Timeless

Description

 

Pagi itu sinar matahari mencoba masuk ke celah-celah jendela sebuah kamar. Kamar yang bisa dibilang agak rapi, untuk seorang namja. Woohyun. Pemilik kamar itu baru saja membuka matanya, mencoba mengingat apa yang baru saja dia mimpikan.

“Bagaimana bisa otak manusia itu begitu babo, hanya 10% yang bisa diingat dari mimpi? Ah, jinjja.” kata Woohyun yang masih terlihat mengantuk. Rasanya Woohyun masih ingin untuk merebahkan tubuh di ranjang empuknya dan pergi ke ‘neverland’nya. Tapi, dia berpikir untuk cepat-cepat datang ke sekolah. Hari ini, hari spesial.

Woohyun yang sudah siap pergi ke sekolah itu segera turun ke lantai bawah rumahnya dengan membawa sebuah bingkisan. Rumahnya yang berlantai tiga itu dibuat sebagai distro sekaligus tempat tinggal. Woohyun tinggal bersama bibinya dan saudara sepupunya, Hyomi. Hyomi satu kelas dengan Woohyun. Kedua orang tua Woohyun bekerja di luar negeri, mereka adalah keluarga yang bisa dibilang ‘kaya’. Tapi Woohyun tidak mau tinggal di apartemen mewah pemberian orangtuanya, karena dia akan sendirian disana. Woohyun tidak suka sendirian, lebih tepatnya kesepian.

“Bibi, aku pergi ke sekolah dulu ya. Nanti aku tidak bisa pulang bersama Hyomi, aku akan ada acara bersama teman-temanku” kata Woohyun sambil memakai sepatunya.

“Eo, nanti bibi akan bicara dengan Hyomi. Jangan pulang malam-malam ya Woohyun, bibi takut terjadi sesuatu denganmu” ucap bibi Soeun

“Ne. Bibi tenang saja. Aku berangkat dulu bi, annyeonghaseyo” ujar Woohyun lalu turun ke lantai bawah.

Lantai bawah adalah surga bagi Woohyun, karena dia merasa nyaman dengan distro yang diberikannya kepada bibinya tersebut. Bibi Woohyun, Soeun, awalnya tidak bekerja. Karena Woohyun merasa merepotkan, maka Woohyun meminta orangtuanya untuk membuatkan sebuh distro –supaya bibinya bisa bekerja.

Woohyun keluar melalui pintu distro, dia menghirup udara segar Seoul pagi itu. Cuaca nampaknya sedang baik, ini bulan Mei. Sebentar lagi musim panas akan datang, liburan yang sangat dinantikan oleh Woohyun. Sekolah terasa berat bagi Woohyun. Woohyun sekolah di sekolah yang bisa di bilang cukup ‘elit’, Chungdam. Susah menyesuaikan diri disana, walaupun dirinya sendiri adalah keluarga kalangan ‘elit’, Woohyun tidak pernah memamerkan kekayaannya. Pagi ini Woohyun datang pagi-pagi, satu jam sebelum kelas dimulai. Woohyun berangkat dengan motornya hari ini, dia takut dirinya akan terdahului dengan yang lain.

Dari Apgujeong sampai ke Chungdam tidaklah jauh, dia segera memarkirkan motornya lalu berlari kelas.

“Benar saja belum ada yang datang. Mana ada yang mau datang pagi-pagi” kata Woohyun sambil menggaruk-garuk tengkuknya. Dia berjalan ke arah sebuah meja, bukan mejanya sendiri. Woohyun meletakkan sebuah bingkisan yang dibawanya dari rumah. Bingkisan iitu lumayan besar, Woohyun tersenyum manis memandang bingkisan tersebut.

“Ahh, hampir terlupa sesuatu” kata Woohyun sambil membuka tasnya. Woohyun mengeluarkan boneka manusia salju dari dalam tasnya lalu meletakannya di sebelah bingkisan.

“Sekarang selesai, hahhaa” kata Woohyun dengan nada puas. Woohyun segera berlari ke luar halaman dan mendapati motornya lalu menghilang di tikungan jalan. Entah Woohyun pergi kemana.

--------------------------

“Wuah, daebak! Siapa yang memberimu ini semua?”

“Siapa ya yang member bingkisan ini? Pasti seorang namja!”

“Keurom, pastilah seorang namja!”

Kelas sangat ribut sebelum pelajaran dimulai, banyak orang mengelilingi seorang yeoja. Yeoja yang wajahnya campuran – Korean Amerika--  itu hanya melongo melihat bingkisan itu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Kenapa ada yang tahu kalau dia sangat ingin melihat boneka manusia salju saat dia berulang tahun?

“Wah, liat ada bintang jatuh! Buatlah permohonan!” kata seorang namja imut sambil memandang langit. “Kau berumur 7 tahun! Bagaimana kau masih percaya begituan?” kata seorang yeoja yang ada disebelahnya.”Ayolah, hanya satu permohonan saja!”

“Entahlah,mmm.. aku ingin melihat manusia salju saat ulang tahunku di bulan Mei!” kata yeoja mungil itu

“Mana mungkin! Itu konyol!” kata namja itu gemas. “Itu permohonanku, kenapa kau memprotesnya! Kau bahkan tidak tahu aku ataupun sebaliknya!”

Yeoja mungil itu berlari ditengah dinginnya bulan Desember, namja mungil itu hanya bergeleng-geleng dan sedikit merasa bersalah.

“Yah, Park Heeyeon. Kenapa kau malah melamun!” kata yeoja bernama Hyomi.

Heeyeon yang akhirnya sadar bahwa lamunannya diperhatikan oleh satu kelas itu sangat kaget, seisi kelas memperhatikannya. Reputasinya sebagai yeoja populer dengan wajah campurannya itu dipertanyakan. Memangnya ada yang mau melihat manusia salju di bulan Mei ?

“An..”

BRAAAK

Tiba-tiba saja pintu kelas terbuka, seisi kelas mulai berhamburan untuk mendapati bangkunya masing-masing. Mereka pikir yang membuka itu adalah Kim- seonsaengnim, ternyata hanya seorang namja. Namja keren, penampilannya menarik, senyumannya bisa saja membuat yeoja-yeoja di Chungdam meleleh. Tapi, senyumannya dingin. Tidak ada perasaan sedikit pun.

“Yah, kau ini mengagetkan sekelas saja!” kata seorang yeoja yang berada di deretan depan. Seisi kelas pun, ikut meng-huu setelah kalimat itu berakhir.

Woohyun mendekati meja itu, mendekatkan wajahnya pada yeoja itu dan memandanginya dengan dingin –tanpa ekspresi. Jaraknya cukup dekat, bahkan bisa dibilang itu terlalu dekat. Seisi kelas memasang silent mode di mulut mereka.

“Em, begitu? Kau terganggu? Bukannya sudah seharusnya kalau bel sudah berbunyi, kita duduk di tempat masing-masing?” kata Woohyun dengan masih tanpa ekspresi. Yeoja itu hanya terdiam, menatap ke lantai.

Tiba-tiba saja, pintu terbuka lagi. Woohyun tanpa diberi aba-aba pun sudah tau, itu pasti Kim-seonsaengnim. Dia berjalan santai ke arah bangkunya, diseberang Heeyeon. Sebelum duduk, Woohyun membisikan sesuatu ke telingan Heeyeon.

“Saengil chukkae” kata Woohyun

Woohyun duduk sambil memandang Heeyeon, masih tersenyum, tapi senyumnya berbeda. Senyum kasih sayang. Dia membuang wink ke arah Heeyeon.

Heeyeon hanya bergeleng kepala sambil menahan tawa.

--------------------------

 “Ayolah Heeyeon, kita keluar. Kau kan hari berulang tahun, traktir kami di kantin!” kata segerembolan yeoja mengelilingi Heeyeon.

Heeyeon bingung, memangnya dia pernah mempunyai teman selain Woohyun? Hanya Woohyun lah yang mau berteman dengannya selama ini, ditambah Hyomi – saudara Woohyun. Semua yeoja tidak menyukainya, karena Heeyeon sudah berkali-kali menolak namja populer di Chungdam.

“Teman dadakan? Cih” pikir Heeyeon

“Mmm, bagaimana ya?” kata Heeyeon menimbang-nimbang.

Woohyun yang berada di seberang Heeyeon pun mulai terganggu. Woohyun sudah tidur sejak pelajaran terakhir, Kebudayaan Korea. Woohyun sangat membenci pelajaran itu, sangat membosankan. Woohyun yang merasa terganggu itu mulai membuka matanya, rasa kantuknya dari tadi pagi pun belum hilang.

“Bisa tidak kalian diam? Kalau mau meng-gosip jangan disini. Disini kelas, bukan café” kata Woohyun dengan nada datar.

Sekelompok yeoja itu segera pergi berhamburan keluar. Mereka takut akan meleleh karena kemarahan Woohyun, atau karena senyum Woohyun.

“Woohyun-ah, kau menyelamatkanku! Mereka itu teman dadakan ku loh, sama seperti tahun lalu!” kata Heeyeon dengan senyum manisnya. Woohyun tidak membalasnya, wajahnya masih datar saja. Heeyeon sudah terbiasa dengan sikap Woohyun, kalau yeoja lain mungkin akan menangis. Satu kelas terus selama junior high sampai sekarang kebetulan bukan? Atau mungkin takdir.

“Eh, Woohyun-ah. Aku minta kado!” kata Heeyeon.

Woohyun yang sedang meniup permen karetnya, tiba-tiba balonnya meletus. Menempel semua ke wajahnya. Heeyeon hanya menutup mulut dengan tangannya, menahan tawa.

Woohyun segera membuang permen karetnya, lalu dia duduk di bangkunya dengan menghadap Heeyeon. Heeyeon mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. Kelas sangat sepi, hanya mereka berdua saja. Heeyeon mengeluarkan boneka manusia salju, Woohyun masih memakai wajah datarnya. Tapi, hatinya tidak. Hatinya ber dugeun-dugeun ria.

“Siapa yang memberimu itu?” tanya Woohyun pada Heeyeon. Heeyeon hanya menunjukan jarinya kepada Woohyun.

“Aku? Mana mungkin, aku bahkan tadi telat masuk ke kelas” kata Woohyun. Hati Woohyun rasanya mau meledak.

Kenapa aku tidak bilang saja kalau aku yang memberinya itu? Ah, jinjja. Mulut babo!

“Aaah, geure! Tapi siapa yang memberinya ya? Yang tahu aku ingin melihat boneka manusia salju itu hanya satu orang di dunia ini. Aku saja tidak tahu siapa dia, apalagi Woohyun” kata Heeyeon polos.

Woohyun tertawa dalam hati, kenapa manusia ini bisa membuat statement yang sangat konyol?

“Memangnya siapa? Namjachingumu?” tanya Woohyun pura-pura penasaran. Kenapa aku harus bertanya, jelas-jelas dia sudah tau siapa orang yang dibicarakan Heeyeon.

“Entahlah,mmm.. aku ingin melihat manusia salju saat ulang tahunku di bulan Mei!” kata yeoja mungil itu

“Mana mungkin! Itu konyol!” kata namja itu gemas. “Itu permohonanku, kenapa kau memprotesnya! Kau bahkan tidak tahu aku ataupun sebaliknya!”

Yeoja mungil itu berlari ditengah dinginnya bulan Desember, namja mungil itu hanya bergeleng-geleng dan sedikit merasa bersalah.

“Yah! Aku menyukai mu!” kata namja mungil itu. Tapi entahlah, yeoja itu mendengarkan atau tidak. Dia sudah menghilang di tikungan, Menyukai? Dia bahakan belum selesai dari fase bayinya. Dan dia menyukai seseorang.

“Dia bilang dia menyukaiku, tapi waktu itu aku masih dalam fase kecebong. Aku masih anak-anak” kata Heeyeon sambil menghela nafas.

Woohyun pun tersentak, jadi selama ini dia mendengarkanku? Aaah, kenapa aku mengkhawatirkannya?

“Lalu, kau masih menunggunya? Mengabulkan bahwa kau ingin melihat manusia salju saat ulang tahunmu? Sekarang sudah terwujud, lupakanlah manusia itu” jawab Woohyun mencoba untuk santai.

Heeyeon yang mendengar kata-kata Woohyun pun kaget, ada apa sebenarnya dengan manusia ini?

“Ah, sudahlah lupakan!” Heeyeon hanya membuang boneka itu kedalam tasnya. Lalu dia mencoba untuk membuang muka dari Woohyun. Woohyun hanya kelihatan cuek saja.

Kau ini kenapa sih? Dasar yeoja, semua yeoja sama saja.

Woohyun yang rasanya hatinya mau meledak itu hanya menghampiri Heeyeon. Ingin dia hanya membisikan saja, tapi mulutnya tidak berkata demekian. Dia berdiri di samping Heeyeon, dia berkata,

“Dengar ya Heeyeon, aku udah kasih kamu kado. Tapi, kamu terlalu pintar buat ngerti kado dari aku. Arraseo, aku pergi. Annyeong~”

Heeyeon masih membuang muka dari Woohyun, di dengarnya suara pintu kelas tertutup. Dia sendirian di kelas, memikirkan apa yang dimaksud ‘kado’ dari ucapan Woohyun.

Wink tadi pagi kah?

--------------------------

Heeyeon baru saja kembali dari café di dekat sekolahnya, jam break di Chungdam cukup lama. Kalau perlu, Heeyeon bisa saja pulang ke rumahnya dahulu. Dia masih berpikir, kemana perginya Woohyun. Kalau ada Woohyun lewat, seisi sekolah pasti sudah heboh. Tapi tadi di koridor sekolah sepi-sepi saja.

Mungkin Heeyeon perlu bertanya kepada teman Woohyun, Sunggyu. Sunggyu ada di kelas 1-3, cukup dekat? Jelas! Heeyeon adalah murid di kelas 1-2.

“Annyeong, apa Sunggyu-ssi ada di kelas?” tanya Heeyeon pada salah satu yeoja yang berada di depan pintu kelas. Seperti biasa, kelas mulai heboh. Bagaimana tidak? Ini Heeyeon, Juliet-nya Chungdam!

“Ada, itu di dalam kelas.” jawab yeoja itu. Yeoja-yeoja di Chungdam tidak terlalu menyukai Heeyeon – kecuali Hyomi tentunya – karena Heeyeon itu yeoja paling populer di Chungdam.

Heeyeon segera masuk ke dalam kelas, dicarinya dimana Sunggyu. Itu dia, di belakang kelas!

“Annyeong Sunggyu-ssi, boleh aku bertanya padamu?” tanya Heeyeon, mencoba untuk sopan saja. Sunggyu, teman baik Woohyun pun cukup kaget melihat kehadiran sang juliet di kelasnya.

“Annyeong. Ah, tentu saja Heeyeon-ssi. Kau mau bertanya apa?” jawab Sunggyu. Mata-mata di kelas pun tertuju pada mereka berdua dan salah satunya adalah Eunmi, yeojachingunya Sunggyu. Eunmi tentu saja tidak terima, tapi dia hanya diam saja memperhatikan mereka bicara.

“Begini Sunggyu-ssi, hanya sepele sih. Kau tahu dimana Woohyun?” tanya Heeyeon hampir tersipu malu, pipinya mungkin sudah semerah apel. Sebelum Sunggyu menjawab pertanya Heeyeon, Sunggyu tertawa sejenak. Heeyeon hanya heran melihatnya. Manusia ini masih waras kan? Atau dia sama-sama gila seperti Woohyun? Jinjja

“Hahaha, maaf aku tertawa. Woohyun tadi kelihatanya keluar dari sekolah, sambil membawa tas. Mungkin dia pulang, sedang bad-mood kali? Ah, hari ini kau ulang tahun ya? Saengil chukae!” jawab Sunggyu dengan senyum manisnya itu. Eunmi yang memandangi tidak jauh dari situ, bisa saja dia menendang Heeyeon sampai keluar kelas.

Setelah Heeyeon pamit kepada Sunggyu, Sunggyu hanya tertawa. Dia mengira ini pasti boneka manusia salju, namja dibalik manusia salju itu kan Woohyun! Di lain sisi, Heeyeon malah terlihat murung.

Ada apa sih dengan Woohyun, apa karena tadi aku buang muka padanya? Cih

--------------------------

Yah, begitulah kehidupan di Chungdam. Heeyeon yang bosan – padahal hari ini adalah hari spesialnya – hanya berjalan pulang. Dia berencana akan mampir ke distro Woohyun, dia ingin membeli sesuatu, lebih tepatnya bertemu ‘sesuatu’. Dia berharap Woohyun akan ada disana juga.

Heeyeon mampir ke sebuah kedai kopi di daerah Gangnam sebelum pergi ke Aguejong. Dia ingin membelikan Woohyun vanilla late tentunya, favorite Woohyun.

“Namu, kau tahu kenapa vanilla late rasanya enak?”

“Berhentilah memanggilku Namu, kau ini terlalu childish. Memangnya kenapa?”

“Karena vanilla late ini seperti Namu, hangat dan manis. Walau tampilan depannya kasar” (MAAP, INI AUTHOR SEDANG MAKAN GOMBAL ._.V)

“Baiklah, kalau kau suka vanilla late. Aku juga suka.”

Heeyeon rindu Namu yang lama. Entah kenapa Namu-nya sekarang bisa berubah.

Sepeninggalannya dari kedai kopi tersebut, Heeyeon berjalan ke halte bus terdekat. Heeyeon memegang erat-erat vanilla late nya, takut tumpah atau terlalu sering bergetar sehingga berbusa, apalagi dia juga membawa bingisan misterius tadi pagi itu, cukup besar. Saat akan tiba di halte bus, segerombolan yeoja berjalan ke arah Heeyeon. Mereka semua berseragam Chungdam.

Hanya lewat kali ya? Biarkan saja, mereka bukan temanku.

Heeyeon cuek aja melewati mereka. Tabi tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menyambar tangan Heeyeon, membuat Heeyeon kembali ke belakang. Bertatapan langsung pada yeoja-yeoja itu.

“Apa mau mu? Kau siapa, seenaknya saja menarik orang. Lepaskan, aku mau pergi” kata Heeyeon dingin.

Yeoja-yeoja itu saling berpandangan, kemudian tertawa.

“Kau tidak tahu siapa aku? Aku itu Lee Eunmi, yeojachingunya Kim Sunggyu. Kau tadi berbicara apa dengannya, huh?” kata Eunmi dengan kasar.

Heeyeon bisa saja lari dari situ, tapi sama saja dia seorang pengecut. Heeyeon menganggap mungkin Chungdam bukan tempatnya. Setiap hari dia di bully oleh teman-temannya karena dia berwajah cantik. Dulu katanya juga ada seorang artis yang sering di bully di Chungdam,karena dia seorang artis terkenal.

“Aku hanya bertanya kemana Woohyun pergi, sudah itu saja. Karena Sunggyu teman baik Woohyun, makanya aku menanyakannya pada Sunggyu.” jawab Heeyeon dingin. Eunmi memandangi Heeyeon dengan jengkelnya. “Lalu kau tadi kenapa tertawa saat bersama Sunggyu?!” teriak Eunmi. Orang –orang disekitar mulai memperhatikan.

“Entahlah, dia sendiri yang tertawa. Aku tidak, kau lihat sendiri bukan? Suggyu yang aneh” kata Heeyeon sambil berjalan mendekat ke Eunmi. Eunmi hanya tersenyum kecut. Sunggyu aneh bagaimana? Dasar yeoja murahan.

“Kau itu yang membuat Sunggyu aneh, dasar yeoja babo!” bentak Eunmi kepada Heeyeon. Heeyeon berjalan ke arah Eunmi, kali ini lebih dekat. “Aku memang babo. Hemm”teriak Heeyeon singkat lalu berjalan melewati mereka.

Tapi Eunmi masih marah juga, salah seorang yeoja di gerombolan itu menghentikan langkah Heeyeon dengan menarik rambut Heeyeon. Heeyeon tentu saja berhenti, lebih parahnya, vanilla late favorite Woohyun itu jatuh ke trotoar. Heeyeon yang tidak bisa memendam amarahnya dan akan melepaskan tangannya ke wajah yeoja yang menarik rambutnya itu.

Heeyeon sudah mengangkat tangannya dan siap untuk melampiaskannya ke wajah yeoja yang tadi, tapi tangannya di hentikan oleh tangan yang lain. Tubuh Heeyeon di dorong seorang yeoja  -- yang tak lain adalah Eunmi--. Heeyeon yang sama sekali tidak ada pertahanan pun terpelanting keluar trotoar, menuju ke tengah jalan raya Gangnam yang ramai.

Dan tiba-tiba saja

DIIIIIINNNNNNN

****

Woohyun hanya mengaduk-aduk vanilla-late nya, sesekali dia berhenti lalu memandangi jendela. Woohyun menghela nafas untuk sekelian kalinya.

Kenapa Heeyeon tidak menyadari bahwa aku lah namja yang selalu dibicarakannya?

Woohyun tidak pergi ke kedai kopi yang biasa dia datangi, bisa saja dia ditemukan oleh Heeyeon. Rasa-rasanya Woohyun bosan tinggal di distrik Gangnam. Setiap hari hanya ke Gangnam, melihat sungai Han, pergi ke kafe. Ingin saja dia kembali lagi ke Busan, tapi Woohyun sendiri sedang menghapus kenangan pahitnya di Busan.

Woohyun kembali teringat saat dia kehilangan hyung-nya di Busan beberapa tahun yang lalu. Woohyun dan hyung-nya mengalami kecelakaan mobil saat hendak pergi ke pantai di Busan, saat itu Woohyun masih duduk di sekolah dasar. Hyung-nya yang berjarak 7 tahun dari Woohyun itu tidak selamat, tapi Woohyun selamat karena dia sedang tidur di jok belakang.

“Namu, jaga dirimu baik-baik ya…”

Kata hyung-nya itulah yang selalu terngiang di kepala Woohyun. Sejak itulah Woohyun berubah, rasanya dia kehilangan kepribadiannya sendiri. Karena hyung-nya itulah satu-satunya teman yang dipunyainya. Sejak itulah, Woohyun benci dipanggil “Namu” dan dia benci pantai.

“Kemana aku pergi setelah ini. Heeyeon marah padaku, aku sudah terlanjur bilang ke bibi kalau aku pulang terlambat, Hyomi sudah pasti pulang bersama teman yang lain. Ah jinnja, ini semua gara-gara Heeyeon.” Kata Woohyun pelan dan meninggalkan kursinya.

Woohyun berjalan keluar café, menuju ke motornya. Dilihatnya ke arah kanan. Eh, anak-anak Chungdam? Siapa ya, ramai sekali. Ah sudahlah, pasti aku tidak mengenalnya. Woohyun berjalan cuek ke arah motornya, membiarkan ‘panorama’ anak-anak Chungdam itu. Tapi tiba-tiba Woohyun mendengar dengan samar-samar…

“Aku memang babo. Hemm”

Woohyun berhenti sejenak, rasa-rasanya dia kenal suara itu. Suara yeoja yang sangat disayanginya, Heeyeon.

 

 

 

 

 

 

 

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet