Soulmate

Soulmate

 

 

“Aku Kang Jiyoung, dari Muhak Girls Senior High School.”

 

“Do Kyungsoo, Hanlim Arts High School”

 

Apa kalian percaya dengan love at first sight?

 

Jujur, dulu mungkin aku tidak percaya, sebelum akhirnya aku bertemu dengan Kyungsoo Oppa. Yah, setelah perkenalan pertama kami—bisa dibilang perkenalan yang sangat singkat—membuat aku jatuh cinta kepadanya. Ah ralat, lebih tepatnya aku suka dengan segala apa yang ada dalam dirinya—senyumnya, suaranya, bahkan disaat Oppa memutuskan menyanyikan sebuah lagu untukku. Semuanya terasa menyenangkan, menjadikan perubahan dalam diriku. Perubahan baik, tentu saja—yang membuatku lebih senang berangkat ke sekolah, karena aku tahu bahwa Oppa akan menjemputku, pergi ke sekolah bersama karena sekolah kita yang berdekatan.

 

Dan entah mengapa, wajah memerah dan detak jantung yang berdetak di luar kendali sudah menjadi hal yang biasa untukku akhir-akhir ini. Bayangan Kyungsoo Oppa selalu berada dalam benakku, membuat akhir-akhir ini aku seperti orang gila. Cinta itu membuat orang terlihat gila, kau tahu? Terutama disaat teman-temanku menganggapku aneh karena prestasi sekolahku yang mendadak meningkat. Biasanya aku selalu menjadi peringkat terakhir di kelasku, namun sekarang menjadi peringkat teratas. Ini jelas bukan karena Dewi Fortuna datang ke diriku secara tiba-tiba—tapi karena aku menghabiskan waktu malamku dengan belajar private dengan Kyungsoo Oppa karena Oppa itu terbilang jenius—dan yang paling penting, untuk menambah waktu berduaan dengan Oppa.

 

Waktu selalu berjalan maju, tidak pernah berjalan mundur—semua orang tahu itu.

 

“Aku menyukaimu—will you be mine, Jiyoung?”

 

“Hng—iya, Oppa. Aku juga menyukaimu.”

 

Musim dingin—pada saat itu Oppa menyatakan pernyataan yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Yah, sekarang kami sepasang kekasih, dan ini sungguh membuatku ingin melompat-lompat setinggi-tingginya karena terlalu senang. Aku milik Kyungsoo Oppa, begitu pun sebaliknya. Tapi bukannya tubuhku yang melompat, tapi jantungku yang terasa melompat karena detak jantung yang sangat jauh lebih cepat. Bodoh, aku memang bodoh—terlebih saat tanpa sadar aku mencium pipi Oppa dengan malu-malu. Berakhir dengan Oppa yang mendekat ke arahku, memberiku tatapan hangat yang begitu lembut yang membuatku tergila-gila. Semakin dekat, terus dekat—dan aku tidak cukup bodoh hingga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

 

First kiss.

 

Do Kyungsoo—pemuda yang menjadi first love dan first kiss bagiku. Ciuman yang terasa panjang, dengan sebuah dekapan yang membuatku terasa hangat di tengah dinginnya salju. Aku mendekap erat balik, terlampau erat sampai tidak ada lagi kata jarak. Aku nyaman, pelukan Oppa selalu nyaman dan hangat untukku, hingga pipiku yang sudah memerah karena dingin, kini tampak lebih memerah. Aku senang Kyungsoo Oppa berada di dekatku, dan kuharap ini berlangsung lama, kalau perlu selamanya. Tidak ada salahnya kan aku mengharapkan itu?

 

Tidak, ini tidak salah—karena sekarang diriku berada di satu dunia dengan Oppa. Hanya berisikan aku dan Oppa.

 

“Oppa, aku lulus audisi, aku akan terkenal.”

 

“Baguslah, aku ikut senang, Jiyoung-ah.”

 

Seluruh dunia akan tahu seorang Kang Jiyoung. Ini bisa disebut Dewi Fortuna sedang bersamaku. Aku akan terkenal, semua orang akan tahu ada seseorang bernama Kang Jiyoung di dunia ini. Aku lolos untuk masuk KARA—salah satu girlband terkenal Korea. Segalanya tidak aku dapatkan dengan mudah, perlu tahapan rumit hingga aku bisa lolos—dan beruntunglah Kyungsoo Oppa selalu berada di sisiku, mendukung segala apa yang aku lakukan. Aku senang mempunyai Oppa, dia segalanya untukku, dan begitu pula arti diriku untuknya—yah, begitulah apa yang sering Oppa katakan kepadaku. Aku selalu mempercayai Oppa, karena Oppa selalu percaya kepadaku.

 

Namun, bukankah akan selalu ada yang harus dibayar untuk apa yang telah aku dapatkan?

 

Untuk pertama kalinya aku merasakan kesepian, rindu yang teramat sangat—duniaku dan Oppa kini terasa berbeda. Minimnya waktu bertemu, bahkan bercerita membuatku merasakan Oppa terasa hilang dari sisiku. Aku tahu Oppa merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan, seperti apa yang selalu Oppa tulis dalam pesan singkat yang akhir-akhir ini menjadi alat komunikasiku dengan Oppa. Perlahan, aku berubah—aku tahu itu. Kegiatanku bersama KARA selalu padat, bahkan aku yang dulu tidak pernah berbohong kepada siapapun, kini mulai berbohong dengan mengatakan kepada publik bahwa aku tidak punya kekasih disisiku. Aku benci diriku sendiri, sungguh. Aku mulai tidak mengenal diriku sendiri.

 

“Jiyoung-ah, lebih baik kita akhiri ini—dunia kita berbeda.”

 

“Ta—tapi aku.. baiklah, Oppa.”

 

Dan ini membuatku sadar bahwa kita kini benar-benar di dunia yang berbeda. Aku bukan Kang Jiyoung yang dulu, gadis biasa yang bersekolah di sekolah khusus perempuan, berasal dari kalangan yang biasa pula. Tapi tidak semuanya berbeda, karena jujur aku masih mencintai Oppa—tidak berbeda sedikitpun dari yang dulu. Namun tetap saja, aku tidak bisa memaksa Oppa untuk mengerti—karena waktu bertemu mereka yang tergolong minim, bahkan karena perubahan-perubahan yang terjadi kepada diriku—aku hanya dapat memaklumi Oppa yang memutuskan hal ini, memutuskan mengakhiri hubungan kita.

 

Tapi tetap saja ini menyakitkan, menyebabkan malam kuhabiskan dengan menangis dan menangis, terlalu tidak biasa menghabiskan waktuku tanpa Oppa disisiku. Aku memang selalu cengeng, tapi setidaknya dulu disaat aku menangis, Oppa selalu berada di sisiku dan menjadi tempat bersandarku. Namun sekarang, dengan siapa aku bersandar? Semua orang di duniaku sudah mengenalku, seperti apa yang kuidamkan-idamkan dulu—tapi kenapa aku tetap merasa kesepian tanpa ada Oppa disisiku? Aku butuh Oppa, aku ingin Kyungsoo Oppa selalu disisiku. Tapi apakah bisa aku bersikap egois? Karena aku yang selalu mengharapkan Oppa disisiku namun aku tidak pernah selalu disisinya.

 

Rasanya, aku tidak butuh dunia tahu tentang diriku—hanya Oppa yang tahu tentang diriku, itu cukup.

 

*****

 

Tersesat lagi, huh.

 

Melangkah dengan pelan di sebuah lorong panjang. Seharusnya aku sudah bersiap-siap karena kurang lebih setengah jam lagi aku dan anggota lainnya akan tampil di panggung. Sayangnya sekali lagi aku tersesat saat selesai ke toilet, membuatku kini berada di lorong ini. Ini sungguh menyebalkan, dan membuatku kini cemberut kecil sambil menghentakan kaki ke lantai karena kesal terhadap kebodohanku sendiri. Tidak pernah berubah, sifat kekanakanku tidak pernah berubah walaupun kini aku akan menginjak bangku universitas. Rasanya dia memang harus membuat peta kemanapun dia berada, untuk menghindari hal-hal yang bodoh seperti sekarang ini.

 

Akhirnya aku bersandar kepada dinding lorong, dengan pakaian panggung lengkap serta make up yang begitu sempurna di wajah cantikku. Bukannya berniat untuk membanggakan diri, karena banyak orang yang mengakui hal ini. Apalagi rayuan-rayuan yang biasa ditujukan para lelaki untuk seorang wanita, aku sudah biasa. Yah, aku bohong kalau aku bilang tidak pernah mempunyai kekasih lagi sejak kehilangan Kyungsoo Oppa. Aku pernah mencoba berkencan dengan beberapa lelaki Idol yang satu profesi denganku untuk menggantikan posisi Kyungsoo Oppa. Namun tetap saja sulit—sulit bagiku untuk melupakan, bukan hal yang mudah.

 

Oppa selalu menjadi yang terbaik—selalu.

 

“Jiyoung-ah.”

 

Suara itu membuat kelopak mataku sedikit melebar. Bagiku suara itu terdengar familiar, suara yang sudah lama aku rindukan dalam benakku. Hingga akhirnya aku kini menegakkan tubuhku, menoleh ke arah asal suara, meyakinkan diri bahwa apa yang kudengar sesuai dengan apa yang kuperkirakan. Aku benar-benar mengharapkan itu, sungguh.

 

Do Kyungsoo berada disini—di hadapanku.

 

Mungkin jika seseorang bertemu mantan kekasih, dia akan terlihat canggung dan gugup, tapi ini berbeda denganku. Karena kini aku berlari, mendekat kearah sosok yang kurindukan itu, memeluknya erat tanpa ragu dan tanpa kecanggungan, hanya sekedar meyakinkan diri bahwa yang kulihat adalah nyata, Oppa benar-benar ada di sisiku lagi, di dekatku dan sekarang berada dalam pelukanku. Hingga akhirnya seulas senyum berkembang di sudut bibirku saat merasakan pelukan balik dari Oppa, membuat rasa nyaman yang sudah kurindukan kini datang kembali ke dalam diriku. Rasanya ingin terus seperti ini, tidak ingin melepas pelukanku agar Oppa tidak kembali pergi dariku.

 

“Oppa, sedang apa kau disini?” memutuskan bertanya saat menyadari penampilan Oppa yang tidak biasa, berpenampilan rapi dengan jaket yang biasa digunakan para Idol saat muncul di panggung. Apakah aku harus menebak?

 

“Ke duniamu, datang ke duniamu.”

 

Aku tidak cukup bodoh hingga tidak tahu apa arti yang terkandung dalam kalimat Oppa. Hingga akhirnya senyum lebar terukir kembali di bibirku. “Kau bisa memanggilku DO Oppa mulai sekarang kalau kau mau?”

 

Aku hanya dapat tertawa kecil mendengar kalimat itu. “Aku tetap akan memanggil Kyungsoo Oppa.” Nadaku terdengar lebih riang dari biasanya, nada riang yang dulu sering terdengar dari bibirku. “Dan—mengapa Oppa memutuskan keduniaku?” Aku hanya sekedar ingin tahu—dan untuk kembali meyakinkan diriku, bahwa kini Oppa disini, bersamaku.

 

“Karena duniaku terasa bukan duniaku tanpa dirimu, Kang Jiyoung.”

 

Sekarang, Apa kalian percaya dengan Soulmate? Jujur, sekarang aku percaya, sangat percaya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
jungmi95 #1
Chapter 1: oooh.. kyungsoo oppa romantis sekaliii,,

author, ini bagus..
i like it.. ^^
syjull #2
Chapter 1: omg... like it. aku suka banget. coba di terusin pasti seru banget
amayuri #3
Chapter 1: nice story. I love how you describe Jiyoung. She's so pure. kekeke ..
terusin kakak, banyak-banyak nulis fanfic Jiyoung ya u.u because I'm sooooo in love with her. nb: I'm straight (?) okay, sorry I'm blabbering too much >.< by the way this is the first bahasa fic I've ever read here in AFF. you are jjang!!