baru saja diingatkan akan dua hal itu.

Mendengar alasan Chansung yang memang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, Wooyoung kembali menjadikan Junho korbannya dengan menarik-narik kaos, tangan, bahkan rambut Junho, agar ia mau mengalah untuk ikut jalan-jalan bersama Wooyoung. Tindakan Wooyoung itu membuat Junho menjerit-jerit, sementara Chansung menutup telinganya erat-erat.

Keributan baru berakhir setelah teriakan seseorang menginterupsi tindakan brutal Wooyoung.

“Udong-ah, palliwa!” teriak suara dari bawah sana yang sempat membuat Chansung terbengong sesaat.

“Ne hyung!” jawab Wooyoung setengah berteriak agar orang di bawah sana dapat mendengarnya, lalu berlari secepat mungkin keluar dari kamar Junho.

“Kenapa kau tidak ikut saja bersama mereka?” tanya Chansung yang sekarang sudah bangun dari posisi berbaringnya, duduk selonjoran di pinggir ranjang Junho.

Junho ikut bangun, duduk di sebelah Chansung. “Shiro,” ia menggeleng pelan sambil mengucek matanya, “Aku bosan, Udong selalu saja memaksa untuk pergi ke wahana bermain itu. Aku di rumah saja menemanimu, biar Khun-hyung yang menjaga Udong, kikikikk.” Junho terkikik di akhir kalimatnya, membayangkan Nichkhun yang harus bersusah payah menjaga Wooyoung. Ya, walaupun Junho juga tahu betul bahwa Nichkhun sangat sabar menghadapi sikap manja Wooyoung. Bahkan melebihi dirinya sendiri yang notabene kakak kandung Wooyoung.

Tanpa Junho sadari, Chansung menatapnya dengan senyum sumringah. Mungkin ia merasa senang kali ini Junho mau menemaninya di rumah, setelah minggu-minggu sebelumnya ia selalu di tinggal pergi keluar oleh Junho dan Wooyoung, dan jangan lupakan tentang sepupu mereka yang selalu mengajak mereka keluar setiap minggu, Lee Nichkhun.

“Juneo-yah..” panggil Chansung, masih sambil menatap Junho di sampingnya.

“Hmmm,?” Junho menoleh ke arah Chansung.

“Nanti malam aku akan pulang..” kata Chansung dengan suara lirih yang menyiratkan kesedihan, “Jaga dirimu baik-baik, dan sampaikan salamku untuk Udong.” Lanjutnya, karena ia tahu betul ia tak mungkin bisa berpamitan pada Wooyoung. Bocah itu selalu menginap di apartemen Nichkhun setiap hari minggu.

Junho terdiam sesaat, kepalanya tertunduk. “C-Channie..” panggil Junho dengan suara yang sama lirih dan sedihnya.

Chansung tak menjawab apapun, ia hanya terus memandangi Junho dengan lekat. Karena tak mendapat jawaban dari hyung-nya itu, Junho memutuskan sedikit mengangkat kepalanya yang tertunduk untuk menoleh ke arah Chansung.

Dalam beberapa detik, mata mereka bertemu dan saling menyampaikan kesedihan kedua kakak beradik yang harus terpisah kembali itu. Junho juga tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Wooyoung nanti saat mengetahui hyung mereka telah pergi. Bocah manja itu pasti akan merasa sangat sedih, ia terlihat sangat menyayangi Chansung.

“Apa.. apa harus seperti ini?” tanya Junho lemah.

Chansung menghela napas berat, “Kakekku pasti sangat mengkhawatirkanku saat ini, aku kasihan padanya.” Chansung menunduk, mengingat sang kakek yang selama ini sudah merawatnya.

Junho mengangguk setuju, sambil memaksakan senyum di wajah sayunya.

Dengan gerakan yang tiba-tiba, Chansung langsung saja memeluk Junho dengan erat.

“Kau ini, suka sekali memelukku.” Cibir Junho yang sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu dari Chansung. Setiap Chansung merasa kedinginan atau kapanpun ia mau, ia selalu saja memeluk Junho tanpa permisi. Pernah Junho bertanya mengapa tidak memeluk Wooyoung saja? Chansung menjawab, tubuh Junho lebih hangat dari Wooyoung.

Jika biasanya Junho akan menggeliat dan mencoba melepaskan diri dari dekapan Chansung, berbeda dengan kali ini. Junho melingkarkan kedua lengannya, kedua telapak tangannya bertemu di punggung tegap Chansung, membalas pelukan namja tinggi itu, membuat Chansung tersenyum di balik bahu Junho.

~~~

Chansung memainkan jemarinya gelisah, menanti perkataan sang kakek yang sedang berdiri di hadapannya, sementara ia duduk di batang pohon yang tumbang. Hatinya sungguh tidak tenang saat ini.

“Kau akan melakukan tugas ini? Atau aku yang harus melakukannya sendiri?” sang kakek melipat tangan di depan dadanya. “Kalau kau merasa tak sanggup, biar aku yang turun tangan.” Lanjut sang kakek sebelum Chansung sempat menjawab.

“A-aku akan melakukannya sendiri, harabeoji. Aku juga butuh pengalaman.” Jawab Chansung sedikit ragu.

Sang kakek lalu mengangkat dagu dengan angkuhnya, “Hmm.. ini akan menjadi pengalaman pertamamu, cucuku.” Ucapnya dengan nada bangga yang tersirat dalam kalimatnya. “Tapi ingat—”

“Taecyeon! Heii!!” sebuah suara yang memanggil namanya membuat sang kakek menghentikan petuahnya.

“Oh, Seulong-hyung!” sang kakek balas menyapa namja yang sedang berjalan mendekatinya itu. “Oh ya Chansung-ah, aku ada urusan dengan Seulong-hyung, lakukanlah tugasmu dengan baik!” harabeoji bernama Taecyeon itu menepuk pelan bahu Chansung, lalu beranjak meninggalkannya untuk menemui hyung-nya, Im Seulong.

Chansung menundukkan wajahnya, memijat pelipisnya yang terasa kaku. Kali ini ia harus berpikir keras tentang bagaimana cara melindungi Junho. Terlalu sulit untuk menyembunyikan Junho, karena jika ia tidak mengaku telah menemukan Junho, maka kakeknya-lah yang akan turun tangan untuk mencari bocah itu. Dan itu akan sangat berbahaya. Tetapi setelah ia mengaku, tugas yang lebih berat juga segera menantinya. Namun jika ia tak mengajukan diri untuk melaksanakan tugas ini, maka keadaan akan sangat-sangat berbahaya.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Chansung pada dirinya sendiri. Ia mungkin tak akan pernah sanggup untuk menyelesaikan tugas berat ini.

~~~

Taecyeon menopang dagunya, berdiri sambil memandang langit gelap di luar sana melalui kaca jendela ruang kerjanya. Alisnya bertaut, keningnya berkerut, matanya menerawang jauh. Ia sedang memikirkan sesuatu.

“Kau yakin Chansung mampu melakukannya?” tanya Seulong yang berdiri di sampingnya, dengan raut wajah yang sama seriusnya.

Taecyeon mendesah pelan, “Entahlah.” Jawabnya ragu.

“Hanya dia harapan kita. Jika dia gagal, maka dapat dipastikan dia akan menjadi generasi terakhir keluarga kita.” Ucap Seulong dengan nada bicara yang menyiratkan kekhawatiran.

Taecyeon berbalik, lalu menyandarkan tubuhnya pada kaca jendela di belakangnya. Kepalanya mendongak ke atas.

“Takkan kubiarkan rencana kita gagal, aku takkan membiarkan hal sama yang terjadi pada anakku terjadi pula pada cucuku.” Ada nada kesedihan yang tersirat dari nada bicara Taecyeon. Pembicaraan ini seolah membuka luka lama baginya.

“Apa kau punya rencana lain?” Seulong memandang Taecyeon lekat-lekat.

Taecyeon menggeleng pelan, “Ani, hyung.” Ia melipat tangannya di depan dada, “Jika mendekati bulan purnama Chansung belum berhasil melakukannya, maka aku yang akan turun tangan..” Taecyeon menghela napas sejenak, “…menghabisi Lee Junho.”

~~~

TO BE CONTINUED

Hmmm.. part B keupdate juga akhir’a, walaupun lama banget.. Mian.. n makasih buat yg udah rela nunggu lama J

Sepertinya ff ini untuk kedepannya juga bakal gag menentu waktu update’a, jd harap sabar aja ya,? Maklum author’a jg skrg gag bsa sering2 online L

Makasih buat yg udah subscribe n comment..

Oya, selain ini author jg berencana update sequel’a ff My Baby Bad Boy lho, tp blm tau kpan’a, ditunggu aj ya J

Jangan lupa tinggalkan comment, kritik dan saran buat author..

Smpai jumpa di part berikut’a… annyeong ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
channelca #1
Author cepetan update donkk...
Prnasaran sama kelanjutanya ceritanya..
Semoga aja happy ending :-)
Channuneo juga happy ending
Klu bisa mereka berdua menikah hahahahha :-D
channelca #2
Chapter 2: Autor cerita ini kapan di lanjutinya... penasaran gmna kelanjutan kisah Channuneo.... lanjutin donk
mannuel_khunyoung
#3
Chapter 2: Ahhh~ ngerti2 : pasti chan ini nyamar jadi kakaknya junwoo,

dan trnyata junho itu adalah musuh vampire (awalnya nun aku pikir chan hrus nikah sma junho utk nambah kturunan)

oh y un itu mama junwo udah meninggalkan?

yah sedih wktu tau Khun spupu mereka

dan pling kocak itu wktu bilang Lee nichkhun (namanya aneh amet wkwk)

fighting nuuunnn!
mannuel_khunyoung
#4
Chapter 2: Ahhh~ ngerti2 : pasti chan ini nyamar jadi kakaknya junwoo,

dan trnyata junho itu adalah musuh vampire (awalnya nun aku pikir chan hrus nikah sma junho utk nambah kturunan)

oh y un itu mama junwo udah meninggalkan?

yah sedih wktu tau Khun spupu mereka

dan pling kocak itu wktu bilang Lee nichkhun (namanya aneh amet wkwk)

fighting nuuunnn!
ImaCnn #5
Chapter 2: Duh Thornim aku tambah bingung plus penasaran nii..
Cepet cepet update dunkkk Thornim:D
teru_neko
#6
Chapter 2: aku binguuuuuuuuuunnngggggg ><
chan 'alergi' matahari tp kok bs keluar rumah utk buang makanan dr junho?
chan bkn kakaknya WooHo kan?
kok Khun sepupu mereka siiiiiiihhhh?
ampuuuu. bingung pokoknya..emosi tingkat tinggi krn penasaran..
bisa agak cepat updatenya g authorsii? (tawar menawar dg mata memelas)
cahyaAngAngel #7
Chapter 2: Haha taecyeon haraboji.... :D


Cepetan di up date thor..!!
ImaCnn #8
Chapter 1: Aaahh bingung sebenarnya chanoppa itu siapa sich? Kok jdi pelindung Hooppa? -dilarang- hanya sekedar -Tertarik- sama Hooppa?
Khunwooho kakak beradikkah? Wahh gag kebayang tu gimana Khunoppa ngurus adik2 nya..
Authornim update soon ne:D