Chapter 1

From the Beginning
-CHAPTER 1-

 

 

“Mom kenapa aku tak dibangunkan?”

Pagiku di awali dengan teriakan maut karena aku terlambat bangun. Seperti pagi-pagi sebelumnya rumah ini akan diisi oleh teriakan-teriakan yang sangat menggangu telinga. Mom selalu lupa membangunkan ku karena sudah pasti dia sibuk dengan bunga-bunganya di taman belakang. Sedangkan Dad masih sibuk anicc di depan TV dengan matras nya. Hah, kalau sudah seperti ini mana mungkin mereka ingat dengan urusan lain selain urusan mereka sendiri.

Oh ya, perkenalkan aku Kyungsoo. Hanya Kyungsoo… tidak, sebenarnya aku mempunyai nama lengkap dengan marga korea tentunya karena aku orang Korea. Tetapi aku tidak suka memakainya karena aku mempunyai kenangan buruk dengan itu. Dad-ku bernama Kris, dia adalah seorang pengusaha asal Amerika. Mom adalah Tao seorang wanita kelahiran China yang tinggal di Korea. Mom bertemu Dad karena sebuah insiden. Dulu sebelum Mom bertemu Kris dia pernah menikah dengan seorang lelaki sederhana bernama Suho. Saat aku menginjak umur 7 tahun tepatnya, dan saat itulah Mom dan Appa bercerai. Setelah itu aku ikut Mom pergi ke Canada dan disanalah dia bertemu dengan Kris. Aku dan Mom tinggal di Canada untuk beberapa lama sampai pada suatu hari Dad bilang dia ingin tinggal di Korea ditempat kelahiranku.

Awalnya aku sempat berpikir, apakah aku sanggup pindah lagi ke Korea? Semua kenanganku bersama Appa berputar kembali dikepala seperti sebuah déjà vu. Aku menolak untuk pindah ke Korea, aku beralasan ingin menyelesaikan SMP ku di Canada. Dad menyetujui dengan satu syarat, setelah tamat SMP apapun yang terjadi kami harus pindah ke Korea. Aku sadar aku mempunyai satu tahun untuk bersiap.

Satu tahun menuju kepindahanku ke Korea, aku berubah. Maksudku aku tak lagi sama, aku menjadi seseorang yang sangat berbeda. Teman-temanku di sekolah menjadi kebingungan dengan perubahanku. Aku benar-benar bukan lagi Kyungsoo yang dulu. Aku menutup diriku. Semenjak hari dimana aku dan Dad merapalkan janji itu aku tidak pernah menunjukkan senyumku lagi.

Kau boleh tanya alasannya kenapa. Tapi sungguh aku tidak tau, ide gila itu tiba-tiba muncul dan menguasaiku. Aku hanya ingin membiasakan diri untuk menjadi dingin. Jika nanti aku kembali ke Korea aku tidak ingin membuat hubungan jenis apapun dengan siapapun yang berdarah Korea. Sungguh, aku takut kejadian Mom akan terulang lagi.

Aku berpikir alangkah baiknya nanti aku menikah dengan orang luar sana dari pada dengan orang Korea. Aku hanya menafsirkan apa yang aku lihat dan aku rasa. Mom tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Sebelum dia bertemu dengan Dad.

Akhirnya hari itu tiba, hari dimana aku akan memulai kehidupan baruku di Tanah Korea. Tanah kelahiranku, tanah yang pernah beberapa saat aku tinggalkan. Tanah yang mempersatukan Mom dan Appa dan tanah itu pula yang memisahkan mereka berdua.

Aku, Do Kyungsoo. Do Kyungsoo yang dulu adalah Do Kyungsoo yang senang tersenyum dan bergaul. Yang senang bersosialisasi dan sangat perduli. Tapi sekarang jika Do Kyungsoo ini bisa dideskripsikan maka orang-orang mungkin akan menyamakannya dengan batu kerikil. Kecil, kasar, pucat, dan tidak berguna. Aku adalah warna hitam, hanya hitam tanpa anic-manik pemanis. Tanpa polkadot lucu ataupun gradasi lainnya.

 

 

Aku berjalan disebuah lorong panjang dan berhenti didepan sebuah ruangan. Aku mengetuk pintunya dengan pelan. Setelah mendengar sebuah jawaban yang menandakan persetujuan. Aku masuk sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan.

Semua mata melihatku, dengan pandangan yang berbeda-beda tentunya. Aku tertawa di dalam hati, mencemooh tingkah laku mereka. Aku tau apa yang mereka pikirkan.

Bayangkan saja saat pelajaran sedang berlangsung di senin yang panas tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kelasmu. Saat orang yang mengetuk pintu kelasmu itu masuk lalu munculah seorang lelaki berambut coklat yang bermata besar dan beralis tebal tengah membungkuk sopan. Terlihat beberapa bintik hitam di sekitar pipinya yang sudah jelas menafsirkan bahwa dia blasteran luar negeri.

“Wasseoyo..”

“Eo”

Satu penggalan kata keluar dari mulut seorang lelaki yang aku tebak pasti seorang guru yang tengah mengajar di kelas ini. Dan satu penggal nya lagi keluar dari bibirku.

“Kau bisa bahasa korea?” beberapa orang menyahut dengan tiba-tiba dan puluhan mata langsung lainnya langsung kembali melihatku.

“Aku orang Korea”

“Perkenalkan dirimu dan setelah itu duduklah disana. Saya keluar dulu” sontak aku melihat bagian kelas mana yang ditunjuknya. Ku palingkan pandanganku ea rah telunjuknya. Paling pojok di dekat loker kelas, disamping seorang anak lelaki yang tengah tertidur dengan damai dengan dua buah headset yang menempel di telinganya.

Aku mengganguk menyetujui. Lalu aku berdehem sedikit dan mulai memperkenalkan namaku kepada seluruh penjuru kelas. Tepuk tangan membahana, aku terkesiap. Aku berpikir apakah sesi perkenalanku tadi patut diberi tepukan? Sungguh aku tak mengerti.

Dan hari melelahkan itu pun berakhir. Aku membereskan buku-buku ku yang berserakan di atas meja. Aku beranjak dari kursiku untuk segera pulang. Tunggu, aku melewatkan sesuatu. Lelaki yang duduk disampingku ini sama sekali tidak terbangun dari awal aku masuk sampai pelajaran selesai. Apakah dia mati?

Aku mendekatkan tanganku ke depan hidungnya. Angin hangat menyapa beberapa jariku. Tidak, dia tidak mati pikirku. Hah, bagaimana bisa dia tertidur sepanjang jam pelajaran dan tidak ada yang membangunkan nya?

Aku pun segera menghapus semua terkaan yang muncul di otakku. Aku teringat akan janjiku, aku tidak boleh mengurusi masalah orang apapun yang terjadi. Ah biarlah, jika besok pun dia kembali tertidur itu tidak akan menjadi masalah. Lagipula dia tidur dengan sangat damai tanpa dengkuran. Jadi itu tidak akan menggangu proses belajarku dikelas.

 

 

Aku pulang ke rumah dan langsung duduk di meja makan tanpa mengganti pakaianku terlebih dahulu. Ku lihat Mom dan Dad sedang duduk ditepi kolam renang sambil sesekali bercanda gurau. Sebuah kenangan masuk dikepalaku dengan tiba-tiba.

Dulu Mom dan Appa tidak pernah duduk bersama sambil bersenda gurau. Mom selalu sibuk dengan majalahnya dan Appa hanya bisa melihatnya dengan imic mata kecewa. Tiba-tiba aku merindukan Appa. Terakhir kali aku melihatnya sekitar 2 hari sebelum keberangkatanku ke Canada bersama Mom. Dia datang dan memberikanku sebuah kecupan hangat di dahi lalu pergi tanpa berbalik untuk sekedar melambaikan tangannya.

Hampir 8 tahun sudah aku tidak pernah bertemu dengan Appa. Bahkan menelfon nya pun tidak. Aku tau Appa tidak akan pernah mengganti nomornya maka dari itu aku tetap menyimpan nomor hapenya di kontakku.

“Soo, sudah pulang?” sebuah suara telah mengembalikan pikiranku yang sempat melayang.

“Eo, Mom kenapa kau tak bilang kalau lusa sudah masuk libur musim panas?” aku menyahut dengan makanan yang masih ada didalam mulutku. Oh ya, saat di sekolah tadi seorang anak perempuan menginterupsiku sebelum aku melangkah keluar kelas. Dia bertanya kenapa aku masuk sekolah 2 hari sebelum masuk libur musim panas.

“Ah ya, Mom juga lupa sayang. Kenapa? Ada yang salah?” Mom balas bertanya sambil membuka handuknya dan masuk ke dalam kolam renang.

“Tidak ada yang salah, tetapi alangkah baiknya aku masuk setelah libur musim panas kan. Tanggung sekali Mom, Cuma 2 hari” aku bangun dari meja makan dan berjalan menuju dapur untuk menaruh piring bekas makanku. Lalu naik ke kamar tanpa mendengar penjelasan Mom lagi.

 

 

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas. Aku orang kedua yang datang di kelas dan orang pertama adalah, teman sebangku-ku si tukang tidur. Tapi tunggu, dia….. dia sedang tertidur di kursi dengan kepala menyandar ke loker dan kedua headset yang setia menempel di telinganya.

Dia datang awal cuma untuk tidur? Aku tak habis pikir apa sebenarnya motif anak ini datang ke sekolah. Aku tak ambil pusing, aku kembali berjalan menuju kursiku. Aku menarik kursi ku dengan cepat lalu duduk.

“Siapa kau?”

Aku menoleh mengedarkan pandangan setelah mendengar sebuah suara. Apakah sekolah ini angker pikirku? Ya sebelum aku pindah ke Canada aku sempat bersekolah di Korea beberapa lama. Banyak sekali cerita yang beredar bahwa bayak sekolah di Korea yang angker.

“Aku disebelahmu” aku menoleh ke kanan dengan cepat dan mendapati dia sedang terkikik. Otakku berputar seperti lensa kamera dan mengabadikan semua yang aku lihat di depan mataku. Seorang lelaki berambut coklat sama sepertiku, memiliki kulit tan yang sangat mencolok, hidung nya tidak terlalu mancung seperti orang korea kebanyakan. Garis rahangnya tegas dan matanya teduh. Ya, mata nya memandangku dengan teduh.

“Kau siapa?”

Aku kembali tersadar. Dia kembali bertanya, aku melihatnya lagi. Dia seperti sedang menunggu jawabanku sambil memutar-mutar kabel headsetnya.

“Ah, aku murid pindahan.” aku menjawab dengan seadanya sambil membetulkan posisi dudukku menghadap depan.

“Nama?” dia bertanya lagi dengan santainya masih sambil memutar kabel headsetnya.

“Kyungsoo.”

“Aku Kim Jongin.”

“Apa aku bertanya?” kulihat bola matanya yang membesar setalah mendengar pernyataanku. Lalu dia terkikik sebentar dan kembali memasang headsetnya.

“Hanya ingin kau tau, Soo”

Aku terkesiap, apa aku tidak salah dengar? Tadi dia memanggilku dengan sebutan apa? Soo katanya? Sungguh, aku berani bersumpah dia adalah orang ketiga yang berani memanggilku dengan sebutan itu setelah Appa, Mom dan Dad.

“Kau panggil apa aku tadi?” aku berbicara sepelan mungkin sambil menahan emosiku agar tidak terlihat didepannya.

“Soo…”

.

.

.

.

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet