FINAL

WayKim 5 Years Latter

WayKim 5 Years Later


**Tokyo, 2025**

Ada ratusan pasang kaki melangkah melewati jalan-jalan Shinjuku. Teriknya sinar matahari dan angin musim panas tidak membuat jalanan Shinjuku lebih sepi. Way berjalan bersama ratusan orang lainya keluar dari stasiun Shinjuku.

Jika boleh jujur, Way akan lebih memilih menatap kota Tokyo dari balkon hotel tempat ia menginap. Dua hari ia di Tokyo, dan yang ia lakukan hanyalah memesan makanan dari *room service* dan memandangi kota Tokyo dari balkon kamarnya. Merasa menyia-nyiakan uang untuk terbang ke Tokyo, akhirnya ia memaksakan diri keluar dari kamar hotel.

Dengan hanya mengandalkan Google Maps di smart phone-nya, ia berjalan menuju Tokyo Metropolitan Government Building. Lima belas menit berbagi udara panas dengan ratusan orang lainya, Way kini berdiri di depan gedung pencakar langit yang menjulang diatasnya.

Way memandang kota Tokyo dari ketinggian 200 meter. Langit hari ini sangat cerah, tidak ada secuil awan diatas sana. Ia dengan jelas melihat bangunan-bangunan yang mengisi kota Tokyo. Matanya mengikuti lekuk demi lekuk jalanan kota Tokyo yang terlihat sangat kecil dari ketinggian ini.

*"Kim..."* sebuah nama terucap disela hembusan napas Way.

Tangan Way menyentuh kaca di depanya, merasakan hangat matahari yang merambat melalui kaca-kaca bangunan ini.

*Kalau kamu di sini, apa genggam tanganmu akan sehangat ini?*

Way sengaja mencari tempat yang tinggi, agar dia bisa mengucap rindu dengan jarak paling dekat dari yang kini menetap di angkasa. Way menatap kosong langit biru di depanya. Berangan seandainya Kim masih memijak bumi, mungkin saat ini Kim menyeretnya berkeliling Tokyo. Bercerita berbagai macam hal, dari kegiatan kuliahnya sampai ke hal tak penting yang dengan senang hati Way dengarkan.

Entah sudah berapa jam Way berdiri menatap langit kota Tokyo, kini kakinya mulai kebas. Ia menyeret dirinya turun dari lantai 45 gedung ini. Berbelok ke sebuah kafe tak jauh dari sana. Mengisi perutnya sambil memandangi puluhan orang berlalu lalang di depanya.

Way memesan taxi online untuk mengantarnya ke Daikanransha Ferris Wheel. Way memilih menghabiskan sisa sorenya duduk diatas *ferris wheel*. Melihat tenggelamnya matahari dari ketinggian 115 meter dengen beberapa orang asing di sampingnya tidak terlalu buruk bukan?

Way kehilangan hitungan berapa kali ia menariki *ferris wheel* ini. Wajah Way berkilau ditimpa cahaya senja, matanya tak berkedip menatap kilau cahaya senja yang terbiaskan kaca-kaca gedung pencakar langit di depanya.

*Kim, aku membayangkan bagaimana teduh wajahmu dihujani cahaya senja sore ini.*

.
.
.

Way berjalan melewati *Torii Gate*, gerbang masuk yang berada di bagian selatan Kuil Meiji. Ia berjalan melewati ratusan pohon yang ditanam di sepanjang jalan area Kuil Meiji. Pohon-pohon ini melindungi kepalanya dari sengatan matahari musim panas.

Way melewati ratusan barel sake dan wine sebelum akhirnya mencapai *Ootori Gate*, gerbang dengan bentuk dan design yang sama dengan *Torii Gate* di sebelah selatan yang tadi Way lalui. Dia harus berjalan sekitar 10 menit dan melewati satu *Torii Gate* sebelum akhirnya mencapai *Minami Shinmon*, gerbang utama memasuki kawasan kompleks Kuil Meiji.

Memasuki kawasan kompleks, Way melihat *Meoto Kusu*, sepasang pohon kamper yang disatukan oleh sebuah tambang yang disebut *shinmenawa*. *Meoto Kusu* melambangkan kebahagiaan dan keharmonisan pernikahan.

Di kanan Way, ia melihat *Ema-kake*, sebuah tempat kayu yang digunakan untuk menggantungkan plakat-plakat kayu kecil. Way berjalan ke *juyosho amulet office* untuk membeli plakat kayu tersebut.

*Kim, semoga kita akan bertemu di kehidupan selanjutnya.*

Way meletakkan plakat kayu nya dengan hati hati. Ia mengusap tinta yang baru saja ia torehkan, membaca ulang setiap doa yang ia tuliskan. Mengamini dalam hati.

Selesai memasang plakat kayu, Way mengikuti beberapa turis yang berjalan kearah Kuil utama. Sedikit mencuri dengar pemandu wisata yang menjelaskan cara berdoa di sini, dan memperhatikan beberapa dari mereka.

Way merogoh kantongnya, mencari keping uang logam yang mungkin terselip. Melemparkanya ke kotak persembahan. Ia membungkuk dua kali, lalu menyatukan kedua telapak tanganya di depan dada. Satu tangan lebih rendah dari tangan lainya dan menepuk telapak tanganya dua kali. Way merapatkan kedua tanganya, melantunkan doa yang sama yang ia gantung di plakat tadi dan membungkuk untuk yang terakhir kalinya.

Selesai mengucap doa di kuil, Way mengikuti peta yang ia unduh sebelum melakukan perjalanan ke Kuil Meiji. Ia membaca bahwa di sini ada taman bunga iris. Tepat di barat daya kuil utama.

Sesampainya di taman itu, Way melihat bunga iris yang bermekaran dengan berbagai warna, yang sebagian besar berwarna ungu cerah. Beruntung ia datang di musim saat bunga-bunga ini bermekaran.

*Kim, saat pulang nanti aku akan membawakanmu bunga bunga ini.*

.
.
.

**Chiba Prefecture, 2025**

Way memutuskan berangkat ke Prefektur Chiba pada malam terakhirnya di Jepang. Ia menyewa mobil beserta supirnya, duduk selama lebih dari 3 jam untuk mencapai lokasi tujuanya. Supir yang sama akan menjemputnya besok untuk mengantarnya ke bandara. Way harus kembali ke Los Angeles untuk menghadiri wisudanya.

Way sampai di *campground* pukul 5 sore. Tempat ini berada di bukit kecil di samping sebuah pantai. Ia menyewa sebuah tenda dengan lokasi yang paling dekat dengan pantai. Ia cukup berjalan 5 menit untuk akhirnya bertemu dengan hamparan pasir pantai.

Setelah mandi, Way hanya duduk menyaksikan hamparan laut lepas di depan tendanya sambil mengunyak ramen. Menonton pemandangan yang cukup menakjubkan saat matahari ditelan lautan.

Bulan purnama sempurna berada diatas langit. Way menyaksikan refleksi purnama diatas laut. Ia memutuskan untuk berjalan menuju pantai. Way duduk di dinginya pasir pantai, memandang laut tenang di depanya yang memantulkan cahaya bulan. Hanya ada debur pelan suara ombak dan suara-suara binatang khas malam yang menemaninya. Angan Way hanyut bersama ombak yang datang.

Terlalu berlebihan kalau Way bilang bahwa dalam setiap hembus napasnya ia memikirkan Kim. Namun ia tidak berbohong ketika bilang ia tidak bisa membayangkan dirinya tanpa Kim, setidaknya sampai saat ini. Hampir sebagian besar pencapaian dalam 5 tahun terakhir hidupnya adalah untuk Kim.

Way tidak pernah benar-benar mengucap salam perpisahan pada Kim, dan ini membuatnya jatuh dalam kesedihan yang sama. Ia ingin berdamai dengan masa lalu. Ia ingin mengingat Kim dengan rasa bahagia, bukan sedih yang menggerogoti hatinya.

*Maka untuk malam ini, izinkan aku berdamai dengan rasa sakitku.*

.
.
.

*Untuk Kimhan Dhamrong-rattanaroj*

*Ada yang pernah berkata padaku, aku akan lebih dekat denganmu jika aku berpijak di tempat yang tinggi. Di tempat di mana langit terasa hanya sejengkal dariku.*

*Aku menghabiskan sisa libur musim panasku di Tokyo, kota impianmu. Jujur, tidak banyak yang aku lakukan di sana. Aku mengikuti kata mereka. Mencari tempat-tempat tinggi untuk lebih dekat denganmu. Lagi-lagi kata mereka, agar untai rinduku lebih cepat sampai padamu. Tapi entah mengapa, aku merasa lebih jauh darimu saat langit hanya sepelempar batu dariku.*

*Kim, puluhan gedung pencakar langit dan puncak-puncak gunung aku sambangi. Tapi tidak seperti kata mereka, aku tidak merasa lebih dekat denganmu. Apakah kamu terbang terlalu jauh?*

*Malam ini aku menyaksikan indahnya lautan yang memantulkan sinar purnama. Dan anehnya, aku seakan melihat bias purnama itu dari matamu. Mungkin kamu tidak terbang jauh, tapi menetap di titik terendah manusia dapat berpijak. Di mana aku bisa melihat laut dan langit menyatu di ujung sana.*

*Mungkin ini saat yang tepat untukku merapal rindu.*

*Kim*
*Aku selalu merindukanmu. Maaf jika 5 tahun terakhir rinduku terbagi oleh berbagai kesibukan yang aku jalani. Namun aku berhasil, aku mengikuti impianku. Belajar di salah satu universitas ternama di Los Angeles. Ini semua karena kamu Kim.*

*Terimakasih telah hadir dalam hidupku, untuk semua yang telah kamu beri. Kamu akan tetap hidup dalam lirih lantunan doaku, dalam harap hidupku.*

*Ahh, aku jadi ingat. Aku harus berterimakasih pada Pan dan Soda. Kamu tau Kim, mereka masih menulis tentangmu. Walau tidak seintensif dulu, tapi cukup sebagai pengingat bahwa kamu, Kim, akan selalu hidup dalam ingatan kami.*

*Ini yang terakhir, sebelum kamu bosan mendengar ocehanku. Aku akan terus bahagia. Aku akan hidup sebaik-baiknya manusia hidup. Semoga karma baikku adalah kamu untukku di kehidupan kita selanjutnya.*

*Sebaik-baiknya cinta adalah caramu mencintaku.*

.
.
.

 

Author's notes : Aku ga pernah ke Jepang, riset yang aku lakukan hanya berdasarkan Google Maps dan vlog-vlog di YouTube. Jika ada kesalahan dalam mendeskripsikan tempat-tempat ini kindly DM me please. Thank you!

.
.
.

o x y

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet