The Faithful Day

Sanctuary

 

Siang itu benar-benar terik. Matahari bersinar dengan terangnya, seolah sudah tidak lagi peduli dengan keadaan desa yang mulai kering. Ya, desa Altair kering.

Altair, atau yang lebih dikenal sebagai “Village of Springs” di Gaia, adalah sebuah desa kecil yang terletak di tenggara dari pegunungan Gulg. Pepohonan dan berbagai macam bunga bisa tumbuh disitu. Termasuk poppy, bunga yang pernah tercatat dalam dongeng Gaia sebagai “the flower of eternal sleep”.

Namun itu dulu. Semenjak terbacanya artifak yang ditemukan di gua Marsh 5 tahun lalu, perubahan drastis itu telah terprediksi. Sungai bening yang seolah tak pernah kering di musim panas pun sudah berubah menjadi jalan bebatuan. Tanah-tanah kebun dan persawahan hanya bisa ditumbuhi bahan makanan seadanya, yang tidak memerlukan banyak air. Karena air adalah benda berharga yang bahkan mulai diperdagangkan oleh penduduk Altair. Dan bukan hanya itu, serangan monster yang kelaparan pun menjadi sangat sering.

Gaia sudah mulai berubah.

--

“Ha!”

“Lagi!”

“Ha!”

“Kurang bertenaga! Mana tenagamu? Apa yang akan kalian lakukan kalau desa ini diserang?!”

“Ah!!”

Seorang anak lelaki terjatuh kelelahan. Changmin, pria tinggi berambut hitam yang sedari tadi berteriak memberi aba-aba latihan pedang itu menoleh. Dia menarik nafas panjang.

“Kenapa Noa? Kau sudah tidak kuat?”

Changmin menjulurkan tangannya agar diraih oleh Noa, membantunya berdiri.

“Ne, hyung,” ujarnya sembari menepuk-nepuk pantatnya yang sakit karena jatuh barusan. Changmin melirik anak didiknya yang sudah kelihatan bosan, lelah dan lapar. Dia mengangguk mengerti.

“Aku yakin kalian juga sama. Ya sudah. Sana pulang. Matahari sudah hampir tenggelam. Latihan kali ini cukup. Kita berlatih lagi besok kalau cuacanya bagus.”

“Neee changmin-hyung!”

“Gomawo hyung!”

“Ya… ya...”

Kumpulan anak-anak itu berlari menyebar ke segala penjuru desa, pulang ke rumah masing-masing. Changmin beranjak dari tempatnya berdiri, mengumpulkan pedang-pedang kayu yang baru saja dilempar oleh anak-anak didiknya. Satu per satu pedang tadi dimasukkan ke dalam keranjang bambu di gudang desa.

“Ini, hyung,” tangan kecilnya memeluk 4 pedang kayu yang sedikit lebih pendek dari tubuhnya, “yang terakhir. Maafkan mereka hyung, mereka suda kelaparan dari tadi…”

“dan aku yakin kau juga lapar, Noa. Kenapa kau tidak mengatakan apapun. Kau tahu aku sering lupa waktu.”

Noa mengangkat alisnya. Hyungnya itu bukan orang yang bisa diperintah, apalagi diminta. Bahkan oleh keluarganya sekalipun. Yunho-hyung saja agak kewalahan menjaga changmin. Karena adiknya itu sering berbuat sesukanya dan sengaja menarik pehatian monster-monster di luar desa hanya untuk berkelahi. Atau berlatih, atau apapun alasannya.

“hei Noa. Kau masih hidup?” Tanya changmin santai.

Noa menoleh tajam, “Yah! Apa maksudnya aku masih hidup, hyung?!”

Tawa changmin lepas melihat anak 10 tahun yang kelihatannya marah itu. Wajah bulatnya memerah menahan amarah. Tawa changmin semakin tidak terkontrol.

“Ahahahaha!”

“YAH!! HYUNG!”

“ma—maaf, ha, ha..” changmin mengusap tepi matanya yang basah karena air mata, “kau lama-lama seperti tomat sih…”

Lagi-lagi Noa mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

“habisnya, kau pendek, dan merah, dan… hei aku bercanda?”

Belum sempat changmin berlari, sebuah pedang kayu telah dibanting di punggung kakinya. Changmin mendesis tertahan, kesakitan. Noa menjulurkan lidahnya dan segera berbalik, melarikan diri dari changmin yang hampir meledak.

“YAH! Kembali kau bocah sialan!!”

“Tidaaak mau dasar hyung jahat! Hahaha!”

“Aish,” ditatapnya Noa sampai anak itu hilang dari pandangan setelah berbelok di tikungan, “hmm, sial. Kena ibu jariku lagi. Nampaknya aku salah mengajarinya untuk bisa memfokuskan tenaga…”

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, changmin meraih tas kecil tempatnya meletakkan senjata dan armor serta beberapa minuman potion dari atas ranting pohon. Dia mengeluarkan sepasang glove dari dalam, memasangnya di kedua tangan. Sebenarnya glove ini agak tidak aman dikenakan jika tidak dalam medan perkelahian. Mata pisau kecil ada di tiap ujung jarinya sangat tajam. Tapi peduli apa changmin. Toh dia hari ini juga tidak pulang ke rumah. Jadi setidaknya dia tidak perlu takut untuk melukai siapapun. Dia akan menunggui gate belakang desa. Berjaga-jaga barangkali ada monster yang memutuskan untuk menyerang desa di malam ini. Lagi.

Meski Kristal Dragon di atas pedestal di tengah Altair masih bersinar, Changmin tidak bisa berpikiran tenang. Tidak hanya Changmin, para pemuda Altair selalu berkeliling tiap malam, bergilir. Dengan bertameng senjata seadanya, pemuda-pemuda itulah, yang berada dibawah awasan Changmin, yang memastikan agar penduduk Altair tetap bisa tidur lelap tanpa gangguan monster. Dan anak-anak kecil tadi, termasuk Noa, adalah generasi berikutnya yang disiapkan Changmin untuk melindungi Altair kedepannya.

Sudah hampir 4 tahun ini Changmin bertahan sebagai ketua pasukan penjaga Altair, sejak usianya 20 tahun lalu. Title itu seharusnya dipegang oleh Yunho, kakaknya. Tapi semenjak pembunuhan ayah mereka karena amarah penduduk Gaia yang menyerang Altair 4 tahun lalu, posisi itu harus berganti.

Ayah mereka, Jung, termasuk salah satu pemecah kode dalam artifak Apocalypse, sebuah artifak berisi catatan manusia dari Dragon’s War yang terjadi lebih dari ribuan tahun lalu. Berita bahwa di Altair juga ada orang yang bisa memecahkan kode itu menyebar dengan cepat di seluruh Gaia. Dan para Raja dari 3 kerajaan utama Gaia langsung menyuruh pasukannya untuk menyerang Altair, membunuh Jung.

Isi dari Apocalypse yang sudah berhasil diketahui sebagian membuat penduduk Gaia ketakutan. Kehancuran Gaia yang tertunda, kurang lebih itulah isinya. Dan manusia-manusia keji itu langsung membunuh ayahnya tanpa peduli dengan penjelasan Mayor Altair itu, karena dianggap sudah menyebarkan berita sesat.

Altair yang ditinggalkan oleh pemimpinnya sempat hampir hancur, jika Yunho tidak mengambil tindakan. Berbekal pengalaman mendampingi ayahnya, Yunho mengajukan diri menjadi Mayor Altair yang baru, menggantikan ayahnya. Dan Altair kembali tenang.

Gaia itu terkutuk. Setidaknya itulah yang ada di pemikiran Changmin.

Dragon’s War, Krystal of Dragon… semuanya konyol.

Krystal of Dragon menjadi perebutan masing-masing kerajaan. Krystal yang bisa menciptakan barrier untuk melindungi suatu tempat dari serangan monster itu selalu membuat pertikaian antar kerajaan. Dan naasnya, krystal itu berasal dari makhluk suci pelindung Gaia, Dragon, yang sudah tidak pernah dijumpai lagi di dunia ini. Dragon’s War mengubah keseimbangan Gaia, menyisakan manusia-manusia yang tamak dan haus akan kekuasaan.

“Changmin-hyung! Sudah waktunya gantian ya?”

Changmin terhenyak dari lamunannya. Tak terasa dia sudah berjalan melewati pusat Altair menuju pintu belakang desa kecil itu. Dia tersenyum tipis pada dua orang pemuda dan seorang gadis yang bersandar di pilar gate.

“ya, kembalilah ke rumah dan beristirahat, Kai, Kris dan Sulli. Biar aku yang berjaga malam ini…”

“kau sudah makan oppa?” Tanya Sulli, “Kau mau apel yang baru kupetik di hutan siang ini?”

“kau perlu bertanya? Berikan saja padaku nanti kumakan,” jawab Changmin pendek.

“hati-hati hyung, kristalnya agak tidak stabil dari tadi siang. Monster-monster juga ada yang mengintai dari hutan,”

Benar saja, dari kejauhan Changmin bisa melihat gerak gerik beberapa makhluk yang kemungkinan Wolf dan Blood Bats. Asal bukan Minosaur atau Medusa saja. Karena jika iya maka changmin harus meminta bantuan dari penduduk yang lain.

“oke. Sana pergi.”

“haha! Mengerti hyung, selamat berjaga! Nanti kalau ketemu Yunho-sshi aku sampaikan bahwa kau berjaga,”

“Hmm, gomawo. Suruh dia kesini kalau dia tidak ada kerjaan dan bawakan aku makanan!”

“Ne!”

Setelah suara tiga penjaga tadi hilang dari pendengaran, Changmin mulai mempersiapkan senjatanya. Baju sleeveless –nya membuat Changmin harus memasang armor di kedua lengannya. Sebuah armor besi selalu terpasang di dada Changmin (‘aku tidak bisa memasangnya tanpa bantuan orang lain, Hyung!’) dan kakinya. Turtle neck nya menutupi hingga bawah dagu.  Changmin baru saja bersandar pada pilar saat sebuah cahaya, seperti bola api, jatuh tepat di hutan sebelah desanya dan…

“BOOM!!”

--

KAU YAKIN MENYERAHKANNYA PADAKU, WAHAI MANUSIA?” Suara kasar dan berat makhluk besar bersayap itu menggema di seluruh penjuru gua.

Pria tua itu mengangguk sekali, sudah yakin dengan pilihannya. Jinki harus segera dibawa pergi. Perselisihan kekuasaan di Land of Mist, Feymarch sudah berada di luar kendali. Dan hal itu berarti, nyawa Jinki sebagai satu-satunya Half di tempat itu pasti akan terancam.

“Bagaimanapun dia cucuku, bawalah dia pergi, kumohon.”

Mata makhluk itu melirik ke arah Jinki yang tidak sadar, tertidur karena sleeping spell yang sengaja dibaca oleh kakeknya tadi. Rambut karamelnya sedikit basah oleh hujan.

KAU MENGHILANGKAN INGATANNYA?

Pria berambut putih itu nampak ragu untuk menjawab, “ya. Dia harus lupa. Agar dia tidak kembali ke tempat ini, atau mengingat kami. Aku takut dia akan membenci dirinya sendiri, dan manusia…”

Cakar besar makhluk itu sedikit bergeser dari tanah yang dipijaknya, meninggalkan tiga buah guratan sejajar di lantai gua.

MANUSIA. KALIAN MEMANG TERKUTUK. EGOIS. SEMUANYA TIDAK BERUBAH SEJAK 3.000 TAHUN LALU.

Mulut pria tua tadi terkatup rapat, tidak bisa membalas apa-apa. Tangannya mengepal geram.

“Aku mengerti. Karena itu, tolong bawa dia pergi. Sudah cukup aku melihat keluargaku dibunuh…”

KAU TIDAK IKUT KAMI, BAROS?

“haha!” pria itu, Baros tertawa keras,  takjub karena temannya masih ingat dengan namanya meski sudah sangat lama tidak bertemu. “Sudah lama aku tidak mendengar nama itu, Flynn.”

“JANGAN MENGALIHKAN PEMBICARAAN…

“tidak, tidak. Aku sudah cukup lama hidup di dunia. Setidaknya kalau aku matipun, aku ingin agar kristalku bisa digunakan untuk menjaga keseimbangan Gaia…”

KAU… DAN PEMIKIRAN NAIFMU. SUDAH CUKUP RAS KITA HABIS KARENA NAFSU MANUSIA YANG MEMUAKKAN…

“ya, tapi bahkan kau tidak bisa memungkiri tidak semua manusia berpikiran licik.”

KAU SUDAH TERLALU LAMA MENJADI MANUSIA, TEMANKU.”

“Ngh…”

Percakapan keduanya terhenti. Baros dan makhluk itu memperhatikan Jinki yang merubah posisi tidur di punggung bersisik keras. Wajah polosnya masih basah oleh sisa-sisa air mata.

Pandangan kakek Jinki melembut.

“Jaga dia, Flynn. Ajarkan dia agar dia mencintai Gaia…”

PERMINTAAN BESAR LAGI-LAGI KELUAR DARI MULUT KECILMU ITU…

“Hei kau temanku kan—“

“Itu makhluknya! Aku bisa merasakan kekuatannya dari sini!”

Samar-samar suara teriakan segerombol Squire dan Mage terdengar mulai terdengar. Mereka sudah dekat. Sudah tidak ada waktu lagi.

“Flynn!” teriak Baros panik.

AKU MENGERTI. KAMI PERGI SEKARANG.

“Ya, kumohon,”

KAU BISA MELAWAN MEREKA?” sindir Flynn.

“Jangan remehkan aku.”

Jawaban yakin Baros sudah cukup bagi makhluk itu untuk mengembangkan kedua sayap besarnya.

“Itu dia! Berhenti kau!” berpuluh-puluh Squire dan Paladin dari kerajaan Feymarch berlari dan berancang-ancang mengeluarkan pedang dari sarung pedangnya masing-masing. Para Archer mengambil posisi dan bersiap menembakkan anak panah. Aura magis terasa menyesakkan dada saat kumpulan Mage mulai merapalkan ucapan-ucapan mantra untuk spell mereka.

“Flynn!!”

Tanpa ragu lagi, Dragon besar itu mundur hingga mulut gua belakang, yang menghubungkan gua dengan kawah berapi gunung. Tubuh kerasnya berbalik membelakangi temannya. Kibasan demi kibasan sayapnya mulai mengangkat badan Dragon itu. Setelah melirik untuk terakhir kalinya, Dragon itu pun terbang meninggalkan gua.

“Berhenti! Tembak sekarang!!”

Aba-aba dari pemimpin Knight Feymarch menambah ricuhnya suasana. Bola-bola api dan berbagai elemen sihir lain dilempar ke arah Dragon tadi yang hampir hilang dari pandangan.

‘selamat tinggal Jinki, Flynn… dan Gaia… tempat yang kau cintai, Sooyeon,’

 “emit tsal eht rof em pleh! O the greatest fire spirit of Gaia! Efil ym ouy reffo I! Efreet!!”

“BOOM!”

GROAAAAAAARR!!”

 

AN: FF abal yang tiba-tiba nyelip di tengah proses pengerjaan skrip skripsi saya. maaf kalo abalnya ga ketulungan. -_-"

AN 2: untuk beberapa spell, saya bakal nulis huruf2 ga jelas. bukan apa-apa, tapi bacanya dari belakang ya.. biar keliatan kaya ilmu sihir gitu sih hihi *labil* ex: fire --> erif. something like that #PLAAAKK

Warning: bahasa yang um... bikin merinding pengen nabok orang. XDDD

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
jinkiesa #1
Chapter 1: HAHAAHAHAHAA ini aaapaaaaaa *0*)
sumpah kereen ini...
saya udah lama ga baca genre fantasy begini *~~~*) aduuuhh dedek jinki jd half kok aq ngebayanginnya bukan serem malah imut (?)
lanjuuuut pliiiiisss....
changnew lg eksis bgt yak...huhuhuuuu i really love it thor...
vieroeclipse #2
Chapter 1: Ahhhhhh!!! Aku cinta kamu eeooonnn!! :**** #plaaaaks
Akhirnya, kamu mau nelurin juga FF changnewmu TT^TT
Aku suka settingnya! Demi apapun aku suka! Fantasy banget! Udah lama aku gak baca FF genre fantasy begini. Jadi kangen iisshh!! XDDD

Dan demi apapun! Aku suka cara eonn ngegambarin Changmin disini. Karakternya emg changmin banget! Dan Jinki yang masih penuh misteri.

LANJUTKAN EOONN!! DEMI APAPUN KAMU HARUS LANJUTIN FF INIII SECEPATNYAAA!! TTATT