Chapter 1

Love and Fate

"Bibi apa kau baik-baik saja ?". Dengan wajah khawatir Ha na menatap wanita sekitar umur 45 tahunan yang terkulai lemas di lahunannya.

"Dimanakah aku ?? Apa aku sudah berada di surga?? Apakah aku sudah mati ??"

"Kau masih hidup bibi.  Minumlah ini". Ha na membantu wanita tersebut untuk duduk dan memberinya air mineral yang sedari tadi ia pegang.

"Apa kau sudah merasa baikan sekarang??" Tanya ha na kemudian.

Wanita tersebut hanya menganggukan kepalanya lemas

"Aisss tadi itu waktunya pejalan kaki!! Sungguh tidak tau aturan sekali itu pengendara motor". Kini wanita tersebut menggerutu sebal mengingat kembali kejadian beberapa menit lalu dimana ia hampir saja tertabrak saat hendak akan menyebrang.

Ha na hanya tersenyum melihat wanita yang usianya sepertinya tidak jauh dari ibunya tersebut yang sedang mengomel.

"Kau menyelamatkan hidupku gadis cantik". Lanjut wanita itu kemudian sembari  memegang pipi ha na dengan tatapan penuh syukur.

"Ah aniya kebetulan aku tepat ada di belakangmu jadi aku bisa menarikmu. Kau hanya terlihat begitu panik. Yang terpenting sekarang kau baik-baik saja". Ha na tersenyum.

"Aku berhutang budi padamu".

"Aniya bibi.. Apa kau mau menyebrang ?? Mari menyebrang bersamaku". Ha na membantu wanita tersebut untuk berdiri.

"Ne! Aku mau ke toko kue itu". Wanita tersebut menunjuk toko kue yang berada di seberang jalan.

"Ah kebetulan aku juga ingin kesana.. Ibuku menungguku disana juga".

"Kau bersama ibumu?"

"Iya bibi.. Aku sedang menunggunya membeli kue".

"Aigooo kau sungguh gadis baik.. Andai saja aku memiliki anak perempuan sepertimu". Puji wanita tersebut, wajah putih Ha Na berubah merah karena malu.

"Aniya bibi aku kebetulan sedang memiliki waktu untuk mengantar dan menemaninya" . Ha na tersenyum manis.

"Bibi sepertinya ibuku sudah menunggu di mobil, aku pamit pulang. Berhati-hatilah". Ha na berpamitan setalah mereka sampai di depan toko kue.

"Gomawo gadis cantik.. Berhatilah-hatilah juga".

Ha na menganggukan kepalanya, bow dengan sopan lalu beranjak pergi.

 

Andai saja anakku memilki pacar sebaik dia' gumam wanita tersebut dalam hati seraya memperhatikan Ha na yang terlihat memasuki mobil dan mulai hilang dari pandangannya.

"Aigooo kenapa aku tidak menanyakan namanya!! Aku benar-benar bodoh". Wanita itu menepuk dahinya dan menggerutu terhadap dirinya sendiri sembari berjalan masuk ke dalam toko kue.

 

***

 

"Baiklah, kau sudah bisa mulai bekerja di sini esok hari. Sekarang sekretarisku akan mengantarmu untuk berkeliling melihat ruanganmu dan tempat-tempat lainnya". Junho tersenyum mengulurkan tangannya terhadap wanita yang baru saja ia wawancarai. Wanita tersebut membalas uluran tangan junho dan tersenyum manis lalu meninggalkan ruangan.

Junho kembali ke tempat duduknya, membuka handphonenya dan memijit beberapa angka yang sudah sangat ia hafal.

 

"Yeobseo.."

"Good morning my darling .. I miss you". Sapa Junho dengan senyum sumringan terukir di bibirnya saat kekasihnya mengangkat teleponnya.

"Ah juno-ya mengapa kau menelepon di pagi hari seperti ini"

"Apa aku mengganggumu ??" Junho sedikit kecewa dengan jawaban kekasihnya itu namun sedikit merasa bersalah juga.

"Ah aniii aku hanya baru bangun tidur dan masih mengantuk".

"Kau baru bangun tidur ?? Bukannya tadi aku mengsmsmu dan kau bilang kau sedang siap-siap untuk pemotretan ??" Junho bertanya dengan nada bingung.

"Ah anuu ah iyaa maksudku aku sedang siap-siap pemotretan padahal aku masih mengantuk. I Iya seperti itu". Yuri, kekasih Junho menjawab pertanyaan Junho dengan terbata-bata.

"Mengapa kau terdengar begitu nervous ??"

"Ah tiidaaak.."

'Chagiyaa tolong ambilkan handuk untukku'

Tiba-tiba suara seorang lelaki terdengar di seberang sana. Junho mengernyitkan dahinya.

"Siapa itu ??"

"Ah aniii hanya managerku.. Juno-ya aku sedang sibuk. Nanti aku telepon kembali". Yuri dengan seperti menutup telepon.

 

Junho menatap layar teleponnya antara shock dan bingung.

"Hah sejak kapan manager yuri laki-laki ?? Bukannya sejak dulu manajer yuri itu Jane ? Si perempuan cerewet yang tidak kalah cerewet seperti penjual sayur yang tiap pagi lewat di depan rumah.." Junho bertanya pada dirinya sendiri.

"Ah sudahlah, mungkin tadi yuri salah bicara mungkin maksudnya staff yang bekerja dengan dia". Junho mencoba berpikir positive.

"Tapi kenapa dia meminta handuk ?? Dan kenapa dia di kamar yuri ??"

"Ah sudahlah .. Positive thinking juno-yaa". Junho mencoba menenangkan dirinya sendiri seraya tersenyum.

 

***

'Apa kau akan terus seperti ini kepadaku ?? Tolonglah jangan salah paham lagi kepadaku tidak semua yang kau lihat itu benar. Wanita itu menjebakku, meskipun aku tau akupun salah dan telah menyakitimu. Tapi tidak bisakah kau memaafkanku dan memberikanku kesempatan ??'

'Tolong maafkan aku. Aku sungguh masih mencintaimu. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya' suara pria di ujung telepon sana memelas dengan tulus.

'Jika maaf yang kau harap dariku, maka aku akan memaafkanmu. Tolong jangan pernah ganggu kehidupanku lagi mulai detik ini juga' Ha na memotong pembicaraan

'Aku masih mencintaimu ..'

'Tapi aku tidak!' Ucap Ha na dingin.

'Jangan bohongi perasaanmu ..'

'Sudah aku bilang aku sudah tidak mencintaimu lagi mengapa kau tidak mengerti.. Lagian ... ' Ha na berpikir sejenak.

'Lagiaan, aku sudah memiliki kekasih baru dan akan segera bertunangan' lanjut Ha na dengan nada sedikit nervous dan sedikit tidak yakin.

'WHAT ?? Jangan berbohong! Aku tau kau tidak akan semudah itu melupkanku. Kita baru saja putus 2 bulan yang lalu dan sekarang kau sudah memiliki kekasih lagi ?? Aku tidak akan mempercayai perkataanmu'. Suara lelaki di ujung sana benar-benar menjelaskan bahwa ia sungguh tidak menpercayai ucapan Ha na.

'Terserah apa katamu! Yang jelas orang tuaku menjodohkanku dengan putra dari teman mereka dan aku menerima perjodohan mereka'

'! Kalau memang itu benar perkenalkan aku dengan calon tunanganmu itu. Setelah itu aku akan berhenti mengganggumu. 3 bulan lagi aku akan ke Korea dan kenalkan aku dengan calon tunanganmu itu!' Suara di seberang sana sedikit kasar memotong ucapan Ha na.

'Oh my god kenapa kau begitu menjengjelkan!' Ha na berteriak dan segera menutup teleponnya.

 

Percakapannya di telepon sekitar setengah jam yang lalu terus berputar di kepala Ha na layaknya sebuah musik yang sulit sekali untuk di stop.

 

Aigooo Jang wooyoung mengapa kau tadi memberikan teleponnya ke dia! Ah sungguh orang yang patut di salahkan dalam kebohonganku itu yaitu kau JANG WOOYOUNG.

Ha Na bergumam pada dirinya sendiri. Hati dan pikirannya kini terfokus pada percakapan telepon beberapa menit yang lalu ia lakukan.

Kau juga sungguh bodoh Ha na . Harusnya kau tau dia pasti akan meminta wooyoung untuk meneleponmu sejak kau tidak pernah mengangkat telepon dan tidak pernah membalas setiap pesan ataupun email darinya.

Ha na masih bergumam dalam hatinya memarahi dirinya sendiri.

 

' I'm sorry Ha na-ssi but dia memaksaku untuk meneleponmu dan percayalah padaku dia sungguh ingin meminta maaf kepadamu. I miss you ha na-sii <33 . Oh forgot, apa soal perjodohan itu benar ????'

 

Ha na menghela nafas setelah membaca pesan yang baru saja ia terima dari wooyoung, sahabat baiknya sedari SMP.  Ha na menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

 

"Aigooo apa yang merasuki kepalaku sampai aku bisa bilang bahwa aku dijodohkan dan akan segera bertunangan. Kebohongan macam apa yang aku buat ini.  Jika 3 bulan lagi dia benar ke korea dan memintaku untuk mengenalkan tunanganku bagaimana ?? Oh tuhaan .. Mengapa aku bisa berbohong seperti itu!! yah memang kau benar, aku masih mencintaimu tp ada alasan mengapa aku tak bisa menerima mu lagi". Ha na berbicara pd dirinya sendiri ia menundukan kepalanya. Ia sungguh frustasi bahkan ia tak menghiraukan orang-orang yang berada di dalam cafe yang sedang memperhatikannya yang sedang bicara sendiri seperti orang gila.

Dengan langkah gontai Ha na keluar cafe dan berjalan menuju apartemen kakaknya yang tidak terlalu jauh dari cafe tersebut. Hari ini ha na memutusakan untuk menginap di apartemen kakaknya dan tidak pulang ke rumah orang tuanya.

Dengan malas-malasan Ha na memncet tombol lift dan menunggu dengan wajah kusam di depan lift.

Ha na mengernyitkan dahinya ketika lift telah terbuka, sepasang kekasih sepertinya yang sedang bermesraan. Mereka langsung merapihkan baju mereka dan keluar dari lift dengan segera.

Dengan tampang sinis ha na langsung masuk ke dalam lift dan menekan tombol 11.

***

Ha na POV

 

Setelah 15 detik menunggu, akhirnya kakakku membukakan pintu untukku. Ia tersenyum sumringah kepada dan memelukku akupun membalas pelukannya. Pelukan kakakku membuat perasaanku lebih baik.

 

'I miss u..' Ucapku yang masih dalam pelukan kakakku.

"Haha apa yang salah denganmu mengapa kau tiba-tiba merindukanku bukankah kita baru saja bertemu seminggu yang lalu ??" Kakakku sambil tertawa mengacak-acak rambutku.

"Tidak bolehkah aku merindukanmu?? Bahkan setelah kau pindah ke apartemen kau jarang sekali pulang ke rumah ayah ibu". Aku melepaskan pelukannya dan berjalan masuk ke apartemennya.

Bahkan semenjak kepulanganku dari Amerika sekitar 2 bulan yang lalu aku baru bertemu dengan kakakku hanya sekitar 3kali.. Yah dia memang super sibuk dengan kerjaannya.. Semenjak ia menggantikan ayah sebagai direktur utama di perusahaan ayah dia jarang sekali ada di rumah apalagi semenjak ia pindah ke apartemen palingan dia ke rumah jika ada urusan perusahaan yang harus dibicarakan dengan ayah.

 

"Ha na-ssi ..."

Seseorang memanggilku dari ruang tv apartement kakakku.

"Fei unniiiiii...." Aku berteriak setelah tau siapa yang memanggilku dan akupun langsung berlari ke arahnya dan memeluknya erat.

"I miss u unniiiiii " lanjutku kemudian

"I miss u too my baby". Fei unni melepaskan pelukannya lalu mencium pipiku.

"Unni really I miss uuu .. Kapan kau pulang dari Milan ??" Tanyaku seraya menyenderkan bahuku di pundaknya.

"Aku baru pulang kemarin .. Kau terlihat begitu lelah".

"Hmm aku baru saja pulang kerja unni". Ucapku tanpa menatapnya.

"Bagaimana pekerjaanmu ??"

"Hmmm sejauh ini baik-baik saja. Aku cukup menikmatinya".

"Kau sedang ada masalah ??"

Aku tau pasti fei unni akan bertanya seperti itu. Meskipun aku tak bercerita fei unni selalu tau jika aku sedang sedih ataupun senang.

"Kau tidak mau cerita kepadaku ??" Lanjut fei unni.

"Belum waktunya unni". Ucapku seraya menyenderkan kepalaku kini ke sofa. Fei unni hanya tersenyum.

"Sayang sepertinya adikmu yang cantik ini terlihat lelah, padahal kita rencana mengajaknya makan sushi". Fei unni berbicara dengan Minjun oppa yang baru saja keluar dari kamarnya seraya tersenyum seolah menggodaku yang hendak beranjak pergi dari ruang tv.

"Ya sudah kalau begitu kita makan berdua saja". Jawab Minjun oppa dengan nada menggodaku juga.

"Tidak! Aku tidak lelah. Kalian mau makan sushi ?? Aku ikuut". Aku kembali membalikan badanku dan menghampiri mereka kembali.

"Bukankah kau lelah ??"

"Tidak! Ayo cepat kita makan sushi". Aku menarik tangan fei dan dan menggiring Minjun oppa dengan paksa.

Fei unni dan Minjun oppa hanya tertawa melihat tingkahku.

Yah, tingkahku tak ada bedanya dengan anak 7tahun jika berada di tengah-tengah mereka. Mereka berdua adalah orang yang paling mengerti diriku. Dan yang paling aku syukuri bahwa mereka adalah kakakku dan calon kakak iparku.

 

***

i'm sorry if this chapter too usual and too long

semoga masih tetap bisa menikmati ceritanya

and don't forget for advice and leave a comment ^^

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet