ONE

The Rapper In My Heart

“Yaaaah... dewiku melakukannya lagi.” Wooyong berdecak kagum melihat berita di iPadnya. Ia benar-benar mengidolakan perempuan itu sampai menyebutnya sebagai ‘dewi’nya.

“Nugu?” tanya Junsu dari kursi belakang van. 2PM kini sedang dalam perjalanan menuju gedung KBS untuk acara KBS Kiss The Radio.

“Lee Jin-ssi.” Jawab Wooyong simpel, menghasilkan anggukan tidak hanya dari Junsu, namun hampir semua member. “Apa beritanya kali ini?” giliran Nichkhun bertanya.

“Ia pergi ke Afrika Selatan membantu anak-anak yang kelaparan disana.” Lalu Wooyoung membacakan keseluruhan artikel itu.

“Waaah, aku jadi ingin bertemu dengannya. Ia masih muda namun hatinya begitu mulia dan dengan tulus membantu anak-anak yang kurang beruntung, walaupun dirinya sendiri memiliki kekurangan.” Junho memuji.

“Ya, tidak seperti uri magnae yang kerjanya hanya makan tanpa henti.” Nichkhun menambahkan. Kontan yang lain tertawa mendengarnya, sementara Chansung sibuk membela diri dihadapan semua hyungnya.

“Yah, kalian ini berisik sekali!” Taecyeon terbangun mendengar gelak tawa member yang lain. Chansung, yang masih cemberut membela diri, meminta maaf pada Taecyeon. “Mian hyung, kami sedang membicarakan Lee Jin-ssi.”

“Nuguya?” tanya Taecyeon sambil melepas earphone dari telinganya.

“Lee Jin-ssi, si Duta Anak-Anak itu.” Ujar Junho.

“Huh? Aku belum pernah mendengar namanya.” Pernyataan lelaki yang lama tinggal di Boston itu membuat seisi van diam, semua mata tertuju padanya. Bahkan Minjae, sang Manager, yang duduk di samping supir menolehkan kepalanya.

“Really, Taec? You’ve never heard about her before?” tanpa sadar, Nichkhun bertanya dalam bahasa Inggris. Taec mengangguk. “Jinjja, hyung? Sama sekali tidak?” Taecyeon mengiyakan pertanyaan Wooyoung. “Bagaimana bisa?”

Taecyeon mulai kesal. “Yah, memang kenapa kalau aku tidak pernah mendengar apapun tentangnya? Apa ada yang salah?”

Junsu menghela nafas. “Karena semua orang mengenalnya, Taec. Bahkan ahjumma di pedesaan pun mengenalnya.” Jelas Junsu dengan aksen Daegunya. Taecyeon tertawa kecil. “Yah hyung, kau begitu melebihkan.” Namun tatapan Junsu begitu serius. Begitu juga dengan member lainnya.

“Jinjja? Lalu mengapa aku tidak pernah mendengar apapun tentangnya? Apa ia seorang artis? Penyanyi baru?” dengan cepat ia menggelengkan kepala. “Ani, pasti kalau ia penyanyi baru, aku sudah tahu tentangnya.”

“AH!” Chansung, yang berada di samping Junsu tiba-tiba berseru. “Kau berada di Boston waktu ajang itu berlangsung, hyung!”

“Maja, maja!” timpal Nichkhun membenarkan. Taec masih belum mencerna semua itu. Ajang? Ajang apa?

Dan seperti bisa membaca pikiran hyungnya itu, Wooyoung, sebagai penggemar perempuan itu, mulai menjelaskan pada Taecyeon semua yang ia ketahui tentang Lee Jin selama sisa perjalanan menuju gedung KBS.

 

Sementara itu...

Lee Jin berbaring di sofa seraya mengganti saluran TV. Sebelah tangannya mengelus bulu seekor anjing Golden Retrivier yang berbaring di karpet dibawahnya.

Rihyun, sahabat sekaligus Managernya, keluar dari dapur membawa dua gelas susu coklat. “Kau bosan?” tanyanya seraya menyerahkan segelas susu pada Lee Jin. Perempuan dengan rambut panjang itu segera mengubah posisinya menjadi posisi duduk lalu menggelengkan kepalanya. “Wae?”

Aku merindukannya...” jari tangannya mengisyaratkan itu.

Rihyun tahu siapa yang Lee Jin maksud. Perempuan itu lalu merangkul bahu Lee Jin, sementara perempuan dengan rambut panjang itu menyandarkan kepalanya di bahu Rihyun dan memejamkan matanya sejenak. “Kita semua merindukannya...”

Anjing Golden Retriever itu menggonggong sekali, seakan menyetujui perkataan Rihyun. Jari tangan Lee Jin mulai bergerak. “Kurasa Ice Cream juga merindukan tuannya...

“Kau mau mengunjunginya besok?” pertanyaan itu membuat Lee Jin duduk tegak. Matanya berbinar namun masih tersirat kesedihan di bola mata berwarna coklat itu.

Apa jadwalku kosong besok?” Rihyun mengangguk. “Bisakah kita mampir ke kafe setelah itu?” Rihyun kembali mengangguk, membuat Lee Jin tersenyum bahagia.

“Lebih baik kau tidur sekarang, ini sudah larut. Besok kita pergi pagi-pagi sekali.” Lee Jin mengangguk dengan cepat seperti anak kecil. Setelah melisankan selamat malam pada sahabatnya dan Ice Cream, anjingnya, Lee Jin masuk ke dalam kamarnya.

Setelah Lee Jin masuk ke kamarnya, tanpa sadar Rihyun menghela nafas berat. Hampir dua tahun semenjak kejadian itu. Walau begitu, bagi dua perempuan itu, kejadian itu seperti baru terjadi kemarin. Walau Lee Jin tidak pernah menyinggungnya, Rihyun tahu sahabatnya itu masih memikirkan kejadian itu, memikirkan sosok itu.

 

Pagi itu angin bertiup kencang. Lee Jin dan Rihyun berpakaian serba hitam, berdiri di depan sebuah makam dalam diam. Setelah meletakkan buket bunga di makam itu, keduanya berdoa di dalam hati. Setelah itu, Lee Jin jatuh terduduk dan menangis. Rihyun yang melihat itu mundur selangkah sambil menahan tangisnya, memberi ruang pada sahabatnya. Lee Jin menumpahkan semua perasaannya di depan makam itu.

Oppa, aku merindukanmu. Ice Cream juga merindukanmu. Bagaimana keadaanmu disana? Aku tahu kau selalu menjagaku dari sana. Mianhae, Oppa, kalau saja waktu itu aku tidak mengajak kalian berlibur, pasti kejadian itu tidak akan terjadi. Pasti kau masih ada disini bersamaku sekarang. Mianhae, Oppa... Mianhae...

Setelah itu, Lee Jin berdiri. Rihyun segera mengajaknya pulang. Ketika mereka berbalik, mereka mendapati dua orang lelaki berdiri tidak jauh dari mereka, membawa sebuket bunga dan sebotol soju. Lelaki pertama lebih tinggi dari lelaki disebelahnya. Lelaki pertama berambut hitam, sedangkan lelaki kedua berambut coklat.

“Oraenmanida, Lee Jin-ssi, Rihyun-ssi.” Ujar lelaki pertama. Melihat kedua lelaki itu membuat Lee Jin dan Rihyun tersenyum.

 “Sunbae-deul...” ucap Rihyun. Kedua perempuan itu membungkuk sopan, yang langsung dibalas oleh kedua lelaki itu. “Kurasa kalian merindukannya juga, kan?” ujar lelaki kedua. Lee Jin tersenyum kecil, sebelum akhirnya menjawab dengan bahasa isyarat, “Ya. Kami merindukannya. Kita semua merindukannya.” Sudah hampir dua tahun Lee Jin tidak bertemu dengan kedua seniornya itu. Namun ia lega karena mereka masih bisa berkomunikasi dengannya. Sejenak ia lupa kalau kedua lelaki itulah yang mengajarinya bahasa isyarat.

“Kalian sudah mau pulang?” lelaki itu berusaha mengalihkan pembicaraan. Rihyun mengangguk. “Cepat sekali. Kita sudah lama tidak bertemu. Tadinya kami ingin mampir ke kafemu.” Tambah lelaki berambut hitam.

“Jeongmalyeo? Kami juga berencana kesana setelah ini!” Rihyun berseru senang.

“Jinjja? Geroum, maukah kalian menunggu selama kami menyapanya? Setelah itu, kita akan ke kafemu bersama.” Tersenyum, Lee Jin mengangguk.

 

Memakai kacamata hitamnya, Lee Jin turun dari van bersama Rihyun. Ia langsung dikerumuni oleh anak-anak dan remaja yang ingin berfoto dan meminta tanda tangannya. Melihat itu, Rihyun segera mengambil tas Lee Jin dan menggumamkan kalau ia dan kedua sunbaenya akan menunggu di dalam.

Mengangguk, Lee Jin melayani permintaan para penggemarnya itu. Sejak kafe ini dibuka 2 bulan lalu, banyak sekali orang berdatangan, tertarik dengan konsep kafe itu, juga karena Lee Jin-lah pemiliknya.

“Apa Lee Jin selalu begitu?” tanya si lelaki kedua. Mereka duduk di dekat jendela, lelaki itu melihat Lee Jin yang tersenyum berfoto bersama anak-anak.

“Eh? Apa maksudmu, Chihoon sunbae?” Rihyun tidak mengerti.

“Apa ia selalu terlihat ceria dihadapan semua orang seperti sekarang?”

“Ne, sunbae. Ia berusaha mempertahankan janji itu.” Chihoon tersenyum getir. “Sudah kuduga. Ia bahkan mewujudkan impian si bodoh itu.” Rihyun diam. Ia tahu, lelaki itu merindukan sahabatnya. Sama seperti Lee Jin merindukan orang itu.

“Dan menurut penglihatanku tadi, Lee Jin seperti masih menyalahkan dirinya atas meninggalnya si bodoh itu. Ia menangis seperti dua tahun lalu.” Lelaki berambut hitam itu ikut memandang keluar kaca.

“Ia tidak pernah menunjukkan itu padaku, Jiho sunbae. Ia tidak pernah menangis dihadapanku semenjak pemakaman itu. Tapi aku sering melihat Lee Jin menangis dalam tidur sambil memeluk foto mereka berdua saat liburan itu. Jujur, aku kasihan melihatnya.” Rihyun menghela nafas setelah mengatakan itu.

Ketiganya diam sampai pintu kafe terbuka dan masuklah Lee Jin sambil melambai pada para penggemarnya di luar. Setelah perempuan itu duduk, senyum lebar itu memudar, namun tidak hilang. “Sunbae-deul belum memesan apapun?” tanyanya dengan bahasa isyarat.

“Ah! Matda! Aku lupa!” Rihyun segera berdiri. “Chihoon sunbae, Jiho sunbae, kalian mau pesan apa?” tanya perempuan itu.

“Aku ingin melihat menunya sendiri. Barangkali ada pegawai lucu yang menarik perhatianku.” Ujar Jiho sambil berdiri, sebelum diikuti oleh Chihoon.

“Yah, kau mengambil ideku!” mereka berempat tertawa.

“Lee Jin, kau mau apa?” tanya Rihyun.

Seperti biasa saja.” Dan dengan itu, Rihyun, Chihoon dan Jiho meninggalkannya sendiri, memandang ke sekeliling kafe.

“Oppa, apa impianmu setelah lulus kuliah?”

“Impianku? Aku ingin membuka sebuah kafe di kawasan Hongdae. Karena kau sangat suka dengan Hello Kitty, kafe itu akan bertemakan Hello Kitty. Di dalamnya akan ada hasil jepretan fotoku di setiap sudut, dan semua orang akan menyukainya karena fotoku bagus-bagus.” Lelaki itu tertawa.

“Yah, jinjja! Kau percaya diri sekali, Oppa!” Perempuan itu ikut tertawa.

“Ah, wae? Itu kan impianku. Kau, apa impianmu?”

“Aku? Aku hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anakku kelak.” Lelaki itu kembali tertawa.

“Wae? Mengapa kau tertawa, Oppa?”

“Lebih baik kau mulai belajar dari sekarang, karena aku tidak mau punya istri pemalas, tidak bisa memasak dan tidak bisa mengurus anakku nantinya.”

“Yah! Siapa juga yang bilang aku mau jadi istrimu?”

“Jadi, kau tidak mau? Kurasa aku harus mencari kekasih lain yang mau menjadi istriku nantinya...”

“Oppa...~~” Lelaki itu tertawa melihat reaksi si perempuan.

“I was just joking, babe~”

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ilovecolors #1
I like this idea, update soon, neh? ^^