You Belong with Me

Based On The True Song

“Luna, setelah ini masih punya kelas?”

“Iya, ada kelas biologi. Kenapa Hara-ya?”

“Aduh. Aku lapar sekali. Ke kantin sebentar yuk.”

Jaman SMA itu katanya adalah salah satu potongan memori indah yang Tuhan berikan untuk kita. Disini, selama tiga tahun, rasanya pengalihan sebuah pribadi akan terjadi besar-besaran. Mental anak kecil ala SMP akan hilang begitu juga egoism masa SD, semua anak muda bisa menjadi dirinya sendiri atau bisa juga tidak. Mengenal yang namanya jatuh cinta, penghianatan, bahkan kerasnya hidup sudah bisa dicicipi.

Namun, bagian jatuh cinta yang kupilih jadi yang terbaik. Merasakan semua jadi indah dalam sesaat atau bahkan berpikir dunia membenci kita saat patah hati, dan sebagainya. Seperti hanya sebuah bingkai dalam kehidupan, tapi nyatanya juga mengisi warna corak kertas di dalamnya.

“Kau, lapar?” tanyaku sambil menutup pintu loker, memandang Hara dengan satu alis terangkat. Bisa-bisanya dia lapar padahal tadi sudah makan sekotak bekalnya ditambah dengan mengambil setengah dariku dan memalak halus Sohyun untuk memberikan semua telurnya. Yang dituduh begitu hanya tersenyum manis, aku lalu tertawa mendengus sambil mengunci loker.

Arra, kau lapar perut, atau ‘lapar’ tak melihat Junhyung sunbae hari ini?” ujarku tanpa memandangnya. Benar saja dugaanku, ekspresinya meledak tertahan sambil meremas lenganku.

“Sudah! Ikut aku makan saja!” ia lalu menarik tanganku. Aku hanya tertawa kecil, teman satu kelasku ini memang unik sejak pertama bertemu.

Namanya Goo Hara, anak kelas 1-2. Kelasnya bersebelahan denganku di SMA Hunan. Dia teman dari mulai masa ospek dulu. Tubuhnya lebih mungil dariku meskipun tingginya hampir menyerupai, dia punya senyum yang lucu dan bicaranya yang blak-blakan membuatnya dikenal di kalangan teman seangkatan. Kebetulan, dia sangat dekat denganku, beberapa kali tidur di rumah dengan alasan membuat tugas tapi nyatanya dia malah bicara soal Junhyung sunbae sampai ketiduran.

Yong Junhyung itu kakak kelas kami, dia kelas tiga sekarang. Hara mulai suka dengannya saat salah satu anggota inti OSIS, Junhyung sunbae, membuatnya gagal dihukum berteriak di tengah lapangan gara-gara lupa membawa bekal untuk makan siang. Konon, sunbae yang satu itu jarang bicara, tapi dia menyelamatkan Hara dan pertama kalinya mengeluarkan suara sepanjang waktu ospek. Tidak salah juga kalau Hara jatuh cinta padanya. Tapi, bodoh kalau aku bilang jatuh cinta, Hara hanya naksir. Hara masih 19 tahun, kok rasanya sudah tua sekali dia berkata soal cinta dan jatuhnya begitu.

“Hari ini,” Hara menelan dukbokki pedasnya. Saat sampai di kantin kami langsung duduk di pojok dekat konter makanan karena kantin sedang lenggang, “ada penguguman penerimaan anggota cheerleader loh.”

“Wah, semangat. Aku akan mendukungmu.” Ujarku sambil menyeruput jus jerukku dengan damai sebelum Hara memukul kepalaku. Aku hanya melepaskan sedotanku dan memegangi kepala sambil memandang Hara terkejut bercampur kesal.

“Duh! Dasar Sun Young!” itu nama asliku, “kenapa kau datar sekali sih menanggapinya?”

“Lalu kau ingin aku bagaimana? Memberimu semangat dan ngedance seperti orang gila begitu?” rutukku sambil mengelus-elus kepala. Hara masih juga menceramahiku harusnya aku memberikan selamat, kupotong karena aku sudah memberinya selamat, lalu ia menyangga bahwa nadaku terlalu datar. Sebelum ia bisa protes, tatapannya berhenti ke satu titik dibelakangku. Aku menghembuskan nafas lagi dan memutar mata,

“Junhyung sunbae ya?” tanyaku pelan tanpa memutar kepala untuk melihat siapa yang dipandangnya. Hara hanya mengangguk pelan dan menyangga tangannya diatas meja. Mulai lagi si drama queen membacakan suratnya.

“Dia.. Tampan sekali hari ini. Oh, ternyata dia mencopot piercingnya, kemarin soalnya dimarahin Lee seongsaenim.” Hara mulai bermonolog di depanku, menceritakan kejadian yang terjadi disana, “tapi pandangannya masih dingin dan lembut. Oh, kurasa aku jatuh cinta Luna..,” katanya dengan menggoyang lenganku pelan dan terkikik geli.

Aku tak bereaksi, untungnya dia juga tak memukul kepalaku.

“Dia bersama anggota kawanannya,”

“Kau kira di werewolf apa? Kawanannya.” Ujarku sedikit tak suka dengan pemilihan kata ‘kawanannya’ secara bercanda. Tapi dia sepertinya tak peduli. Astaga, kapan aku akan diperhatikan Hara kalau ada Junhyung sunbae? Jawabannya, never.

“Ada Kikwang anak kelas dua itu, oh, dia sama pacarnya sih. Hyosung anak kelas 1-5. Ho, ada Doojoon sunbae juga loh. Hanya bertiga.” Kata Hara menggantung, tapi ia lalu cepat-cepat menundukkan kepala dan mengaduk dukbokkinya pelan-pelan.

“Ada apa?”

“Junhyung sunbae tiba-tiba menoleh. Aduh, jangan-jangan aku ketahuan kalau sedang melihatnya.”

“Baguslah.” Kataku, sudah mulai bosan duduk di kantin dan jadi kacang untuk Hara, aku meminum tegukan terakhir di gelas tanpa sedotan, “setidaknya dia menyadari kau eksis di dunia ini. Ayo pergi, setelah ini Lee seongsaenim mengajar. Kau mau dihukum berdiri di luar kelas lagi?”

 

lines-glitter-869055.gif

 

Hari ini ada pertandingan basket untuk memperingati ulang tahun Hunan. Jadi, ada pertandingan persahabatan dengan sekolah lain untuk memperebutkan Hunan Cup yang cukup bergengsi itu. Sudah ada dua pertandingan yang berakhir, tapi tim sekolah kami belum muncul. Di pertandingan ketiga nanti, baru skuad Hunan akan bertanding.

Aku makan sosis goreng yang dijual di depan lapangan indoor ini, di sebelahku, Hara meminum sodanya pelan. Aku lalu menyenggol lengannya ketika ia melihat tim cheerleader dari sekolah lain tampak bersiap-siap.

“Jangan berputus asa begitu. Kau nggak keterima di tim cheers kan masih ada kelas dance. Sudah, jangan mendung begitu. Kalau si nomor punggung 45 itu kalah, nanti kau malah menangis lagi.” Kataku. Hara hanya tertawa kecil dan memukul lenganku.

Hara tidak diterima tim cheers, katanya tingginya kurang memadai. Dia sedikit sedih waktu itu, karena sebenarnya dia ada niatan untuk masuk tim cheers hanya karena Junhyung sunbae adalah kapten basket. Tapi, karena dia memang dasarnya suka menari, dia akhirnya masuk ekskul dance modern.

Peluit ditiup dan berarti tanda pertandingan akan dimulai. Hunan melawan tim SMA Kyungnam, kedua tim sudah turun ke lapangan dan melakukan pemanasan kecil. Aku dan Hara berteriak menyemangati. Hara berkali-kali berteriak, ’45, jjang!’ dan membuatku tersenyum kecil. Kakakku dulu pernah sekolah di Kyungnam, jadi aku tidak asing dengan seragam ungu metalik milik mereka.

“Kudengar,” kata Hara diantara kegaduhan penonton dan suara backsound, “Junhyung sunbae suka dengan Hyuna anak kelasmu.”

Aku mengerutkan kening dan mengangkat satu alis, Hyuna? Oh, anak lucu itu ya? Dia anaknya cerewet dan aegyo-ish sekali.

“Kenapa? Jangan bilang kau tak suka padanya, apalagi dia diterima tim cheers kan?”

“Tidak kok,” ia menyeruput sodanya lagi, “lagipula Junhyung sunbae sudah punya pacar.” Hara berkata datar. Mungkin kalau aku sedang minum air, aku akan menyemburkannya langsung pada Hara.

“Kau tahu?” aku saja tidak, “darimana?”

Dia hanya tersenyum dan menatapku gembira tapi sedih, “kemarin aku melihat Junhyung sunbae ciuman dengan Jun Hee sunbae di depan rumah.”

“Jun Hee? Maksudmu, Go Jun Hee sunbae itu? Yang model itu?”

“Luna, kau terkejut apa sedang memujinya sih?” kali ini wajah Hara cemberut. Aku hanya menghembuskan nafas dan hanya bilang kalau dia itu model. Pertandingan akan dimulai tiga menit lagi.

“Kau pasti sedih,” kataku lalu mengelus lengannya, “aku turut sedih untukmu.”

Tapi Hara hanya tertawa, “jangan melankolis begitu. Biarkan saja, dia kan memang tampan. Harusnya dengan orang yang cantik juga, bukan denganku. Jun Hee sunbae itu cantik, tinggi, feminim, model pula. Aku? Kau bilang aku ini preman yang terjebak di tubuh anak SD.”

“Kau sedang menyindirku untuk tidak menghinamu lagi ya, Hara?” ujarku sambil memicingkan mata.

“Bagus deh kau sadar.”

Aku lupa, pantas saja Hara sedikit banyak tahu soal Junhyung sunbae. Dia, kebetulan yang sangat menyenangkan, tetangga sebelah rumah dengan Hara. Orang tua mereka tahu satu sama lain. Tapi, aku salut juga padanya tidak patah hati begitu besarnya ketika tahu Junhyung sunbae sudah punya pacar.

“Tapi, Luna. Dia kan masih pacar orang, boleh dong kalau aku masih tetap suka padanya?”

 

lines-glitter-869055.gif

 

“Ah!”

….bruk!!

Aku menyembulkan kepala dari rak buku, melihat siapa yang barusan memekik dan apa yang jatuh. Lorong buku di perpustakaan yang sebelah sini memang sedikit sepi, tidak banyak murid yang datang ke sudut buku ‘History’ dimana sejarah banyak terkumpul di antara ribuan huruf dalam ratusan buku di sini. Menurut mereka, sejarah itu tinggal sejarah, sebuah halaman yang harus dibalik untuk menulis di lembar baru.

Apanya yang harus dibalik, lalu kalau kau akan menulis di halaman yang selanjutnya, apa kau juga akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang tertulis di halaman sebelumnya?

Saat aku memandang siapa yang baru saja jatuh, aku mengangkat kedua alis dan tersenyum singkat. Itu Hara, dan, orang yang menangkapnya membuatku kembali ke tempat persembunyian dengan punggung bersandar di rak buku, yaitu Junhyung sunbae.

Itulah kenapa aku sangat sayang pada Tuhan karena Dia menghadirkan sebuah frasa bernama takdir.

“A-ah, m-maaf sunbae.” Kudengar suara ‘grusuk’ terburu-buru, kurasa Hara buru-buru pergi dari pelukan Junhyung di pinggang dan pundaknya.

Ne,” suara berat Junhyung terdengar. Jadi ini ya, suaranya? Aku tak pernah dengar sih. “kau tidak apa-apa?”

“I-iya, aku tidak apa-apa. Hehe.” Hara berkata gugup, suara tawanya juga. Aku menahan tawa, tak bisa membayangkan merahnya muka Hara lebih dari yang kukira. Lalu, aku tak mendengar apa-apa, hanya suara buku di geser dan ditumpuk.

Sunbae, tidak usah! Tidak apa-apa kok, aku bisa melakukannya sendiri.” Ujarnya. Aku menjulurkan lidah. Dasar Hara, bilang tidak usah bantu, padahal dalam hati senang sekali Junhyung membantunya.

“Tidak apa-apa.” Kata suara berat itu, “aku akan membantumu. Lagipula, tadi gara-gara aku tak sengaja menyenggol kursi yang kau buat mengambil buku, kau jadi jatuh.”

Hara, harusnya kau juga membalasnya dengan kata-kata ‘ah, kau juga harus minta maaf padaku karena kau tak sengaja membuatku jatuh cinta padamu’. Tapi kurasa, untuk mengatakan hal lebih dari ‘terimakasih’ akan sangat susah sekali untuk Hara.

“Kau anak yang tinggal di rumah sebelah kan?” tanya suara berat, maksudku, Junhyung. Oh, astaga, dia kenal Hara! Atau paling tidak, dia tahu kalau Hara itu hidup bersebelahan dengannya.

“I-iya.”

“Kau tak pernah menyapaku kalau berangkat sekolah.” Ujar Junhyung, kurasa Hara akan pingsan kalau ini terus menerut diteruskan. Hara tertawa gugup.

“Aku malah tak tahu kalau Junhyung sunbae berangkat sekolah bersamaan denganku,” kata Hara, mereka sepertinya sedang menyusun buku di rak.

“Tidak sih, itu karena umma bercerita padaku kalau ia kenal ibumu. Beliau, ibumu, berkata kalau kau tak pernah menyapaku.”

Rasanya aku ingin tertawa sekeras-kerasnya, astaga ini Junhyung sunbae yang ternyata memang sensitif atau Hara memang terlalu polos untuk mau menyapa?

“O-oh begitu? K-kalau begitu aku akan menyapamu kalau bertemu di jalan, sunbae!” ujar Hara bersemangat. Aku tertawa kecil, bersama Junhyung. Lho, pemuda itu tertawa? Wah, aku saja tak pernah melihatnya tersenyum. Dewi fortuna pasti sedang bersamamu sekarang, Hara.

“Kau sedang cari buku apa?” tanyanya, sepertinya masih membantu Hara untuk menyusun buku. Aku mendengar suara bangku digeser.

“Buku sejarah Perang Dunia kedua.”

“Tugas dari siapa? Bang seongsaenim?”

Ne.”

Tidak ada percakapan setelah itu, aku masih menunggu perkataan lain yang akan keluar dengan membaca-baca buku tentang perang dunia kedua ditanganku. Baru sampai membaca invansi Italia ke Ethiopia, suara mereka terdengar lagi.

“Ini, kau cari saja di buku ini. Sebenarnya, ada yang lebih lengkap, judulnya History of United States Naval Operations in World War II, seri yang pertama. Ah, tapi Bang seongsaenim akan sangat senang kau bisa membaca buku ini.” Junhyung mengambil sebuah buku dari rak, aku bisa mendengar suara gesekannya. Senyumku menarik ke satu sisi, aish, Junhyung ternyata pintar sekali.

Pintar membuat Hara semakin terjebak dalam personanya.

“A-oh. N-ne. Terimakasih sunbae.” Ujar Hara, “lalu sunbae sendiri mencari buku apa?”

“Ah.” Seakaan ingat apa yang harusnya ia cari, “aku lupa. Aku juga ada tugas. Kalau begitu aku duluan, Hara.”

“Terimakasih, sunbae.”

“Ya, sama-sama.”

Suara langkah kaki menjauh dari Hara dan mendekat padaku, aku lalu berjalan mundur beberapa langkah dan berjalan maju sambil berpura-pura membaca buku. Tepat seperti dugaanku, aku berpapasan dengan Junhyung sunbae.

“Oh.” Kataku mendongak, terkejut karena bertemu dengannya di ujung rak, “annyeong, sunbae.” Aku menunduk singkat. Pemuda itu hanya menganggukkan kepalanya singkat, lalu menoleh ke arah Hara. Aku pura-pura penasaran dan melongokkan kepala ke arah pandangan Junhyung.

“Eh.” Suaraku mulai meninggi, senyumku merekah. Berpura-pura terkejut karena menemukan gadis itu di perpustakaan, “Hara!”   

 

lines-glitter-869055.gif

 

Besok malam akan diadakan prom night untuk memperingati kelulusan anak kelas tiga. Aku masih bingung mau datang atau tidak, tapi Lee seongsaenim berkata aku harus datang untuk bernyanyi. Aku berpikir lagi, aku terlalu malas untuk datang ke pesta seperti itu. Jangan lupakan soal high heelsnya juga.

“Kau datang tidak, Hara?” tanyaku. Hari ini adalah hari terakhir class meeting, jadi besok sudah libur semester. Hara yang sibuk melipat baju maidnya (kelasnya mengadakan kafe dadakan, dia jadi salah satu maid) lalu memasukkan ke tas. Ia hanya menghembuskan nafas pasrah.

“Aku tak tahu. Kalau Junhyung sunbae datang, mungkin aku akan datang.”

“Apa? Tapi, kalaupun dia datang, dia akan datang dengan kekasihnya kan?”

Hara terdiam, masih pura-pura sibuk melipat dan meamsukkan baju ke tas yang jelas-jelas sudah rapi disana. Aku menutup majalah di pangkuanku dan menatapnya lebih intens. Ada yang disembunyikan dariku ternyata.

“Hara?”

Ia menghembuskan nafas dan menatap mataku dalam-dalam, “kurasa aku jatuh cinta lagi pada Junhyung oppa.”

What? Dia bilang apa tadi?

“Kau memanggilnya oppa?”

“I-iya.” Kata Hara seraya menutup tasnya, lalu menghempaskan punggung ke kursi dan menatap udara di depannya, “semenjak aku bertemu dengannya di perpustakaan… kau tahu ‘kan ceritanya? Nah, aku semakin dekat dengannya. Kami bertukar nomor telefon dan─”

“Kau bertukar nomor telefon ketika rumahmu bersebelahan?” potongku ingin tahu. Namun dia hanya menatapku jengah, aku langsung mengunci bibir.

“Yah, semenjak itu kami dekat.”

“Lalu, Jun Hee sunbae? Dia tahu kau dekat dengan pacarnya?”

Hara lalu menceritakan bahwa Junhyung dekat dengannya dan seiring waktu berjalan bercerita tentang kekasihnya. Aku hanya menarik senyum tipis ketika Hara berbicara menggebu-gebu soal bagaimana Jun Hee sunbae menganggap Junhyung sunbae (aku tak bisa memanggilnya oppa) hanya sebelah mata dan menjadi kekasihnya hanya karena pemuda itu terkenal seantero sekolah.

Gadis itu juga menceritakan bagaimana Junhyung menginginkan cita-citanya menjadi kenyataan, seorang insinyur yang cinta musik. Segala detail bahkan pertengkaran kecil yang terjadi diantara Junhyung dan Jun Hee saat mereka kebetulan sedang keluar bersama. Aku tersenyum kecil ketika melihat Hara berbinar menceritakan itu semua.

Then he belong to you.” Kataku singkat, mendengar ceritanya. Namun Hara hanya tertawa. “Aku serius, Haro. Maksudku, kau tahu segala sesuatu tentang Junhyung sunbae. Kau bahkan punya selera musik yang sama, mengerti bagaimana harus menghiburnya atau sebaliknya, membuat guyonan garing yang lucu dan sebagainya!”

“Kau bicara apa sih, Luna?” katanya, “aku tak mungkin bisa jadi kekasihnya. Meskipun aku menyukainya aku juga sadar kalau dia hanya pangeran impianku.”

“Ini sudah abad 21 dan berarti ini waktunya kau membuat mimpimu jadi kenyataan!”

“Luna, semua orang punya cintanya masing-masing. Kalau aku hanya memaksakan sebuah kehendak yang tidak akan terjadi, buat apa? Untuk apa mencintai begitu besarnya orang-orang yang bahkan mungkin tak tahu kita ada? Kita cukup menyukai mereka dan mendukung mereka dalam wadah yang cukup. Aku tak mau begitu dalamnya jatuh dalam sesuatu yang aku sendiri tak mengerti apa namanya, bagaimana kalau aku terluka? Bagaimana jika apa yang kulakukan hanya menyakiti Junhyung oppa? Itu berarti aku tak boleh menyakitinya, Luna.”

Aku menatapnya lama, gadis berwajah polos itu hanya menatapku dengan senyumnya yang polos juga.

“Sesuatu pasti membentur kepalamu, Hara.” Kataku, menggelengkan kepala sambil tertawa bersamanya, “tapi bagaimana jika, kau bicara padaku soal itu semua dan kau terluka?”

Hara hanya tersenyum.

“Itu resiko. Kau sendiri yang bilang semua itu punya resiko, dan itu wajar kuterima.” Kata Hara, “aku tak mau jadi posesif, Luna. Kalau memang aku harus sakit untuk ditinggalkan, maka itu akan lebih baik daripada berbohong kita tidak ditinggalkan.”

Baru hari itu, menurutku, aku menemukan Hara yang dewasa hanya karena masalah Junhyung sunbae. Seketika itu aku bersumpah, jika mereka berdua menikah, aku akan menyanyi di pernikahan mereka cuma-cuma dan mengikuti request dari mereka.

 

lines-glitter-869055.gif

 

Kalau aku dibilang minum banyak di prom night, iya juga. Tapi aku tak bisa minum alkohol, aku hanya minum tiga gelas kecil jus apel dan masa iya itu membuatku mabuk? Tidak mungkin ‘kan? Aku baru saja bernyanyi lagu IU berjudul ‘Good Day’, tak mungkin aku mencapai nada setinggi itu kalau aku mabuk. Lagipula lapangan basket indoor ini penuh dengan guru-guru, jadi tak mungkin ada yang mabuk.

Baru saja turun dari panggung dan meminum jus lagi, berulang kali aku mengedipkan mata. Lagu ‘Grace’ milik Kate Havnevik yang sedang di putar memang sedang mengiringi beberapa sepasang kekasih yang tengah berdansa disana. Salah satu dari mereka, aku mengenalnya. Sangat amat mengenalnya.

Yong Junhyung dan Goo Hara tengah berdansa mesra disana. Hara memakai gaun putih yang cantik, dan Junhyung sunbae membuat semua wanita melirik cemburu pada Hara karena tuksedo hitam membalut tubuh atletis sempurnanya. Mereka berulang kali saling menatap dan tertawa kecil, berbagi senyum hangat dan membisikkan sesuatu. Tampak mesra seperti pasangan yang akan menikah bulan depan.

Hari ini prom night untuk merayakan kelulusan anak kelas tiga, beruntungnya tahun ini semuanya lulus. Kudengar, Junhyung sunbae menjadi salah satu anak beasiswa yang dikirim ke Kanada. Pantas Hara terlihat sangat menikmati pelukan di tubuhnya, berulang kali mendekatkan wajah ke depan pundak Junhyung sunbae.

Tunggu, tunggu sebentar! Bagaimana bisa kedua orang itu bersama? Apa maksudnya? Ada apa sih ini? Kenapa Hara sangat dekat sekali dengan Junhyung sunbae? Dia pacaran dengan Junhyung? Lalu bagaimana dengan Jun Hee sunbae? Mereka putus? Atau, Junhyung sunbae sengaja pacaran dengan dua orang? Dia selingkuh? Ada rencana untuk membuat Jun Hee sunbae jadi cemburu, lalu hubungan mereka membaik? Apanya? Balas dendam?

Aku lalu melihat ke sebuah sudut, Jun Hee sunbae kelihatan sangat kesal, mukanya mendendam. Tuh kan, ada apa ini? Beruntunglah mulut gadis-gadis selalu penuh dengan berita, dua orang siswi dari kelas 1-3 (atau mungkin anak kelasku, aku tak bisa melihat, lampu menyorot ke tengah ruangan) berkata bahwa,

“Wah, itu kan Hara? Dia pacaran dengan Junhyung sunbae?”

“Padahal tadi Junhyung sunbae baru putus dari Jun Hee sunbae loh.”

“Masa? Kenapa?”

“Jun Hee sunbae selingkuh dengan teman sekelas Junhyung sunbae, aku tak tahu siapa dia. Tapi kurasa Junhyung sunbae marah sekali tadi. Wajahnya menyeramkan.”

Dan seterusnya, dan seterusnya. Aku tak mau mendengarkan mereka. Aku akan mendengarkan kesaksian dari Hara bahkan kalau bisa Junhyung sunbae sekalian.

Jadi beginikah Tuhan membuat sebuah takdir? Aku tak akan pernah mengerti kenapa satu kata itu sangat membingungkan. Ketika sebelumnya apa yang kelihatannya tak mungkin akan terjadi, malah menjadi sebuah kenyataan. Bukankah terlalu menggelikan? Terlalu terlihat mengada-ada, namun kenyataan selalu membuat pusing.

Damn,” rutukku, mengambil segelas jus apel. Sambil tertawa pelan dan menggelengkan kepala, mengingat apa yang baru saja terjadi “I think I’m drunk because of it.”

Baru membalikkan badan, seseorang menubrukku tak sengaja dan menumpahkan isi jus apel ke gaun hitamku. Aku mendongak dan membuka mulut tak bisa berkata apapun, sudah tadi Hara membuat kacau pikiranku, sekarang ini lagi.

“A-ah, maafkan aku!” kata pemuda itu, intro lagu ‘Baby I like It’ sudah dimulai jadi keributan agak menaik karena lagu disko ini membawa semua orang ketengah lapangan. Aku hanya tersenyum lebar,

“Tidak apa!” teriakku, mengimbangi teriakan dan keributan tinggi di sekitar kami, “aku juga akan pulang!”

Ia lalu berteriak sesuatu, aku tak mendengar.

“Apa?! Aku tak mendengar, musiknya terlalu keras!”

“Namaku Gikwang. Siapa namamu?!”

Aku tahu, that everybody must belong to the others.

Can't you see that I'm the one who understand you? Been here all along, so why cant you see? You belong with me.

Standing by and waiting at your back door all this time, how could you not know? Baby, you belong with me.

Taylor Swift - You Belong with Me

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
aee_eusebio
#1
Chapter 2: ya ampuun penataan bahasamu keren syekaleeeee,,saia suka saia sukaaaa XD
hehe,,sengaja baca yg JunHara duluan cuz,,they're my favorite kekeke

daebak chingu XD lanjutkan~~