-02- Provocative

Magic Fingers

 

Jari tengah: provokasi.

 

Bukannya Kyungsoo tidak mendengar ketukan di pintu. Hanya saja ia masih betah menikmati kesendirian lebih lama dalam bilik toilet. Apalagi menyadari siapa yang sedari tadi tidak lelah mengetuki pintunya. Sepasang kaki bersepatu kets converse kumal dengan jahitan di bagian sisinya. Ia kenal betul pemiliknya.

 

“Aku tahu apa yang mereka katakan,” kata Jongin, yang menyandarkan pundak di kusen pintu, berharap orang di dalam mendengar. Jam sekolah sudah berakhir dan ia tidak mendapati Kyungsoo di parkiran seperti biasa. Bersahabat lama membuatnya tahu benar ke mana Do Kyungsoo membawa beban pikirannya.

 

“Ayolah. Kau tahu aku tidak punya banyak waktu untuk menungguimu,” keluh Jongin. Pura-pura gondok menyoal waktu.

 

Tidak butuh keluhan kedua karena terdengar selot pintu diputar perlahan. Wajah muram itu terlihat.

 

“Jangan bicara apa pun,” pinta Kyungsoo, memohon.

 

Jongin menatap Kyungsoo prihatin. Pasti ia bersikap begini lagi karena ditolak keikutsertaannya oleh klub basket dengan alasan klise, yakni postur tubuh. Tidak seperti remaja pria seusianya, tubuh Kyungsoo tergolong kecil dengan tinggi 172 senti. Salah satu senior malah menawarinya peran cheerboy, penyorak di luar arena. Posisi yang diisi ulzzang macam Oh Sehun dan pemuda gemulai macam Byun Baekhyun. Sayang sekali Kyungsoo tak diberi kesempatan unjuk gigi, padahal kemampuannya bermain tidak bisa dikatakan buruk. Diakui sendiri oleh Jongin.

 

“Usahaku menemui jalan buntu. Mungkin aku ditakdirkan menghuni klub sains sepanjang masa sekolah,” ujar Kyungsoo, putus asa.

 

“Benar. Buat apa memaksakan kehendak. Orang-orang itu tidak ada apa-apanya. Kau bukan tandingan mereka. Otakmu encer, piawai bermain basket... Dunia masih belum berakhir, Kyungsoo-ya.”

 

Kecuali mengucap selamat tinggal pada beasiswa olahraga incaran Kyungsoo. Setidaknya ia punya jaminan pasti lain di bidang akademik. Kalau dibolehkan menukar kelebihan satu dengan kelebihan lainnya, Jongin bersedia memberi Kyungsoo tinggi badannya untuk dibagi sedikit saja kepintaran otaknya.

 

“D.O-ya!”

 

Suara berat itu terdengar dari jendela lantai dua sebuah kelas. Kepala berambut gimbal menyembul di ambangnya bersama senyum menyeringai yang kelewat riang. Park Chanyeol, kapten jangkung tim basket. Orang yang menyarankan agar Kyungsoo menanggalkan mimpinya.

 

“Bagaimana? Sudah kau pertimbangkan?” tanyanya. Penolakan soal tawaran cheerboy memang belum diutarakan langsung di depan para senior namun harusnya ia sadar Kyungsoo tidak berminat karena tak kembali ke depan mereka.

 

Kyungsoo menunduk menatap sepatunya. Bungkam.

 

Ia hanya mengolok-olok, batin Jongin gondok. Lagi, kenapa D.O bukan Kyungsoo?

 

“Setidaknya kau berada di dekat kami. Bukankah itu sudah cukup membanggakan? Ya, kan?” Chanyeol menyeringai pada teman-temannya yang mulai melongokkan kepala—mungkin tertular ‘kepopuleran’ Do Kyungsoo si kontestan gagal—dan melanjutkannya dengan tawa.

 

Yah, Chanyeol-sshi,” seru Jongin, menginterupsi kelucuan. “Asal kau tahu, timmu tidak cukup pantas bagi Kyungsoo untuk bergabung. Dengar itu? Namanya Kyungsoo bukan D.O. Dengar itu? Jauhi Kyungsoo mulai sekarang. Ia tak beminat lagi pada timmu. Kalau kau masih mengganggunya, ada baiknya segera membuat janji dengan dokter THT.”

 

“Apa katamu?”

 

Kyungsoo menarik-narik lengan Jongin agar angkat kaki. Ia mengendus terciptanya sentimen yang ditakutkan merugikan mereka berdua. Tertulis jelas di masa orientasi tentang konsekuensi ‘melangkahi’ senior. “Ayo, Jongin-ah,” bujuknya.

 

Jongin terpaku di tempat. Pribadinya memang terkenal suka cari gara-gara. Karena tak digubris, Kyungsoo ambil langkah terlebih dulu meninggalkan tempat. Terserah apa mau Jongin, ini di luar urusannya.

 

Neo... Diam di tempatmu, siapa pun kau,” kata Chanyeol, menunjuk-nunjuk wajah Jongin, sambil berlagak hendak meloncat dari tempatnya. Teman-temannya gigih memegangi lengan Chanyeol. Tindakannya membahayakan diri sendiri.

 

“Turun lewat tangga. Tidak tahukah kau fungsinya?” tambah Jongin, memanas-manasi. Nyengir penuh kejumawaan, ia menghadiahi Chanyeol jari tengahnya.

 

Yah, kau! Berhenti! Berhenti kataku!”

 

Chanyeol meradang dan mencak-mencak persis orang gila. Keesokan harinya, efek kejut membuat kapten tim basket itu dilarikan ke rumah sakit akibat terserang demam.

 

to be continued...

 

kekurangan adalah milik author.

thanks udah baca. komen sangat membantu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sungie_rima #1
Chapter 1: Jongin langsung percaya sama Do KyungSoo. Waw, jadi penasaran sama karakter D.o disini.
rainysummer #2
Chapter 7: Author, ini keren! Tapi kurang panjang :'3
MissKey693
#3
Chapter 7: aaaaaa... manis
sayang ajha KaiSoo belum bener-bener bisa bersatu.
ada beberapa paragraf yang artinya membingungkan, tapi kesuluruhan fic ini enak banget dibaca.
ahh.. sempat jejeritan sendiri pas baca bagian 'kaisoo moment nya'
pokoknya keren deh !

terus berkarya ya!!
semangat !!

p.s. Banyak-banyakin fic kaisoo, ne ?

hehe.
indahdo
#4
Chapter 7: annyeong author..

ceritanya simple & menarik^^
gk bosen buat bacanya
apalagi chara nya kaisoo coulpe
suka suka suka :)
indahdo
#5
Chapter 7: annyeong author..

ceritanya simple & menarik^^
gk boseb buat bacanya
apalagi chara nya kaisoo coulpe
suka suka suka :)
Mokuji #6
Chapter 4: Kisah cantik ...
LocKeyG #7
Chapter 4: woo..kaisoo emg selalt unik. . ..lanjut thor.. :-)