Quasimodo

Quasimodo

[ “kau sudah fikirkan ini semua matang-matang? Kau tidak menyesal memilih jalan ini?” hye ri menatap nanar pria dihadapannya.

 

“yaa, aku sudah memikirkan ini semua baik-baik. Cukup sampai disini hubungan kita. Tak ada alasan untuk melanjutkan semuanya” jinki –pria yang duduk dihadapn hye ri- menjawab dengan mantap.

 

“aku akan bertanya sekali lagi. Kau yakin?” hye ri mengambil jeda ditengah ucapannya untuk menarik nafas dalam-dalam. Sesak di hatinya membuat sulit bernafas. “ini kesempatan terakhirmu untuk menjawab, jinki-ah. Jika sekarang kau memintaku untuk tetap bersamamu dan tidak meninggalkanmu, akan kulakukan” lanjut hye ri, ia menatap dalam jinki.

 

“tidak, hyeri-ah…” jinki menjawab singkat, ia menundukan kepalanya dan mendesah panjang. Mengisyratkan bahwa ia serius dengan ucapannya. Yakin dengan jalan yang sudah dipilihnya.

 

“baik… kita akhiri semuanya detik ini juga…”]

 

 

 

 

Looking at you,

Your eyes looked sad when you looked at me

 

*Lee Jinki’s POV*

 

Aku memandang gadis yang berdiri dengan bimbang dihadapanku. Gadis yang sudah satu tahun lebih tak pernah kutemui. Dialah gadis yang sudah kutinggalkan… Kim Hye Ri.

 

“hyeri-ah” aku menyebut namanya, meminta jawaban darinya.

 

Hye ri menggeleng kecil. Tersirat kesedihan mendalam dari matanya yang menatapku. Aku bisa rasakan bahwa dia juga mengalami tekanan batin yang tak mudah dilalui selama kurun waktu satu tahun ini. Aku bisa pahami itu karena aku juga merasakannya.

 

Aku mendesah pelan. Ya, aku tahu maksud gelengan kepalanya itu.

Setelah satu tahun lebih berpisah dengannya, aku masih belum bisa melupakannya. Malah ini semua menyiksaku. Sangat menyiksa! Perpisahan dengan orang yang kita cintai, bukanlah hal yang mudah. Ditambah dengan perpisahan tanpa sebab seperti ini, hanya akan menambah beban luka di hati yang bisa membunuh kita secara perlahan.

 

Aku menarik nafas panjang. Aku tahu ini tidak mudah. Tidak mudah untuk meminta cinta hye ri kembali. Rasanya sangat sulit dan tidak mungkin. Bagai berburu ayam ditengah laut.       

 

“mianhae, jinki-ssi. Bukankah dulu kau yang memutuskan untuk mengakhiri semua ini. Mau menjilat air liurmu sendiri?” hye ri melontarkan pertanyaan yang sangat menusuk hatiku. Sakit sekali. Bahkan sekarang dia menyebut namaku ‘jinki-ssi’.

 

Haha…

Lucu sekali jika aku masih mengharapkan sebutan sayangnya padaku.

 

“maaf, aku tidak memiliki banyak waktu. Aku harus segera pulang” ucapnya tiba-tiba. Aku mengangkat wajahku dan hanya bisa mengangguk kecil. Membiarkannya pergi. Membiarkannya pergi untuk saat ini saja. Aku tidak akan menyerah, aku akan mendapatkanmu kembali, hye ri-ah.

 

“jung min-ah… kau sudah datang?” seru hye ri pada seorang pria yang sepertinya datang untuk menjemput hye ri.

Pria itu mengangkat tangannya, melambai pada hye ri. Ia membukakan pintu mobil untuk hye ri.

 

“yya, hye ri-ah… apakah ini alasan kau tidak menerimaku untuk kembali? Kau sudah mendapatkan penggantiku? Huh?” aku menggumam dalam hati. Rasa perih dihatiku tak terelakkan lagi. Aaah~

 

Haruskah aku menyerah untuk mendapatkanmu? Sepertinya tidak. Aku akan terus mengejarmu. Tak peduli apapun, aku tetap akan mendapatkanmu. Kembali ke dalam pelukanku lagi. Untuk selamanya…

 

Letting you go

Is because of my stupidness      

 

Aku memang bodoh. Bodoh sekali. Kanapa saat itu aku malah membiarkannya pergi? Padahal hye ri sudah berbaik hati memberiku kesempatan. Tapi, aku menyia-nyiakannya. Aku sangat menyesali apa yang telah aku pilih. Sangat menyesal! Bisakah waktu berputar kembali?! Adakah mesin pemutar waktu?! Aku ingin kembali… kembali pada saat-saat terindahku bersama hye ri, gadis yang sampai saat ini masih sangat aku cintai. Aku masih tidak bisa mempercayai apa yang aku lakukan saat itu. Membiarkan cinta terindahku lepas. Ahh, buka membiarkannya lepas. Tapi, sengaja melepaskannya. Melepaskannya tanpa alasan yang jelas! Melepaskannya hanya karena alasan yang bodoh yang tidak masuk akal.

 

Lee jinki, kebodohanmu melebihi kebodohan keledai.

 

Aku memandang jalan raya yang mulai padat di sore hari ini. Aku butuh tempat yang sunyi untuk menenangkanku. Jantungku masih berdentum keras sampai detik ini. Dentuman jantung yang diimbuhi rasa nyeri. Sakit sekali rasanya. Berbeda sekali dengan detakan jantungku waktu pertama kali bertemu denganmu.

 

[“aigo… aww~” rintih seorang gadis ketika aku tanpa sengaja menabraknya. Dia jatuh berlutut dihadapanku.

 

“ommo… mianhae. Gwaenchana?” tanyaku panik, aku membantunya berdiri.

 

“g-gwaenchana. Ahh~” rintihnya ketika ia mencoba berjalan.

 

“jinja? Aigo…” aku membantunya berjalan, memapah tubuhnya menuju kursi dan mendudukan dirinya.

 

“aaahh~” dia sibuk memijat-mijat kakinya.

 

“jheongmal gwaenchanayo?” tanyaku memastikan, apa benar dia baik-baik saja. Aku takut jika sesuatu terjadi pada kakinya. Karena aku memang menabraknya sedikit keras.

 

Dia menggeleng pelan, “entahlah… aku tidak bisa berjalan. Sepertinya pergelangan kakiku terkilir” jawab gadis itu semakin membuatku panik.

 

“aigo… jinja? Sebelah mana yang terkilir?” tanyaku lagi.

 

“igo…” jawabnya, ia menunjuk pergelangan kaki kanannya.

 

Aku menyentuhnya pelan.

 

“aaawww… appo!” rintihnya. “jangan sentuh. Rasanya sakit sekali”

 

Cepat-cepat aku menggendongnya ke ruang kesehatan yang letaknya tepat disebelah gedung utama kampus.

 

Aku meminta petugas di ruang kesehatan itu untuk mengobati gadis itu. Ia tidak berhenti merintih saat petugas memberikan pertolongan pertama pada kakinya. Aku ikut merintih. Pasti sakit sekali. Aku juga pernah merasakan sakitnya terkilir.

 

Saat petugas sudah selesai, aku mendekati gadis itu. Ia memandang pergelangan kakinya yang terbalut perban.

 

“uhhmm~ mianhae… aku tidak sengaja. Jheongmal mianhae” aku membungkuk berulang kali. Meminta maaf pada gadis itu.

 

“gwaenchana. Aku sudah merasa lebih baik. Rasanya sudah tidak begitu sakit. Hanya nyeri sedikit” kali ini ia menjawab dengan suara yang lembut disertai dengan senyumannya. Senyuman yang begitu manis. Astagaaa~ aku bisa meleleh jika melihat senyumannya. Bahkan jantungku berdetak kencang saat melihatnya tersenyum.

 

“aku sangat merasa tidak enak padamu. Apa yang harus kulakukan untuk membayar kecerobohanku?” tanyaku.

 

“euuummm…” gadis itu memutar bola matanya. ommooo, kyeopta! Jantungku berdetak lebih cepat lagi, berdetak tidak seperti biasanya. Kali ini di sertai perasaan yang entah-apa-itu. Rasanya aneh tapi mengasyikkan. Perasaan yang baru kali ini aku rasakan. 

 “tidak usah, aku sudah memaafkanmu” lanjutnya, ia terkekeh kecil.

 

“benar sudah merasa baik?” tanyaku khawatir.

 

Dia terkekeh, “sungguh! kau jangan terlalu khawatir” jawabnya menenangkanku. Dia selalu memasang senyumannya. Astagaa… jika terus begini aku bisa jatuh cinta padanya. Dan bisa-bisa aku terkena serangan jantung mendadak! Aigo~ jinja!! Jantungku ini benar-benar tidak bisa diam!

 

“kalau begitu, beri aku nomer ponselmu supaya aku bisa menghubungimu untuk memastikan keadaanmu. Jika belum juga membaik aku akan bertanggung jawab” ujarku.

 

Dia menggeleng, “tidak usah” ia masih terlihat tersenyum.

 

“jebal… kau mau mebuatku diliputi perasaan bersalah terus seperti ini?”

 

“baiklah, baiklah. Aku beri nomer telfonku. Asal kau berjanji tidak menyebar nomerku ke sembarang orang. Aku tidak ingin menjadi artis. Hahahah~” dia tergelak. Tuhaaaan, kurasa aku jatuh cinta padanya. Dia begitu lucu. Kepribadiannya sangat menarik. Wajahnya juga cantik. Aku yakin pasti banyak sekali pria yang menginginkan dirinya untuk dijadikan kekasih.

 

Mau tidak mau aku tertawa dibuatnya. Dia pun memberiku nomer telfonnya.

 

“ahh~ kita belum berkenalan. Lee Jinki imnida” aku membungkuk.

 

“Kim Hyeri imnida…”]

 

 

Aku menggelengkan kepalaku, berusaha mengusir fikiranku tentang hye ri. Tapi, percuma saja. Bayang-bayang wajahnya dengan senyumannya yang manis akan selalu terekam baik diotakku. Aish~

 

Aku duduk tegang dibalik kemudi mobil. Nafasku memburu karena menahan rasa ngilu hatiku. Aku menyalakan mesin mobil. Melaju cepat di tengah jalan raya yang ramai ini.

 

Mengemudi mobil di saat emosi sedang labil seperti ini memang membahayakan. Aku memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat. Tempat yang menyimpan banyak kenangan antara aku dan hye ri.

Sebuah taman dipinggir sungai Han. Aku keluar dari mobil. Memandang sekeliling taman ini. Sepi sekali, tempat yang tepat untuk merenung.

 

Aku menyandarkan tubuhku di cap mobil. Memandang langit yang penuh bintang. Cahaya bintang selalu mengingatkanku pada cahaya mata hye ri. Indah… bahkan lebih indah dibanding cahaya bintang.

 

Aku masih sulit untuk membiarkannya pergi. Menghilang dari kehidupanku. Meninggalkan diriku sendiri.

 

Sejak aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengannya, sejak saat itu pula rasa cintaku bertambah besar padanya. Sangat dalam. Dan aku tidak bisa pungkiri itu. Aku seperti kehilangan nafasku saat menjalani hidup tanpa dirinya. Aku ini memang bodoh! Bodoh! Dan bodoh! Aku yakin tak ada orang yang lebih bodoh dari diriku. Aku ini sebodoh-bodohnya orang bodoh.

 

Kenapa aku harus melepaskannya? Aku merasa kosong. Aku tidak memiliki kekuatan lagi untuk hidup saat itu. Percuma saja aku hidup tanpa nafas dan nyawaku. Bagaikan mayat yang hidup, sangat mengerikan!

 

Ingin tahu kenapa aku melepaskannya?

Itu hanya karena tuntutan kewajibanku untuk melanjutkan studiku di Amerika selama setahun lebih ini. hahahah… konyol bukan. Kalian boleh saja menertawakan kebodohanku. Dan hingga sekarang, Hye ri tak pernah tahu alasan tolol ini. Aku sengaja tidak memberitahunya.

 

Yang jelas, saat itu aku benar-benar bingung. Jika aku melanjutkan hubungan kami, maka aku yang akan merasa ketakutan. Ketakutan akan kehilangan dirinya. Bagaimana jika dia meninggalkanku karena terlalu lama menungguku? Itu malah akan sangat menyakitkan seribu kali lipat daripada ini semua, malah aku bisa mati karena kehilangan dirinya. Dan lebih baik aku yang memutuskan hubungan kami saat itu. Begitu egois dan kejam bukan? Aku malah membiarkannya merasakan rasa sakit yang begitu memilukan. Menanggung beban luka yang dalam. Aku bisa rasakan itu sekarang. Merasakannya dengan jelas. Ouch~  

Mianhae, Hyeri-ah…

 

Aku menyeringai kecil. Seringaian yang penuh luka.

 

So many days I had

Everything of you.

I'm so frightened

 

Selama aku menjalani hari-hariku di Amerika, difikiranku hanya ada Hye ri. Setiap hari hanya Hye ri. Hanya Hye ri yang aku ingat, tidak yang lain.

 

Aku –jelas- menyadari kebodohanku dan –tentu saja- aku menyesali semuanya. Selama itu juga aku merasakan takutnya kehilangan seseorang yang sangat kita cintai. Aneh… bukankah aku yang memutuskan untuk menyudahi semuanya. Tapi, aku malah merasa semakin takut setelah melepaskan hye ri. Ini sangat rumit.

 

Dan apa yang aku dapatkan? Yang aku dapatkan hanya rasa khawatir dan rasa takut yang amat dahsyat! Amat besar! Pendidikan yang kurang enam bulan lagi kujalani, sia-sia sudah karena hanya kutinggalkan begitu saja. Ya, aku memutuskan untuk kembali ke Korea untuk mendapatkan kembali hati Hye ri. Memintanya untuk kembali lagi ke dalam pelukanku. Daripada aku menjalani hidup dengan perasaan yang tak menentu seperti ini yang sewaktu-waktu bisa membunuhku.

 

Aku meremas dadaku yang masih terasa nyeri.

 

Yaa, Hyeri-ah… tempat ini… tempat inilah saksi bisu pernyataan cintaku padamu. Kau ingat? Di tempat ini juga kita selalu menghabiskan waktu bersama, saling bercanda, bercerita, bahkan bertengkar.  Aku ingat dulu kita juga kerap kali bertengkar. Mulai dari pertengkaran-pertengkaran kecil hingga pertengkaran yang hebat pernah kita alami ditempat ini.

 

[“sudah jelas kau yang salah!! Kenapa kau masih saja menyalahkanku?! Hah?!” aku berteriak keras dihadapan hye ri, kekasihku yang baru saja membuat kesalahan tapi dia tak ingin mengakuinya.

 

“memang kau yang salah!! Kenapa aku yang salah?! Aku hanya membawa teman untuk berbagi kebahagiaan di hari ini. Apa ada yang salah?!” hye ri balas berteriak padaku. Matanya mulai berlinang karena ia berusaha menahan air matanya yang bisa meledak sewaktu-waktu. Aku yakin sebentar lagi ia akan menangis.

 

“tentu saja itu salah!! Kenapa kau membawa teman dihari perayaan satu tahun hubungan kita?! Padahal aku sudah menyiapkan semua hanya untuk kita berdua! Seharusnya kau meminta izinku dulu untuk membawanya ke acara kita!” aku masih berteriak. Emosiku benar-benar memuncak! Untung saja tempat ini sepi. Tak ada satu orang pun melihat pertengkaran kita sekarang. Aku benar-benar kesal padanya, tak ada yang bisa menahan emosiku pada hye ri saat ini.

 

“kau tidak bilang jika hari ini hanya untuk kita berdua!!” hye ri masih berusaha membela dirinya. Dan, voila… kali ini dia menangis. Air matanya mengalir cukup deras dikedua pipinya.

 

“aku sengaja ingin memberimu kejutan!! Apakah yang namanya kejutan harus dibocorkan?! Diberitahukan?! Sekarang, semuanya hancur sudah! Segalanya yang sudah aku persiapkan hanya terbuang sia-sia karena kehadiran temanmu itu!! Kau ini benar-benar… aaarrrgh!!” aku menjerit kesal. Menendang bemper mobil, sebagai sarana penumpahan emosiku. Bagaimana tidak kesal, jika semua kejutan yang sudah kita siapkan dengan susah payah –di hari special ini dan untuk seorang yang special juga- rusak hanya karena kedatangan seseorang?

 

Hye ri tak menjawab. Ia diam dan terus menangis, memandangku dengan nanar. Sepertinya dia merasa sangat bersalah kali ini.

 

“mi-mianhae… jheongmal mianhae karena aku sudah merusak semuanya. Aku tidak… tidak bermaksud menggagalkan rencanamu” hye ri mengucapkan kata maaf pada akhirnya. Ia menangis semakin keras.

 

“mianhae… aku menyesali kecerobohanku. Kau boleh marah kepadaku. Karena aku memang salah…” hye ri terus terisak. Ia menundukan kepalanya dalam karena merasa sangat bersalah.

 

Yaah, apa boleh buat? Semuanya sudah terjadi, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk memperbaikinya. Nasi sudah menjadi bubur.

 

Aku mendesah panjang, menatap gadis yang amat kucintai ini dalam-dalam. Aku tahu dia pasti sangat merasa bersalah. Aku tidak bisa marah lama-lama dengannya di hari special ini. Toh, dia sudah meminta maaf. Tak ada alasan untuk melanjutkan amarahku. Aku menarik tubuh mungil hye ri ke dalam pelukanku. Mendekap erat tubuhnya yang bergetar karena masih menangis.

 

“sssshh~ ne. Aku memaafkanmu. Lain kali jangan kau ulangi ne?” aku mengusap lembut kepalanya dan mengecup keningnya. Hye ri bergeming. Yang aku dengar, dia masih menangis.

 

“sudah, diam. Aku tidak marah lagi. Seharusnya kita berbahagia di hari ini. Jangan menangis lagi, jagiya…” ucapku lembut masih mendekap erat tubuhnya. Sekarang aku merasakan tangannya melingkari pinggangku. Ia membalas pelukanku. “saranghae… uljima. Maafkan aku jika aku terlalu kasar padamu. I love you, I love you, I love you, my sweetheart”

 

“nappeun!” ucap hye ri sedikit tidak jelas tapi aku mampu mendengarnya. Ia mengeratkan pelukannya.

 

“mianhae… hehehe~” aku terkekeh kecil melihatnya sudah melunak, “ayo kita bersenang-senang. Masih ada banyak waktu” aku melepas pelukanku. Kemudian menarik dagunya yang indah.

 

“you’re so beautiful, my princess…” ucapku lalu mencium lembut bibirnya yang terasa sangat manis bagiku…]

 

Sekarang, bisa kupastikan air mataku mengalir deras mengingat semua kenanganku tentang hye ri. Kenangan indah yang akan selalu tersimpan dihatiku. Betapa aku menginginkan semua itu kembali padaku! Aku belum siap untuk kehilangan semua tentang hye ri. Dan tidak akan pernah siap, karena aku mencintainya.

 

Tapi, sekarang aku mencoba melihat realita yang ada. Kau pasti sudah merasa sangat bahagia bersama priamu yang pastinya sangat menyayangimu saat ini…

 

*Lee Jinki’s POV end*

 

 

 

 

 

 

*Kim Hyeri’s POV*

 

Those moments we spent together

Minutes and seconds which we misses

Has to be kept in my heart

 

Kata siapa aku membencimu? Aku melupakanmu?

Aku masih mencintaimu, jinki-ah… sangat mencintaimu. Besar cintaku padamu akan selalu seperti ini. Tidak akan berubah. Hanya saja aku masih belum pulih benar dari keterkejutanku. Kau yang tiba-tiba pergi dan tiba-tiba datang sangat membuatku sakit hati. Kenapa kau permainkan perasaanku seperti ini?

 

Jujur, aku sangat merindukanmu Lee Jinki. Aku merindukan semua tentangmu. Saat bertemu denganmu tadi, aku sangat ingin memelukmu. Tapi, emosiku padamu menahan hasrat rinduku. Aku marah padamu. Kenapa kau datang dan pergi sesuka hatimu? Kau sakiti aku seperti ini. Tak puaskah kau menyakitiku? Kau meninggalkan aku begitu saja tanpa alasan yang jelas. Dan sekarang kau minta aku kembali padamu. Tidak semudah itu, aku sudah terlanjur merasa sakit. Kau mau memupuk luka dihatiku lagi?

 

Aku pasti akan menerimamu kembali, jinki-ah. Itu pasti! Hanya saja aku membutuhkan waktu. Membutuhkan waktu untuk memulihkan luka hatiku ini.

 

Kau benar-benar penyebab air mataku yang habis! Setiap hari aku hanya menangisi dirimu yang tega meninggalkanku. Apa salahku sehingga kau melukai hatiku seperti ini? Kau jahat, jinki-ah…

 

Kenangan indah yang kita lalui tak ada yang aku lupakan satu detik pun. Semua masih terekam jelas dalam otakku. Aku tidak akan melupakannya. Karena aku mencintaimu, jinki-ah.

 

I am so miserable

The pictures

The heat of your body and your face

I can still feel it

Deep inside my heart

Still I have romantic in my heart

I want to go back

 

Aku sedih. Aku sedih dengan semua kisah yang terjadi padaku. Kenapa aku ini malang sekali. Kekasihku meninggalkanku tanpa alasan yang jelas.

 

Aku mengedarkan pandanganku di sekeliling kamarku. Barang-barang pemberian jinki belum aku singkirkan. Barang-barang itu masih tertata rapi di sebuah meja nakas yang berukuran sedang. Boneka-boneka pemberiannya tertata di ranjangku.

 

Aku memungut satu boneka. Boneka ayam berpipi gembul bermata sipit, mirip sekali dengan jinki. Ini boneka yang selalu berhasil mengingatkanku pada jinki. Nae jinki… saranghaneun Lee Jinki…

 

Aku juga menatap bingkai besar yang menghiasi dinding kamarku. Bingkai foto yang berukuran sangat besar, tapi memuat banyak fotoku dengan jinki. Foto-foto yang menyimpan banyak kenangan tentang kami. Aku tersenyum kecut memandangi bingkai raksasa itu. jinki-ah, kenapa kau meninggalkanku?

 

Aku masih bisa merasakan hangat tubuhmu disini. Wajahmu yang tampan, kepribadianmu yang unik dan lucu… aku menyukai semua tentangmu jinki-ah…

 

Jauh di relung hatiku, aku masih sangat menginginkanmu jinki-ah… aku ingin kita kembali seperti dulu. Karena aku masih mencintaimu. ya… aku mencintaimu Lee Jinki. Dan itu tidak akan berubah…

 

*Kim Hyeri’s POV end*

 

 

Selama hampir satu minggu, jinki tidak menghubungi hye ri. Bukan berarti ia tidak merindukan gadis itu. Hanya saja, ia sedang memikirkan cara tepat yang akan dilakukannya untuk merebut hati hye ri kembali.

 

Ia benar-benar menguras fikirannya. Ibunya yang melihat sang anak terus diliputi kegelisahan hanya bisa mendesah pelan.

 

“kau ini jangan memaksa. Bila hye ri tak menginginkanmu lagi kembalilah ke Amerika. Lanjutkan studimu. Karena ayah akan sangat membutuhkanmu untuk mengelola perusahaannya. Ibu tidak ingin melihatmu seperti ini” ucap ibu jinki, ia duduk mendekati jinki yang sedang melamun. Membawakan segelas coklat panas untuk anaknya.

 

“ibu jangan bicara seperti itu. Aku yakin hye ri juga masih mencintaiku. Aku sangat yakin… jadi, aku tidak akan kembali ke Amerika sebelum aku mendapatkan hye ri kembali” jawab jinki, ia mengambil alih gelas yang disodorkan ibunya. Menyesap sedikit isinya yang masih panas.

 

“kau jangan terlalu percaya diri. Itu tidak baik. Jika kenyataannya tidak seperti itu, kau hanya akan merasa semakin terpuruk. Maafkan ibu bicara seperti ini, tapi ibu hanya tidak ingin kau seperti ini terus. Hidup harus tetap berjalan, jinki-ah…” nasehat ibu jinki.

 

Jinki bergeming. Benar juga apa kata ibunya. Kemarin saja saat bertemu dengannya, hye ri benar-benar tidak terlihat ingin kembali padanya. Dan buruknya, hye ri sudah memiliki kekasih baru. Pria yang bernama jung min, -yang saat itu menjemputnya- dia pasti kekasih baru hye ri.

 

Jinki mengusap wajah dengan sebelah tangannya. Tak bisa menerima kenyataan bahwa hye ri sudah memiliki kekasih lain. Dadanya terasa sesak tiba-tiba.

 

“baiklah, bu. Akan kufikirkan lagi. Tapi, biarkan aku mencoba sekali lagi. Jika hye ri tak memberiku kesempatan lagi, aku akan kembali ke Amerika” putus jinki. Ia yakin dengan apa yang akan dikatakannya. Biarlah… hye ri juga sudah bahagia sekarang. Ia tak ingin menuruti egonya lagi kali ini.

 

“ya… ibu mengerti itu. Kau harus bangkit. Terus jalani hidupmu, karena hidup akan terus berlanjut. Jika memang hye ri adalah takdirmu, maka ia akan kembali. Tenang saja…” ibu jinki terus memberi semangat pada jinki. Ia mengusap kepala jinki penuh kasih sayang. Jinki hanya mengangguk dan tersenyum samar.

 

“baik, ibu mau memasak dulu. Kau ingin apa?”

 

“terserah ibu saja. Apapun asal ibu yang membuatnya pasti enak” jawab jinki singkat.

 

~~~

 

Please forgive me who wants to forget you

Please let me have a chance to breath again

 

Hari ini, jinki mencoba menemui hye ri lagi. Kali ini saat hye ri sedang keluar dari kantornya, jinki menghadangnya.

 

“eh?” hye ri terlihat sedikit terkejut. “apa yang kau lakukan disini?” tanya hye ri ketus.

 

“aku ingin bicara padamu. Beri aku kesempatan untuk bicara sekali lagi. Jebal, hyeri-ah…” pinta jinki.

 

“tsk…” hye ri berdecak kesal. Tapi, ia diam saja. Pertanda mengiyakan permintaan jinki.

 

Jinki menggandeng pergelangan tangan hye ri. Menarik hye ri menuju mobilnya. Hye ri hanya diam. Ia membiarkan jinki bertindak sesuka hatinya.

 

“masuklah” ucap jinki. Ia membukakan pintu mobil untuk hye ri. Hye ri masuk tanpa berkomentar.

 

Jinki melajukan mobilnya, menuju tempat yang biasa mereka datangi jika sedang berkencan –dulu-. Dimana lagi, jika bukan di Taman yang terletak di pinggir sungai Han. Taman yang kecil tapi indah. Tempat favorite mereka berdua.

 

“apa lagi?” tanya hye ri, ia bersandar di cap mobil. Enggan menatap jinki, ia lebih suka menatap keindahan sungai Han yang tersaji dihadapannya.

 

“hyeri-ah… aku ingin kembali padamu. Aku ingin kita menjalin hubungan seperti dulu lagi. Aku tahu aku adalah pria yang jahat. Yang selalu menuruti egoku saja. Tidak pernah mempedulikan hatimu. Betapa sakitnya hatimu saat itu, aku tahu. Aku tahu semua kesalahanku. Aku tau kau membenciku. Tapi, apa salahnya kita mencoba memperbaiki semua ketidaksempurnaan kita ini? kita mulai dari awal lagi” jinki menggenggam tangan hye ri.

 

“tsk… aku lelah mendengar permohonanmu itu” jawab hye ri, ia menepis tangan jinki.

 

“hye ri-ah… aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Maafkan aku yang meninggalkanmu. Maafkan aku, hyeri-ah…”

 

“omong kosong!” ujar hye ri ketus. Ia tetap enggan menatap jinki.

 

“hyeri-ah… cant we? Aku tidak akan melukaimu lagi. Aku janji! Aku tahu harapanku untuk kembali padamu sangatlah tipis… tapi… tapi, aku benar-benar tak ingin berpisah darimu lagi”

 

Hye ri terlihat sedang berusaha menahan air mata, ia menggigit bibirnya. Dan memalingkan wajah dari jinki. Sebisa mungkin menutupi raut wajahnya yang terlihat menahan tangis.

 

“kau boleh marah padaku. Kau boleh menumpahkan kekesalanmu padaku. Jika itu memang membuatmu lega. Aku tahu ini semua sulita bagimu, hyeri-ah… aku juga merasa ini semua sulit bagiku. Aku sadari aku sangat mencintaimu. Aku baru merasakan semua rasa sakitnya justru setelah aku memutuskan untuk berpisah denganmu” ucap jinki. Semakin lama suaranya terdengar semakin lirih. Jinki menunduk. Menyesali segala yang telah dilakukannya.

 

Hye ri menatap jinki tajam dan begitu menusuk. Matanya berlinang. Ia menyerah. Ia tahu ia tak akan bisa menahan air matanya yang siap tumpah dari mata indahnya itu.

 

“kau fikir aku kelinci percobaan, hah?!! Kau tinggalkan aku begitu saja! Lalu kau minta aku untuk kembali padamu hanya karena kau tidak sanggup hidup tanpa diriku. Jika kau sanggup hidup tanpa diriku, apa kau masih mengemis seperti ini padaku?! Hah?! Aku benci padamu LEE JINKI!!!” hye ri berteriak murka. Ia memukul-mukul tubuh jinki. Akhirnya kemarahan yang selama ini ia pendam bisa ia keluarkan. Tangisan yang selama ini hanya ia yang tahu, akhirnya jinki bisa mengetahuinya. Air mata yang penuh dengan luka dan kesedihan.

 

Hye ri benar-benar seperti gunung berapi yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak meledak. Ia menangis dengan keras.

 

“kau tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan!! Kau meminta kembali padaku seolah itu adalah kebutuhanmu! Kau tak pernah tahu apa yang aku rasakan. Kau hanya mementingkan dirimu sendiri!!!”

 

Jinki hanya bisa diam. Ia membiarkan hye ri marah padanya. Jinki tahu, hye ri pasti memendam emosi yang besar padanya. Ia memaklumi itu.

 

“kau pria bodoh!!! Bodoh!!! Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!! aku benci dirimu! Sangat membencimu!! Mulai sekarang jangan pernah temui aku lagi!!” setelah menyelesaikan kalimatnya, hye ri pergi meninggalkan jinki. Ia berlari secepat yang ia bisa. Sambil sesekali menyeka air matanya yang mengalir begitu deras dikedua pipinya.

 

“hyeri-ah! Yya!! kim hye ri!! tunggu, tolong dengarkan!” jinki berlari mencoba mengejar hye ri.

 

Hye ri membalikkan tubuhnya, “berhenti!” ucapnya. Seketika jinki berhenti. Ia menatap hye ri yang berjarak enam meter didepannya.

 

“jangan pernah mengejarku lagi! jika kau tetap berlari dan terus mengejarku aku akan semakin membencimu!!” ucap hye ri ia masih terisak.

 

“hyeri-ah…” ucap jinki putus asa. Ia pun tidak bisa bergerak lagi. Ia terpaksa menuruti ucapan hye ri. Sekarang ia hanya bisa menatap kepergian hye ri. Menatap punggung ramping hye ri yang semakin lama semakin menjauh, hilang dari pengawasan matanya.

 

“hyeri-ah…”

 

 

*Kim Hyeri’s POV*

 

Dua hari berlalu sudah sejak pertengkaran antara aku dan jinki terjadi. Sejak saat itu juga, -anehnya- aku semakin tidak bisa melupakan jinki. Aku tetap menyayanginya dan mencintainya. Sudah kubilang kan? Besar cintaku pada jinki tak akan berkurang. Aku ingin sekali datang padanya saat ini, dan mengatakan padanya jika aku juga tidak ingin berpisah dengannya. Aku mencintainya!

 

Aku munafik? Benar sekali. Hati dan ucapanku sangat bertolak belakang. Tapi, mau bagaimana lagi? aku sangat marah pada jinki saat itu. Dan aku ingin menumpahkan semua padanya, supaya ia tahu.

 

Saat sedang asyik melamun, tiba-tiba seorang memasuki ruangan kerjaku. Ahjussi yang mengenakan seragam petugas keamanan kantorku. Ia membungkuk, “annyeong, Agassi… aku kesini hanya ingin mengantar ini. Buket bunga untukmu” ucap ahjussi itu, ia menyerahkan sebuah buket bunga mawar yang indah kepadaku. Aku menerimanya dengan bingung.

 

“go-gomaweo ahjussi, kau bisa keluar sekarang” ucapku.

 

“ne, Agassi…” ahjussi itu kemudian pergi meninggalkanku yang masih terlihat bingung menatap buket bunga mawar merah muda yang indah ini.

Belum sempat membaca siapa pengirimnya, ponselku bergetar.

 

Satu pesan masuk.

 

“Hyeri-ah, kau yakin untuk mengakhiri semuanya? Semua akan benar-benar berakhir sekarang...”

-Jinki-

 

“ya!!

Dan jangan ganggu aku. Aku sibuk hari ini!”

-hyeri-

 

Aku menjawab pesan jinki tanpa berfikir lagi. Seakan tubuhku sudah diprogram untuk menjawab seperti itu.

 

Aku tak mempedulikannya lagi. Aku membaca sebuah surat kecil yang terselip diantara bunga-bunga mawar yang indah itu.

 

‘sekali lagi maafkan aku… dan mungkin ini adalah pemberian terakhir dariku… aku tahu kau membenciku, aku bisa memahami itu… tapi, aku tak peduli. Asal kau tahu… aku akan selalu mencintaimu. Sampai akhir hidupku, aku hanya akan mencintaimu. I love you, I love you, I love you… Kim Hyeri~’

   ~  Lee Jinki

 

Seketika aku terpaku membaca surat kecil itu. Aku tidak bisa menahan untuk tidak menangis. Walaupun singkat, tapi kata-kata itu begitu dalam.

Haruskah semua berakhir seperti ini? apa aku yakin untuk mengakhiri kisah cintaku seperti ini? Bukankah aku masih sangat mencintai jinki?

 

Tiba-tiba seseorang datang. Aku mengusap mataku yang penuh air mata.

“Taemin-ah…” ucapku pada taemin, rekan kerjaku. Ahh~ Dia juga adik sepupu jinki.

 

“noona? Noona menangis?” tanyanya cemas.

 

Aku menggeleng, “ani. Gwaenchana…” jawabku bohong.

 

Taemin menatap buket bunga diatas meja kerjaku. Ia juga membaca surat kecil yang terselip didalamnya.

“noona, putus? Benar-benar putus?” taemin bertanya padaku. Raut wajahnya terlihat semakin khawatir.

 

“entahlah… aku… aku masih mencintainya taemin-ah…” ucapku lemas.

 

“noona!!! Hari ini jinki hyung akan kembali ke Amerika. Dan aku dengar pesawatnya terbang pukul dua belas siang ini!! noonaa!!! Kau harus menyusulnya sebelum terlambat, jika kau mencintainya!!!” seru taemin tiba-tiba.

 

“mwo?!” mataku terbelalak mendengar ucapan taemin. Aku menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. 10.25!

 

“yya! taemin-ah!!! Aku harus menyusulnya!!! Gomaweo!” aku menyambar tas jinjing hitamku dan berlari kencang meninggalkan kantorku.

 

Aku menyetir mobilku dengan ugal-ugalan. Paling tidak aku harus menghabiskan waktu 20 menit untuk sampai bandara. Dan setahuku jika kita akan melakukan penerbangan jauh, kita harus sudah sampai dibandara satu jam sebelum keberangkatan. Jadi, Jinki sudah harus masuk dan stand by di ruang tunggu pukul sebelas. 

 

Arrgh~ aku bisa gila!

Aku juga harus mengatakan pada jinki jika aku mencintainya dan tidak ingin ditinggalkan untuk yang kedua kalinya.

 

20 menit berlalu… aku tiba di bandara. Aku segera berlari masuk.

Jinki! Jinki! Jinki! Jinki! Jinki!!! Hanya nama itu yang terngiang-ngiang di otakku. Aku tidak ingin kehilangan kedua kalinya. Aku harus mengalahkan egoku sendiri kali ini.

 

Aku bisa melihat seseorang yang amat ku kenali postur tubuhnya berdiri tak jauh dari tempatku sekarang. Aku lega sekali bisa melihat si bodoh itu. Suasana bandara yang tidak begitu ramai, mempermudah mataku untuk mencari sosok yang amat aku cintai itu.

 

Aku berlari dan memeluk tubuhnya dari belakang.  Tak mempedulikan tatapan orang-orang disekitarku.

 

*Kim Hyeri’s POV end*

 

*Lee Jinki’s POV*

 

Let's go back to the way things were

I want be reborn as a man that loves you

I won't hurt you ever again

Can I go? I wanna be... I won't let you,

 

Aku merasakan pelukan tiba-tiba yang menyerang tubuhku dari belakang.

 

“jinki-ah” ucap sebuah suara lembut dari balik tubuhku.

 

Aku tersentak sedikit terkejut. Dan aku bisa langsung menebak suara siapa itu… hye ri… yaa, itu adalah suara gadisku, Kim Hyeri… Tapi, benarkah ini?!

 

“hyeri-ah…” ucapku, aku masih belum berbalik. Sedikit ada rasa takut. Bagaimana jika saat aku membalikkan tubuhku, ini hanya imajinasiku saja? Karena aku yang begitu memikirkannya.

 

Aku menyentuh tangannya yang melingkar dipinggangku. Yaa, ini terasa begitu nyata. Terlalu nyata bagiku…

Aku membalikkan tubuhku, “hyeri-ah…” kali ini aku menatap dengan pandangan benarkah-ini-kau?

 

Hye ri menatapku sendu. Aku mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan ibu jariku.

 

“jinki-ah…” ia menggenggam tanganku yang masih mengusap pipinya.

 

“katakan jangan pergi jika kau masih menginginkan aku untuk tetap tinggal… jika kau tidak mengizinkanku untuk pergi maka aku tidak akan pergi… meninggalkanmu”

 

“jebal, kajima… aku tidak mengizinkan kau meninggalkanku lagi. Aku ingin kau disini, menemaniku. Jangan tinggalkan aku untuk kedua kalinya. Aku tidak sanggup jika tanpamu” ucapannya terasa seperti angin surga bagiku.

 

“hyeri-ah…” aku memeluknya erat. “baiklah jika itu yang kau mau. Aku akan memenuhi permintaanmu. Aku tidak akan menyakitimu lagi. Aku akan berusaha membahagiakanmu. Saranghae Kim Hyeri…”

 

“na do jheongmal saranghae, Lee Jinki…”

 

-END-

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet