OUR WARM TWILIGHT

Description

Copyright by Innani Silhouttatia

Cast :

-          Luhan (EXO)

-          Shaendy Zhang (OC)

OST : Baby Don’t Cry (EXO)

===============================

picture credit by owner via tumblr

Foreword

Seikat bunga Daisy di tangan kiriku kupererat dalam genggamanku. Aku menatap pintu cokelat didepanku. Tanganku terulur kearah dimana tombol bel berada. Tanganku menggantung diudara, aku ragu-ragu. Kuhela nafasku kuat-kuat. Mencari kekuatan dari oksigen-oksigen yang aku hela. Perlahan namun kali ini lebih mantap, tanganku terulur menekan tombol. Sebuah nada yang akrab aku dengar sejak dulu, fluer de liss, melantun.

Suara pointy dari tumit sepatu hak tinggi terdengar beradu dengan lantai marmer mengarah kearah pintu. Terdengar suara kunci diputar dua kali, tanda dibuka. Pintu cokelat didepanku terbuka dengan suara derit karena kayu beradu dengan lantai marmer. Seseorang muncul, "Xiao Luhan!" suaranya kaget tertahan melihatku, aku tersenyum menatap kehadirannya "Lama tidak jumpa Shaendy Zhang." ujarku menyapa gadis putih semampai berbaju biru muda selutut tanpa lengan. Rambut hitam kecokelatannya tergerai sebahu.

Mata bulat warna coklatnya menatapku, "Apa kabar Luhan?" tanyanya. Aku tersenyum sembari mengulurkan seikat bunga Daisy yang aku pegang. Dia meraihnya, tangan kami bersentuhan saat Daisy itu berpindah tangan. Sensasi sengatan listrik terasa merasuki tanganku. "Terima kasih Luhan. Apa kabarmu? Bagaimana pekerjaan dan studimu? Apa kau makan dengan baik? Kenapa kau terlihat kurus dan pucat?" rentetan pertanyaan dengan sorot matanya yang khawatir. Aku tersenyum, "Lima tahun ternyata kau tidak berubah. Tetap banyak bertanya." ujarku.

Wajahnya merah tersipu karena malu. Aku meraih tangan kirinya. Menggenggamnya, mencari kekuatan yang selama ini hilang. "Aku baik-baik saja. Aku cuti kuliah sementara ini, mungkin kau sudah tau aku kini menjadi anggota grup dari manajemen korea. Aku makan dengan baik, jangan khawatir. Hanya saja aku terlalu banyak berlatih sehingga tetlihat kurus dan pucat." ujarku menjawab pertanyaannya. Dia tersenyum.

Aku mempererat genggamanku ditangannya. "Apakah kau menungguku selama ini Shaendy?" tanyaku setelah kekuatan itu aku dapatkan. Matanya membulat kaget. Perlahan matanya berair, aku tahu dia menahan tangis. Tangannya ditarik dari genggamanku. Badannya perlahan bergerak mundur. Aku menangkap penolakannya, jadi aku tak lagi diinginkan?

Hawa dingin menyergap antara kami berdua. Padahal sore ini sungguh hangat. Kuberanikan diri menatapnya. Kini dia menggigit-gigir bibir bagian bawahnya. Satu hal yang ingin kulakukan adalah mengecup bibirnya. Perlahan tanganku terulur kearah tangannya. Tapi dia tetap bergeming dan malah menjauhkan badannya dariku. Aku benar-benar tak diinginkan.

"Lima tahun ini apakah kau masih menungguku?" tanyaku memastikan. Hatiku nelangsa, mungkin memang dia tidak menungguku. Dia diam seribu bahasa. Dia masih diam menatapku. Satu yang aku suka darinya, dia suka menatapku. Tatapannya yang seolah-olah selalu memberiku kekuatan.

Dia masih diam. Aku semakin bingung terhadapnya, apakah ini tandanya sudah waktuku untuk melepaskannya? Aku menelan air ludahku. Mungkin sebaiknya aku pergi. Kakiku bergerak mundur perlahan. Dia masih terdiam tanpa ekspresi, tanpa mencegah. Jadi benar kan dia memintaku mundur teratur. Aku membalikkan badanku berjalan menjauh. Menahan dadaku yang sesak teramat. Patah hati selalu sakit, Jenderal! aku berteriak dalam hatiku. Sebuah tangan menyentuh lenganku, menahan langkah kakiku.

"Xiao Luhan, bahkan kau tak memberiku kesempatan lebih lama?" ujarnya pelan. Aku membalikkan badanku, menghadap tubuhnya yang hanya berjarak dua jengkal dariku. Wajah kami hanya tinggal sedikit lagi. Aku melihat matanya yang menatapku dan senyumnya merekah. Tangan kirinya yang memegang Daisy perlahan menyentuh sesuatu dilehernya. Aku tau aku kurang ajar karena mengikuti arah tangan kirinya. Aku menatap apa yang ia keluarkan dari balik bajunya.

Sebuah kalung keperakan berliontin huruf H tergantung disana. Aku nenatap benda itu tak percaya. Aku mengusap mataku dengan jari-jari tangan kiriku. "Aku masih mengenakan kalung yang sama saat kau meninggalkanku untuk belajar ke korea. Lima tahun ini, kalung ini tidak pernah lepas dari leherku. Selalu dekat dengan jantungku, berharap kau merasakannya, bahwa aku seutuhnya menunggumu kembali." ujarnya pelan.

Aku terdiam. Lalu tangan kiriku mengeluarkan kalung yang sama dari balik bajuku, kalung pasangan dari lehernya. Sama-sama berinisial H. "H untuk Hope, karena kita tidak pernah berhenti berharap. Berharap untuk meraih mimpi kita, berharap untuk selalu bersama. Aku pikir kau lupa." ujarku. Dia tersenyum, "H untuk Han-i. Aku dimilikimu sejak kau menyematkannya dileherku pertema kali. Bagaimana aku bisa melupakanmu dan melepaskan kalung ini." katanya retoris.

Tangan kanannya meraih leherku. Aku mengulurkan tanganku memeluknya. Kami berpelukan hangat seperti dulu. Dia membenamkan wajahnya diantara bahu dan leherku. Aku membenamkan wajahku dilehernya, membaui wangi parfum vanilla kesukaannya. "Kau masih suka parfun private room ya?" tanyaku. Dia mengangguk. "Aku suka wangi parfum yang kau hadiahkan sih. Jadi aku selalu mencarinya." jawabnya. Aku mempererat pelukanku.

"Anyway, kenapa di fancafemu kau selalu dipasangkan dengan Sehun atau Jessica?" tanyanya masih dalam pelukanku. Aku terpengarah. Aku berusaha mengurai pelukanku, tapi dia malah menguatkan pelukannya. Aku tersenyum, "Kau cemburu?" tanyaku. Aku merasakan kepalanya menggeleng, "Tidak. Hanya saja aku risih membacanya. Kau dipasangkan dengan Sehun seolah kalian adalah gay. Dan aku makin risih kau dipasangkan dengan Jessica. Maksudku kau boleh dipasangkan dengan perempuan mana saja asal jangan jessica." ujarnya. Aku tersenyun dan membelai rambutnya.

"Aku menyayangi Sehun karena dia kuanggap seperti adikku. Dan soal Jessica janganlah khawatir, dia punya seseorang yang dia sukai. Soal perempuan yang dipasangkan denganku, jangan dipikirkan. Kau sadar aku tetap mencarimu setelah 5tahun." jawabku menenangkannya.

"Ayah mengajakku pergi ke Paris. Tapi aku tetap tinggal disini dan menjadi perawat di rumah sakit anak-anak penderita kanker, karena aku selalu tahu kau akan kembali." ujarnya. Aku tersentuh dan mempererat kembali pelukanku. "Masihkah kau mau menungguku hingga aku siap menikah denganmu?" tanyaku. Dia melepas pelukanku. Sepasang mata cokelatnya menatapku.

Perlahan dia mendekatkan bibirnya kearah bibirku, tepat sedetik sebelum dia menciumku dia berkata, "Tentu saja aku akan menunggumu." Dia menciumku hangat. Aku meraih pinggangnya dan meresapi hangatnya rasa cinta yang kami miliki. "Aku mencintaimu." ujarku disela ciuman hangat kami. Sore ini rasanya lebih indah dibanding sore yang lain. Dikejauhan, semburat jingga mulai terlihat. Sore yang hangat.

 

(END)

Comments

You must be logged in to comment
hyokey #1
andweeee... ga bisa bayangin ini.. beneran ga bisa, so sweet dan romantis, tapi klo mikir pemainnya itu shaeny zhang, jadi nahan ktawa... *eh??? so sweet bangeeetttttt... huhuhu