Fin

Vacation

“Ayo Wendy, mereka sudah tiba.” Tuan Son memangil putri satu-satunya untuk turun. Hari ini mereka akan melakukan perjalanan menuju pantai. Wendy yang tak terlalu bersemangat keluar dari kamarnya dan langsung menuju teras depan di mana Tuan Son sudah menunggu.

“Wendy, ini Irene anak paman Bae.” Wendy hanya memberikan tundukan kepalanya dan segera masuk ke mobil dan ia duduk di bangku belakang bersama Irene.

“Aku harap kalian bisa akrab selama perjalanan.” Ujar nyonya Bae yang juga ikut dalam perjalan itu. Seperti harapan nyonya Bae sama sekali tidak akan terjadi. Karena selama perjalanan, Wendy memalingkan pandangannya kea rah kanan tanpa berusaha mengajak Irene untuk bicara. Wendy sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia memandang ke  arah luar jendela melihat pemandangan yang disajikan selama perjalanan.

Andaikan omma di sini bersamaku, akan sangat menyenangkan jika kita bisa menghabiskan waktu berlibur seperti ini bersama. Tanpa sadar Wendy menitikkan air mata, dan hal itu dilihat oleh Irene. Namun gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa, ia hanya berharap bahwa Wendy akan baik-baik saja.

Mereka akhirnya tiba di pantai, nyonya Bae yang dibantu oleh suami dan tuan Son menyiapkan semua perlengkapan masak maupun tempat mereka untuk santai dan berlindung dari sengatan panas matahari. Di pantai itu tidak terlalu ramai, jadi mereka bisa bersantai tanpa ada hiruk pikuk, hanya terdengar suara ombak yang membuat mereka merasa nyaman.

Wendy akhirnya membantu nyonya Bae menyiapkan makanan dan dibantu pula oleh Irene. Untuk mencairkan suasana nyonya Bae mengobrol dengan Wendy dan gadis itu menjawab dengan seadanya karena begitulah Wendy. Jika ia baru kenal dengan seseorang tak banyak yang bisa ia katakan, dan terkadang banyak orang yang salah faham dengan sikapnya itu.  Bahkan saat ia masih berada di perguruan tinggi pun, ia selalu di cap sebagai siswa sombong yang berprestasi. Julukan itu diterima nya pada awal-awal semester, namun semuanya berubah ketika Wendy telah mengenal orang-orang dengan lebih dekat dan julukan itupun segera hilang dari dirinya.

“Irene, kau teruskan masaknya bersama Wendy ya, ibu akan menyiapkan peralatan kita untuk  makan.” Irene hanya mengangguk. Mereka masak dalam diam, hanya beberapa kali Wendy bicara meminta Irene mengambilkan ini dan itu.

Setelah selesai makan dan memebereskan semua peralatan, mereka pun mulai bersantai. Wendy memutuskan untuk duduk di pinggir pantai sambil melayangkan pandangannya, menikmati keindahan pantai, mendengar deburan ombak membuat dirinya jauh lebih baik. Namun tetap saja ada kekosongan di dalam hatinya. Setelah kepergian ibunya beberapa bulan yang lalu, ia sama sekali belum bisa menerima sepenuhnya kepergian sang ibu yang meninggal karena sakit yang dideritanya. Ia berusaha menahan tangisnya, namun sama sekali tak bisa dan akhirnya tangisan itu pun pecah, ia menundukkan kepalanya berusaha untuk menenangkan diri.

“Ayah mu telah memberi tahu,kalau kau baru saja kehilangan ibu mu.” Wendy masih menundukkan kepalanya saat Irene mendekat dan duduk di sampingnya.

“Wendy ah, tak bisa kah aku memelukmu?” Wendy melihat ke Irene dan memeluk gadis itu dengan erat.

“Ini sangat berat bagiku Irene ah,”

“Aku tahu, tidak akan mudah untuk menjalani harimu, di saat kau kehilangan orang yang kau sayangi.”

“Aku berharap kau ada di sampingku saat itu,”

“Aku tahu Wendy ah, aku berharap aku bisa mendampingi mu di saat tersulit seperti itu.” Irene melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Wendy.

“Izinkan aku berada di sisimu Wendy, sekali lagi.” Ujar Irene lirih.

Wendy tidak tahu harus mengatakan apa setelah 4 tahun mereka memutuskan untuk berpisah, karena Wendy harus kembali ke kotanya untuk merawat sang ibu yang sakit. Irene dan Wendy berada di kampus yang sama dengan jurusan yang berbeda. Setelah setahun mereka saling kenal, akhirnya Irene memutuskan untuk menyatakan apa yang ia rasakan pada Wendy. Dan akhirnya mereka menjalin hubungan sampai akhirnya, Wendy mendapatkan kabar bahwa ibunya sedang sakit. Sebagai anak satu-satunya, Wendy memutuskan untuk kembali ke kotanya setelah lulus dari universitas. Segala rencana yang sudah ia atur sedemikian rupa harus ia batalkan dan kembali untuk mengurus ibunya. Bahkan hubungannya bersama Irene pun harus ia akhiri.

“Apa kau masih mencintaiku Wendy?” Wendy mengiyakan dengan menganggukan kepalanya.

“Kalau begitu, bukan kah tidak akan sulit untukmu menerimaku kembali kan?”

“Tapi aku yang mengakhiri semuanya Irene ah, apa kau tidak marah padaku?”

“Awalnya aku marah, tapi setelah mengetahui semuanya aku tidak punya alasan untuk marah Wendy. Dan mengapa kau tidak pernah menceritakan hal yang sebenarnya?”

“Aku hanya tidak ingin memaksakan hubungan yang menurutku tidak akan berhasil karena jarak diantara kita.”

“Oh my Wendy…” Irene tersenyum sambil membelai wajah Wendy yang perlahan melembut dan akhirnya tersenyum.

Tuan Son memandang dari kejauhan, ia tersenyum melihat Wendy yang akhirnya dapat kembali tersenyum. Malam itu, tuan Son masuk ke kamar putrinya dan melihat Wendy meletakkan sebuah foto di atas kasur. Tuan Son mengambil foto yang ia pikir cukup familiar, ia mengingat kembali gadis yang ia pikir pernah ia temui. Dan tuan Son ingat bahwa ia pernah menemui salah satu  koleganya dan melihat gadis itu membantu ayahnya mengurus beberapa berkas. Tuan Son mengatur pertemuan ini, karena setelah ia bertemu Irene secara pribadi, ia yakin Wendy sangat merindukan gadis itu. Dan benar saja, apa yang dilakukan tuan Son tidak sia-sia. Dari kejauhan ia bisa melihat Wendy yang tertawa bersama Irene dan saling berpelukan.

“Sampai kapan kau berada di kota ini?”

“Ayah baru saja mengembangkan usahanya di kota ini, dan mungkin akan sangat lama.” Irene memandang Wendy yang sedikit khawatir jika Irene akan  meninggalkannya.

“Apa kau takut jika aku akan pindah dan meninggalkanmu?” Wendy mengangguk.

“Kalau begitu ayo kita menikah,” Wendy memandang Irene dengan tidak percaya, namun Irene mengeluarkan sebuah kotak cincin dan memperlihatkan sebuah cincin indah yang terukir nama Wendy di sana.

“Setelah pertemuan kita waktu itu, aku semakin yakin bahwa aku sangat mencintaimu Wendy, dan aku tidak ingin kehilangan dirimu lagi. Kau mau kan menghabsikan siswa umur kita bersama?”

“Ya, Irene, “ Wendy menangis terharu, bahwa ada seseorang yang begitu mencintainya selain ibu dan ayahnya.

“Ohhh, Wendy.” Irene meraih wajah Wendy, menghapus air matanya dan mengecup bibir Wendy dengan lembut.

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chchcn #1
Chapter 1: Oke gue yg komen pertamakali 😁😁 ternyata mantan mereka mantan terindah..