The Star That Makes The Sun Cry final

The Star That Makes The Sun Cry [Bahasa fanfiction]

O glorious sun

You're beautiful,  

bright and magnificent  

Allow me,  

the small and the poor star,  

shelter beside you.

 

 

Langit begitu cerah. Sinar matahari terasa hangat diiringi angin sepoi. Atap sekolah tampak sepi. Hanya ada satu orang namja. Terlihat membaringkan tubuhnya dan menjadikan tas ranselnya sebagai bantal. Namja jangkung berwajah kaku itu tengah memejamkan mata, terlihat pulas dengan mimpi dalam tidurnya. Namja itu Kim Jong In.

 

Seorang yeoja terengah ketika meraih pintu atap sekolah. Ia menyentuh dadanya. Jantungnya berdegup sakit. Wajah pucatnya sedikit merintih. Butuh waktu cukup lama baginya untuk memulihkan kondisinya sebelum akhirnya ia membuka pintu atap sekolah.

Gadis itu mengedarkan pandangannya keseluruh atap sekolah. Dan matanya berhenti pada Jong In yang masih terbuai oleh tidurnya. Dengan hati-hati gadis itu mendekati namja itu. Dia duduk perlahan di sebelah kepala Jong In.

 

“Jong In-na.. bangunlah. Aku membawa makanan untukmu.” Namun Jong In tidak bergerak satu inchipun. “Jongin..” yeoja itu menepuk pelan lengan Jong In. Jong In mengerjabkan matanya. Pandangannya sedikit kabur. Ia berusaha mengerjabkan matanya, sebelum akhirnya menyadari reka wajah yang amat dikenalnya itu.

Wajah gadis itu amat jelas dikedua mata Jong In sekarang. Rahangnya yang tegas dan eksotik. Bibirnya yang berwarna merah muda. Matanya yang hangat, Dan wangi rambutnya, wangi strawberry yang amat khas dihidung Jong In.

 

Didunia ini…

Hanya ada dua keajaiban…

Pertama ketika aku dilahirkan..

Dan kedua..

Ketika aku bertemu dengannya..

Seseorang yang mampu membuat jantungku berdetak kencang…

 

“Bangunlah!” sebal yeoja itu dan menyadarkan lamunan Jong In. Namja itu bergegas bangun dari tidurnya, sesaat kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membuat rambutnya menjadi amat berantakan.

“Soo Jung, apa yang kau lakukan disini?” Kalimat itu membuat mata yeoja yang bernama Soo Jung itu meruncing tajam.

 

“Apa yang kau lakukan disini Kim Jong In? Membolos kelas lagi?”

 

“A-ani—aa—aye…” Jong In tidak bisa mengelak, tidak bisa bila dihadapan gadis ini. Gadis yang membuat dadanya bergetar tak karuan.

 

“Apa kau sudah makan?” Jong In menggeleng pelan, sedikit malu tapi juga jujur. Soo Jung menghembuskan nafas kecil, kemudian membuka sekotak bekal makanan transparan berisi roti sandwich yang sedari tadi ditentengnya. “Makanlah” ujarnya dan menyodorkan kotak itu ke tangan Jong In.

 

“Makanlah” Jong In megangguk kemudian mengambil satu potongan sandwich dan melahapnya dengan gigitan yang cukup besar hingga membuatnya tersedak. “Pelan-pelan bodoh” ujar Soo Jung, tertawa kecil dengan tingkah Jong In yang seperti anak-anak itu.

 

Sela keheningan diantara mereka tanpa suara. Soo Jung hanya tersenyum melihat Jong In dengan begitu rakus memakan sandwich buatannya. Namun sebenarnya, senyum gadis jelita itu justru membuat Jong In gugup. Ia mengunyah sandwich itu dengan cepat dan menelannya bulat-bulat. Berharap hal itu bisa mengurangi rasa groginya di hadapan gadis pujaannya.

 

“ Myung Soo oppa mencarimu. Dia sangat khawatir, apa kau tahu itu?” Jong In berhenti mengunyah meskipun mulutnya masih penuh. Dihatinya terasa aneh ketika gadis itu menyebut nama Myung Soo. Perasaan menyebalkan yang menggelitiki pikirannya, perasaan tidak suka. Dan kemudian ia meneruskan mengunyah. Lalu langsung menelan bulat-bulat makanan yang sedari tadi masih bersarang di mulutnya.

 

“Kim Jong In..” Jong In kini menatap gadis pujaannya itu dengan tertegun. Soo Jung kini tengah menutup matanya, menengadah merasakan hembusan angin yang membelai rambut panjangnya itu dengan lembut. Mata Jong In tidak mengerjab sedikitpun. Gadis itu kini sedang memberi lukisan yang luar biasa bagi kedua indra penglihatnya.

 

“Jong In-na…”  ucap gadis itu tiba-tiba kemudian perlahan membuka kelopak matanya. Paras gadis itu bercahaya.  Hidung mancung memberi kesan yang begitu klasik. Rambut hitamnya yang panjang dan sedikit ikal seakan menggoda Jong In untuk menyentuhnya. “Apa yang membuat kita bisa bahagia untuk selamanya?”

Jong In mendelik kaget ketika kini Soo Jung telah menatapnya, membuat bibir namja itu sedikit tertatih untuk berkata-kata. Ia ingin memalingkan wajahnya dari gadis itu. Namun bola matanya tak ingin lepas pada sebuah gambar indah yang ada dihadapannya, gadis pujaannya. “A-aku…mungkin, tidur”

 

“Ya Pabo!” seru Soo Jung dan tidak bisa menahan tawanya. “Kalau kau hanya tidur kau bisa mati.” Katanya dan membuat Jong In mengusap tengkuknya salah tingkah.

 

“Dengar. Apa yang membuat kita bisa bahagia untuk selamanya adalah, ketika …” Soo Jung kemudian tersenyum, senyum hangat yang membuat kaki Jong In terasa membeku dan jantungnya terasa berdegup tiga kali lebih cepat bagai mesin balap. “Ketika kita bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain”

 

Soo Jung menghela nafas. Membuat kepulan asap putih diudara. “Aku harap, kelak kau bisa bahagia selamanya Jong In-na.”

 

Jong In berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu. Bermanfaat bagi orang lain? Bahagia? Apa yang bisa dilakukannya? Kenapa kalimat Soo Jung justru seakan menikam dadanya. Seperti menghinanya. Atau , ia sendiri yang merasa demikian? Karena Jong In jelas tahu, dia sama sekali tidak bermanfaat bagi orang lain. Kehadirannya justru tidak dibutuhkan oleh orang lain.

 

“Hey” Kai merintih kesakitan ketika tahu-tahu jemari lentik gadis itu telah mencubit pelan  pipi kirinya.  “Cobalah untuk sering tersenyum. Wajahmu sangat jelek kalau begitu” goda gadis itu dengan suara yang dibuat-buat.

Kemudian mereka berdua tertawa. Tertawa lepas tanpa beban, ringan. Bagai seekor anak itik yang baru keluar dari cangkangnya. Hanya Soo Jung yang dapat melakukannya. Membuat Jong In tertawa, semenjak kepergian Eommanya.

 

Tawa dua amak muda itupun mereda. Berganti dengan sunyi sesaat dan helaan angin yang justru membuat suasana menjadi hangat.

 

 “Soo Jungie” gumam Jong In, membuat gadis itu menoleh.

“Ne?” ujar gadis itu menoleh dan tersenyum. Senyum lembut. Senyum keibuan yang selalu membuat Jong In ingin memeluk gadis ini.

 

“Saranghae”

 

Satu kata itu membuat senyum Soo Jung lenyap. Ia tak bisa mengatakan sepatah katapun. Kali ini ia berharap,

bahwa ia salah dengar.

 

Jong In menarik tangan Soo Jung. Membuat jarak diantara mereka sangat tipis.

 

“Saranghae, Soo Jungie” bisik Jong In dengan wajahnya yang nampak begitu serius.

Soo Jung, gadis itu sedikit mendorong dada Jong In. Membuat celah baginya untuk berbicara.

 

“Kim Jong In, kau harap kau telah berpikir banyak sebelum mengucapkan ini padaku.” Jong In menelan ludah. Ia ingin membuat gadis ini berhenti berbicara. “Kau, kau jelas tahu,” Ia tak ingin mendengarnya. Tidak ingin. “Aku mencintai Kim Myungh__”

 

Soo Jung tersentak tak percaya. Kali ini Jong In menarik tubuhnya lebih dekat. Hidung mereka bahkan telah bersentuhan.

 

 “Aku tidak akan membiarkan bibir manismu mengucapkan nama kotor itu lagi” bisik Jong In.

“Jjong In-nah” Soo Jung hampir menarik wajahnya mundur, namun Jong In sekali lagi merengkuh lengan kanannya. Membuat gadis itu lebih dekat.

 

 

Jong In dapat merasakan nafas hangat Soo Jung di bibirnya. Aroma tubuh gadis pujaan hatinya itu menyeruak dihidungnya.

 

“Jong In, ini tidak benar__” terlambat. Jong In, pemuda itu, kini mendaratkan bibirnya ke bibir mungil Soo Jung. Melumat lembut bibir gadis itu. Membagi rasa cinta sang pemuda yang telah meluap, dan tidak terbatas.

 

 Jong In menarik tubuh Soo Jung lebih dekat. Mencumbu bibir manis gadis itu lebih hangat. Mencoba merubah perasaan Soo Jung. Berusaha menyadarkan malaikatnya bahwa ia, Kim Jong In, selalu berada disana. Setiap hari mencuri pandang senyum gadis itu. Setiap malam selalu memimpikan tawa manis gadis itu. Setiap detik, rindu akan wangi khas gadis itu. Tanpa celah. Tanpa jeda. Dan begitulah kecupan ini ingin Jong In gambarkan. Seperti cintanya yang menggebu. Dadanya yang bergejolak.  Tidak ada kata ‘tidak’. Yang ada iya. Iya, ia sangat mencintai Jung Soo Jung. Teramat angat sangat.

 

Kim Jong In. Seorang pemuda yang merasa dirinya malang. Seorang pemuda yang haus akan cinta.  Kini telah menemukan elixir nyawanya. Seorang gadis yang akan selalu menyejukkan hatinya. Kim Jong In, pemuda dengan cinta yang berkobar itu, akan mempertaruhkan  gadis itu untuknya. Miliknya seorang. Bahkan laki-laki bernama Kim Myung Soo itu, tidak berhak memilikinya. Sama sekali tidak.

 

Seseorang disana tidak dapat berkutik. Wajahnya membisu. Kakinya bergetar seiring dengan matanya yang mulai terasa panas. Apakah ia harus marah? Apakah ia harus menangis? Entah. Tapi yang jelas, ia hanyalah laki-laki lemah. Mungkin Jong In benar, Soo Jung terlalu sempurna untuk laki-laki rapuh sepertinya.

 

Dalam diam, pemuda yang belum beranjak itu menggeram dan mengepalkan tangannya. Kepalan tangan itu, adalah energi benci, dan rasa sakit yang terkumpul, yang siap untuk mendarat diwajah Jong In.

Soo Jung mendorong dada Jong In lebih kuat. Matanya terbelalak kaget menyadari ada sosok lain disana. Berdiri dengan tatapan yang begitu mengancam.

 

“Myung Soo oppa” bisik Soo Jung seakan semua kekuatannya terserap habis. Gadis itu bahkan tidak bisa mengucapkan suatu kalimat. Atau setidaknya kata yang dapat membela posisinya. Dia terlalu terkejut. Otaknya buntu. Bahkan kepalanya kini terasa berat.

 

 Myung Soo. Pemuda itu kini menatap Jong In tak percaya. Laki-laki itu, kini justru tersenyum picik. Senyum yang membuat Myung Soo ingin segera menghajarnya.

“Aku adalah laki-laki lemah katamu?”  Tidak, ini tidak benar. Gadis itu adalah miliknya. Dia akan merelakan apa saja, apa saja. Tapi tidak dengan menyerahkan belahan jiwanya.

 

Awalnya Myung Soo bisa mengerti dengan perasaan Jong In. Berusaha menerima kedekatan Soo Jung dan Jong In yang sebatas teman. Namun nampaknya, kemurah-hatian Myung Soo, justru sangat dimanfaatkan dengan baik oleh Jong In. Benar-benar sangat baik.

 

Ia tahu.

Jung Soo Jung adalah miliknya.

Jung Soo Jung mencintainya.

 

                “Kau telah melewati batas Kim Jong In”

 

BUK!!

Kali ini Myung Soo tidak tinggal diam. Tangannya melayang dan menghajar laki-laki itu. Ia tidak peduli lagi dengan kata ‘ikatan-darah’ dan sejenisnya. Baginya Jong In kini adalah noda. Noda yang harus segera dihilangkan.

 

“Oppa!” Soo Jung tidak bisa mengelak untuk menangis. “Jong In. Hentikan!”

 

Jong In bukanlah tipe laki-laki yang akan lengah. Tangannya membabi buta melawan Myung Soo. Mereka saling menarik seragam sekolah mereka masing-masing. Menghajar satu sama lain. Pemandangan ini merupakan mimpi burk bagi Soo Jung.

 

“CUKUPH!”

 

Kini mereka berhenti. Tangan Jong In yang tadinya mengepal, siap mendarat di pipi Myung Soo sekali lagi, kini berhenti dengan tiba-tiba di depan wajah Soo Jung.

 

Jong In merasakan jantungnya berdetak tak karuan melihat wajah gadis yang amat dicintainya itu. Sangat terluka, menyedihkan. Ia tidak pernah melihat malaikatnya itu menangis semenderita ini.

 

“Jongina” lirih, Soo Jung memanggil pemuda itu. Panggilan itu meremukkan hati Jong In. “Aku menyayangimu Kim Jong In” bisik Soo Jung dan terisak. “Aku ingin kau bahagia. Dengan aku disisimu, sebagai seorang teman. Sebagai seorang sahabat. Dan tidak lebih dari itu” Soo Jung kini menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Hati gadis itu tergores. Perih. Kedua laki-laki yang ia sayangi harus seperti ini karena dirinya. Baginya ini sangat kejam. Tidak adil.

 

“Maafkan aku Jong In. Jeongmal. Jeong-mal… M-Mianhee”

 

Jong In bergerak. Lidahnya kelu. Raganya seakan membantu. Ribuan pisau kini telah tertancap di jantungnya. Ia mati rasa. Dilihatnya Soo Jung kini menangis. Gadis pujaannya itu menangis karena dirinya.  Jong In merasa dirinya begitu fana.

 

“Oppa, gwenchana?” gumam Soo Jung disela isak tangisnya. Gadis itu meraih pipii Myung Soo dan menangis kuat. Myung Soo memeluk erat Soo Jung. Menenangkan gadis itu.

 

“Aku ingin pulang” bisik Soo Jung dengan suaranya yang bergetar hebat.

 

Pikiran Jong In terasa gelap. Nafasnya terasa berat ketika Soo Jung lebih memilih bersama Myung Soo dan pergi meninggalkan dirinya.

 

Jong In menghela nafas. Tangannya mengusap darah diujung bibirnya. Tidak terasa sakit disana. Hatinya terlampau sakit. Hingga luka diwajahnya seakan mati rasa.  Matanyapun kini mulai nanar dan berkaca-kaca. Dia bukan tipe laki-laki yang mudah menangis. Tapi sesuatu didadanya begitu sakit, dan Jong In tidak tahu bagaimana cara mengobatinya.

 

Hanya gadis itu. Soo Jung adalah obat baginya. Seseorang yang sangat berarti. Yang selalu memberinya kasih sayang tanpa dusta. Tanpa pura-pura.

 

“Berdosakah? Berdosakah jika aku mencintaimu Jung Soo Jung?”

 

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yayafni #1
Chapter 1: Sequel please ;A;
niss125 #2
I feel bad for jongin
thats really sad story