Kau suka boneka?

Eternal Memory

Kalau kamu baca tulisan berwarna ini, berarti ini sudut pandang Chanyeol
Kalau kamu baca tulisan berwarna ini, berarti ini sudut pandang Kai
Kalau kamu baca tulisan berwarna ini, berarti ini sudut pandang kamu (Shim Chaeri)

Oneshot ini adalah request dari Ami. Semoga Ami suka ya~

***

Ah! Itu dia, Chaeri. Kadang, namanya terdengar seperti “Cherry”, tapi dia tidak suka kalau namanya jadi Cherry. Karena dia bilang ada girband asal negaranya yang ada unsur Cherry nya. Tidak masalah. Apapun namanya, dialah murid SM Academy yang aku suka.

Rambutnya pendek, tidak sampai sebahu, dan berponi. Perawakannya mungil, tapi bukan berarti dia kurcaci. Dan dia adalah teman sekelasku.

Chaeri pasti mau mengantar sarapan pagi untuk Kai ke kelasnya. Aku kadang iri dengan Kai, Chaeri begitu dekat dengannya. Hanya karena mereka teman sejak kecil.

Rumah Kai dan Chaeri pun tidak begitu jauh, Kai sering mengunjungi rumah Chaeri dan ibu mereka sangat dekat. Aku juga sering berkunjung ke rumah Chaeri. Tapi setiap aku datang ke rumahnya, Chaeri pasti tidak ada di rumah.

“Chanyeollie sedang apa?” Tiba-tiba Chaeri sudah berdiri di sebelahku. Tingginya dibawah pundakku, jadi hanya wajahnya saja yang terlihat.

“A-aku hanya sedang bosan” jawabku sambil pura-pura menonton permainan bola antara senior-seniorku. Ah! Ada Minho-hyung.

“Bosan kenapa?” Chaeri langsung ikut melihat kearah lapangan dan berdiri di sebelahku. Aku bisa mencium aroma jasmin darinya.

Aku hanya bisa menatapnya bingung. Sebenarnya aku tidak bosan, tapi aku juga tidak sedang senang. Aku tidak mungkin bilang aku sedang iri, kan?

“Tidak tahu. Chaeri-yah, kita makan takoyaki yuk!” ajakku sambil menarik tangannya ke arah kantin.

Chaeri melahap takoyakinya satu persatu. Bubuk rumput lautnya bahkan sampai bertempelan di dekat mulutnya. Aku tidak bisa menahan tawa.

“Kenapa?” Chaeri mendongak bingung.

“Itu, kau menyisakan makanan di sekitar mulutmu” aku menyodorkannya tisu sambil terus menahan tawa. Chaeri mencoba membersihkannya, tapi ia malah hanya memindahkan kotorannya. Akhirnya aku turun tangan membersihkannya.

Chaeri menatapku seperti kaget dan itu membuatku malu. Aku cepat-cepat menarik tanganku dan melahap lagi takoyaki milikku. “Sudah bersih” ucapku kaku. Chaeri hanya mengangguk sambil melahap lagi takoyakinya.

Tiba-tiba segerombolan murid berlarian ke arah gedung sekolah. “Ada apa?” tanyaku pada salah satu dari mereka. Gadis itu menjawab dengan cepat, “Kai oppa pingsan lagi!” dan kemudian teman-teman disebelahnya mengangguk. Lalu mereka berlari lagi.

Oh iya, Kai adalah murid spesial di SM Academy ini. Spesial karena talentanya yang mengaggumkan, pengaggumnya yang banyak, dan yang terakhir, spesial karena di balik kehebatannya, ia mempunyai penyakit bawaan, yaitu lemah jantung. Kadang ia sering blackout tiba-tiba. Dan orang yang akan merasa paling khawatir adalah...

“Dimana dia?!” Chaeri segera bangkit dan berlari menuju tempat dimana Kai jatuh pingsan.

Bukannya aku tak perduli.

Bukannya aku benci dengan Kai ataupun Chaeri.

Tapi kenapa aku tidak pernah bisa menjadi bagian dari orang yang kusukai?

 

“Jongin-ah!” seru Chaeri sambil berlari kearahku. Ya, namaku Kim Jongin. Mungkin lebih sering dipanggil Kai. Dan akulah yang sedang mereka bicarakan. Kadang aku merasa, kenapa tidak sekalian saja aku kehilangan nyawaku? Daripada aku harus merepotkan semua orang, membuat gempar sekolah hampir setiap hari.

Chaeri menggenggam erat tanganku, seperti biasa. Dan seperti biasa pula, aku hanya bisa tersenyum.  “Kau tidak perlu berlari seperti itu” Aku menepuk genggaman tangannya pelan dan ia hanya tersenyum, “Jongin pasti bisa sembuh kok”.

Aku hanya bisa menatapnya sedih. Sebenarnya aku tidak ingin begitu. Tapi perasaanku tidak bisa bohong lagi. “Kau kenapa sedih seperti itu?” tiba-tiba Chaeri memecah ilusiku.

“Tidak apa-apa. Hanya merasa lucu saja” aku berusaha bangkit dan duduk di tepi tempat tidur ruang kesehatan. Chaeri langsung membantuku dengan wajah bingung.

“Seharusnya aku yang berlari padamu. Harusnya aku yang melindungimu” Aku terkekeh dengan kata-kataku sendiri. Agak pahit, tapi itulah kenyataannya.

Chaeri langsung memasang wajah kesal. “Berapa kali sudah aku bilang? Aku tidak suka kalau kau terus mengungkit-ungkit kelemahanmu dan terus-menerus menyalahkan dirimu. Bukankah aku juga sudah bilang kalau—”

Jangan berlari lagi.

Jangan menangis karenaku lagi.

Jangan berpura-pura tegar lagi.

Jangan perduli denganku lagi.

Chaeri membeku saat bibirku menyentuh bibirnya. Aku segera menarik tubuhku kembali ke tempatku semula. Apa yang sudah aku lakukan?

Chaeri belum bergerak sama sekali. Aku harap ia membenciku sekarang. Aku harap dengan begitu ia tidak akan pernah berlari padaku lagi kapanpun aku terjatuh. Aku tidak akan membuatnya letih lagi.

Air matanya bahkan menetes.

Aku hanya bisa membisikan kata-kata maaf dan membalikkan tubuhku, memunggunginya.

Chaeri, kumohon bencilah aku.

 

Bagaimana baiknya aku bilang padanya?
“Chaeri, tadi botol minummu tertinggal!”

 Ya, baik, begitu saja.

Lalu, aku harus bilang apa pada Kai?
“Kai, kau baik-baik saja kan?”

Tentu saja dia baik-baik saja. Kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya, mobil-mobil mewah ayahnya berisi dokter-dokter professional akan segera mengerubungi sekolah ini.

Aku kembali menatap botol minum Chaeri bergambar Pikachu.

Aku baru saja ingin memasuki ruang kesehatan saat aku melihat Chaeri sedang berdiri disamping tempat tidur dimana Kai terduduk.

Apa aku datang di saat yang tepat?

“Bukankah aku juga sudah bilang kalau—”

Oh.
Kurasa aku benar-benar datang di saat yang salah.

Mataku terpaku pada pemandangan dihadapanku. Kai memegang bahu Chaeri dan mencium gadis itu tepat dibibirnya. Dihadapanku.

Cukup lama. Dan bodohnya aku masih saja menatap mereka. Aku merasa jantungku berdebar kencang dan badanku panas. Tanganku bergetar kuat tapi untungnya aku masih bisa menanganinya.

Aku tidak tahu bagaimana aku harus memberikan botol minum ini. Akhirnya aku menaruhnya di dekat pintu ruang kesehatan dan segera berlari kemanapun yang jauh dari sini.

Kenapa aku baru tahu sekarang?

 

Sudah dua minggu sejak kejadian itu. Dan sudah tiga hari sejak kepergian Jongin ke Amerika untuk menjalani rangkaian operasi untuk mengatasi jantung lemahnya. Aku masih merasa kesal pada Jongin. Kenapa ia harus seperti itu? Kenapa ia berubah begitu cepat? Sejak kejadian ia menciumku, ia tidak pernah menghubungiku lagi. Jika bertemu, kita hanya saling bertatap-tatapan. Bahkan kadangkala, ia berpura-pura tidak melihatku. Dasar aneh!

Bahkan sampai kepergiannya ke Amerika pun, aku tau dari ibunya.

“CHAERI!!” tiba-tiba Chanyeol sudah ada dihadapanku dengan wajah berbinar-binar. Aku langsung merasa tak tega untuk memasang wajah kesal dihadapannya. Kenapa sih wajahnya harus bahagia seperti itu?

“Aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi kau bahkan tidak melihatku. Kau malah sibuk menatap telapak tanganmu dan memukul-mukul rokmu. Kau kenapa sih?” celoteh Chanyeol. Suaranya yang rendah kadang membuat jantungku berdebar dan tersipu. Chanyeol itu sebenarnya apa sih?

“Aku memikirkan hal aneh” Chanyeol langsung menatapku bingung.

“Lupakan saja. Aku memang aneh” akhirnya aku tak tahan ditatapnya seperti itu. Rasanya seperti tersetrum oleh listrik tegangan tinggi, namun disaat yang sama, seperti diterjang bunga-bunga di musim semi.

Chanyeol mengerjapkan matanya tak mengerti. Tapi kemudian ia langsung memahami bahwa aku memang tidak ingin ia untuk bertanya lebih jauh. Jadi raut wajahnya berubah.

“Chaeri, kau harus datang di pertandingan basketku nanti ya!” kemudian ia bangkit dan berlari menuju timnya. Dan saat itu aku baru sadar kalau aku duduk di pinggir lapangan basket. Dan aku uga baru sadar kalau dari tadi ia mengenakan baju pemain basket.

Aku menghela napas. Bagaimana bisa aku melupakan dunia sekitar hanya karena Kim Jongin?

Ah! Aku memikirkan dia lagi!

Tanpa sadar aku menghentakkan kakiku dan saat aku menatap ke depan, aku melihat Chanyeol sedang menshoot bola.

Masuk.

Teman-temannya menggerombol bertepuk tangan untuknya. Dia baru saja melempar bola dari tengah lapangan. Senior Minho bahkan ikut bertepuk tangan.

Tanpa sadar, aku juga sedang bertepuk tangan dan tersenyum. Astaga, kenapa akhir-akhir ini syarafku sering sekali bekerja diluar kendali?

Aku segera bangkit dan berjalan menuju kelasku. Tapi saat menaiki tangga, tiba-tiba saja aku terbayang Chanyeol yang sedang melompat sambil melempar bola.

Kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi sangat menarik?

 

Kenapa dia tidak mau mengangkat telfon?

“Jongin, ayo cepat, nanti kita bisa ketinggalan pesawat” seru Kakekku. Aku berlari menghampirinya.

Padahal aku ingin memberitahu Chaeri tentang rangkaian operasi yang baru saja kujalani.

Apa dia betul-betul marah?

Kenapa aku malah menciumnya waktu itu! >< aku tidak seharusnya berharap membuatnya marah.

Lagipula, kenapa saat itu aku sangat tidak percaya bahwa aku tidak akan bisa sembuh?

 

“Chanyeollie hebat sekali!” aku menepuk-nepuk bahunya yang agak basah karena keringat. Kemudian ia segera menyeka keringatnya dengan handuk. Lalu ia juga membersihkan tanganku dari keringatnya.

Kemudian ia tersenyum sombong. “Tentu saja, kan ada Chaeri yang menontonku” kemudian ia tersenyum berseri-seri.

Dia benar-benar atraktif.

“Setelah ini, kita pergi ke Lotte World!” seru Chanyeol sambil menenggak habis minumannya.

Lima belas menit kemudian, ia sudah berubah menjadi Calm Boy Chanyeol yang biasa aku kenal. Kemudian, ia menggenggam tanganku dan berlari menuju perhentian bus. Sepanjang perjalanan, ia malah tertidur di bahuku.

Sesampainya di Lotte World, ia sangat bersemangat dan mengajakku bermain semuanya. Dari yang memacu jantung, sampai yang benar-benar kekanak-kanakan.

“Apa kau memang selalu seperti itu?” ucap Chanyeol tiba-tiba saat kami sedang berjalan dan memakan ice cream.

“Selalu bagaimana?” tanyaku bingung. Tanpa berkata-kata, ia mengeluarkan selembar tisu dan menyeka ice cream yang tersisa di sekitar mulutku. Kemudian ia terkekeh.

“Kau suka boneka?” tanyanya tiba-tiba. Aku bahkan belum sempat mencerna kejadian sebelumnya. Senyumnya, sorot matanya, semuanya masih seperti film di otakku.

“S-suka” tiba-tiba saja ia langsung menarikku ke arah permainan melempar piringan terbang.

Aku menatapnya aneh. Dia benar-benar ingin melakukannya?

Benar saja, ia tersenyum sombong dan mulai melempar piringannya satu persatu. Ia mengenai kotak yang dipegang oleh sebuah boneka Teddy Bear besar.

Kemudian ia berbalik dan menepuk dadanya sambil tersenyum sombong. Entah kenapa senyum sombongnya terlihat keren, bukannya bikin kesal.

Tak lama kemudian ia membawa boneka besar yang dikenainya tadi. “Halo, namaku Park Chanyeol. Aku lucu dan menggemaskan kan?” ucapnya sambil menggerak-gerakkan bonekanya.

“Halo, Park Chanyeol. Apa yang kau makan hingga bisa gemuk seperti ini?” candaku sambil meniru suara kekanak-kanakan Chanyeol. Mendengarnya, Chanyeol langsung menurunkan bonekanya dan memasang tampang kekanak-kanakannya.

Aku membalasnya dengan menjulurkan lidahku dan mengulanginya berkali-kali. Chanyeol langsung mengejarku. Dan tentu saja, atlet basket mana mungkin dikalahkan oleh anak gadis yang olahraganya hampir sebulan sekali.

Ia menangkapku, hampir seperti memelukku. Aku bahkan bisa mencium bau parfumnya. Tiba-tiba saja aku merasakan hal yang sama seperti saat Jongin menciumku. Dan saat aku menatap wajahnya, ia juga sedang menatapku. Aku ingin melihat ke arah lain, tapi wajah Chanyeol semakin dekat dan aku takut tidak sengaja mencium bibirnya. Chanyeol menatap mataku, lalu ke hidungku, dan ke bibirku.

Saat aku mulai terbawa emosi dan ingin menutup mataku pelan, Chanyeol langsung melepas pelukannya dan menggaruk lehernya malu.

“Maafkan aku” gumamnya sambil menyodorkan Teddy Bearnya. Akupun ikut malu karena terbawa emosi.

Aku menepuk bahunya dengan Teddy Bear tadi. “Shim Chaeri tidak marah kok” lalu menunjukkan senyumku.

Chanyeol hanya tersenyum dan kemudian ia mengantarku pulang karena ia tidak ingin melihatku pulang sendirian.

Chanyeol tersenyum dan melambaikan tangannya sebelum membiarkanku masuk ke dalam rumah. Aku tidak tahu kenapa, tapi rasanya ada yang aneh dengan senyuman dan lambaian tangannya. Terlihat lebih menarik, dan lebih membuatnya terlihat bercahaya. Sungguh, keren sekali! ><

Aku tersenyum-senyum sambil melangkah ke arah ruang tamu.

“Aku pulang!” seruku sambil memeluk Teddy Bear pemberian Chanyeol. Langkahku langsung terhenti saat aku melihat Jongin duduk di sofa ruang tamuku sambil menatapku. Ia langsung bangkit dan berlari memelukku.

“J-Jongin? Kapan kau...?”

Jongin langsung memelukku lebih erat. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu marah dan sedih. Aku hanya ingin membuatmu melupakanku karena kukira kau akan lebih sedih jika kau tahu kalau aku tidak akan pernah sembuh. Tapi sekarang aku menyesal, karena Chaeri, kata-katamu benar. Aku bisa sembuh”

Aku menatap lengannya yang memelukku. Mataku seperti memanas karena air mata yang mulai keluar sedikit demi sedikit. Rasa kesalku selama ini, perasaan curigaku pada Jongin selama ini, amarahku pada Jongin selama ini, ternyata semuanya salah. Air mataku mengalir begitu saja saat aku menyadari kalau aku benar-benar bersalah.

“Kuharap kau belum melupakanku. Dan Shim Chaeri, jika boleh...” Jongin melepas pelukannya dan menatapku. Ia menyeka air mataku dengan ibu jarinya. Kemudian perlahan bibirnya menyentuh bibirku. Bukan hanya bersentuhan, tapi ia benar-benar menciumku.

Aku merasa ada yang salah dengan semua ini. Teddy Bear yang ada di genggamanku terlepas begitu saja. Dan saat itu juga, telfon rumahku berdering.

Jongin melepaskan pelukannya dan membiarkanku mengangkat telfon. Dan aku langsung kaget ketika aku mendengar suara pria yang terdengar seperti sedang menangis. Ada apa?

Dan begitu aku mengetahui apa yang terjadi, aku merasa jantungku seperti berhenti berdetak.

Aku terjatuh karena kakiku tak mampu lagi menopang tubuhku yang terasa sesak. Jongin langsung berlari kearahku, wajah Jongin mulai berbayang, dan kemudian semuanya berubah menjadi gelap.

Saat aku tersadar, Chanyeol sedang duduk dan tertidur di samping tempat tidurku. Ia menggenggam tanganku dan tangannya terasa begitu hangat. Saat itu pula, ia terbangun. Ia tersenyum padaku, kemudian ia bangkit dan berjalan keluar dari kamar pasien begitu saja. Tanpa sadar, aku baru mengingat percakapanku dengan pria di telfon tadi.

“Apa aku sedang berbicara dengan Shim Chaeri?”

“Ya, ini aku, ada apa?”

“Ini aku, Lee Jinki. Aku ingin memberitahumu sesuatu”

“Memberitahu apa?”

“Park Chanyeol... sudah tiada. Ia mengalami kecalakaan, mobil yang dikendarainya ditabrak truk yang supirnya sedang mengantuk. Ia sempat dibawa ke rumah sakit, tapi ia meninggal di perjalanan. Dan pesan terakhirnya adalah... meminta Jongin untuk menjagamu”

Saat itu juga aku menangis. Aku menggenggam erat seprai yang baru saja disandari Chanyeol, tidak, bayangan Chanyeol. Aku terus menyebut-nyebut namanya. Semua kenanganku dengan Park Chanyeol berlalu seperti sebuah film yang akhirnya menyedihkan. Hingga Jongin berlari masuk ke kamarku dan memelukku.

“Ia sudah dimakamkan” bisiknya pelan sambil terus memelukku.

Kenapa Park Chanyeol? Kenapa harus kau yang pergi? Saat aku baru menyadari arti kehadiranmu...

“Itu, kau menyisakan makanan di sekitar mulutmu”
Bagaimana ia memperlakukanku...

“Chaeri, kau harus datang di pertandingan basketku nanti ya!”
Bagaimana ia selalu mengharapkan kehadiranku...

“Kau suka boneka?”
Bagaimana ia selalu berusaha membuatku tersenyum...

“Halo, namaku Park Chanyeol. Aku lucu dan menggemaskan kan?”
Bagaimana ia selalu menggunakan sifat kekanak-kanakannya...

“Maafkan aku”
Bagaimana ia berusaha untuk menghargaiku...

“Jinki menitipkanku ini. Ini dari Chanyeol” aku menatap kotak berwarna merah jambu yang terkena sedikit noda darah yang disodorkan Jongin.

Aku mengambilnya dengan ragu. Mendadak jantungku berdegup kencang dan ketika kotak kecil itu terbuka, terlihat sebuah kalung berbentuk C. Dan di dalamnya, terdapat notes bertuliskan ‘Chanyeol and Chaeri. Shim Chaeri, I love you’.

Saat itu juga, aku merasa seluruh energiku terserap habis dan aku kembali menangis.

Jongin menatapku bingung. Tapi ia tetap memelukku. “Chaeri, aku ingin kau tahu kalau aku akan menjagamu. Dan kumohon tersenyumlah lagi. Karena Chanyeol pun akan sedih jika melihatmu menangis” Jongin menatapku dan menghapus air mataku.

Aku hanya mengangguk pelan.

Dua bulan pertama terasa berat, tapi lama kelamaan rasa sedihku mulai berkurang, karena Kim Jongin telah kembali sehat. Dan aku tidak perlu bersedih dan khawatir lagi dengan penyakitnya.

Aku menatap Jongin yang sedang berlari kearahku membawa takoyaki. Ia tersenyum cerah dan senyuman itulah yang selalu membuat duniaku terfokus padanya.

 

Park Chanyeol, terimakasih.
Kau selalu ada saat aku sedang sedih atau senang.
Dan terimakasih, kau telah menjadi sahabat yang paling baik.
Dan jika boleh, aku ingin menganggapmu sebagai Park Chanyeol yang selalu lucu dan menggemaskan.

 

__________

udahan deh~

gimana? :3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
im_sucks_LOL #1
great fic!!!!!!!!!!!!!!!
clairenoona_887 #2
Chapter 1: so sad .. :'(
mian bru komen.. reader baru. ^^
keep writing thor!!
Harmonia
#3
So sweet ceritanya =3
barolifia
#4
hehehe sama sama :3
gapapa, kan biar mengharukan sedikit :')
wkwkwkw
amilicious #5
kyaa sangkyuu alif ff nya :D
sampe deg deg an td bacanya ><
tp kok yeollie nyaa :'''(